Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasra Murni M.
"Dalam rangka good governance diperlukan pengembangan dan penerapan sistem akuntabilitas (pertanggungjawaban) yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Penetitian ini mengamati upaya penerapan good governance di Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan studi kasus di Direktorat Jenderal Anggaran. Pokok Masalah yang dikemukakan adalah :
1.Apakah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka implementasi penerapan good governance di Direktorat Jenderal Anggaran ?
2.Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi upaya penerapan good governance di Direktorat Jenderal Anggaran?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi upaya penerapan good governance dan mendeskripsikan seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi upaya penerapan good governance di Direktorat Jenderal Anggaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskritif kualitatif dan korelasional dengan populasi sebanyak 188 pejabat yang terdiri dari pejabat eselon I, II, III, dan IV.
Karena berbagai keterbatasan, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh populasi tetapi dengan cara mengambil sampel dari populasi sebanyak 58 responden dan teknik yang digunakan adalah proporsionate stratified sampling. Sedangkan metode analisisnya menggunakan metode rating-scale.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel bebas (Kepemimpinan, Sumber Daya Manusia, Sumber Dana/Anggaran, Sarana/Prasarana, Metode Kerja, Kebijakan Pengendalian Manajemen) pengaruh positifnya terhadap upaya penerapan good governance tergolong kecil. Hal ini berarti kontribusi variabel bebas terhadap upaya penerapan good governance masih perlu ditingkatkan.
Sehubungan dengan itu guna mewujudkan good governance, maka disarankan Direktorat Jenderal Anggaran menerapkan kepemimpinan yang efektif. Sedangkan pengembangan sumber daya manusia dengan meningkatkan pendidikan dan pclatihan. Mengenai sarana/prasarana perlu pendataan terhadap alat-alat yang dibutuhkan sehingga dapat dialokasikan dana untuk pengadaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Tavip Saptawan Liputo
"Istilah-istilah pinjaman yang diserap kedalam bahasa Rusia, terdapat dalam 3 bagian : (1) Istilah pinjaman yang diserap utuh, dimana bentuk penulisan maupun pelafalannya sangat mirip dengan bentuk aslinya. (2) Istilah pinjaman yang disesuaikan, baik yang disesuaikan sebagian, maupun yang disesuaikan seluruhnya ke dalam bahasa Rusia, sehingga seo1ah-olah merupakan perbendaharaan tata bahasa Rusia sendiri. (3) Istilah jaman yang diserap melalui penerjemahan, yang terbagi menjadi 2 bagian, yakni: istilah yang diterjemahkan berdasarkan makna harfiah, yaitu penerjemahan yang dilakukan melalui kata per kata, dan penerjemahan yang dilakukan berdasarkan makna konseptual terhadap istilah-istilah asing.
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak istilah pinjaman yang diserap oleh suatu Surat Kabar Rusia dalam periode waktu tertentu dan proses pembentukan istilah pinjaman tersebut, sehingga akan diketahui kecenderungan bahasa Rusia dalam menyerap istilah-istilah pinjaman tersebut. Disamping itu akan dapat pula diketahui penyesuaian istilah-istilah pinjaman itu ke dalam Bahasa Rusia.
Sebagian besar istilah-istilah pinjaman yang masuk ke dalam Bahasa Rusia adalah melalui penyesuaian, baik ejaan maupun pelafalannya, yakni dengan merubah atau menyesuaikan fonem-fonem yang sangat sukar antuk dilafalkan ke dalam Bahasa Rusia menjadi fonem-fonem yang lebih mudah dilafalkan dalam bahasa Rusia. Dengan kata lain fonem-fonem asing yang sukar dilafalkan disesuaikan menjadi fonem-fonem bahasa Rusia yang mudah dilafalkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S15053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Setiawan
"ABSTRAK
Sebuah pembahasan yang mengungkapkan aspek-aspek religiositas dalam cerpen Nasib Seorang Manusia, melalui analisis tokoh dan penokohannya. Menggunakan metode deskriptif analitis, yang di dasarkan pada studi kepustakaan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatam intrinsik, yaitu usaha melakukan pembahasan dengan menganalisis apa yang tertulis saja. Dari analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa cerpen ini sarat dengan aspek religiositas yang berlandaskan pada paham eksistensialisme. Oleh sebab itu pengertian religiositas yang terungkap, tidak lagi mengarah pada bentuk keagamaan, tetapi menjurus pada usaha manusia untuk mencari arti dan makna kehidupannya. Selain itu juga terungkap Pula gagasan pengarangnya tentang humanisme dan patriotisme.

"
1989
S15092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subandono
"ABSTRAK
Dalam kesusastraan Rusia, A. P. Chekov dikenal sebagai seorang pengarang yang sangat produktif. Chekov adalah seorang penulis yang cerdas dan berperasaan halus. Ia senantiasa sekutu yang setia dalam perjuangan menentang kebodohan, egoisme dan kepuasan diri pribadi, sehingga dalam karya-karyanya ia mengajak kitas untuk berpikir tentang hidup itu sendiri dan kebanyakan dari karya-karyanya adalah Komedi Manusia . Drama Burung Camar- (Caika) adalah drama keluarga yang sarat dengan konflik batin manusia merupakan salah satu keunggulan Chekov dalam melukiskan keadaan kejiwaan manusia dalam bentuk karya sastra.
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis drama ini dari segi tokoh dan penokohan, yaitu sejauh mana drama ini: menampilkan pertentangan batin seorang manusia dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan masyarakatnya. Tema drama ini adalah mengenai cinta kasih, sedangkan Burung Camar yang menjadi judul dari drama ini merupakan perlambang dari kebebasan.
Drama Burung Camar (Caika) menarik untuk dibahas karena sarat dengan problema manusia dalam menempatkan eksistensinya; kegagalan manusia dalam bereksistensi dapat mengakibatkan manusia lari dari dunia nyata. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis.

"
1989
S15065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Fuad
"Pertumbuhan perumahan dan kota-kota baru di wilayah Bogor, Tangerang Bekasi sangat pesat sejak dikeluarkannya kebijakan izin lokasi pada tahun 1993 sebagai bagian dari kebijakan PAKTO-23- yang memberi banyak kemudahan berupa penyederhanaan prosedur perolehan izin lokasi dan kemudahan dalam penguasaan tanah. Kemudahan ini mengakibatkan penguasaan lahan yang sangat luas sampai ke wilayah-wilayah pinggiran.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mekanisme dan isi dari kebijakan izin lokasi dan dampaknya pada perilaku pengembang perumahan di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini juga menggambarkan dampak ikutan dari perilaku pengembang perumahan di wilayah tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian disikriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Wilayah studi kasus yang dipilih adalah Kabupaten Tangerang. Izin Lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah berisi tentang berbagai kewenangan yang menumpuk pada satu perangkat kebijakan. Kewenangan itu adalah hak monopoli dalam penguasaan tanah, pembatalan hak atas tanah yang ada dan kewenangan pemecahan hak atas tanah. Dengan demikian, izin lokasi dapat menjadi "surat sakti" bagi pengembang untuk menguasai lahan.
Begitu kuatnya kewenangan yang ada dalam Izin lokasi mempengaruhi perilaku pengembang dalam perolehan izin lokasi. Pengembang harus melakukan lobi untuk mendapatkan izin lokasi skala besar sehingga mendorong munculnya perilaku rent-seeking baik yang dilakukan oleh pengembang maupun pejabat administratif. Sementara itu, penetapan waktu dan biaya resmi dalam memperoleh izin lokasi tidak realistis sehingga dalam praktek dibutuhkan waktu lebih lama dan biaya yang cukup besar. Izin lokasi juga mempengaruhi perilaku pengembang dalam penentuan lokasi pengembangan. Faktor yang paling mempengaruhi penentuan lokasi pengembangan adalah harga tanah, permintaan pasar, kesesuaian dengan tata ruang dan aksesibilitas.
Izin lokasi mempengaruhi perilaku pengembang dalam penguasaan lahan. Penguasaan lahan yang berlebihan tanpa didukung oleh sumber daya yang cukup, menyebabkan luasan tanah yang tercantum dalam izin lokasi tidak dapat dikuasai seluruhnya oleh pengembang dan kalaupun semua luasan tanah yang tercantum dalam izin lokasi dapat dikuasai, pengembang tidak mampu membangun seluruhnya. Hal ini mengakibatkan adanya blighted land dan idle land yang sangat besar di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Perilaku pengembang dalam penguasaan tanah dalam skala luas berdampak pada terjadinya inefisiensi dan ketidakadilan dalam penggunaan tanah sehingga menyebabkan adanya biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat. Penguasaan lahan yang berlebihan juga memberikan sumbangan terhadap terjadinya krisis sektor properti pada awal 1998.
Rekomendasi bagi penyempurnaan kebijakan di masa yang akan datang adalah pertama, menyederhanakan proses perizinan dengan melaksanakan penggabungan izin prinsip dan izin lokasi menjadi satu "izin baru." guna mencegah ekonomi biaya tinggi dalam pengurusannya; kedua, memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada Pemerintah Daerah untuk sepenuhnya melaksanakan pengaturan di bidang pertanahan; ketiga, melaksanakan kebijakan pertanahan secara lebih terbuka untuk mendorong peran serta masyarakat dalam proses perencanaan rata ruang dan pengawasan pelaksanaan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahju Satrio Utomo
"ABSTRAK
Menjelang Abad 21 dan milenium ke-3 mendatang, Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis, baik pada tatanan global maupun regional. Menjawab tantangan perubahan tersebut menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan untuk menata ulang peran pemerintah guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan dan akuntabel serta melakukan reformasi dibidang administrasi publik. Penetapan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu wujud dari pada upaya penataan kembali peran pemerintah. Dihadapkan pada kondisi saat ini, khususnya di bidang transportasi dimana kewenangan pemerintah pusat sangat dominan, maka dapat diperkirakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah dibidang transportasi akan menghadapi berbagai kendala yang cukup substansial, utamanya setelah dilakukan penataan kewenangan yang akan menimbulkan berbagai dampak di berbagai aspek seperti aspek kelembagaan, sumber daya manusia, dan aspek ketatalaksanaan. Dari berbagai fenomena yang diungkapkan, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana penataan otonomi di seluruh sektor transportasi agar sejalan dengan otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab, sebagaimana disyaratkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemerintahan daerah.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metodologi kualitatif dan didukung data primer serta data sekunder. Lokus penelitian di lingkungan kantor pusat Departemen Perhubungan dan sebagai responden adalah para pejabat yang berkompeten dengan obyek penelitian.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukenali adanya faktor-faktor yang mempengaruhi otonomi di sektor transportasi antara lain, Pertama : aspek penataan kewenangan, belum lengkapnya inventarisasi kewenangan dan kurang memadainya pedoman untuk penataan kewenangan, kedua : aspek penataan kelembagaan, belum dilakukannya analisa beban kerja terhadap hasil penataan kewenangan dan belum adanya pedoman penataan kelembagaan yang memadai. Ketiga : aspek penataan sumber daya manusia, belum jelasnya arah kebijakan penataan sumber daya manusia, belum dilakukan kajian mengenai penataan sumber daya manusia termasuk dampak dari mutasi pegawai ke daerah. Keempat : aspek ketatalaksanaan, belum lengkapnya standar pelayananlteknis untuk seluruh jenis pelayanan disektor transportasi, serta belum disusunnya pola hubungan kerja antara pemerintah pusat dengan daerah otonom;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas direkomendasikan untuk ditempuh langkah-langkah antara lain, Pertama : menyusun perencanaan dan skenario penataan kewenangan, kelembagaan, sumber daya manusia, dan ketatalaksanaan, dengan kejelasan target waktu, sasaran dan penanggung jawab, dan kedua : merumuskan mekanisme hubungan kerja antara pemerintah pusat dengan daerah otonom, menyusun berbagai standar yang diperlukan dan menyempurnakan sistem transportasi nasional dan sistem transportasi wilayah.

ABSTRACT
Factors Affecting Autonomy In Transportation SectorPrior to the 21st century and the next 3rd millenium, Indonesians are challenged by a very dynamic change of strategic environment, both from regional and world - wide sphere. This includes transferring the challenge into demand or needs to rearrange the role of government, in order to create a democratic, transparent and accountable government as well as to carry-on public administration reform. The establishment of the Law number 22 year 1999 on Local Government, known as The Law of autonomy is one effort to restructuring the role of government.
It could be predicted that the implementation of autonomy, in general and in transportation sector, in particular, the central government will face various substantial handicaps. They will emerge especially after the restructuring of government role has been done, and this will in turn, cause some effects on various aspects such as institution aspect, human resources aspect, and management management aspect. Based on aforementioned phenomena, this research focuses on: " How to manage autonomy in transportation sector which get into a line with the whole autonomy, down to earth, and fully liable, as required by the Law number 22 Year 1999 on Local Government ".
This research relies on a descriptive observation using qualitative methodology and supported by primary and secondary data. The locus of this observation is the office of the Ministry of Communications, with the relevant officers as respondents.
According to the observation, there are some factors affecting autonomy in transportation sector, among others are: First, authority management aspect; incomplete authority stock - taking, lack of guidelines to manage the authority. Second, institutional arrangement aspect; the absence of work load analysis and lack of appropriate guidance for authority. Third, human resource management aspect; vague direction of human resource management policy, and absence of human resource management study, including impacts of employee's mutation to regional offices, and Fourth, management aspects; lack of technical service standard for all kind of services in transport sector, and obscure pattern of work relationship between central and local government.
Based on the above reasons, it is recommended to take the following measure: First, to set up a plan and scenario for the arrangement of authority, institution, human resources, management with clear target of time, objectives and responsible persons; and second, to formulate work relationship mechanism between central and local government, to set up various standards needed and to improve national and regional transportation system.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hidyawati
"Dalam tesis ini, penulis memfokuskan penelitian pada usaha pertambangan di Kabupaten Lebak melalui kajian terhadap implementasi kebijakannya. Dalam penelitian ini juga dibahas berbagai aspek terkait yakni peran serta masyarakat / lembaga swadaya masyarakat dan tingkat peran serta lembaga keuangan dan investasi dalam usaha pertambangan di Kabupaten Lebak.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan normatif dan empirik terhadap usaha pertambangan di Kabupaten Lebak yang hingga sekarang masih mengacu pada UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan yang juga dterapkan pada masa sebelum era otonomi daerah. Kajian terhadap kebijakan tersebut dilakukan dengan metode analisis kualitatif dengan studi kasus di Kabupaten Lebak. Sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan pengantar usaha pertambangan di Kabupaten Lebak Serta wawancara kepada Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lebak dan pejabat dan Dinas Pertambangan Kabupaten Lebak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pertambangan di Kabupaten Lebak belum dilakukan secara maksimal sehingga belum mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Sementara potensi sektor ini di Kabupaten tersebut cukup besar dan dapat dikelola melalui peran serta lembaga keuangan dan kegiatan investasi sehingga usaha pertambangan dapat dilakukan secara professional.
Berdasarkan potensi pertambangan di daerah Kabupaten Lebak, sektor ini seharusnya dapat menjadi potensi unggulan wilayah yang dapat memberi kontribusi besar terhadap penerimaan PAD. Namun karena beberapa faktor kelemahan, sektor ini belum dapat diberdayakan secara maksimal.
Adanya kebijakan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah membuka mata perangkat daerah dan stakeholder lainnya di Kabupaten Lebak untuk memberdayakan potensi pertambangannya secara maksimal. Upaya tersebut tergambar dari rencana kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Lebak untuk memacu peran lembaga keuangan dan investasi bagi usaha pertambangan di samping peran Serta masyarakatnya.
Agar dapat mempercepat pemberdayaan sektor pertambangan di Kabupaten Lebak maka perlu dilakukan berbagai kegiatan promosi potensi sektor pertambangan untuk dikembangkan investasinya. Upaya tersebut harus didukung dengan produk kebijakan daerah di sektor pertambangan yang mampu menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif. Pembentukan kebijakan tersebut harus dilakukan dengan melibatkan stake holder di Kabupaten Lebak (good governance) serta memperhatikan prinsip organisasi pembelajaran sehingga dapat berdampak pada peningkatan kualitas SDM setempat.
Berbagai upaya dan kebijakan tersebut dilakukan atas dasar ketetapan pasal 10 (1), Bab IV, UU No. 22 / 1999 yang memberi kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya nasional (sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia) yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarìannya. Sejalan dengan amanat ini, diperlukan political will pemerintah pusat untuk merubah dan menyesuaikan kebijakan pertambangan yang termaktub dalam UU No. 11/1967."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Dewi
"Fyodor Ivanovich Tyutchev merupakan salah seorang dari penyair-penyair besar di Rusia dan dikenal sebagai pencipta sajak-sajak romantik. Sebagaimana umunya pada karya-karya romantik, alam merupakan ciri utama dalam mengungkapkan segala perasaan dan pemikiran penyair. Berbagai tema tentang kehidupan manusia yang diungkapkan. Kebahagiaan, cinta, semangat, keindahan, kerinduan, kemalangan dan segala pemikirannya tentang manusia, dapat ditemukan di dalam larik-larik sajaknya. Dan humanism yang ada pada sajak-sajaknya tersebut, tampil dalam bentuk kreasi seni yang berbeda. Dalam masa kepenyairannya selama 54 tahun, Tyutchev telah menciptakan sekitar 300 sajak. Dan karya-karyanya tersebut mengalami perkembangan, mulai dari sajak-sajak alam yang dibuat pada awal masa kepenyairannya sampai pada sajak-sajak realis. Melalui penyajian sajak-sajaknya, ia tetap dikenal sebagai penyair besar, karena ia telah menggali suatu makna kehidupan bagi manusia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Penetapan 26 dari sekitar 300 Daerah Tingkat II sebagai Percontohan Otonomi Daerah merupakan tahapan awal dari serangkaian tahapan dalam melaksanakan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II di Indonesia. Namun, karena pertimbangan tertentu, tidak semua Daerah Tingkat II dapat melaksanakannya. Dengan demikian, Daerah-daerah Tingkat II di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: yang sudah dan yang belum melaksanakan oonomi daerah.
Perbedaan Daerah Tingkat II dalam melaksanakan oonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Camat sebagai bawahan langsung dari Bupati kepala Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, bobot tugas Camat akan berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan bobot tugas Camat secara empires pada Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah, dalam hal ini Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian dilakukan tidak hanya melalui studi kepustakaan, tetapi juga melalui studi lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memahami perbedaan bobot tugas Camat yang sesungguhnya terjadi di Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot tugas Camat di kedua Daerah Tingkat II signifikan, khususnya dalam hal pelaksanaan asas desentralisasi. Bobot tugas desentralisasi Camat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung lebih banyak dibandingkan dengan bobot tugas Camat di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Berkenaan dengan pelaksanakan asas dekonsentrasi, bobot tugas Camat relatif sama, sekalipun volume dan jenis kegiatannya agak berbeda. Namun, pertambahan urusan di tingkat kecamatan tidak diimbangi oleh perubahan kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan yang diperlukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan otonomi daerah lebih besar daripada bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang belum melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengimbangi pertambahan bobot tugas tersebut, perlu perubahan dalam kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan di tingkat Kecamatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumpena
"Terdapatnya kotribusi PAD yang kecil terhadap APBD, padahal PAD memiliki arti yang strategis yaitu sebagai wujud nyata dari otonomi daerah. Kecepatan tuntutan masyarakat dalam pembangunan dan pelayanan, belum bisa diimbangi dengan kemampuan Pemerintah Daerah karena biaya banyak menguntungkan kepada Pemerintah Pusat sebagia akibat kecilnya PAD yang dapat dipungut dan dibelanjakan sendiri. Permasalahan selanjutnya faktor-faktor apakah yang bisa mempengaruhi PAD serta upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan PAD.
Penelitian ini bertujuan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PAD serta upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan PAD di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang.
Data yang digunakan, yaitu data sekunder dengan mengumpulkannya dari Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA). Bagian Perekonomian Kabupaten. Bagian Hukum Kabupaten dan dinas-dinas yang menghasilkan PAD. Data ini ditarik dari data Tahun 1992 sanipai dengan 1997. Teknik analisa adalah deskriptif.
Dari penelitian ini diperoleh basil sebagai berikut :
  1. Faktor-faktor yang berpengaruh terrhadap PAD yaitu Kewenangan Daerah.
  2. Potensi Ekonomi Daerah, Efektivitas dan Efisiensi Pengelola PAD.
  3. Kinerja PAD Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang cukup baik, tetapi masih ada kesempatan untuk di tingkatkan.
Hasil analisis dari temuan penelitian ini memberikan saran, agar Pemerintah Pusat Daerah dalam menetapkan kebijakannya memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja PAD secara serasi dan seimbang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>