Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geoffrey Robertson
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2002
364.15 ROB ct
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nyityasmono Tri Nugroho
"Introduction: Peripheral arterial disease (PAD) is the most common macroangiopathic complication in type II diabetes mellitus, arising from inadequate blood sugar control. In the presence of PAD, the risk of limb loss will also increase, and arterial bypass is one method to reduce the risk of amputation. In Indonesia, the level of patency for the arterial bypass has not yet been published. On bypass with venous grafts, the patency rates at the location of infrapopliteal reach at 70-80%, while the prosthetic graft is 30-50%. Method: From 2009 to 2012, patients with arterial bypasses were analyzed. The level of patency was described by ultrasound examination and pulsation on clinical examination in the distal anastomosis, reduced pain, and other examinations that support adequate revascularization. Identification of risk factors that affect patency, particularly protective risk factors, were also taken into account. Results: From 2009 to 2012, 29 patients with infra-inguinal arterial bypass were collected. The ratio of men to women was 5:1, with a one-year patency rate of 88% in men, and 75% in women, for an overall of 86.2%. The irreversible risk factor affecting patency was male (p = 0.117). Modifiable risk factors that decreasing patency level were smoking (p = 0.042) and more advanced stage of PAD (p = 0.067). Smoking cessation (p = 0.041) and the use of drugs after bypass procedure (p = 0.072) were known to increase the level of patency. Conclusion: The one-year patency rate for infra-inguinal artery bypass was 37-89%. Smoking cessation was known to increase the level of patency."
Jakarta: PESBEVI, 2020
616 JINASVS 1:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Septriana
"The main cause of the undernutrition beside the infectious diseases is inappropriate
caring practice and optimum feeding becomes one of ways to
overcome long-term consequences of undernutrition. This study aimed to
determine correlation between predisposing factors with complementary
feeding practice among 9 – 11 month-old infants in Jakarta urban slum
area. This cross-sectional study included 50 sitters of 9 – 11 month-old infants
on May 2012. Data was collected through interview using questionnaire.
There was no significant correlation between age of the sitters with the complementary feeding practice (p value = 0.645) as well as correlation between sitters with infants (p value = 0.724), occupation of sitters (p value
= 1.000) and the number of infants in a family (p value = 0.738) which showed there was no significant correlation between those three factors
with complementary feeding practice. Otherwise, there was a significant
correlation between education and knowledge of sitters with complementary feeding practice (p value = 0.012 and p value = 0.005).
Penyebab utama kekurangan gizi selain dari penyakit infeksi adalah pola
asuh yang tidak sesuai dan pemberian makan yang optimal menjadi salah
satu cara untuk mengatasi konsekuensi jangka panjang dari kekurangan
zat gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor
pendukung praktik pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI)
pada bayi usia 9 - 11 bulan di daerah kumuh perkotaan Jakarta. Penelitian
potong lintang ini melibatkan 50 orang pengasuh bayi usia 9 – 11 bulan.
Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara usia pengasuh dengan praktik pemberian makan (nilai p = 0,645). Demikian juga dengan hubungan antara pengasuh dengan bayi (nilai p = 0,724), pekerjaan pengasuh (nilai p =
1,000), dan jumlah bayi dalam satu keluarga (nilai p = 0,738) yang menunjukkan
tidak adanya hubungan antara ketiga faktor tersebut dengan praktik
pemberian makanan. Sebaliknya, terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pengetahuan pengasuh dengan praktik pemberian makanan (nilai p = 0,012 dan nilai p = 0.005). "
Nutrition studies, faculty of health sciences, universitas respati yogyakarta, 2016
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wirawan B. IIyas
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007
336.24 WIR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wirawan B. IIyas
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007
336.24 WIR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wirawan B. IIyas
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012
336.2 WIR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wirawan B. IIyas
Jakarta: Salemba Empat, 2012
343.04 WIR h II (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chatarina Rusmiyati
Yogyakarta: Badan Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial, 1994
361 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Kemenady
"Dengan perkembangan pasar uang yang pesat, banyak pihak
yang berusaha mengambil keuntungan sesaat dari selisih kurs suatu mata uang yang sedang bergejolak relatif terhadap mata uang yang lain. Pengamatan terhadap kurs mata uang di pasar uang dapat dilakukan setiap detik melalui media telekomunikasi, misalnya Reuter, Telerate.
Gejolak kurs mata uang terutama disebabkan oleh bebera
pa faktor, yaitu persepsi pedagang valas dan adanya berita perubahan ekonomi, politik, bahkan perang. Faktor-faktor ini akan membuat kurs suatu mata uang bergejolak untuk jangka waktu yang pendek atau bahkan untuk jangka waktu yang panjang, bila diikuti oleh perubahan fundamental ekonomi.
Berdasarkan pengamatan langaung yang dilakukan di
beberapa pusat perdagangan valas di Jakarta, studi ini mengadakan analiasa data nilai tukar valas selama tahun 1990 untuk empat mata uang yang dipasarkan di pasar uang dunia, yaitu: CRF (Swiss France), GBP (Pound Sterling), DM (Mark German), dan Yen, semuanya relatif terhadap USD (US Dollar). Pengamatan didasarkan atas harga tukar valas saat pasar dibuka (opening Market) setiap hari. Dari analisa data dilakukan secara kualitatif atas dasar pengamatan bulanan dengan meninjau aspek umum, teknis, dan fundamental yang menentukan kurs valas. Pendekatan moving average dilakukan dalam beberapa tingkat.
Dari analisa diketahui bahwa pada saat moving average
tingkat 3 dan 7 bertemu maka akan diikuti oleh pembalikan arah dan nilai kurs valas. Pembelian atau penujalan suatu valuta asing dilakukan berdasarkan jenis mata uang yang dimiliki pada saat teradi pembalikan arah, sehingga dapat diperoleh keuntungan. Tingkat 3 dan 7 dipilih karena kurva moving average tingkat 3 biasanya berperilaku serupa denga kurva nilai tukar valas yang sebenarnya. Sedangkan kurva moving average tingkat 7 merupakan bentuk penghalusan kurva nilai tukar valas yang lebih cenderung mendahului arah kurva ke garis horisontal. Kedua kombinasi moving average? tingkat 3 dan 7 merupakan kombinasi yang baik untuk melihat kecenderungan kurva nilai tukar dalam kurun waktu satu minggu.
Selanjutnya, andaikan kedua kurva moving average
tingkat 3 dan 7 sejajar dengan kurva nilai tukar sebenarnya pada umumnya arah gerakan nilai tukar akan terus searah sampai suatu saat bila kedua kurva moving average saling mendekat dan berpotongan maka akan terjadi pembalikan arah. Jikalau kedua kurva moving average saling berpotongan satu dengan yang lain dalam waktu yang singkat, saat-saat tersebut kurang menguntungkan untuk mengadakan transaksi, baik untuk membeli ataupun menjual. Keadaan pasar yang stabil dengan kurva moving average yang tidak terlalu berfluktuasi dalam waktu beberapa hari, merupakan keadaan yang baik untuk memasuki pasar. Tindakan membeli atau menjual tergantung jenis mata uang yang dimiliki atau mata uang yang hendak dibeli.
Hasil temuan di atas tentu masih perlu dilengkapi lagi
dengan pengujian lebih lanjut dalam praktek sehingga model ekspektasi dan temuan ini dapat lebih akurat untuk menentukan ekspektasi kurs suatu mata uang.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Mulyantara
"Introduction: This study aims to know the performance of the Vascular – Physiological and Operative Severity Score for Enumeration of Mortality and Morbidity (V-POSSUM) score as a predictor of 30-day mortality after the Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR) – Thoracic Endovascular Aortic Repair (TEVAR) procedure in Abdominal Aortic Aneurysms (AAA) and Thoracic Aortic Aneurysms (TAA) patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Method: This was a retrospective cohort study using data from medical records. Data were taken according to the variables contained in the V-POSSUM scoring system in the patient who undergone EVAR – TEVAR procedure, on the period of 2013 to July 2018. Results: The study involved 85 patients who met the study requirements. It was known that physiological scores, morbidity risk, and mortality risk could be used as a model to predict mortality outcomes because they had good accuracy and discrimination performance, while the severity of the operation score cannot. The result of the goodness of fit model’s physiological score, morbidity risk, and mortality risk was significant (p <0.001), while the severity score of the operation was 0.18 (p >0.05). The Area Under the Curve (AUC) was 94%, 93%, 93%, with the cut points at 31, 68.8, and 10.6 for the physiological score, morbidity risk, and mortality risk, respectively. Conclusion: The V-POSSUM score had good accuracy and discrimination for the physiological score, morbidity risk, and mortality risk."
Jakarta: PESBEVI, 2020
616 JINASVS 1:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>