Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yufi Adriani
"Suami yang memutuskan untuk menikah lagi tanpa terlebih dahulu menceraikan istrinya yang pertama sering disebut dengan istilah poligami. Poligami bukanlah merupakan masalah yang baru, tetapi telah ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu diantara berbagai kelompok masyarakat di berbagai kawasan dunia (Rochayah, 2005). Secara harafiah, definisi dari poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan poligami (Mulia, 1999). Bentuk perkawinan poligami adalah suatu bentuk keluarga yang lebih besar, segala hak dan kewajiban dalam perkawinan harus dijalankan untuk dua keluarga atau bahkan lebih. Dengan ini diperkirakan bahwa masalah yang akan timbul dalam perkawinan akan lebih banyak (Rochayah, 2005). Semuanya berebut untuk memperoleh kebutuhan hidup berkeluarga berupa makanan, pakaian yang jenisnya tertentu, tempat tinggal dan nafkah lainnya. Problem psikologis lain yang mungkin muncul dalam keluarga poligami adalah dalam bentuk konflik internal dalam keluarga, baik diantara sesama istri, antara istri dan anak tiri atau diantara anak-anak yang berlainan ibu.
Pertengkaran yang terjadi pada anak-anak berpengaruh terhadap sibling relationship diantara mereka. Sibling relationship yang dimaksud adalah interaksi total (fisik, verbal dan komunikasi non verbal). Dari dua atau lebih individu yang mempunyai orangtua biologis sama dan melibatkan pengetahuan, persepsi, sikap, belief dan perasaan antara mereka dari waktu ke waktu ketika seorang saudara (sibling) menyadari kehadiran saudaranya yang lain (Brody, 1996). Istilah dan definisi sibling relationship tidak hanya berlaku bagi sibling yang berasal dari satu ayah dan satu ibu, namun bisa juga berlaku bagi anak-anak yang mempunyai satu ayah namun berlainan ibu atau satu ibu namun berlainan ayah. Anak yang mempunyai satu ayah namun berlainan ibu atau sebaliknya secara khusus disebut sebagai half sibling (Johnston, 1998). Definisi di atas menjelaskan bahwa anak-anak yang lahir dari istri pertama dan istri kedua dalam keluarga poligami bisa disebut sebagai half sibling.
Selain istri yang akan menerima kenyataan bahwa suaminya telah berpoligami, anak-anak pun harus menerima bahwa kini kasih sayang ayahnya akan terbagi dengan saudara-saudara lain yang lahir dari ibu yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan rasa cemburu pada anak yang lahir terlebih dahulu dari istri pertama. Brody (1996) mengungkapkan bahwa rasa cemburu dan insecure terhadap half sibling karena merasa posisinya sudah digantikan oleh orang lain membuat hubungan diantara half sibling diwarnai dengan konflik. Oleh karena itu, penelitian ini akan melihat secara lebih dalam bagaimana gambaran sibling relationship (terutama hubungan antara half sibling) pada keluarga poligami; Bagaimana bentuk hubungan dari half sibling pada keluarga poligami. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui metoda wawancara. Subjek wawancara adalah empat orang anak yang berasal dari keluarga poligami dan mempunyai half sibling.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori poligami; sibling relationship; half sibling; Faktor-faktor yang saling berhubungan terhadap terbentuknya sibling relationship.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dimensi hubungan yang terjadi pada keempat subjek diwarnai oleh konflik dan ketegangan. Menurut mereka, konflik muncul karena mereka merasa ayahnya memberikan perlakuan yang berbeda pada anak-anaknya. Pembagian waktu, kasih sayang dan perhatian ayah yang dirasakan tidak adil sering menimbulkan konflik diantara mereka. Sedangkan subjek yang merasa bahwa hubungan dengan half sibling-nya cukup hangat karena memang dia merasa bahwa ayahnya cukup adil dan juga subjek menemukan kenyamanan ketika bersama dengan half sibling-nya. Bentuk hubungan hostile sibling ditemukan pada dua subjek. Perasaan cemburu, marah dan iri selalu ada dalam hubungan yang terjalin antara mereka dengan half siblingnya. Meskipun mereka mempunyai perasaan itu, namun mereka cenderung untuk tidak menampakkannya secara frontal di depan half siblingnya. Bentuk hubungan lain yang juga terjadi pada hubungan di antara half sibling adalah loyal sibling dan congenial sibling. Subjek tetap menempatkan nilai-nilai dan kepentingan keluarganya di atas segalanya meskipun mereka merasa nyaman dan hangat yang ketika berhubungan dengan half siblingnya. Bentuk loyal sibling lebih karma mereka merasa bahwa mereka adalah saudara sehingga merasa perlu saling tolong menolong. Bentuk dan dimensi hubungan half sibling ternyata dapat berbeda pada keluarga poligami. Meskipun keluarga poligami penuh dengan konflik namun dimensi warmth dari sibling relationship juga bisa ditemukan pada keluarga poligami begitupun dengan bentuk yang lainnya.
Gambaran hubungan half sibling untuk penelitian selanjutnya bisa dilihat juga dari sepasang subjek yang berasal dari ayah yang sama. Sehingga gambaran yang diberikan mengenai bentuk dan dimensi dari sibling relationship akan semakin kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Astuti Nur`aini
"Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya (Iskandar, Sugi Suhandi dalam www.Depresikehamilan). Pada ibu hamil, konflik batin yang dirasakan bisa beragam. Apalagi sejak zaman dulu rasa nyeri pada persalinan sering menjadi pokok pembicaraan di antara perempuan sehingga banyak calon ibu muda terutama, menghadapi kehamilan dan proses persalinannya dengan perasaan comas dan takut. Keadaan tersebut otomatis akan sangat mempengaruhi kelancaran proses persalinan (www.suarapembaharuan.com). Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas, atau tentang peristiwa yang akan datang. Orang yang mengalami kecemasan akan merasakan suatu kekhawatiran yang samar, kerisauan yang mengganggu kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi penyesuaian orang tersebut terhadap lingkungannya (Hurlock, 1996).
Dari survei yang dilakukan Dr. Tb. Erwin Kusuma, Sp.KJ., dari Klinik Prorevital Jakarta, melalui daftar pertanyaan untuk mengukur skala distres, diketahui bahwa lebih dari 60 persen wanita hamil mengalami distres dan kurang dari 10 persen yang termasuk relatif tenang. Masalahnya adalah, depresi yang berlanjut akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan janin. Bahkan akan mempengaruhi tumbuh kembangnya kaiak. Secara teoritis dikatakan bahwa bila penyebab kecemasan dapat diketahui, maka penanganan yang spesifik dapat segera diberikan. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mencari faktor yang menyebabkan kecemasan pada wanita hamil.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, subyek diambil berdasarkan teknik non probablity sampling. Subyek penelitian yang digunakan ketika tryout sebanyak 45 orang dan ketika field sebanyak 50 orang adalah wanita yang sedang hamil. Alat ukur yang digunakan untuk mengambil data adalah inventori sumber kecemasan pada wanita hamil yang dikembangkan untuk penelitian ini, yang terdiri dari 3 faktor yaitu faktor fisik, faktor psikis, dan faktor ekonomi.
Data dalam penelitian ini akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan rumus statistik. Pengolahan data akan menggunakan program spss versi 11.5.
Pada pengujian reliabilitas dan validitas skala ini, didapat basil yang cukup baik. Reliabilitas total alat ini adalah 0,90, sedangkan reliabilitas masing-masing dimensi berkisar antara 0,75 sampai 0,92.
Hasil penelitian mendaptkan bahwa sumber kecemasan pads masa kehamilan berbeda-beda pada tiap wanita yang sedang hamil. Kebanyakan subyek dalam penelitian ini memilih faktor fisik sebagai sumber kecemasan mereka. Dalam penelitian ini didapatkan hasil ada perbedaan yang signifikan pada semua faktor yang ada.
Pada penelitian ini masih ada aspek-aspek sumber kecemasan pada masa kehamilan yang belum dirnasukkan dalam penelitian ini, sehingga masih banyak kekurangan dalam penyusunan alat ukur sehingga pemyataan yang ada belum dapat mencakup aspek yang dimaksud.
Saran yang diajukan untuk perbaikan penelitian ini adalah melakukan pengujian ulang pads alat ukur ini dengan sampel yang lebih besar dan yang mewakili seluruh wanita yang sedang hamil yang ada di Jakarta dan sekitarnya, meningkatkan kualitas alat ukur dengan melakukan penilaian item (content validity) yang dilakukan berdasarkan expert judgment sebelum alat ukur diuji cobakan pada responden, dan pengayaan bahan kepustakaan yang berhubungan dengan kecemasan pads masa kehamilan, khususnya sumber kecemasan pada masa kehamilan agar aspek kecemasan yang diikutkan dalam penelitian lebih lengkap."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Diah Lestari
"Pembangunan kesehatan di Indonesia membutuhkan perhatian yang sangat besar. Masih banyak hal- hal yang harus diperbaiki, seperti misalnya pelayanan kesehatan yang tidak merata, tren penduduk dengan usia tua, gaya hidup tidak sehat, lingkungan yang tidak memenuhi standar, dan meningkatnya penyakit-penyakit yang bersifat degeneratif. Untuk itu peran pelayanan kesehatan sangat diperlukan, seperti ketersediaan lembaga kesehatan dan pelaksana di bidang kesehatan. Salah satunya adalah peran seorang perawat.
Dalam sebuah lembaga kesehatan, perawat memegang peranan yang besar dalam gerak kegiatan rumah sakit untuk menolong pasien. Perannya seringkali menentukan dalam proses penyembuhan pasien karena perawat adalah pekerja kesehatan yang berfungsi memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam dan mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Selain itu, perawat merupakan jumlah tenaga yang dominan yaitu 50-60% dari seluruh tenaga yang ada di rumah sakit (Axles, Nurachman & Notoatmojo, 2002). Profesi perawat bertujuan untuk menolong orang lain dalam mencapai dan mempertahankan kondisi yang sehat, baik melalui pemberian nutrisi sehat, lingkungan aman, maupun memberikan perasaan yang nyaman secara psikologis.
Di lain sisi, berhadapan setiap hari dengan pasien sakit bukanlah suatu hal yang mudah. Pekerja pelayanan sosial- kesehatan, salah satunya perawat adalah profesi yang sangat rentan terhadap burnout. Hal ini dikarenakan para pekerjanya memiliki keterlibatan langsung dengan pasien (Cherniss dalam NingDyah, 1999). Dalam tugasnya memberikan pelayanan, perawat sering dihadapkan pada tuntutan untuk selalu memberikan yang terbaik, harus selalu sabar, tenang, dan memiliki pengertian yang baik, bahkan di saatsaat tertentu merata tidak berdaya lagi untuk menyembuhkan pasien terminal, mengontrol keadaan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
Beban kerja yang berlebihan juga seringkali menimbulkan tekanan, kelelahan fisik, mental, dan emosional pada perawat. Sumber burnout yang lain adalah konflik peran seperti memilih antara prinsip professional yang dipegang dengan kebijakan- kebijakan yang berlaku dalam institusi tempat perawat bekerja. Dengan kompleksnya tugas serta di sisi lain rentan terhadap burnout, maka seorang perawat dituntut untuk memiliki inner resources atau kualitas- kualitas dalam diri yang positif agar dapat berfungsi secara professional. Hal ini sejalan dengan pendekatan Positive Psychology yang mencoba untuk menemukan kekuatan tidak hanya kelemahan individu agar dapat mencapai hidup yang berarti dan tegar menghadapi stressor (Peterson & Seligman, 2004). Manuel D dan Rhoda Mayerson Foundation telah melakukan sebuah studi mengenai sifat- sifat positif dari individu. Mereka telah mengembangkan suatu alat ukur yang mampu melihat profil character strengths individu. Alat ukur tersebut diberi nama Values In Action Inventory of Strengths (VIA- IS)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ince Siti Nurmala
"Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia memiliki tahap-tahap perkembangan yang akan dijalani. Ketika sudah memasuki rentang usia dewasa muda (20-40 tahun), individu akan dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan manusia, seperti memilih pasangan hidup, mulai membina keluarga, dan mengasuh anak. Dalam kultur tradisional, yang menganggap pernikahan sebagai bagian penting dalam masyarakat (Schwartzberg et al., dalam Darrington, 2005), menjadi perempuan lajang tentunya alma menimbulkan efek yang dapat bersifat positif ataupun negatif bagi individu yang bersangkutan. Apalagi jika kita berbicara tentang peran gender dalam masyarakat, di mana perempuan umumnya dipandang sebagai individu yang identik dengan ruang lingkup domestik, yaitu menjadi ibu dan mengurus rumah tangga (Levinson, dalam Papalia & Olds, 1998) maka munculnya fenomena perempuan lajang yang berpendidikan tinggi dan memiliki karir yang baik, akan menjadi suatu topik yang menarik untuk dibahas.
Berkaitan dengan itu, penelitian ini membahas tentang gambaran hubungan perempuan lajang dengan figur ibu. Mengenai keunikan hubungan ibu dan anak perempuannya, sejumlah ahli mengatakan bahwa hubungan ibu dan anak perempuan cenderung memiliki suatu kedekatan khusus, suatu hubungan yang paling dekat dan paling penting dalam interaksi dengan keluarga, dan anak perempuan lebih sering mengunjungi ibunya daripada anak laki-laki (Chodorow; Wilmott & Young, dalam Fischer, 1987). Menurut Bowen (dalam Rastogi & Wampler, 1999), hubungan ibu dan anak perempuan merupakan hubungan yang signifikan karena menyajikan suatu mode transmisi mengenai pola kedekatan (closeness), kecocokan (enmeshment), jarak (distance), dan konflik antara satu generasi dengan generasi lainnya dalam keluarga.
Rastogi dan Wampler (1999) mengajukan tiga dimensi utama dalam meneliti hubungan ibu dan anak perempuan dewasa, yaitu: (1) Closeness, yaitu suatu perasaan keterikatan (sense of connection) dan keakraban (intimacy) dalam hubungan, tetapi tidak terbatas pada jarak geografis antara ibu-anak; (2) reliability, yaitu mengetahui bahwa ibu atau anak akan selalu ada ketika dibutuhkan. Dengan perkataan lain, ibu dan anak dapat saling mengandalkan diri masing-masing sebagai tempat bergantung; (3) Collectivism, yaitu keseimbangan antrra individualitas seseorang dan kebutuhan akan kelompok. Dalam penelitian berikut, peneliti merujuk pada teori ini dalam menentukan panduan wawancara dan analisis hasil wawancara.
Peneliti menyadari bahwa setiap individu tentunya memiliki keunikan sendiri dalam hal menghayati pengalaman dalam hidupnya. Oleh karena itu, pendekatan yang menurut peneliti paling tepat untuk membahas topik ini adalah desain penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan terhadap tiga orang perempuan dewasa muda (25-35 tahun), belum pernah menikah, pendidikan D3 atau S1, dan sudah bekerja. Perempuan lajang dipilih sebagai salah satu karakteristik sampel karena menurut penelitian Fischer (1987), dibandingkan dengan perempuan yang sudah menikah, perempuan lajang cenderung memiliki hubungan yang dependent dengan ibu, mereka merasa kesulitan menjawab pertanyaan : mengenai gambaran diri mereka sebagai ibu di masa yang akan datang (apakah kelak mereka akan menjadi ibu seperti ibu mereka aiau tidak?), dan cenderung rnenganggap masa depan sebagai suatu hal yang berada di luar kendali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga responden tidak menggambarkan hubungan yang dependent dengan ibu. Pada dimensi closeness, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia merasa dekat dengan figur ibu, sementara dua orang lainnya tidak menggambarkan adanya hubungan yang dekat. Pada dimensi reliability, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia dan ibu dapat saling mengandalkan satu sama lain, terutama sebagai tempat untuk berbagi cerita. Dua responden lainnya melaporkan bahwa ibu lebih sering meminta bantuan atau menceritakan masalah kepada orang lain (kakak) daripada kepada responden. Pada dimensi collectivism, ketiga responden menggambarkan tingkat trust in hierarchy yang tinggi. Sementara mengenai tingkat diferensiasi, dua responden menggambarkan tingkat diferensiasi yang rendah dan yang lainnya pada tingkat menengah. Pada aspek life structure, yaitu suatu pengertian subyektif tentang diri pada saat ini dan di masa yang akan datang, ketiga responden nampak relatif kesulitan memberikan gambaran tentang diri masing masing sebagai ibu di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Mesieni
"Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah seharusnya tersedia. Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik dokter umum diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat melalui suatu sistem pelayanan yang menyeluruh dan mudah dijangkau. Sehingga setiap dokter bekerja dengan lebih terintegrasi, rileks dan tidak terburu-buru dalam memeriksa pasien. Regulasi pemerintah yang mengatur pola pemberian pelayanan kedokteran dan pola pembiayaan kesehatan masyarakat telah diatur pada Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional).
Penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian survey deskriptif. Peneliti mendapatkan keterangan dari responden secara lisan dan merekam semua jawaban yang diutarakan. Responden dan penelitian ada tiga sumber yaitu pihak dokter, masyarakat dan penyandang dana atau pihak asuransi.
Dari hasil analisis penelitian didapatkan informasi yang kurang mengenai dokter keluarga sehingga sosialisasi yang dijalankan oleh pihak pemerintah melalui Departemen Kesehatan relatif rendah. Di daerah penelitian Tasikmalaya ditemukan dokter praktik umum yang melakukan praktik dokter keluarga yang sangat sedikit dan tidak berjalan karena jumlah sedikit. Keadaan itu terlihat sulit karena adanya hambatan dalam pendanaan. Belum adanya kerjasama antara pihak pemerintah dengan dinas kesehatan. Hal ini ditunjang belum adanya kebijakan pemerintah yang mengatur lembaga-lembaga penopang dana secara terstruktur.
Dengan adanya permasalahan tadi, peneliti mengusulkan agar program dokter keluarga lebih dikembangkan. Pemyataan secara lisan dikemukakan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota hendak mengadakan sosialisasi agar semua dokter praktik umum bisa melakukan praktik dokter keluarga. Diharapkan masyarakat lebih mengerti tentang gambaran program dokter keluarga dengan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, berkesinambungan, dan koordinatif. Karena dengan dokter keluarga masyarakat menjadi sadar terhadap perilaku hidup sehat dan pencegahan penyakit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Indrayanti
"Kematian bayi dalam kandungan yang telah berusia lebih dari 24 minggu, sehingga harus dikeluarkan melalui proses melahirkan (stillbirth), yang terjadi pada perempuan dewasa muda, menimbulkan perasaan berduka yang mendalam. Perasaan berduka yang merupakan reaksi emosional terhadap peristiwa kehilangan dan muncul dari kesadaran seseorang akan adanya diskrepansi antara harapan dan kenyataan, terjadi bersamaan dengan periode sebelum, saat, dan setelah melahirkan. Dengan demikian, perempuan dewasa muda yang mengalami stillbirth menjalani tahap kedukaan yang terbagi atas shock and disbelief, preokupasi terhadap bayi yang sudah meninggal, hingga sampai pada tahap resolusi, sambil melewati tahapan dari proses hamil dan melahirkan yang juga menuntut penyesuaian yang kompleks.
Sebagaimanapun kompleksitas perasaan berduka yang dirasakan, perempuan dewasa muda yang mengalami stillbirth harus tetap melanjutkan kehidupannya. Proses coping diperlukan agar mereka tidak tersendat pada satu tahap kedukaan, akan tetapi dapat melewati tahap demi tahap hingga mencapai tahap resolusi, di mana mereka dapat kembali memiliki semangat menjalani kehidupan keseharian, mampu merasakan kesenangan, memiliki harapan mengenai masa depan, dan menjalankan peran secara adekuat. Strategi dan mekanisme coping merupakan usaha yang dilakukan untuk mengatasi perasaan berduka yang dialami melalui penerimaan kognitif dan juga penerimaan emosional. Selain proses coping yang diusahakan oleh individu yang mengalami kedukaan, dukungan sosial dari orang-orang terdekat juga merupakan instrumen dalam membantu individu melewati tahap kedukaannya. Dukungan sosial biasanya berasal dari suami, prang tua, teman-teman dekat, serta tenaga profesional, dan dapat diberikan dalam bentuk emosional, instrumental, informasional, dan appraisal. Terlepas dari siapa yang memberikan atau apa jenis yang dukungan sosial yang diberikan, kebermanfaatan dari dukungan sosial tersebut tergantung dari bagaimana penilaian individu yang menerimanya. Dengan demikian kesesuaian antara pemberi, penerima, dan kapan dukungan sosial diberikan merupakan hal penting yang mendukung kesuksesan dari dukungan sosial itu sendiri.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan gambaran mengenai kedukaan, coping, dan dukungan sosial pada perempuan dewasa muda yang mengalami stillbirth pada periode sebelum, saat, dan setelah melahirkan. Penelitian ini rnenggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, yakni mempelajari satu atau lebih kasus secara mendalam. Pengambilan sample menggunakan sampling kasus tipikal, sedangkan data diperoleh melalui proses wawancara dengan menggunakan tape recorder dan observasi terhadap subyek yang memenuhi karakteristik. Sementara itu, analisis dilakukan dengan tehnik reduksi data, yakni suatu cara menggolongkan, memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, mengabstraksikan dan mentransformasi data mentah dari catatan-catatan lapangan yang diperoleh atau hasil observasi. Responden penelitian merupakan 3 orang perempuan dewasa muda yang mengalami kematian bayi dalam kandungan berusia 35 minggu dan 30 minggu yang terjadi dalam jangka waktu 3 minggu, 3 bulan, dan 2 tahun terakhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kedukaan pada masing-masing subyek berbeda dari segi waktu yang dibutuhkan untuk melalui tiap tahap kedukaan, kompleksitas dari perasaan berduka itu sendiri, dan tingkat distress yang dialami pada tiap tahap kedukaan. Shock and disbelief yang merupakan tahap awal dalam kedukaan sekaligus berfungsi sebagai mekanisme coping atau berfungsi memberi perlindungan bagi subyek dan reaksi yang lebih parah. Namun demikian, transisi dari tahap ini menuju tahap preokupasi, yang terjadi ketika subyek kembali dari rumah sakit setelah melahirkan, merupakan masa yang paling depresif bagi ketiga subyek. Ketiga subyek menerapkan strategi coping yang bersifat problem focused dan emotion focused secara bergantian pada tiap tahap kedukaan, sementara dua dari tiga subyek cenderung hanya menggunakan mekanisme coping yang bersifat avoiding grief atau menyibukkan diri untuk menghindari hal-hal yang akan mengingatkan subyek pada peristiwa kedukaan. Penerimaan kognitif lebih cepat dicapai oleh masing-masing subyek dibandingkan dengan penerimaan emosional, hal ini dapat dipahami mengingat bahwa perasaan berduka sendiri merupakan suatu dimensi emosional dari proses kedukaan. Selama melewati masa kedukaan, dukungan sosial yang terutama diperoleh dari suami, lalu dilanjutkan dengan teman-teman dekat, orang tua, dan tenaga profesional seperti dokter. Namun demikian, pada tahapan tertentu, dukungan sosial dinilai kurang signifikan, menghalangi subyek untuk mengekspresikan perasaannya, serta menimbulkan perasaan bersalah.
Temuan-temuan lain dalam penelitian ini adalah adanya keterkaitan antara pengalaman terdahulu atau pola asuh yang dialami oleb subyek dengan penghayatan subyek terhadap peristiwa kematian bayi yang mereka alami. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa replacement child syndrome, yakni kehadiran anak berikutnya yang berfungsi menggantikan bayi yang meninggai dan mempersingkat masa kedukaan, merupakan hal yang tidak terhindarkan pada ketiga subyek namun dengan karakteristik yang berbeda pada masing-masing subyek.
Penelitian ini memberikan saran praktis bagi subyek dalam menjalani masa kedukaannya, orang-orang di sekitar subyek dalam memberikan pendampingan, serta tenaga profesional dalam memberikan konseling dan terapi. Sedangkan untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk memperdalam keterkaitan antara pola asuh atau pengalaman terdahulu dengan penghayatan individu terhadap kedukaan, yang dalam penelitian ini belum dibahas secara komprehensif dengan menggunakan dasar-dasar kepustakaan. Mengingat kasusnya yang oukup tipikal maka untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk tetap menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan teknik pengambilan sampel kasus tipikal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Susanto
2004
S3464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Silvianti
"ABSTRAK
Perilaku seksual yang berkembang pada saat ini menimbulkan dampak negatif dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kesehatan, sosial, ekonomi dan psikologis. Perilaku seksual yang menimbulkan dampak negatif namun tetap diteruskan dan bahkan menjadi suatu kebiasaan disebut dengan kecanduan seks. Menurut Cames (dalam Cames & Adams, 2002), seseorang dikatakan memiliki kecanduan seksual jika perilaku tersebut bersifat kompulsif, tidak dapat dikendalikan dan terus berlanjut walaupun menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan. Faktor penting yang menjdai penyebab kecanduan seks adalah sejarah kegagalan mencapai intimacy dalam suatu hubungan. Hal ini merepresentasikan bahwa mereka memiliki kegagalan yang mendasar untuk mempercayai seseorang (Cames dalam Cames & Adams, 2002). Biasanya ditemui adanya intimacy dysfunction seperti kekerasan pada anak atau penolakan pada anak. Sebagai respon dari trauma tersebut, individu mengembangkan perasaan malu. Perasaan malu tersebut mengarah pada kepada rasa percaya diri yang rendah dan gangguan fungsi interpersonal yang memperkuat rasa kesepian pada diri individu. Untuk mengurangi rasa sakit psikologis tersebut, individu mencari agen perbaikan. Agen tersebut adalah perilaku seksual, namun agen tersebut hanya bersifat pembebas sementara, setelah itu rasa sakit psikologis tersebut kembali muncul. Sehingga perilaku seksual sebagai pembebasan tersebut kembali berulang. Penelitian ini lebih mengedepankan bagaimana pola perilaku kecanduan seksual terbentuk mulai dari masa anak-anak sampai dengan saat ini pada partisipan dewasa muda. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penyebab munculnya kecanduan seksual, pola perilaku kecanduan seksual, gambaran perilaku seksual partisipan dan hubungan partisipan dengan keluarga, khususnya orangtua dan dengan pasangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partsipan memuaskan diri dengan berhubungan seks untuk mengatasi rasa sakit karena dikhianati dan ditinggalkan oleh pasangannya. Partisipan juga memiliki riwayat kekerasan dan penolakan pada masa kecil. Partisipan memiliki karakteristik kecanduan seksual dan perilaku seksual yang menyimpang. Partisipan memiliki hubungan yang tidak dekat dan intim dengan orangtuanya, begitu pula dengan pasangannya.

ABSTRACT
Sexual behaviour that expanding now, made a negative effect on several life sections, such as health, social, economy and psychology. When sexual behaviour is yet continues despite adverse consequences and even became a daily habit called by sexual addiction. Accorded to Cames (Cames & Adams, 2002), someone could be said had a sexual addiction if that behaviour became compulsive, loss of control and keep continues despite adverse consequences. Key factor that cause sexual addiction is there is a history of failure to sustain intimacy in relationship. This represents a fundamental failure to trust others enough to bond with them (Cames on Cames & Adams, 2002). Specifically, there is often a form of family intimacy dysfunction such as child abuse or neglect. In response to this trauma, the young person develops feelings of shame. These feelings are in part due to a belief that he/she was the cause of the abuse. Feelings of shame lead to low self-esteem and dysfunctional interpersonal functioning which intensify loneliness in the child. In order to alleviate this psychological pain, the child begins to search for a "fix" or some agent that has analgesic qualities. This agent is sexual behavior. While these agents provide temporary relief, the shame, low self-esteem, and loneliness retum. Consequently, there is a need to retum to the "fix," the behavior becomes repetitive. This research focused on how sexual addiction behaviour pattem built, since childhood until now on in young adult participants. This research had be done for found causes of sexual addiction, sexual addiction behaviour pattem, the figure of sexual behaviour from participants and the relationship between the participants and their family, especially with parents and partners. The result of this research show that participants satisfied theirself with sexual behavior to reducing the pain because of being betrayed ang left by their couple. Participants also had abused and neglected history in their childhood. Participants had less intimate relationship with their parents, also with their partners."
2009
S3604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batari Andi Toja
"ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan oleh Jackson dan Sullivan (dalam Kemala, 2000)
menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan pria, wanita lebih
menampilkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya sehingga lebih sering
menilai tubuhnya secara negatif dan menganggap penampilan fisik sebagai
hal yang sangat penting. Ketika wanita merasakan adanya ketidakpuasan
terhadap citra tubuhnya, maka akan timbul kecenderungan pada diri wanita
tersebut untuk berusaha mencapai tahap tubuh sempuma dengan melakukan
usaha-usaha yang mampu membeiikan hasil memuaskan walaupun
berpotensi merugikan kesehatan.
Penehtian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara kepuasan citra
tubuh dan perilaku tidak sehat pada wanita dewasa muda dengan rentang
usia 20-40 tahun. Jenis perilaku tidak sehat pada penelitian ini adalah
diet ketat yang tidak seimbang, penggunaan substansi kimia, olah raga
yang berlebihan, dan operasi plastik terhadap bagian-bagian tubuh yang
ingin diubah. Selain itu, peneliti juga ingin melihat berapa besar kontribusi
aspek evaluasi penampilan, aspek orientasi penampilan, aspek evaluasi
kesehatan, aspek orientasi kesehatan, aspek orientasi tentang penyakit, dan
aspek kecemasan gemuk terhadap perilaku tidak sehat tersebut.
Pengukuran terhadap kepuasan citra tubuh dilakukan dengan menggunakan
alat ukur Multidimentional Body-Self Relations Questionnaire yang
dikembangkan oleh Thomas F. Cash pada tahun 1989 (dalam Marina,
1997). Sedangkan alat ukur perilaku tidak sehat disusun oleh penehti
sendiri yang dilakukan berdasarkan hasil elisitasi. Perhitungan terhadap
hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis statistik multiple
regression melalui program SPSS 12.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kepuasan citia tubuh dan perilaku tidak sehat pada wanita dewasa muda.
Namun lebih jauh tidak ditemukan adanya kontribusi aspek -aspek yang
disebutkan di atas terhadap perilaku tidak sehat. Peneliti berasumsi tidak adanya hubungan antara faktor-faktor terkait disebabkan oleh kurangnya
item kuesioner yang mengukur aspek tersebut, di samping subyek
penelitian yang kebanyakan memiliki nilai IMT kekurangan berat badan
tingkat ringan
Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk lebih memperbanyak item
yang mengukur aspek-aspek kepuasan citra tubuh sehingga basil penelitian
dapat memberikan gambaran mengenai hubungan antara kepuasan citra
tubuh dan perilaku tidak sehat secara maksimal. Selain itu juga disarankan
untuk mempertimbangkan nilai IMT yang dimiliki subyek sebagai data
kontrol penelitian."
2004
S2902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Suprapto Dwi Cahyono
"Konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi muncul ketika aktifitas sebagai anggota Polri dan aktifitas sebagai mahasiswa saling bertentangan. Suatu aktifitas bertentangan dengan aktifitas lain adalah ketika satu aktifitas mencegah, menghalangi, atau mengganggu kejadian atau efektifitas dari aktifitas yang lain (Deutsch, dalam Wijaya 2002). Konflik peran yang terjadi tidak dapat dibiarkan begitu saja karena akan berpeluang menimbulkan stres. Untuk mengatasi konflik peran yang dialami, anggota Polri tersebut harus mengembangkan strategi coping. Coping terdiri dari problem focused coping, emotion focused coping, dan malcidaptive coping.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi yang menimbulkan konflik peran pada anggota Polri di perguruan tinggi pada status perguruan tinggi dan alasan kuliah dan strategi coping apa yang digunakan.
Tipe penelitian ini adalah Non experimen1cil Design yang bersifat ex posi fcicto field siudy. Penelitian dilakukan terhadap anggota Polri yang sedang menjalani kegiatan perkuliahan di perguruan tinggi di Jakarta. Subyek penelitian ini berjumlah 104 orang yang diambil secara insidental di Mabes Polri, Polda Metro jaya dan di beberapa Polres di wilayah Polda Metro Jaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan kondisi-kondisi yang menurut subyek menimbulkan konflik peran. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa konflik peran yang dialami subyek yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi negeri lebih tinggi dari yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi swasta. Selain itu,
konflik peran pada anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dengan alasan tugas lebih tinggi daripada dengan kemauan sendiri. Mengenai strategi coping, ternyata anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi menggunakan ketiga strategi coping yang ada yaitu Problem-Focused Coping, Emotion-Focused Coping, dan Malcidaptive Coping. Meskipun demikian, ternyata Problem-Focused Coping lebih banyak digunakan oleh anggota Polri yang mengikuti pendidikan di perguruan tingi, kemudian diikuti Emotion-Focused Coping dan Maladaptive Coping.
Saran yang diberikan untuk subyek adalah agar lebih memahami konsekuensi yang timbul dan melakukan antisipasi terhadap konsekuensi tersebut jika memutuskan melakukan studi di perguruan tinggi. Selain itu subyek agar belajar mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatasi konflik peran yang dialami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>