Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Syarkawi Rauf
Abstrak :
Secara teoritis, integrasi keuangan dapat dijelaskan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu: (1) Pendekatan volume based dengan data external asset dan liabilities suatu negara. (2) Pendekatan asset price based dengan kriteria konvergensi pada asset return. Dan (3) Pendekatan international risk sharing dengan data konsumsi yang digunakan dalam penelitian ini. International risk sharing (IRS) adalah pembagian risiko secara internasional antar negara dalam suatu kawasan atau kawasan berbeda yang disebabkan oleh adanya shack terhadap suatu perekonomian (fluktuasi pendapatan) yang dapat menyebabkan konsumsinya berfluktuasi (Sorensen dan Yosha, 1998), Sementara integrasi keuangan pada intinya adalah menghapus hambatan Ialu lintas arus keuangan antar negara dalam kawasan, mengembangkan infrastruktur keuangan regional untuk mendukung kelancaran dan meningkatkan transaksi keuangan antar negara, serta memelihara stabilitas keuangan di dalam suatu kawasan (BI, 2007). Secara umum, pendekatan IRS menyatakan bahwa semakin besar darajat IRS dalam suatu kawasan maka semakin hesar derajat integrasi keuangan dalam kawasan tersebut. Sebaliknya, semakjn kecil derajat IRS rnaka semakin kecil pula derajat integrasi keuangan dalam kawasan tersebut. Penelitian ini difokuskan pada studi empiris di negara ASEAN-S. Beberapa pertanyaan penelltian yang diajukan berkenaan dengan hal di atas adalah: (1) Apakah kondisi full risk sharing berlaku dalam kasus ASEAN-5? Berapa besar shock terhadap GDP yang diabsorbsi melalui pasar modal dan pasar kredit di negara ASEAN-5? (2) Bagaimana dinamika respon pasar modal dan pasar kredit dengan adanya shock terhadap GDP? (3) Berapa besar manfaat potensial IRS yang diterima oleh masing-masing negara ASEAN-5 jika IRS dilakukan dengan ASEAN-5 dan kelompok negara lainnya? Penelitian IRS dan integrasi keuangan ASEAN-5 bertujuan untuk: ( 1) Menguji hipotesa full risk sharing di negara ASEAN-5 dan menghitung besarnya persentase shack terhadap GDP yang diabsorbsi oleh pasar modal dan pasar kredit. (2) Melakukan estimasi dinamika respon setiap jalur IRS. (3) Melakukan simulasi manfaat potensial yang dapat diperoleh oleh negara ASEAN-5 jika IRS dilakukan dengan ASEAN -5 dan negara lainnya di luar ASEAN-5. Sementara hipotesa penelitian ini adalah: (1) IRS dalam kasus ASEAN-5 belum bersifat full risk sharing. (2) Dinamika respon jalur IRS melalui saving atau disebut jalur pasar kredit Iebih besar dibandingkan dengan dinamika respon factor income flaw atau disebut jalur pasar modal. (3) Besarnya manfaat potensial dari IRS sangat tergantung pada nilai parameter Consiam Relative Risk Aversion (CRRA), di mana semakin besar paramater CRRA (semakin risk averse) maka semakin besar manfaat potensial dari IRS. Implementasi pendekatan IRS seoara empiris dilakukan dengan menggunakan data proksi untuk pasar modal yaitu factor income flow sebagai selisih antara GDP dengan GNP dan pasar kredit direpresentasi oleh selisih antara GNP dengan total konsumsi. Metode yang digunakan adalah Metode Korelasi, Model Statis Panel Data, Model Dinamis Panel Vector Autoregressive (PVAR), dan analisis sensitivitas. Secara umum, kesimpulan hasil estimasi IRS menunjukkan bahwa IRS dalam kasus ASEAN-5 masih jauh dari kondisi optimal yaitu kondisi full risk sharing. Atau dengan kata lain, derajat integrasi keuangan (integrasi pasar modal dan pasar kredit) di ASEAN-5 masih relatif kecil. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memberikan perspektif baru mengenai mekanime IRS yang optimal bagi negara-negara ASEAN-5 dalam rangka menuju integrasi keuangan dan penyatuan mata uang di masa yang akan datang. Panel Vector Autoregression;Financial integration can be explained theoretically using three approaches such as: (1) Volume based approach by external asset data and country liabilities. (2) Asset price based approach by convergence criterion of asset retum, and (3) lntemational risk sharing approach by consumption data which is used in this research. International Risk Sharing (IRS) is risk sharing internationally, inter-states at the same region or difference region which will caused of shock to economy (income fluctuation) which will cause fluctuation consumption (Sorensen and Yosha, 1998). While financial integration at the core is vanishing resistance of financial flow inter-states in region, developing of regional financial infrastructure for supporting fluency and increasing inter-states financial transaction, and also looking after financial stability in a region (Bl, 2007). In general, IRS approach indicates that the greatest IRS level in a region is the greatest financial integration level in the region. The other side, smallest IRS level is smallest financial integration level in the region. This research is focused at empirical study in 5th ASEAN country. Some research questions which are asked above such as: (1) Does full risk sharing condition apply in 5th ASEAN cases? How big shock to GDP which is absorpted by capital market and credit market in 5th ASEAN country? (2) How respon dynamics of capital market and credit market by the existence of shock to GDP? (3) How big potential benefit of IRS which is received by each 5th ASEAN country if IRS is done by 5th ASEAN and other country ? Research purpose of [Rs and financial integration in 5th ASEAN: (1) Testing hypothesize of full risk sharing in Sm ASEAN country and calculating percentage shock level to GDP which is absorpted by capital market and credit market. (2) Doing estimation of' respon dynamics for every IRS line. (3) Doing simulation of potential benefit which can be phmihpd by 5th ASEAN Country if IRS is done p by 5th ASEAN country and other countries out of 5th ASEAN. While this research hypothesize are: (1) IRS that is in Sm ASEAN case do not have character of full risk sharing yet. (2) Response dynamics of IRS line by saving or it is called as credit market line is bigger than response dynamics of factor income flow or it is called as capital market line. (3) Potential benefit of IRS based on parameter value of Constant Relative Risk Aversion (CRRA), where CRRA parameter is bigger (risk averse progressively) so potential benefit of IRS is bigger. Implementation of IRS approach empirically is done by using proxy data for capital market including factor income flow as differences between GDP and GNP and credits market is represented by differences between GNP and totals consumption. Method which is used including correlation method, static model of data panel, dynamic model of Panel Vector Autoregressive (PVAR), and sensitivity analysis. In general, conclusion of IRS estimation result indicated that IRS which is in 5th ASEAN case was so far from optimal condition including full risk sharing condition. Monetary integration level (capital market and credit market integration) which was in 5th ASEAN was still low relatively. This research was expected to give contribution of new perspective concerning an optimal IRS mechanism for Sm ASEAN countries for the agenda of financial integration and currency union in the future.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
D930
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Alexander Sugandi
Abstrak :
Dengan memperhatikan tren integrasi ASEAN, studi pada disertasi ini meneliti potensi keuntungan atau kerugian dari koordinasi bilateral kebijakan fiskal dan moneter di antara negara-negara ASEAN-5. Studi ini menggunakan versi modifikasi dari model makroekonomi dua negara yang dibangun oleh Liu dan Pappa serta kerangka model teori permainan dengan asumsi interaksi antaragen terjadi hanya satu kali dan semua agen memiliki informasi yang sempurna untuk menentukan kelayakan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di antara negara-negara ASEAN-5.Dengan menggunakan asumsi-asumsi ketat bahwa eksternalitas dari koordinasi kebijakan bilateral hanya akan dinikmati oleh kedua negara yang berpartisipasi dan bahwa suku bunga adalah satu-satunya instrumen kebijakan moneter yang ada, studi ini menghitung tingkat kesejahteraan potensial dari koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Hasil studi ini menunjukkan bahwa secara relatif Indonesia adalah partner potensial terbaik untuk koordinasi kebijakan bagi Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Sementara itu, Filipina adalah partner potensial terburuk untuk koordinasi kebijakan bagi Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.Walaupun demikian, jika dianalisis dengan kerangka model teori permainan, studi ini menemukan bahwa secara umum koordinasi kebijakan fiskal dan moneter bukanlah pilihan yang layak dilakukan oleh negara-negara ASEAN-5. Studi ini melihat adanya kecenderungan negara dengan skala ekonomi yang lebih besar akan memilih untuk tidak melakukan koordinasi kebijakan dengan negara yang lebih kecil, sementara negara yang lebih kecil akan memilih bekerja sama dengan negara yang lebih besar.Studi ini juga menemukan bahwa karakteristik antanegara yang berbeda menjadi tantangan bagi koordinasi kebijakan di antarnegara ASEAN-5. Walaupun perubahan karakteristik secara individual dapat mengubah level kesejahteraan dari dua negara yang terlibat dalam koordinasi kebijakan, analisis sensitivitas dalam studi ini menunjukkan bahwa bagi negara dengan skala ekonomi yang lebih besar, strategi non-kerjasama cenderung lebih menguntungkan daripada strategi bekerja sama. Dengan demikian, studi ini menunjukkan kemungkinan yang rendah bagi koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di antara negara ASEAN-5. Kesimpulan studi ini bukan kesimpulan akhir bagi kelayakan koordinasi kebijakan di antara negara ASEAN-5. Bukti empiris menunjukkan adanya koordinasi kebijakan antarnegara ASEAN-5 yang tidak melibatkan instrumen suku bunga, misalnya koordinasi di bidang perdagangan dan pembentukan cadangan devisa bersama.
Observing integration trends in the ASEAN, this dissertation examines the potential welfare gains or losses from bilateral fiscal and monetary policy coordination in the ASEAN 5 countries. We use the modified version of the Liu and Pappa rsquo s two country model in our analysis and the one shot perfect information game theory framework to determine whether it is feasible for the ASEAN 5 countries to bilaterally coordinate fiscal and monetary policies.Under strict assumptions that the externalities of bilateral policy coordination will only fall upon the two participating countries and that interest rate is the only available monetary policy instrument, we calculate the potential welfare outcome from fiscal and monetary policy coordination. We find that Indonesia is the best relative potential bilateral cooperating partner for Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines. Meanwhile, the Philippines is the worst relative potential bilateral cooperating partner for Indonesia, Malaysia, Singapore, and Thailand.However, when we analyze the feasibility of fiscal and monetary policy coordination by using the one shot perfect information game theory framework, we find that bilateral fiscal and monetary policy coordination in general is not a feasible option for the ASEAN 5 countries. Although it is not possible to make strong generalization from the pay off matrices of the bilateral games, we see a tendency that the bigger country should opt not to coordinate policies with the smaller country, while the smaller country should opt to coordinate policies with the bigger country.We observe that different country characteristics pose challenges for bilateral fiscal and monetary policy coordination among the ASEAN 5 economies. While individual change of these characteristics can change the welfare levels for two countries involved in relations, our sensitivity analysis shows that the outcome of non cooperating strategy for the bigger country tend to be superior to the cooperating strategy. Hence our study displays a rather low prospect of fiscal and monetary policy coordination among the ASEAN 5 countries in the future. However, this conclusion is not a final conclusion for the feasibility of policy coordination among the ASEAN countries. Empirically the ASEAN countries are indeed coordinating policies in areas other than interest rate, such as in trade and foreign exchange pooling.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2262
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Bekman
Abstrak :
Studi ini menganalisis pengaruh dari perubahan nilai tukar riil terhadap investasi korporasi di lima negara ASEAN ASEAN5 , yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand periode 1991-2014. Estimasi model dinamis dari panel data 870 korporasi manufaktur dengan data kuartalan 2001q1-2014q4 dan 968 korporasi manufaktur dengan data tahunan 1991-2013 , mendukung sebagian hipotesis penelitian. Data investasi dalam bentuk belanja modal CAPEX, capital expenditures kuartalan mendukung kuat hipotesis saluran penjualan bahwa depresiasi mata uang akan meningkatkan penjualan sehingga investasi korporasi akan meningkat sesuai peningkatan ekspor dalam penjualan di manufaktur Indonesia, Malaysia, dan Filipina hipotesis pertama . Data investasi korporasi di Singapura tidak mempertimbangkan perubahan nilai mata uang secara signifikan karena kestabilan dolar Singapura dan orientasi ekspor yang tinggi. Data investasi di Thailand juga tidak mempertimbangkan perubahan nilai mata uang karena mata uang Baht yang relatif stabil. Data di kelima negara menunjukkan bahwa manufaktur di kelima negara melakukan investasi korporasi tanpa mempertimbangkan perubahan nilai mata uang melalui saluran bahan baku impor hipotesis kedua . Karena eksportir sekaligus juga merupakan menggunakan impor bahan baku yang relatif besar, transmissi nilai tukar riil melalui bahan baku impor umumnya menaikkan investasi. Artinya tambahan biaya bahan baku impor masih lebih kecil dari tambahan penerimaan dari ekspor. Kekuatan pasar markup memoderasi hubungan perubahan nilai mata uang dengan investasi korporasi hanya signifikan pada data tahunan untuk saluran penjualan.
This study analyzed the effect of changes in the real exchange rate against corporate investments in the five ASEAN countries ASEAN5 , namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand from 1991 to 2014. Estimation of dynamic models of panel data 870 manufacturing corporations with quarterly data 2001q1 2014q4 and 968 manufacturing corporations with annual data 1991 2013 , supports most of the research hypotheses. The real exchange rate affects corporate activity through three channels, namely channel sales export , import of raw materials channel, and channel penetration finished goods imports. Corporate investment as a capital expenditure quarterly strongly support the hypothesis of revenue channel that depreciation undervaluation of the currency will increase sales so that corporate investment will increase as an increase in exports. That first hypothesis significant in the Indonesia, Malaysia, and the Philippines manufacturing.Corporate investments in Singapore do not consider changes in currency values significantly because of the stability of the Singapore dollar and high export orientation. Corporate investments in Thailand also do not take into consideration changes in the value of Baht since currencies were relatively stable. Manufacturing in the five countries, based on quarterly data and also yearly data based, invest their capital without considering the changes in the value of the currency through the channel of imported input. Because an exporter companies also simultaneously a big importer of inputs, the imported inputs channel generally increase investment. It is also because of the additional cost of imported inputs is still smaller than the additional gain from exports. The imported finished goods channels demonstrate that low import penetration sectors have a larger impacts, that the depreciation of real exchange rate will increase corporate investment more than the high imported finished goods. Market power markup moderate the relationship changes in currency values and corporate investment significantly only on annual data for sales channels.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2397
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zumratul Meini
Abstrak :
Penelitian ini menguji pengaruh variabel makro, yaitu suku bunga, dan variabel mikro, yaitu investasi dan arus kas, terhadap persistensi laba pada 1.082 perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek negara ASEAN-5 (yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura) selama periode 2005-2015. Penelitian ini juga menguji melalui jalur mana mekanisme transmisi suku bunga dalam mempengaruhi persistensi laba. Hasil estimasi model dengan menggunakan Data Panel Dinamis (DPD) menunjukkan suku bunga berpengaruh negatif terhadap persistensi laba, investasi yang dilakukan perusahaan periode sekarang akan meningkatkan persistensi laba di periode berikutnya, dan arus kas perusahaan juga berkontribusi dalam meningkatkan persistensi laba perusahaan. Mekanisme transmisi suku bunga dalam mempengaruhi persistensi laba melalui jalur suku bunga (investasi) signifikan ketika pengujian menggunakan jeda waktu. Hasil ini menunjukkan bahwa suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh perusahaan untuk berinvestasi sehingga memperkuat pengaruh positif investasi terhadap persistensi laba di periode berikutnya. Hasil estimasi mekanisme transmisi melalui jalur arus kas signifikan yang berarti penurunan suku bunga semakin memperkuat pengaruh positif arus kas terhadap persistensi laba. Hasil ini menunjukkan bahwa arus kas dan persistensi laba sangat sensitif terhadap perubahan nilai suku bunga, sehingga suku bunga yang rendah dan stabil menjadi dibutuhkan. ...... This study examines the effect of macroeconomic variables (interest rates) and microeconomic variables (investment and cash flow), on earnings persistence on 1,082 non-financial companies listed in ASEAN-5 countries Stock Exchanges (i.e. Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, and Singapore) during the period 2005-2015. This study also examines the transmission mechanism of interest rates affects the earnings persistence. The estimation results of the model using the Dynamic Data Panel (DPD) show that interest rates as important macro variables have a negative effect on earnings persistence, the investment has a positive effect on earnings persistence with a time lag, and the company's cash flow also has a positive effect on earnings persistence. The transmission mechanism through interest rate (investment) is significant with a time lag. These results indicate that lowinterest rates areusedby companies to makeprofitable investments thereby the positive effect of investment on earnings persistence in the next period increases. The transmission mechanism through a cash flow is significant which means a decrease in interest rates further strengthens the positive effect of cash flow on earnings persistence. These results indicate that cash flow and earnings persistence are sensitive to changes in interest rates, thus the low and stable interest rates are preferred.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
D2747
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library