Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Hargono
"Peranserta masyarakat merupakan suatu keharusan (conditio sine qua non) dalam berbagai program pembangunan termasuk program pembangunan kesehatan masyarakat. Walau demikian, belum ada indikator dan cara pengukurannya yang bersifat menyeluruh sesuai dengan konsep peranserta itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena peranserta masyarakat hanya dianggap sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan sehingga banyak upaya untuk menumbuhkan peranserta daripada menelaah peranserta itu sendiri. Disamping itu, komponen utama peranserta, yaitu motivasi, tidak mudah untuk diamati.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan indikator peranserta masyarakat yang menyeluruh dan cara pengukurannya pada program pembangunan kesehatan, Sebagai area uji coba adalah program posyandu karena secara konseptual program posyandu memakai pendekatan peranserta masyarakat, berbagai kelompok dalam masyarakat ikut terlibat, dan telah lama dilaksanakan sehingga besar kemungkinannya semua komponen peranserta masyarakat akan didapatkan.
Penelitian ini berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap eksplorasi untuk mendapatkan data mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan pelaku yang terlibat pada program posyandu. Berbagai kegiatan tersebut dapat dipergunakan sebagai indikator yang teramati dan terukur. Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam terhadap semua pelaku yang terlibat pada program posyandu disertai pengamatan kegiatan sehingga didapatkan gambaran menyeluruh kegiatan posyandu. Data dianalisis dengan metode telaah etnografis untuk mengetahui ranah dari peranserta masyarakat. Selanjutnya dilakukan klasifikasi dan kategorisasi tiap kegiatan dalam suatu terminologi indikator. Selanjutnya tiap indicator ditentukan gradasinya sehingga dapat dipakai sebagai acuan pengukuran. Hasil tahap pertama berupa instrumen daftar indikator dan cara- pengukuran indikator tersebut.
Tahap kedua merupakan uji coba instrumen indikator dan pengkuran peranserta masyarakat pada program posyandu di dua daerah yang mempunyai karakteristik kegiatan posyandu yang berbeda, yaitu di Kecamatan Ndona dan Ngaluroga, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, dan Kecamatan Garut Kota dan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Perbedaan tersebut mencakup karakteristik geografi, usia kegiatan, karakteristik kader, model pembinaan, dan. latar belakang sosial dan budaya. Perbedaan tersebut secara teoritis berpengaruh pada derajat peranserta masyarakatnya. Mempunya instrumen hasil penelitian tahap I menampakkan perbedaan derajat peranserta masyarakat menunjukkan bahwa instrumen tersebut dapat dipakai untuk mengukur derajat peranserta masyarakat.
Analisis faktor dengan rotasi varimax dilakukan terhadap data tahap II sebagai konfirmasi klasifikasi dan kategorisasi variabel pembentuk indikator hasil telaah etnografi tahap I. Untuk membedakan derajat peranserta masyarakat di dua daerah yang berbeda dipakai uji `t-test' dengan derajat kebermaknaan 95%.
Hasil tahap I menunjukkan terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan posyandu yaitu (1) kelompok tokoh masyarakat, sebagai pemimpin dan pembina semua kegiatan pembangunan di wilayahnya, (2) kelompok kader, sebagai pelaksanan kegiatan, dan (3) kelompok balita, ibu hamil, dan ibu dalam periode menyusui sebagai pemanfaat pelayanan posyandu. Didapatkan 5 indikator yang merupakan komponen peranserta masyarakat sebagai hasil analisis peran ketiga kelompok tersebut pada program posyandu, yaitu (l) indikator pengelolaan yang menilai peranserta masyarakat pada aspek proses pengambilan keputusan, pembinaan, dan pengorganisasian, (2) indikator administrasi, yang menilai aspek pencatatan dan pelaporan. (3) indikator kontribusi, yang menilai besar kontribusi anggota masyarakat baik kontribusi tenaga, finansial, material dan saran, (4) indikator pemanfaatan, yang menilai tingkat pemanfaatan posyandu oleh kelompok sasaran, dan (5) indikator pendukung kegiatan yang menilai berbagai kegiatan sebagai pendukung kegiatan yang mengarah pada perkembangan posyandu.
Analisis tahap II menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada seluruh indikator peranserta masyarakat antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Ende, dengan nilai untuk kabupaten Garut lebih tinggi sebagaimana yang diharapkan. Namun beberapa catatan perlu diperhatikan untuk beberapa indikator. Dengan adanya perbedaan sosial dan budaya pada masyarakat yang berbeda, diperlukan analisis sub komponen indikator pengelolaan. Secara keselunthan, nilai indikator pengelolaan di kedua daerah adalah sama. Namun pada analisis sub komponen terlihat bahwa sub komponen satu lebih menonjol di satu daerah dan sebaliknya sub komponen lain lebih menonjol di daerah yang lain.
Dengan adanya perbedaan jenis kegiatan yang disebabkan perbedaan usia program yang berdampak pada perbedaan kemampuan pelaksana program dan kemampuan penyelenggaraan posyandu, posyandu yang mempunyai jenis kegiatan lebih banyak akan mempunyai nilai lebih tinggi untuk indikator administrasi dibandingkan posyandu dengan jenis kegiatan yang lebih sedikit. Untuk membuat supaya sebanding, kegiatan pencatatan sebagia variabel indikator administrasi perlu dipecah menjadi kelompok pencatatan utama yaitu pencatatan kegiatan yang langsung berhubungan dengan penimbangan dan PMT, yang merupakan kegiatan minimal posyandu, dan pencatatan lain yaitu pencatatan yang tidak langsung berhubungan dengan penimbangan dan PMT seperti pencatatan kegiatan imunisasi, pembagian tablet besi dan vitamin kepada ibu hamil dan ibu pasca persalinan, dan kegiatan lain. Walaupun kegiatan perawatan pra persalinan dari pasca persalinan juga merupakan kegiatan utama posyandu, sehingga juga merupakan tugas kader, namun pada kenyataannya kegiatan tersebut masih sangat tergantung pada petugas kesehatan sehingga dalam pengukurannya pencatatan perlu dipisahkan dari penimbangan dan PMT.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa instrumen ini dapat dipergunakan dalam mengukur derajat peranserta masyarakat pada program posyandu karena cukup mudah melakukannya, dapat menunjukkan adanya perbedaan derajat peranserta masyarakat, dan dapat dilakukan pada daerah dengan kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Walaupun penelitian ini terbatas pada kegiatan posyandu. namun tidak tertutup kemungkinan memanfaatkan hasil penelitian ini untuk menganalisis derajat peranserta masyarakat pada program kesehatan yang lain, tetapi dengan sedikit modifikasi disesuaikan dengan karakteristik program yang akan dianalisis.
Dengan hasil tersebut, instrumen ini disarankan untuk dipergunakan dalam menelaah peranserta masyarakat dalam program kesehatan, terutama program posyandu. Akhirnya, masih diperlukan penelitian lebih mendalam untuk meningkatkan validitas eksternal yang belum dilakukan secara mendalam pada penelitian ini.

Community participation is considered as 'conditio sine qua non' in community development including community health development. As declaration of Alma-Ata has been stated by WHO, Indonesia enhanced community participation in health development through Village Community Health Development (VCHD) or Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Although community participation has been stated clearly by WHO, its implementation occurs differently in different site, so in Indonesia. This difference caused by different point of view of program planners in translating the concept of community participation, which resulting in different execution of the community participation in health program As a result, these differences also suggesting different community participation indicators which resulting in absent of community participation indicator standard.
This study attempt to find out community participation indicators in health development program through qualitative researches approach. Two stages of study have been carried out. First stage, explorative in nature, tried to explore all possible variables by observing and asking every activity done by every people involved in health activities, which used community participation approach, that is Integrated Health Services or Posyandu. The first stage of study has been done in Ende Sub-district by the reason that intensive community participation health program carries out in this area.
The data have been collected was analyzed by employing ethnography assessment. The result of this analysis is a set of groups of variables which suggesting as community participation indicators.
To verify, implementing these indicators in posyandu has done in second stage of the study. Succeeding to differentiate the degree of community participation in two different site of posyandu, which is different in factors influencing the degree of community participation, suggesting that these indicators can be used in analyzing the degree of community participation in health program. This stage of the study has been carried out in Ende Sub-district, East Nusa Tenggara, and Garut Sub-district, West Java. Factor analysis has been used to verify the grouping of variable from the first stage, and student 't' test has been employed to analyze indicator differences between sites.
Five components of community participation, which is suggesting as community participation indicators, have been extracted from first stage of the study. These indicators are (1) Management, (2) Administration, (3) Contribution, (4) Utilization, and (5) Supporting Activities. A management indicator composes of (a) Leadership indicator and (b) Organization indicator. Four components of variables are suggesting as leadership indicator. These are decision-making processes variable, problem-solving variable, assisting variable, and attending variable. Two components of indicator suggesting as an organization indicator, these are existence of organization and consistency of organization.
Second stage of study reveals that these indicators succeed to differentiate the degree of community participation between Ende Sub-district and Garut Sub-district. Even though there is no difference in leadership indicator (p=0.113), there is a difference in the four component of leadership which indicate social and cultural differences between sites. Ende has high degree in attending variable (p=0.0000), while Garut has high degree in decision-making process variable, assisting variable, and problem solving variable (p=4.003, 0.001, and 0.008 consecutively). Contribution indicator cannot be used as community participation indicator as the same amount of financial contribution should be collected from service users.
More attention should be made when analyzing utilization indicator, which count the ratio of the number of under-five child weighing in posyandu and the number of all under-five children. High weighing utilization in one weighing activity does not relate to high degree of utilization in a period of time. Changing attendance of weighing resulting in inconsistency of utilization, which is suggesting 'not high' degree of participation. Counting the number who are continuously weighing in several consecutive months will give more precise degree of utilization indicator of participation.
It has been suggested using these indicators to analyze the degree of community participation in health program. By using these indicators, program planners are able to analyze community participation in health program comprehensively. Furthermore, analyzing community participation in health program by using these indicators directs program planners to weak components of community participation that can be treated promptly. Finally, further study is needed to find out the relationship between the degree of community participation and the behavior changes, which component of community participation has great impact on behavior changes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
D55
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Krianto
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, cenderung terus meningkat. Bahkan kenaikan jumlah kasus tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 mencapai lebih dari 40%. Apabila tahun 2006 jumlah kasusnya sekitar 111.000, namun tahun 2007 mencapai lebih dari 150.000 kasus dengan kematian yang diakibatkannya lebih dari 1000 orang. Di Kota Depok jumlah kasusnya juga terus meningkat, dari 312 kasus (1997), 1838 kasus (2006) dan tahun 2007 mencapai 2956 kasus. Semua kelurahan sudah endemis demam bardarah. Strategi premosi kesehatan di kemunitas kurang berhasil menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Untuk itu upaya promosi penanggulangan DBD perlu dilakukan melalui sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik berkala terhadap perilaku pengendalian vektor dengue pada murid sekolah dasar negeri (SDN) kelas III, IV dan V di Kota Depok. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap upaya mengendalikan penyakit demam berdarah, khususnya di Kota Depek.
Disain penelitian ini adalah eksperimen, yang diikuti 642 murid dan 642 ibu. Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan terdiri dari pelatihan, pendampingan, kampanye serta pemeriksaan jentik berkala. Analisis data secara kuantitatif dilakukan untuk melihat perbedaan antar pengukuran dan antar kelompek terhadap: a) rerata nilai pengetahuan, sikap dan praktek (KAP), dan b) indeks jentik. Untuk itu dilakukan beberapa tahap analisis bivariat dan multivariat selaras dengan tujuan penelitian serta sifat datanya. Untuk memperkaya penjelasan terhadap temuan penelitian kuantitatif dilakukan penelitian kualitatif.
Intervensi promesi kesehatan dan PJB-AS (pemeriksaan jentik berkala anak sekolah) ternyata meningkatkan KAP anak sekelah sebesar 4,25 - 10,28% (p
Sejalan dengan perubahan KAP pada murid, secara umum pengetahuan ibu tentang vektor, gejala DBD dan cara pengendalian vektor meningkat sebesar 4,15 - 12,82%. Sikap ibu berupa rencana tindakan rnenyampaikan informasi tentang demam berdarah kepada suami/anggota keluarga meningkat sebesar 7,84%. Praktek ibu memeriksa habitat perkembangbiakan Ae. aegypri rneningkat sebesar 4,8 5%.
Indeks jentik juga menurun cukup tajam pada kelompok perlakuan. Pada awal penelitian, CI, BI kelompok perlakuan jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol, namun pada akhir penelitian, CI kelompok perlakuan turun 29,02% (p=0,00l), BI turun 20,83% (p=0,00l). Pada kelompok kontrol, CI dan BI juga turun, namun persentasenya rendah yaitu 3,83-8,65%. Uji regressi logislik berganda memberikan gambaran bahwa faktor yang berkontribusi pada CI di awal penelitian adalah praktek ibu mengendalikan vektor, namun pada akhir penelitian, faktor yang berhubungan dengan CI adalah sikap murid. Uji diskriminan yang dilakukan menunjukkan jika sikap murid positif maka CI turun, demikian pula sebaliknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa intervensi promosi kesehatan yang dilengkapi dengan pemeriksaan jentik secara berkala terbukti efektif meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik (KAP) anak sekolah dan ibu rumah tangga dalam pengendalian vektor DBD, sekaligus menurunkan indeks jentik, utamanya CI dan BI.
Oleh karenanya strategi ini perlu segera direplikasikan pada wilayah-wilayah lain di Kota Depok, dalam rangka menurunkan jumlah kasus demam berdarah. Unluk itu, komitmen pemerintah kota sangat penting untuk menjamin sustainabilitas program. Beberapa bentuk komitmen yang dibutuhkan yaitu: a) aktivasi dan revitalisasi kelompok kerja operasional DBD di tingkat kota, b) menginduksikan muatan penanggulangan DBD ke dalam mata ajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) serta rnelengkapinya dengan aktivitas memeriksa jentik berkala, c) mengembangkan jejaring dan koordinasi lintas sektor untuk supervisi dan monitoring program. Apabila akan dilakukan replikasi atau pengembangan atas penelitian ini, maka beberapa hal perlu dipertimbangkan, yaitu: a) menambah muatan substantif, b) memasukkan pertimbangan kualitatif dalam menilai kesetaraan antar kelompok pada eksperimen komunitas, c) menggunakan indikator jentik yang lebih sensitif misalnya indeks pupa, d) melakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan yang diprediksi mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease where was found in 1968 at Surabaya and Jakarta tend to increase, moreover the improvement of cases in 2007 compared with 2006 reached more than 40%. When in 2006, the case number was about 111,000, however in 2007 reached over than 150,000 cases, where the death that resulted more than 1,000 people. In Depok Mtuticipality the number of its cases also increased, from 312 cases (1997), 1,838 cases (2006), and in 2007 has reached 2,956 cases. All the Villages in Depok Municipality have been Dengue Hemorrhagic Fever endemic area. Health promotion strategy in community less success in decreasing the number of Dengue Hemotrhagic Fever cases, so that the health promotion to overcome the DHF should be done through schools.
The objective of this research is to assess the impact of health promotion provided with larva inspections at periodic to behavior of dengue vector control on schoolchildren of State Elementary School (SDN), grades lil, IV, and V at Depok Municipality. So, the result of this research could give contribution to effort in controlling of DHF disease, especially at Depok Municipality.
The design of this research is experiment, it was followed by 642 schoolchildren, 642 mothers, intervention gave to Intervention Group consist of training, adjacent, campaign and also inspection of larva at periodically. Data analysis quantitatively conducted to see thc difference between Control and Intervention groups to: a) average knowledge, attitude, and practice (KAP) assessment, b) larva index. It was conducted some phase analysis of bivariate and multivariate to meet with the objective of this research, and also the nature of its data. To enrich clarification to quantitative research finding, it was also conducted qualitative research.
Health promotion intervention and PIB-AS (periodically larval inspection by schoolchildren), in the reality improved KAP to schoolchildren as many as 4.25-10.28% (p<0.05), and to knowledge and attitude of mothers as many as 2.21-12.72% (p<0.05). Knowledge of schoolchildren changing significantly (p<0.05) was on vector increased (7.58%), and on dengue symptom increased (5.32%) Schoolchildren attitude changing significantly (p<0.05) that is on the seriousness of disease, effectiveness of vector control (PSN 3M Plus), and plan of action increased as many as 2.29-11.62%. Schoolchildren practice on vector control (PSN 3M Plus), and check potential habit of propagation of mosquito as many as 8.24-1 l.l5%. Qualitative study was found: a) larva inspection was new and fun activity, b) dtuing intervention female schoolchildren were more serious than male, e) active learning approach in the school health promotion was more favorable and appropriateness.
In line with the changing on KAP of schoolchildren, in general, knowledge of mothers on vector, symptom of DHF, and vector control method increased as many as 4.15-12.82% Mothers' attitude in the form of action plan to inform the information on DHF to husband or to family member increased as many as 7.84%. Mothers? practice to check habitat propagation of A e. aegypri increased as many as 4.85%.
Larva index also decreased significantly on Intervention Group. In the early research, CI, and BI of Intervention Group much higher than Control Group, however by the end of research, CI of Intervention Group decreased as many as 29.02% (p=0.00l), BI decreased as many as 20.83% (p=0.00l). On Control Group, CI and BI also decreased, however the percentage was low only 3.83-8.65%. Based on Multiple Logistic Regression Test shown that the factors which have contributed to Cl is schoolchildren attitude. Discriminant test which is conducted shovm that, if the schoolchildren attitude positive, so the CI is decreased, it also do on the vise verse.
The result of this research indicated that health promotion intervention provided with larva inspection at periodically, it gave proven in increasing the knowledge, attitude, and practice (KAP) of schoolchildren and mothers effectively in controlling the vector DHF, along with degraded the larva index, especially Cl and BI.
For the reason, this strategy should immediately replicate to other regions at Depok Municipality, in order to degrade the case number of DHF. Thus, commitment of the Authority of Depok Municipality is very important to guarantee the sustainability of the program. There are several kinds of commitments required, those are: a) activate and revitalization of working group on DHF in the level Municipality, b) integrate material of overcoming the DHF to the subject of Natural Science, it also provided with activity on larva inspection periodically, c) develop the networking and coordination of multi sectors in supervising and monitoring the program. If the replication will be conducted or developed to this research, there many factors should be considered, those are: a) add the substantive material, b) include consideration of qualitative in assessing the equivalence between those groups on community experiment, c) use larva indicator which is more sensitive, for example index pupa, d) conduct the measurement on condition of the environmental, which is predicted influence to mosquito propagation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
D931
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Bagus Qomaruddin
"Penelitian ini mengembangkan indikator pemberdayaan dan cara pengukurannya yang dapat dimanfaatkan dalam menentukan tingkat keberdayaan desa siaga. Penelitian ini menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berupa instrumen yang sudah terbukti valid dan reliabel. Desa siaga yang memiliki skor tingkat keberdayaan 60 ke atas lebih dari 85%, namun yang memiliki skor 80 ke atas masih di bawah 25%. Tingkat keberdayaan desa siaga dapat meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, kenaikan berat badan balita (N/D) dan menurunkan jumlah balita gizi buruk. Disarankan agar instrumen ini diuji cobakan di tempat lain untuk mengetahui stabilitas dari indikator.

The objective of this research was to develop empowerment indicators in measuring empowerment level of alert villages. Qualitative and quantitative approaches were used in this research. The research found out that indicators instrument was valid and reliable. Less then 25% of alert villages had score of empowerment level was 80 or more and more then 85% of alert villages had score was 60 or more. The empowerment level of alert villages was able to increase coverage of delivery assisted by health personnel, weight gain (N/D) and decrease the amount of under five children malnutrition. It is recommended to retested the indicators instrument in other places to know stability of the indicators."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D1385
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library