Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triovva Elsy Armita
"Terjadi peningkatan kasus abortus pada perawat hamil dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu kurang lebih 30 % dari seluruh perawat hamil yang bertugas pada unit-unit kerja, yang meliputi : unit rawat jalan, unit rawat inap dan kamar operasi. Jenis abortus yang terbanyak dan tersering adalah abortus spontan.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor eksternal apakah yang paling berperan dalam hubungannya dengan kejadian abortus, faktor-faktor adalah : faktor lingkungan kerja, faktor aktivitas kerja dan faktor kebiasaan hidup.
Proses analisa data dilakukan dengan disain metode Case-Control Study, dengan membandingkan kelompok perawat hamil yang melakukan aktivitas kerja keperawatan dan mengalami abortus, dengan kelompok yang tidak mengalami abortus dengan aktivitas yang sama. Dengan tujuan didapatkannya suatu angka perbandingan odd ratio (OR) diantara kedua kelompok tadi.
Dari pengolahan data didapatkan 231 orang perawat hamil yang tidak mengalami kelainan internal, seperti : kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan plasenta, dan penyakit ibu, terdiri dari : 169 orang tidak mengalami abortus, dan 62 orang yang mengalami abortus.
Hasil akhir dengan multivariat analisis diperoleh bahwa faktor yang berperan secara bermakna terhadap kejadian abortus pada perawat dalam penelitian ini adalah faktor aktivitas kerja yang ditunjukkan dengan odd ratio (OR) 2.6 (95.0 % CI = 1.145 - 5.904).
Sebagai kesimpulan akhir, didapatkan bahwa faktor eksternal utama yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian abortus pada perawat hamil di Rumah Sakit Pusat Pertamina adalah faktor aktivitas kerja, dengan odd ratio 2.6. Penelitian ini membutuhkankan kajian lebih lanjut untuk mencari pemecahan yang lebih baik.

The Factors Which Have Correlation with Incident of Abortion of the Nurse in the Workplace in Pertamina Central HospitalThe increasing of abortion of the nurse in the last five years term, more less 30 % of the all of pregnant nurse who came to Obstetrics department which worked at : inpatient unit, outpatient unit and the operation room. The most type of abortion that Spontaneous Abortion.
The aim of this study to find out what is the main external factor that has correlation with this abortion. In this study, the external factors include: workplace environment factors, nursing activity factors, and behavior of life.
Analysis processing of data use Case-Control Study design method, with compare the pregnant nurse group which have miscarriage and the other group are the pregnant nurse which not miscarriage in the same of activity in the workplace. The result of the analysis to achieve the odd ratio between the two groups. The data found that 231 nurses has pregnant and have not internal complication, such as: intra uterine growth defect, placental defect, and mother's disease, which consist of: 169 nurses have not abortion, and 62 nurses with abortion. The final result from multivariat analysis found that nursing activity factors a statistically significant have correlation with spontaneous abortion with an odd ratio (OR) of 2.6 (95.0 % C.I = 1.145 - 5.904)
For the conclusion, the main external factor have a role is abortion of the nurse a statistically significant found the nursing activity factors with odd ratio (OR) of 2.6 (95.0% C.I. = 1.145 - 5.904). This condition need further study to find out the way of a good solution.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal
"Faktor resiko bahaya (hazard) lingkungan kerja di gedung perkantoran umumnya lebih kecil jika dibandingkan dengan lingkungan kerja di pabrik/ industri atau pertambangan. Lain halnya dengan lingkungan kerja di gedung Kantor Bank Indonesia (KBI) yang oleh karena kegiatan khusus yaitu memusnahkan uang yang tidak layak edar (uang lusuh) dan pekerjaan ini hanya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Uang yang diterima oleh Bank Indonesia dari Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta terlebih dahulu disortir dengan cara manual atau dengan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan apabila uang tersebut tidak layak edar selanjutnya akan dimusnahkan dengan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK).
Pekerjaan menyortir dan meracik uang kertas yang menghasilkan debu uang diduga dapat menimbulkan gangguan pernafasan, terutama system ventilasi kurang baik sehingga konsentrasi debu melebihi Nilai Ambang Batas.
Untuk menilai gangguan faal paru terhadap pegawai kasir yang bekerja di delapan KBI (Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) yang berjumlah 182 orang maka dilakukan penelitian dengan metode cross sectional pada tahun 2001 dengan mengambil variable independent "pemajanan debu, kebiasaan merokok dan kebiasaan penggunan APD masker". Pengukuran faal paru dengan melakukan pemeriksaan spirometri.
Dari hasil uji parameter model dinyatakan pemajanan debu tidak berhubungan pada gangguan faal paru, sedangkan penggunaan APD dan kebiasaan merokok berhubungan dengan terjadinya gangguan faal paru.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk masing-masing variable terhadap resiko untuk terkena gangguan faal paru obstruktif adalah sebagai berikut:
1. Odds rasio lama pemajanan lama kerja lebih dari 8 tahun adalah 1.09 kali dibandingkan pegawai yang telah bekerja kurang atau sama dengan 8 tahun.
2. Odds rasio kebiasaan tidak menggunakan APD pada saat bekerja adalah 1.81 kali dibandingkan pegawai yang menggunakan APD.
3. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori sedang adalah 2.50 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
4. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori ringan adalah 0.44 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
Penelitian ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan meneliti lebih baik lagi pengukuran debu di lingkungan kas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh debu di lingkungan kas terhadap faal paru karyawan kasir.
Dan untuk menanggulangi pencegahan gangguan faal paru terhadap karyawan kasir dianjurkan pendekatan personal dan keteladanan memakai masker sewaktu bekerja dan dilakukan program berhenti merokok kepada semua pegawai tidak terbatas pada karyawan kasir saja dengan program awal menyediakan ruangan tempat merokok.

The Risk Factors related to Lungs Function Teller's Bank of Indonesia 2001 The Risk factor or hazard in the office less than in the factory or work place in the mining. The special job in Bank of Indonesia is to destroy the bill that no good to distribution for public market. To destroy the bill its need the machine named "Mesin Racik Uang Kertas" (MRUK). Before destroying the bill by that machine the bill must be assorted by the machine tah named "Mesin Sortir Uang Kertas"(MSUK).
The output assorting and destroying the bill is dust and the smaller part of the bill. The smallest dust is related to lung function, especially if there is not a good ventilation or dust concentration up the threshold limit values (TLV's).
How to know the lung function of the Teller's worker in the eight Bank of Indonesia (Kantor Bank Indonesia / KBI, Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) which amount 182 persons, to do research by cross sectional in 2001.
The variable independents are dust exposure, smoking habit and Personal Protection Equipment (PPE). The lung function was measured by spirometri. The result of model parameter test is there is not related by dust exposure, while smoking habits and not to use PPE is correlations by abnormal lung function (Restrictive or obstructive or mixed).
The conclusion of this research that each variable to get the risk to the obstructive lung. E.q. Odds ratio for the eight years dust exposure was one time for employee who works up eight years and not to use the PPE at work was 1.81 times by using PPE.
Odds Ratio of smoking habit was 2. 5 times by the employee not to smoking habits. We offer that this research will be continued to detail, how to know the effect of the dust in cashier environment. The recommendation of prevention of abnormal lung function to the Teller's workers is personal approach and a good identification personal to use mask during the activity and the planning smoking cessation program to all workers that the first step is make the smoking area or room for smoking.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 10701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Amir Amrullah
"Penggunaan solven sebagai pelarut zat pewarna dalam industri sandal dan sol sepatu adalah sangat penting Solven digunakan untuk memberi warna ,menghaluskan dan mengeringkan hasil cetakan. Solven yang digunakan merupakan campuran dari 18 macam zat termasuk toluene, methyl iso butil ketone, methyl etil ketone yang dapat menyebabkan kerusakan bagi fungsi tubuh bila terinhalasi. Berdasarkan penelitian efek solven pada hewan coba , mekanisme terjadinya kerusakan organ adalah akibat terbentuknya senyawa radikal bebas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan inhalasi solven pewarna sepatu terhadap kadar radikal bebas darah. Penelitian dilakukan pada industri sandal dan sol sepatu, peserta adalah karyawan departemen 250 dan berasal dari ruang yang sama dan terpapar oleh solven yang sama, laki-laki ,usia 17-40 tahun, lama bekerja 5 tahun , tidak menderita penyakit kronik, tidak bekerja berat sebelumnya. Jumlah peserta yang memenuhi keriteria adalah menggunakan masker 7 orang , dan 11 orang yang tidak menggunakan masker. Responden diambil darahnya 2cc , kemudian di keringkan dan selanjutnya dihitung jumlah triplet radikal , biradikal ,radikal bebas dengan menggunakan alat elektron spin resonance.
Hasil penelitian semua responden mempunyai kadar radikal yang tinggi dan dari uji statistik diperoleh bahwa kadar radikal pada kelompok yang menggunakan masker lebih rendah dibanding kelompok yang tidak menggunakan masker. Dengan demikian penggunaan masker berhubungan dengan peningkatan kadar radikal. Penelitian ini sebaiknya ditindak lanjuti untuk mencari faktor-faktor penyebab tingginya kadar radikal pada pekerja.

The Comparisons of Blood Free Radicals Concentrations Due to Cronic Inhalation of Dipping Solvents Between Workers Who Is Used Masker And Workers No Used Masker In Shoe's Industry.Solven as solutions are important in shoe's Industry.The function are given colour, softener, and dryness of end product. Dipping Solvents are composed Of chemichal substances like toluene, methyl ethyl ketone, methyl iso butil ketone, etc. Many studies of animals have shown toluene, methyl ehtyl ketone, methyl iso butil ketone to be carcinogen and toxic on body . The mechanisme toxic are due to free radicals productions.
The purpose study is to showing a link between dipping solvents and blood free radical concentration. Responden are taken from 250 departemen , a man, 17-40 old age, had no cronic disease, did not heavy activity before. A total responden are 7 from masker group and 11 from no masker group. All responden to be taken 2 cc of blood, then dryed it, and count radicals with Electron Spin Resonance later.
A result, All responden had highly radicals concentrations. Statisticals test showing a worker used a masker has lower concentrations a blood radicals than workers no used a masker. A conclusions we get a link between used a masker and radicals concentrations. We offer that this research will be confirm for search any factors which caused highly radical concentrations in worker.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Elsi
"Latar belakang penelitian ini adalah rumah sakit sebagai suatu tempat kerja yang cukup komplek dengan lingkungan kerja dan jenis pekerjaan yang bervariasi serta segala fasilitas dan peralatannya, harus dipelihara sedemikian rupa untuk menjaga keamanan dan mencegah kebakaran serta persiapan menghadapi bahaya. Untuk menjamin dan menjaga keselamatan hidup pasien, pegawai dan pengunjung.
Berdasarkan insiden kematian, kecelakaan dan kerusakan gedung dan fasilitas serta lingkungan yang terjadi akibat adanya kebakaran, risiko kebakaran yang terjadi di rumah sakit merupakan risiko tinggi. Sedangkan apabila diklasifikasikan berdasarkan perhitungan bahwa barang - barang dalam. ruangan bersifat tidak mudah terbakar, atau api tidak mudah menjalar maka bahaya kebakaran pada bangunan kesehatan diklasifikasikan sebagai bahaya kebakaran ringan.
Untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran, atau pada saat api belum terlalu besar dapat digunakan alat pemadam api ringan (APAR). APAR adalah alat pemadam api ringan, mudah dibawa 1 dipindahkan dan dilayani oleh satu orang dan alat tersebut hanya digunakan untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran, atau pada saat api belum terlalu besar.
Pada rumah sakit pemasangan APAR harus menurut ketentuan pada SNI 03 - 3987 - edisi terakhir (1995) yaitu Keputusan Merited Pekerjaan Umum No. 378 / KPTS /1987, tanggal 31 Agustus 1987, tentang Panduan Pemasangan Pemadam Api Ringan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran.
Pada gedung B lantai V Rumah Sakit X dilakukan identifikasi mengenai ruangan beserta isinya, tenaga perawat dan APAR yang ada. Berdasarkan data yang ada maka dapat ditentukan kebutuhan dalam tata perencanaan, pemasangan (pemasangan, penandaan, penggunaan, penempatan) dan pemeriksaan terhadap APAR yang ada dan APAR yang sesuai dengan SNI 03 - 3987 - 1995. Dengan hasil identifikasi yang telah dilakukan maka dapat dievaluasi apakah APAR yang ada sudah memenuhi SM 03 - 3987 - 1995.
Penelitian ini dilakukan dengan analisa deskriptif, di gedung B lantai V Rumah Sakit X dengan melakukan identifikasi terhadap ruangan-ruangan beserta isinya, tenaga perawat dan APAR yang ada.
Pada hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa tata cara perencanaan APAR yang diperlukan belum ada. Pemasangan APAR pada lantai tanpa penggantung di lokasi yang sulit untuk dilihat dan dijangkau. Penandaan APAR belum dilakukan.
Tenaga perawat masih belum bisa menggunakan APAR. Pemeriksaan dilakukan setelah dua tahun. Kondisi tabung tidak sesuai dengan apa yang tertulis pada catatan perneriksaan.
Dari hasil evaluasi terhadap ruangan beserta isinya, tenaga perawat dan APAR yang ada di gedung B lantaiV Rumah Sakit X maka APAR yang ada masih belum memenuhi SM 03 - 3987 - 1995.
Dalam memenuhi penyediaan APAR menurut SNl 03 - 3987 - 1995 dapat dilakukan melalui perbaikan administrasi manajemen Rumah Sakit X dan pelatihan terhadap petugas perawat yang ada.

The background of this research is hospital as a working place which complex enough with work environment and various jobs with all facilities and equipment are maintained of that sort to keep safety and prevent fire with preparation to face the danger.
Also the guarantee and keep safety of patient life, employer and visitors.
Based on death incidence , accident and the damage of building and facilities with environment which is occurred because of fire risk ibn the hospital is take as a high risk. While if it is classified according to calculation of not flammable thing in the room or the fire is not easily swpread so this fire risk is classified as low fire risk.
To extinguish the fire at the start of burning or when the fire is not too big, we can use the Portable Fire Extinguisher. It can be easily brought or moved and served for only one person. This equipment is only used to extinguish the fire at the start of burning or when the fire is not too big.
The installation of Portable Fire Extinguisher have to follow the rule of SNI 03 - 3987 - last edition (1995) th Portable Fire Extinguisher at is Decision of The Minister of Public Work No 3781KPTS1987, dated August 31th 1987. about the guideline of Portable Fire Extinguisher installation to prevent fire risk.
At the building ," X" hospital carried out identification of the room with its contents, nurse and exist of Portable Fire Extinguisher. According to the data exist so can be determined the necessity in planning, installation (installation, marking, usage, placement ) and inspection of the Portable Fire Extinguisher and Portable Fire Extinguisher which match to SNI 03 - 3987 -1995. With the result of The identification which has done so can be evaluated whether the Portable Fire Extinguisher has fulfill the SNI 03 - 3987 -1995.
This research is done by descriptive analysis at building B, "X" Hospital 5th floor by doing identification of the room with its content, nurse and the Portable Fire Extinguisher.
At the result of this research is found that the necessity manner of planning Portable Fire Extinguisher has not exist. The installation of Portable Fire Extinguisher without the hanging at the location of hard to be seen and reach. Identification of signing Portable Fire Extinguisher has not been done. The nurse still not able to use the Portable Fire Extinguisher. Inspection is done after two years. The condition of the tube not match to what has written at inspection.
The result of evaluation the room with its content , nurse an Portable Fire Extinguisher has at building B , "X" Hospital 5 th hasn't fulfill the SNI 03 - 3987 - 1995.
According the Portable Fire Extinguisher to SNI 03 - 3987 -1995,the improvement can be done through better management of hospital and the training of the nurse.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pianaung, Tomyones
"Kegiatan Inspeksi merupakan salah satu upaya yang bersifat "proactive" bertujuan untuk memastikan apakah fasilitas kerja yang ada dilapangan telah dikelola dengan baik (well managed). Dengan inspeksi kita akan memperoleh umpan balik yang sangat berharga bagi manajemen dalam merencanakan tindakan perbaikan.
Ada beberapa alasan mengapa manajemen memerlukan umpan balik mengenai keadaan operasi dilapangan, baik tentang kondisi fisik, maupun tindakan para personilnya. Faktor-faktor yang paling esensial mungkin adalah yang berkaitan dengan sistem dan faktor kesalahan manusia, pengaruh dari suatu perubahan, dan faktor-faktor lain untuk menjamin dapat tercapainya kinerja keselamatandan kesehatan kerja pada tingkat seperti apa yang diinginkan perusahaan.
Tesis ini mengevaluasi tingkat Implementasi program inspeksi K3 (Keselamatan & Kesehatan Kerja) dilihat dari aspek input, proses dan output di North Business Unit CNOOC SES Ltd., tahun 2001 -- 2003.
Aspek output Key Performance Indicator adalah menunjukan status atau tingkat pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dari fasilitas maupun perlengkapan yang sedang dioperasikan, dimana dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa keberhasilan aspek output (Key Performance Indicator) sangat tergantung dari apa yang dilakukan pada aspek input (dukungan & komitmen manajemen) dan aspek proses (imlementasi program inspeksi K3).
Implementasi program inspeksi K3 menunjukan hasil yang baik ditahun 2001, sedangkan ditahun 2002 dan 2003 menunjukan hasil cukup. Perbedaan ini berkaitan dengan diserahkannya pelaksanaan inspeksi ini dari departemen K3LL ke North Business Unit sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang.

Evaluation The Implementation of Occupational Safety & Health Inspection Program at North Business Unit, CNOOC SES Ltd. Year 2001-2003.
The activity of inspection represent one of proactive effort. Aim to ensure is existing facility in field has well managed. Through inspection, we will obtain feed back which very worth for the management in planning a remedial action.
There are some reason why management need feed back concerning situation of field operation, about the condition of physical, and also personnel behavior. An important is possible related to system and personal factor, influence from a change, and other factors to achieve the safety and health performance, as well as the company expectations.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachmi Idris
"ABSTRAK
Pendahuluan. Setiap pekerjaan yang menggunakan logam Merkuri, termasuk membuat amalgam, memiliki resiko untuk terpajan dengan logam ini. Pajanan logam ini, apabila melebihi nilai batas biologik akan menimbulkan penyakit. Di puskesmas-puskesmas, perawat gigi membuat amalgam secara manual, yang bahan dasarnya adalah logam Merkuri. Permasalahannya adalah, sampai saat ini, belum ada penelitian yang berhubungan dengan pajanan logam Merkuri pada perawat gigi tersebut. Pemikiran inilah, yang kemudian melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian dengan topik kadar Merkuri dalam urin perawat gigi sebagai akibat proses kerja membuat amalgam.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar Merkuri dalam urin perawat gigi yang bekerja di puskesmas serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar tersebut.
Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional terhadap perawat gigi yang berkerja di balai pengobatan gigi puskesmas wilayah Jakarta Selatan. Subyek penelitian adalah perawat gigi yang membuat amalgam secara manual dan memiliki masa kerja minimal 6 bulan, serta tidak mengambil cuti lebih dari 35 hari dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum penelitian dilakukan. Jumlah perawat gigi yang diteliti sebanyak 25 orang dan total populasi 27 perawat gigi yang masuk kriteria (z = 1,75, p= 0,5, d = 0,17). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 1998. Instrumen pengumpulan data adalah analisis laboratorium, kuesioner dan observasi. Analisis statistik yang digunakan adalah frekuensi, distribusi dan statistik deskriptif untuk analisis univariat, uji pasti Fisher dan uji-t independent untuk analisis bivariat, serta regresi logistik untuk analisis multivariat.
Hasil. Kadar Merkuri dalam urin perawat gigi memiliki rentang nilai antara 6 ug/L sampai 300 ug/L. Dari rentang ini 68% melebihi nilai normal (>42 ug/L). Dan 6 variabel yang diperkirakan berhubungan dengan kadar tersebut, hanya 2 variabel yang secara statistik bivariat bermakna. Variabel tersebut adalah indikator pemaparan dan riwayat dental amalgam.
Kesimpulan dan Saran. Kecilnya jumlah sampel dalam penelitian ini memerlukan dukungan penelitian-penelitian lain yang sejenis pada puskesmas-puskesmas di luar wilayah Jakarta Selatan. Konsep penelitian ini sendiri tidak mengeksplorasi lebih jauh tentang faktor-faktor lain yang tidak terkait dengan pekerjaan. Variabel yang berhubungan dengan pekerjaan hanyalah variabel indikator pemaparan yang merupakan hasil perkalian antara lama bekerja dengan jumlah penambalan. Mengingat banyaknya perawat gigi yang kadar Merkuri dalam urin melebihi nilai normal, memerlukan langkah-langkah antisipatif penurunan kadar tersebut. Langkah-langkah tersebut berupa langkah medisinal dan atau langkah manajerial. Untuk peneliti lain, dianjurkan untuk meneliti kemungkinan manifestasi klinik dari perawat gigi yang menunjukkan kadar Merkuri di atas nilai normal. Untuk praktisi kesehatan kerja yang bekerja di industri-industri yang berhubungan dengan hazard logam Merkuri, penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi tambahan dalam melakukan pemeriksaan pra-karya dan pemeriksaan berkala (terutama kemungkinan adanya bias pemeriksaan kadar Merkuri dalam spesimen yang tidak berhubungan dengan proses kerja).

Introduction. Every work that uses Mercury, including amalgam, has a risk to be exposed. If Mercury exposure is more than biological limit value, the exposure may result in a disease. At the "puskesmas" (community health center), dental nurses make amalgam manually and use Mercury as basic ingredient. The problem is, until this time, there is no study on exposure to Mercury among dental nurses. On the basis of this reason, a research was conducted to study urine Mercury concentration on dental nurses.
Objectives. The research objective is to describe Mercury concentration in urine dental nurses at community health centers in south Jakarta area and to analyze factors which relate to that concentration.
Methodology. This research was conducted by use of a cross sectional study design. The subject of research were dental nurses who had made dental amalgam manually, had worked 6 months minimally and had no leaved the job more than 35 during the last 6 months. Total samples were 25 dental nurses (z=1,75, p=0,5, d3,17). This research was done in March 1998. Instrument for collecting data were laboratory analysis, questionnaire and observation. Statistical analysis was descriptive statistic for univariate, exact Fisher's test and t-test for bivariate, and multiple logistic regression for multivariate.
Result. The range of urine Mercury concentration in dental nurses is between 6 ug/L and 300 ug/L. From this range, a 68% of dental nurses have urine Mercury concentration more than normal value (>42 ug/L). In analyzing factors related to that concentration, only 2 variables are statistically significant. These variables are exposure indicator and dental amalgam history.
Summary. Considering that the number of sample was to small, this research needs a follow-up study to support this research. The weakness of this study did not observe in depth about another factors which is estimated not related to amalgam working process. A significant variable which relates to amalgam working process in this study is the exposure indicator. Due to number of dental nurses with urine Mercury concentration more than normal value is large enough, it is suggested that urine the Mercury concentration should be reduced. Medical and managerial approach are the ways to reduce it. For next study, on the basis of this study, other researchers may study the clinical manifestation in dental nurses who have urine Mercury concentration more than normal value. For occupational health manager, the result of this study can be considered for preemployment and annual health examination in industry with Mercury hazard (especially, to minimize urine Mercury concentration bias from dental amalgam when measure specimen that not related to working process).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wildayani
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kandidosis kutis inguinalis pada pekerja di bagian "Calender" dan "Emboss" di pabrik plastik PT.A - Depok dan mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dan lembab dengan prevalensi kandidosis kutis inguinalis. Metode penelitian ini menggunakan kros-seksional dengan uji statistik chi-kuadrat (bivariat). Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pajanan panas adalah lndeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Penelitian dilakukan terhadap 132 responden terpajan panas. Untuk melihat pengaruh tekanan panas dan kelembaban terhadap tenaga kerja yang terpajan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pengamatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta pengukuran lingkungan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan tekanan panas di lingkungan kerja bagian "Calender" dan "Emboss" melebihi batas yang diperkenankan, sedangkan kelembaban masih dalam batas kenyamanan. Hasil pemeriksaan pada semua responden menunjukkan 59,1% responder mengalami kandidosis kutis inguinalis.
Faktor yang berpengaruh pada penelitian ini adalah higiene perorangan dan riwayat tuberkulosis. Hal ini ditunjang dari hasil uji statistik (p<0,05 dan OR>1).

The objective of this study are to identify the prevalence of inguinal coetaneous candidiasis among workers at "Calender" and "Emboss" sections, at "A" plastic manufacturing in Depok and to identify it's relationship with exposure to heat stress and humidity in the work environment. The design used in this study is a cross-sectional method. Chi-square test (bivaried) were used for statistical analysis. Heat exposure level in the working environment was measured by using the Wet Bulb Globe Temperature Index. This sample is 132 workers who are exposed to heat stress. Questionnaire, survey and to measurement of working environment, physical and laboratory examinations have been used to know the influence of heat stress and humidity on exposed workers.
This study shows that heat exposure level of working environment at "Calender" and "Emboss" sections is above the recommended limits, meanwhile the humidity level is none. The result of the examinations prevalence of all workers shows 59,1% workers suffering from inguinal cutaneous candidiasis.
Other important factor associated with the prevalence are personal hygiene, tuberculosis disease (p<0,05 and OR>1).
Bibliography : 18 ( 1983 -2003 )
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Adelina
"Industri keramik saat ini sedang berkembang dengan pesat, berdasarkan data dari depnaker Tangerang bahwa khusus didaerah ini diperkirakan sekitar ribuan tenaga kerja yang bekerja di industri keramik. Seperti telah diketahui bahwa industri keramik adalah industri yang menghasilkan banyak debu baik dari mulai pengolahan bahan baku, glosir maupun pengepakan.
Pemajanan debu keramik dalam kurun waktu lama walaupun dengan konsentrasi kecil telah diketahui akan memberikan dampak negatif terhadap kelainan fungsi paru. Walaupun ada beberapa faktor lain yang ikut memperberat terjadinya kelainan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gangguan fungsi paru yang terjadi terhadap tenaga kerja di industri keramik " A " akibat pajanan debu keramik ditempatnya bekerja.
Penelitian dilakukan dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan faal paru yang di lakukan dengan memakai alat spirometri dan pengukuran kadar debu total lingkungan. Namun banyak keterbatasan - keterbatasan yang penulis hadapi, dimana tidak dapat diukurnya kadar debu respirable maupun ukuran dari partikel debu.
Selain itu dalam penelitian ini penulis dibantu oleh pihak lain terutama dalam hal pengukuran faal paru dilapangan, sehingga beberapa kesalahan terjadi pada saat pemeriksaan. Sebagai dampaknya banyak hasil uji fast pan" responden yang tidak seperti yang diharapkan. Dari penelitian ini diperoleh hasil konsentrasi debu yang berada di bawah nilai ambang batas serta pekerja yang selalu memakai alat pelindung diri ( masker ) selama bekerja, sehingga kedua parameter tersebut tidak berdampak terhadap kelainan fungsi paru.
Namun dicoba mencari hubungan dengan beberapa variabel lain yang kurang lebih dapat mempengaruhi gangguan fungsi paru seperti umur pekerja, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan antara usia pekerja, status gizi pekerja dan kebiasaan merokok dari pekerja.
Dengan adanya keterbatasan - keterbatasan yang telah disebutkan sebaiknya dilakukan pengukuran debu respirable, ukuran pertikel debu dan persiapan yang baik sebelum melakukan uji faal paru. Sehingga hasil yang diperoleh akan sesuai seperti yang diharapkan dari penelitian ini.
Daftar bacaan : 44 ( 1984 - 1999)

Relation between Exposure of Ceramic Dust to Lung Function Disorder Workers in Ceramic Industrial " A " in Tangerang Regency, Banten 2004Ceramic industrial is have develops year and years, in Tangerang regency we can found about 1 millions workers in ceramic industrial.
Ceramic industrial is industri that product very much dust in workplace, like product department until packing department .
Exposure of ceramic dust in long time although in small concentration can make lung function disorder , but there are some variable can make this disorther more heavy.
This research was want to know how the ceramic dust in the future can make lung function disorder to teh workers in teh workplace.
This research use questioner method, physical examination, lung function test with use spirometry test and measured dust concentration that exposure of the workers.
As long as this research was have some weakness, where ever we cannot measure teh respirabel dust concentration or dimension of teh dust.
And this research , when lung function test was measured, there is some problem with person whose measured teh test.
Dust of ceramic in ceramic industrial " A" was very small concentration (< 10 mg/m3 ), and used teh personal protective device when workers in the work place , so we can found the lung function disorder because of ceramic dust. There is no correlation between dust concentration in work place with lung function disorder.
But there are some variables in this cases have correlation with lung function test, this correlation not significant to make lung function disorder.
There are the weakness that we have explained before , in research furthermore we must measure respirable dust, dimension of dust and arrange the method of lung function test before with the result we can have good outcome later.
Bibliography : 44 ( 1984 -1999 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hakim
"Kebugaran jasmani merupakan unsur yang penting bagi anggota Polri termasuk anggota reserse agar selalu dalam kondisi siap untuk menjalankan tugasnya (mission ready).
Kapasitas aerobik merupakan salah satu tolok ukur utama dari Kebugaran jasmani (De Vries,1986) maupun Kapasitas kerja (Astrand, 1977).
Dari berbagai data yang ada tampak bahwa beban kerja anggota Polri di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya cukup berat, dan diestimasikan bahwa tingkat kebugarannya kurang dengan segala resiko kesehatan yang dapat timbul.
Tujuan penelitian ini adalah secara umum untuk melihat gambaran epidemiologis mengenai kapasitas aerobik anggota Polri di Direktorat Reserse Polda Metro Jaya sedangkan tujuan khusus adalah
1) Untuk mengetahui tingkat Kebugaran jasmani anggota Polri Direktorat Reserse Polda Metro Jaya
2) Untuk melihat distribusi dari berbagai variabel antara lain variabel dependen Kapasitas aerobik, variabel independen a.l Komposisi tubuh, Kadar hemoglobin, Latihan Kebugaran jasmani, Pengetahuan tentang Kebugaran jasmani, Pandangan tentang Kebugaran jasmani dan kaitannya dengan produktifitas kerja serta Kebiasaan merokok, termasuk beberapa variabel lain yang ingin diamati .
3) Untuk melihat hubungan satu persatu dan secara serempak antara 6 variabel independen dengan variabel dependen yaitu Kapasitas aerobik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan pendekatan korelasional, sampel adalah anggota reserse pria dari Direktorat Reserse Polda Metro Jaya .
Penelitian ini dilakukan di Polda Metro Jaya ,Jakarta Raya pada bulan November sampai Desember, 1996.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas aerobik dari sampel anggota Polri Direktorat Reserse Polda Metro Jaya sesuai metode A.strand yang bernilai kurang sampai kurang sekali adalah 85.71 % sedangkan selebihnya yaitu Cukup 11.42 % , Baik 2.85 %.
Hubungan dari 6 variabel independen secara satu persatu yang bermakna hanya ada 2 yaitu Komposisi tubuh (p 0.0001<0.1 ) dan Kadar Hemoglobin (p: 0.03 <0.1)
Dalam analisa multivariat dengan menggunakan metode multi regresi linier maka dari keenarn variabel yang dimasukkan secara bersama-sama dan setelah dilakukan metoda backward maka didapat persamaan sebagai model adalah :
y =45.646 -1.071 XI (lemak) + 1.178X2 (nilai pandangan ) dengan nilai keeratan hubungan R square: 0.253 , C.L : 90%.
Saran dari penelitian adalah berkaitan dengan penyuluhan tentang masalah Gizi kerja ,kemudian mengenai Pandangan terhadap Kebugaran jasmani. Selain itu terbuka berbagai peluang untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai Kapasitas aerobik khususnya bagi anggota Reserse Polri dengan rancangan penelitian yang lebih akurat dan jangkauan yang lebih luas. Dimasa datang disarankan pula lebih dioptimalisasikannya status kesehatan maupun kebugaran jasmani anggota Polri dalam pernbinaan karier seorang anggota Polri .Sebagai saran lain adalah suatu pemikiran mengenai kemungkinan perlunya penambahan personil reserse baik secara kualitas dan kuantitas khususnya di Polda Metro Jaya mengingat beban kerja yang ada,kemudian perlu dibuat suatu paket program latihan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan sendiri oleh anggota reserse dikala mereka mempunyai waktu luang.
Daftar Kepustakaan : 42 (1953-1996)

Aerobic Capacity Feature and its Related Factors of Policemen in the Crime Investigation Directorate of the Metro Jaya Regional Police 1996Physical fitness is an important component a policeman, especially a crime investigator, should have in order to stay mission ready in carrying out his task.
Aerobic capacity is one of the main parameters of physical fitness (De Vries, 1986) as well as physical work capacity (Astrand , 1977 ).
From the collected data it is obvious that the workload of Police crime investigators is heavy while it is estimated that their physical fitness is not that good with all its health risk.
The general purpose of this study is to see the epidemiologic feature of the aerobic capacity of the Policemen in the Crime Investigation Directorate of The Metro Jaya Regional Police and the specific purpose are:
1) To see the physical fitness level of the crime investigators in the Crime Investigation Directorate of The Metro Jaya Regional Police in 1996.
2) To see the distribution of various variables such as:
- The dependent variable i.e.: aerobic capacity
- The independent variables i.e.: Body composition, Hemoglobin concentration, physical fitness exercises, knowledge about physical fitness, perception on physical fitness and its relation with work productivity, smoking habit, and some other variables that are important to see.
3) To see the correlation between the above six independent variables with aerobic capacity the dependent variable, individually and simultaneously.
The design of this research is cross sectional with correlational approach, the samples are the police investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police. This research is carried out in Jakarta Metropolitan Regional Police on November to Desember 1996.
Results of this study showed that the aerobic capacity levels of the 70 samples are: 85.71 % are low, 11.42 % are average, and 2.85 % are in good condition. In bivariate analysis two variables out of six are statistically significant, which are: the Body composition (p:0.0001 <0.1) and the Hemoglobin concentration (p: 0.03 <0.1). In linear multi regression of the 6 variables using the backward method we get a model equation:
y = 45.646 -1.071 X 1 (Body composition) + 1.178 X2 (Perception of Physical fitness).'
y = Aerobic capacity, R square = 0.253 , C.L 90 %
Based on this research there are some suggestions to improve the Aerobic Capacity condition of the police investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police:
1. It is necessary to carry out a programmed to promote The importance of nutrition for work performance and The Right Perception of Physical fitness and its relation with productivity.
2. Further research on aerobic capacity of police criminal investigator with more accurate design and larger population should be done in the near figure.
3. It is necessary as well to optimize the role of health and physical status in career management of the personnel in general.
4. It is necessary to improve the quantity and quality especially of the crime.. investigators in Crime Investigation Directorate of Metro Jaya Regional Police because of their heavy work load.
5. It is necessary to design a Physical fitness training program, which could be done by the Crime Investigators on their own, when they have time.
References : 42 (1953-1996)
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rahayu Sudiman
"Batas kemampuan angkut mengangkut berat beban merupakan salah satu contoh dari sekian banyak sistem kerja yang masih perlu diperhatikan. Granjean (1985) menganjurkan berat beban angkut 50-60 kg. Sedangkan ILO (1985) memuat nilai ambang batas angkut dari banyak negara dengan berat bervariasi. Berat beban angkut yang banyak beredar dimasyarakat saat ini rata-rata tiap karung sekitar 100 kg. dimana hal ini melewati batas kewajaran. Yang mendorong dilakukan penelitian ini adalah sampai sekarang Indonesia belum mempunyai nilai ambang batas berat beban angkut, agar supaya para pekerja dapat terlindungi kesehatan kerjanya dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan prestasi kerja bangsa.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan berat beban angkut yang serasi dengan kemampuan kerja fisik tenaga kerja laki-laki serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ditemukannya berat beban angkut akan merupakan langkah penting dalam penerapan ergonomi dalam sistem kerja angkut. Penelitian ini dilakukan di kawasan pergudangan beras Depot Logistik Jakarta Raya dengan dasar pertimbangan tingginya intensitas pekerjaan mengangkut baik dari gudang ke truk maupun sebaliknya. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental Design. Pengolahan dan analisa data univariat, bivariat dan multivariat menggunakan program komputer SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan angkut optimal tenaga kerja laki-laki di Dolog Jaya adalah 58,12 kg. Dari analisa bivariat diketahui umur, status gizi, kesegaran jasmani berpengaruh terhadap kemampuan angkut optimal, sedangkan merokok tidak berpengaruh yang dalam hal ini kemungkinan disebabkan sampel hampir homogen. Dari analisa multivariat ternyata hanya umur dan status gizi yang berpengaruh terhadap kemampuan angkut optimal, setiap kenaikan umur 1 tahun diikuti penurunan kemampuan angkut optimal sebesar 0,09 kg dan setiap kenaikan nilai status gizi 1 kg/m2 diikuti kenaikan kemampuan angkut optimal sebesar 0,98 kg. Status gizi pengaruhnya paling dominan diantara variabel independen lainnya (Beta= 0,279032). Garis regresi dapat menerangkan 44% dan variasi variabel. Untuk menentukan nilai ambang batas dari kemampuan angkut optimal diperlukan faktor-faktor kekuatan, frekuensi angkut, lama angkut dan posisi angkut. Saat penelitian ini Baru sampai tahap kekuatan, sehingga disarankan kelanjutan dalam penelitian ini.

The limit to carry heavy load is one of the many work system which still need to be paid attention. Granjean (1985) suggested that 50-60 kg. load is the appropriate limit. While the ILO (International Labor Organization) (1988) determined the threshold value of many countries with varying weights. The existing load which is 100 kg. on the average has exceeded the limit as recommended by Granjean. The reason which prompted this research is that up to now permissible limit has not been set up yet, which is important in protecting workers' health.
The objective of this research is to obtain a right load which is in line with the physical capacity of the male workers, and the factors which influence it. The finding of the right load will be an important step in the application of ergonomics in the work system. This research was performed in a rice storage area of Jakarta Logistic Depot with consideration that work intensity of moving the load from the storage to the trucks and vice versa is high. This research is a Quasi Experimental Design. The analysis of univariate, bivariate and multivariate data analysis is done by using the SASS computer program.
The result of the research indicate that the average load of the male workers of Jakarta Logistic Depot is 58,12 kg. From bivariate analysis we know that age, nutritional status level, physical fitness have impact toward the optimum carrying capacity, while smoking does not have impact, probably due to nearly homogenous samples. From multivariate analysis it turn out that only age and nutritional status level influence the optimum carrying capacity, where for an increase of age by one year is followed by a decrease of the optimum carrying capacity by 0,09 kg. and an increase of nutritional status level by 1 kg/ m2 followed by an increase of the optimum carrying capacity by 0,98 kg. The nutritional status level is the most dominant factor among the other independent variables (Beta= 0,279). The regression line is able to explain a 44% of the variable variations. In order to determine the threshold value of the optimum carrying capacity we need to examine others factors such as force, frequency, duration and posture of the carrying. The present research examined force only.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>