Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indragini
"Telah dilakukan degradasi senyawa 4,4?-dikloro bifenil dengan kombinasi proses fotokatalis dan radiasi gamma menggunakan nanokomposit karbon aktif-zeolit alam dan TiO2 (KAZA-TiO2). Nanotitania pada komposit KAZA-TiO2 disintesis melalui metode sol gel menggunakan titanium tetraisopropoxide sebagai precursor. Karakterisasi nanokomposit dilakukan dengan BET, XRD, FT-IR dan SEM-EDX. Hasil karakterisasi menunjukkan nanokomposit KAZA-TiO2 memiliki ukuran pori 5 - 7 A dengan volum 0,15-0,21 cm3/g dan luas permukaan 79-107 m2/g.
Kristal TiO2 yang terbentuk terdiri dari anatase dan rutile, dengan ukuran kristal berturut-turut 15-22 nm dan 37-52 nm, yang terdistribusi secara merata pada adsorben. Degradasi 4,4?-dikloro bifenil dalam air dengan konsentrasi awal 10 ppm sebesar 88% dapat dicapai menggunakan nanokomposit KAZA-TiO2 dengan perbandingan awal 2:1:7 dan waktu reaksi 270 menit.

Degradation of 4,4?-dichloro biphenyl (4,4?-DCB) had been done by combination process of photocatalyst and gamma radiation using activated carbon, natural zeolite and TiO2 (KAZA-TiO2). The nanotitania on KAZA-TiO2 composite was synthesized by sol gel method using titanium tetraisopropoxide as precursor. Characterisation of nanocomposite was conducted by using BET, XRD, FT-IR dan SEM-EDX. Result showed that KAZA-TiO2 composite had mesopore with size range between 50 - 70 A and volume 0,15-0,21 cm3/g with surface area 79-107 m2/g.
TiO2 crystalite on KAZA-TiO2 nanocomposite consist of anatase and rutile type with crystal size range 14-22 nm for anatase and 37-52 nm for rutile, which was distribute uniformly on support. Degradation of 4,4?-DCB in water, with initial concentration of 10 ppm, achived as much as 88% using KAZA-TiO2 with initial ratio 2:1:7 and reaction time 270 minute.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T30516
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kaswanti Purwo
"Penelitian yang saya lakukan semenjak bulan Juli 1976 ini merupakan usaha saya untuk mendalami dan memahami bahasa Indonesia; apa yang saya lihat dalam bahasa Indonesia itu kemudian saya tuangkan dalam karya tulis yang terdiri dari tujuh bab. Ada berbagai alat yang dapat dipergunakan untuk melihat atau mengamati sesuatu. Dalam mengamati bahasa Indonesia ini saya memilih memakai kerangka teori deiksis. Namun, kecondongan penelitian ini tidak saya tujukan pada usaha untuk mengembangkan teori deiksis itu sendiri (dengan memakai bahan-bahan yang ada dalam bahasa Indonesia) melainkan lebih saya arahkan pada pemergunaan teori deiksis sebagai alat untuk menyingkapkan seluk-beluk yang ada dalam bahasa Indonesia. Untuk tujuan penyingkapan itu saya perbandingkan pula beberapa fenomena dalam bahasa Indonesia dengan yang ada dalam bahasa-bahasa tak serumpun (seperti bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Latin, Rusia) dan bahasa-bahasa serumpun (seperti bahasa Tagalog, Batak Toba, Sunda, Jawa, Aceh).
Saya memulai penelitian dengan mengkhasanahkan leksem-leksem persona, ruang, dan waktu dalam kaitannya dengan deiksis. Kata-kata yang berhubungan dengan persona, ruang, dan waktu itu saya daftar dan saya perikan aspek semantis leksikalnya dalam Bab II. Uraian dalam Bab II membatasi diri pada bidang semantis leksikal karena yang dibahas dalam bab ini adalah masalah deiksis luar-tuturan (eksofora). Pembatasan bidang yang dianalisis ini membawa akibat adanya beberapa persoalan-antara lain hubungan antara bentuk verbal di- dengan kata ganti persona--yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut dalam Bab II; persoalan-persoalan itu kemudian dipaparkan secara terpisah dalam bab lain.
Kalau dalam Bab II yang dibicarakan adalah deiksis luar-tuturan (eksofora), dalam Bab III yang dibahas adalah deiksis dalam-tuturan (endofora). Uraian dalam Bab III menyangkut salah satu aspek sintaksis, yaitu perihal koreferensi. Salah satu akibat dari penyusunan konstituen﷓konstituen bahasa secara linear adalah kemungkinan adanya konstituen tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya.mengalami penyebutan ulang, Kedua konstituen tersebut karena kesamaannya lazim dinyatakan sebagai dua konstituen yang berkoreferensi (memiliki referee yang sama). Ada tiga macam strategi dalam peristiwa koreferensi ini: {i) mempronominalkan salah satu konstituennya (masalah anafora termasuk ke dalam jenis pertama ini), (ii) melesapkan (menghilangkan) salah satu konstituennya, dan (iii) menyebut ulang konstituen yang telah disebutkan sebelumnya. Bahasa Indonesia menempuh strategi yang berbeda dengan strategi yang ditempuh oleh bahasa lain yang tak serumpun (misalnya bahasa Inggris). Bahasa seperti bahasa Inggris lebih banyak menempuh strategi daripada bahasa Indonesia; bentuk-bentuk pronominal dalam bahasa Indonesia tidak sebanyak yang ada dalam bahasa seperti bahasa Inggris. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sama-sama dapat menempuh strategi tetapi kendala (constraint) yang mendasari struktur ini berbeda. Strategi lazim ditemukan dalam bahasa Indonesia tetapi tidak dalam bahasa seperti bahasa Inggris. Masalah seperti ini-karena menyangkut bidang sintaksis yang lebih luas-tidak diuraikan lebih lanjut pada Bab III melainkan pada Bab VII.
Percampuran antara deiksis luar-tuturan dan deiksis dalam-tuturan diuraikan dalam Bab IV; peristiwa percampuran ini dalam penelitian ini termasuk dalam apa yang disebut pembalikan deiksis (deictic reversal). Pembalikan deiksis dalam hal persona dapat dijumpai misalnya dalam kalimat kutipan tidak langsung bahasa Rusia (Brecht 1974:513 ff.). Pembalikan deiksis dalam hal waktu dapat ditemukan misalnya dalam fenomenon yang lazim disebut epistolary tense (misalnya dalam bahasa Latin Klasik) dan historical present (misalnya dalam bahasa Inggris). Bahasa Indonesia selain menunjukkan adanya fenomenon pembalikan deiksis dahal persona dan waktu, juga memperlihatkan adanya fenomenon pembalikan deiksis dalam hal ruang, seperti yang dapat dijumpai dalam pembicaraan dengan telepon dan dalam penulisan surat.
Aspek semantis situasional dari kata ganti persona dalam bahasa Indonesia yang belum dibahas dalam Bab II (karena dalam bab itu kerangka pembicaraannya terbatas pada aspek semantis leksikal saja) dipaparkan dalam Bab V. Aspek semantis situasional yang disoroti dalam Bab V ini dikritkan dengan masalah kepekaan-konteks (context-sensitivity) yang dapat dijumpai dalam struktur yang bermodus imperatif, adhortatif, dan dubitatif.
Beberapa leksem ruang dan waktu ada yang belum dapat dibahas secara tuntas dalam Bab II karena leksem-leksem yang bersangkutan memiliki permasalahan yang menyangkut salah satu aspek dalam bidang sintaksis, yaitu susunan beruntun (sequential order). Perihal pemetaan kronologis (chronological mapping), struktur beku (freezes), dan struktur korelatif ikut dibahas dalam Bab VI sehubungan dengan kaitannya pada susunan beruntun. Hal ini dilakukan demi pemahaman beberapa leksem ruang dan waktu yang perlu ditelusuri lebih lanjut.
Sebetulnya penulisan hasil penelitian saya dapat ditutup atau diakhiri pada Bab VI. Akan tetapi, karena ada beberapa masalah yang belum terselesaikan penguraiannya dalam bab-bab sebelumnya, dan. masalah tersebut hanya disinggung sepintas lalu saja, padahal masing-masing masalah tidak terkumpul menjadi satu karena pemaparannya tersebar ke dalam kelima bab terdahulu secara terpisah-pisah, maka kesemuanya itu saya kumpulkan menjadi satu dalam Bab VII. Beberapa masalah tersebut dikumpulkan menjadi satu dalam Bab VII karena mempunyai suatu kerangka kesatuan tersendiri, kerangka yang menyangkut bidang sintaksis yang lebih luas (daripada yang ditelaah dalam bab-bab sebelumnya). Penelusuran permasalahan bidang sintaksis yang lebih luas ini ternyata menyeret saya lebih jauh ke salah satu aspek sintaksis yang penting dalam linguistik, yaitu tipologi bahasa. Akan tetapi, persoalan ini tidak ditelaah untuk dipecahkan dalam Bab VII karena, apabila ditelusuri lebih lanjut, hasilnya dapat menjadi suatu disertasi tersendiri. Oleh karena itu, apa yang dipaparkan dalam Bab VII hanyalah pemerian permasalahannya saja. Persoalan ini perlu dipecahkan bukan hanya demi pemahaman dari sudut pandang deiksis (karena hanya sedikit sekali kaitannya dengan deiksis) tetapi terlebih-lebih demi penyingkapan "misteri" dalam bidang sintaksis (terutama dalam bahasa Indonesia), suatu bidang studi linguistik yang hingga kini masih merupakan daerah yang "rawan". "
Depok: Universitas Indonesia, 1982
D264
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"ABSTRAK
Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983: 97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih didalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulit daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan argumentasi tentang implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama dan/atau prinsip kesantunan dan fungsinya sebagai penunjang pengungkapan humor di dalam wacana humor verbal lisan berbahasa Indonesia. Paparan dan argumentasi itu mencakupi pelanggaran prinsip kerja lama sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor, pelanggaran prinsip kesantunan sebagai penyebab timbulnya implikatur percakapan yang memerankan fungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, aneka implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor, dan tipe humor verbal lisan yang pe ngun gk apannya ditunjang oleh implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitafif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama, teori Leech (1983) tentang prinsip kesantunan, serta teori Brown dan Levinson (1978) tentang kesantunan berbahasa. Korpus data penelitian ini berupa transkripsi 36 lakon humor verbal lisan produksi sembilan kelompok pelaku humor yang ditayangkan di televisi dari bulan Februari sarnpai dengan bulan Juni 1997. Metode perekaman dan penyimakan dengan teknik pencatatan digunakan di dalam pengumpulan data. Penetapan kelucuan data penelitian ini dilakukan dengan cara konfirmasi kepada sepuluh informan yang berasal dari sepuluh suku bangsa di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan metode analisis pragmatis dengan teknik analisa heuristik Leech (1983).
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama Grice (1975), yaitu prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan, terjadi pada bidal: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) relevansi, dan (4) cara. Pelanggaran bidal-bidal itu menjadi penyebab timbulnya implikatur percakapan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Tuturan para pelaku humor yang melanggar bidal-bidal itu justru berpotensi menunjang pengungkapan humor karena berbagai implikatur yang dikandungnya itu menambah kelucuan humor. Prinsip kesantunan Leech (1983), yaitu prinsip percakapan yang melengkapi prinsip kerja sama Grice (1975) dan berkenaan dengan aturan yang bersifat social, estetis, dan moral di dalam percakapan juga banyak dilanggar di dalam wacana jenis ini. Pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi pada enam bidal, yaitu bidal (1) ketimbangrasaan, (2) kemurahhatian, (3) keperkenanan, (4) kerendahhatian, (5) kesetujuan, dan (6) kesimpatian dengan dua belas subbidal sebagai jabarannya juga menjadi sumber implikatur percakapan yang memiliki fungsi menunjang pengungkapan humor. Implikasi atas pelanggaran itu adalah timbulnya berbagai implikatur percakapan yang menunjang pengungkapan humor karena kehadirannya menambah kelucuan humor. Implikatur-implikatur yang berfungsi menunjang pengungkapan humor di dalam wacana jenis ini mencakupi: (1) implikatur representatif dengan subjenis: (a) menyatakan, (b) menuntut, (c) mengakui, (d) melaporkan, (e) menunjukkan, (f) menyebutkan, (g) memberikan kesaksian, dan (h) berspekulasi; (2) implikatur direktif yang mencakupi subjenis: (a) memaksa, (b) mengajak, (c) meminta, (d) menyuruh, (e) menagih, (1) mendesak (g) menyarankan, (h) memerintah, dan (i) menantang, (3) implikatur evaluatif dengan subjenis: (a) mengucapkan terima kasih, (b) mengkritik; (c) memuji, (d) menyalahkan, (e) menyanjung, dan (f) mengeluh; (4) implikatur komisif yang meliputi subjenis: (a) berjanji, (b) bersumpah, (c) menyatakan kesanggupan, dan (d) berkaul; serta (5) implikatur isbati dengan subjenis: (a) mengesahkan, (b) melarang, (c) mengizinkan, (d) mengabulkan, (e) membatalkan, dan (f) mengangkat (di dalam jabatan atau status tertentu). Nama-nama implikatur itu sejalan dengan nama-nama jenis tindak tutur hasil taksonomi Fraser (1978). Di samping itu, di dalam wacana jenis ini ditemukan pula implikatur lain yang mencakupi: (a) menyangkal; (b) menuduh, (c) menolak, (d) menggugat, (e) meyakinkan, (f) menyatakan gurauan, dan (g) menghindar sebagai implikatur representatif tambahan; (h) memohon, (i) menawari, (j) menakut-nakuti, dan (k) mengusir sebagai implikatur direktif tambahan; (l) menghina, (m) mengejek; (n) menyombongkan diri, (o) menyatakan keheranan, dan (p) menyatakan kemarahan sebagai implikatur evaluatif tambahan; (q) mengancam sebagai implikatur komisif tainbahan; serta (r) memutuskan (hubungan sosial) sebagai implikatur isbati tambahan. Humor verbal lisan yang pengungkapannya ditunjang oleh implikatur percakapan mencakupi tipe: (1) komik, (2) humor, dan (3) humor intelektual sebagai hasil penggolongan humor menurut ada tidaknya motivasinya; (4) humor seksual, (5) etnik atau suku bangsa, (6) politik, (7) agama, (8) rumah tangga, (9) percintaan, (10) keluarga, (11) hutang piutang, (12) jual beli, (13) tingkah laku manusia, dan (14) humor pembantu sebagai hasil klasifikasi humor atas dasar topiknya; serta (15) olok-olok, (16) permainan kata, dan (17) supresi sebagai hasil pembedaan humor berdasarkan tekniknya.
Berdasarkan temuan itu dapat dinyatakan bahwa secara material bahan penciptaan humor verbal lisan yang ditunjang oleh implikatur percakapan ituberupa wujud tuturan, ekspresi para pelaku humor, dan konteks tuturan yang mendukungnya. Oleh karena kehadiran implikatur percakapan di dalam wacana jenis ini memiliki potensi menggelikan karena mengejutkan, bermakna mustahil, omong kosong, menyinggung perasaan, atau mengancam muka positif atau negatif mitra tuturnya atau pihak lain; kelucuan humor pun bertambah

ABSTRACT
A conversational implicature is the most important concept in pragmatics (Levinson 1983:97). It refers to the pragmatic implication of an utterance caused by the violations of conversational principles, namely cooperative as well as politeness principles, in a certain speech event despite the fact that it is the most important concept; few research studies on conversational implicature have been carried out. This is especially true as regards conversational implicatures as the support of humor expressions. The importance of investigating conversational implicatures lies, among other things on the fact that understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially in this kind of discourse, which is rich in puns.
The aims of this research are to explore and to explain conversational implicatures, which arise because of the violations of the cooperative principle and/or politeness principle and its function as the support of humor expressions in Indonesian oral verbal humour. The exploration and explanation encompass the violations of two pragmatic principles that give rise to the conversational implicature supporting humor expressions, the various kinds of conversational implicatures supporting humor expressions, and the types of oral verbal humor, the expression of which is supported by the conversational implicatures.
This qualitative research is based on trice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle, Leech's (1983) theory of politeness, and Brown and Levinson's (1978) theory of politeness. The source of data is the transcription of thirty-six oral verbal humors shows which were produced by nine comedian groups and broadcast on television from February to June 1997. Recordings and observations (plus note-taking) were used in collecting data. To determine whether or not there was humor, the opinions of ten informants representing ten different Indonesian ethnic groups were sought by asking them to read the transcriptions of the humor shows. The data were subjected to a qualitative and pragmatic analysis as well as Lecch's (1983) heuristic technique.
The findings of the research show that the violation of the cooperative principle occurs as regards (1) the maxim of quantity, (2) the maxim of quality, (3) the maxim of relevance, and (4) the maxim of manner as the genesis of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions. The utterances violating one or more of those maxims are very potential as the support of humor expressions because its implicatures add to the humorousness of the discourse. The politeness principle as a social, esthetic, and moral rule and as the complement of the cooperative principle was also violated in this kind of discourse. The violation of six maxims, namely (1) the tact, (2) generosity, (3) approbation, (4) modesty, (5) agreement, and (6) the sympathy maxim with its twelve sub maxims also gives rise to the conversational implicatures supporting humor expressions. The implication of a maxim violation manifests itself in various kinds of conversational implicatures functioning as the support of humor expressions because they make the discourse more humorous. Such conversational implicatures include (1) representative implicatures dealing with (a) stating, (b) claiming, (e) admitting, (d) reporting, (e) pointing out, (f) mentioning, (g) testifying, and (h) speculating, (2) directive implicatures concerning (a) pleading, (b) soliciting, (c) requesting, (d) ordering, (e) demanding, (urging), (g) suggesting, (h) instructing, and (i) daring, (3) evaluative implicatures including (a) thanking, (b) criticising, (c) praising, (d) condemning, (e) applauding, and f) complaining; (4) commissive implicatures dealing with (a) promising, (b) swearing, (c) obligating, and (d) vowing; and (5) establish implicatures concerning (a) forbidding, (b) permitting, (c) granting, (d) cancelling, and (f) appointing. Those conversational implicatures refer to Fraser's (1978) taxonomy of speech acts. In addition, eighteen implicatures of the support of humor expressions were found in oral verbal humor discourse. There are (a) denying, (b) accusing, (c) refusing, (d) protesting against, (e) assuring, (joking), (g) avoiding as additional representative implicatures; (h) begging, (i) offering to, (j) frightening, (k) pursuing as additional directive implicatures; (l) humiliating, (m) mocking, (n) boasting, (o) surprising, (p) being angry as additional evaluative implicatures; (q) threatening as an additional missive implicature; and (r) severing (a social relationship) as an additional establish implicature. Based on humor motivation, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) comic, (2) humor, and (3) wit. Based on its topic, the oral verbal humor supported by conversational implicatures include (1) humor on sex, (2) ethnic group, (3) politics, (4) religion, (5) household, (6) love, (7) family, (8) debtor and creditor, (9) trade, (10) behavior, and on (11) servant. Based on the technique of creating humor, the oral verbal humor supported by conversational implicatures includes (1) ridicule, (2) pun, and (3) suppression.
The general conclusion of this study is that oral verbal humor discourse is rich in conversational implicatures. Among those implicatures, there is much which function as the support of humor expressions. This study also reveals that the materials of oral verbal humor consist of utterances, face expressions, and the context of the humor. Since those conversational implicatures in this kind of discourse have humorous potentials (due to their unpredictable, impossible, and offending elements), the humor is more enhanced.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D292
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustono
"Implikatur percakapan merupakan konsep yang paling penting di dalam pragmatik (Levinson 1983:97). Konsep itu merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan, di dalam suatu peristiwa percakapan dengan situasi tutur tertentu. Penelitian tentang implikatur belum banyak dilakukan, lebih-lebih di dalam wacana humor verbal lisan yang berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Pemahaman implikatur percakapan juga lebih sulk daripada pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana jenis ini yang penuh dengan berbagai permainan kata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D1623
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Foliatini
"Alginat merupakan polisakarida alam sehingga bersifat biokompatibel dan non toksik. Berdasarkan karakteristiknya, alginat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pemodifikasi dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag. Karena nanopartikel Au dan Ag memiliki ukuran partikel dan wettability yang dapat diatur, maka komposit Au/alginat dan Ag/alginat diharapkan dapat diaplikasikan sebagai penstabil emulsi. Metode sintesis yang digunakan adalah metode bottom-up dengan bantuan energi gelombang mikro. Karakterisasi nanopartikel dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, Particle Size Analyzer, Transmission Electron Microscopy, dan spektrofotometer FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alginat berperan sebagai pereduksi dan penstabil dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag menggunakan bantuan energi gelombang mikro. Pada kondisi optimum, nanopartikel Au dan Ag yang dihasilkan memiliki ukuran < 10 nm dan berbentuk bulat. Karakteristik morfologi nanopartikel hasil sintesis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu rasio konsentrasi alginat/prekursor logam, pH, daya iradiasi, dan konsentrasi NaCl. Kondisi optimum dalam sintesis nanopartikel Au dan Ag berturut-turut adalah pada konsentrasi prekursor logam 0.20-0.40 mM (Au) dan 0,50 mM (Ag), pH 6- 10 (Au) dan 10-12 (Ag), konsentrasi alginat 0,25-0.375%b/v (Au) dan 0,075%b/v (Ag), daya iradiasi 50-100% dari daya total 800 W, waktu iradiasi 2-3 menit (Au) dan 1-2 menit (Ag), dan tanpa ditambahkan dengan NaCl.
Mekanisme reduksi dan stabilisasi nanopartikel melibatkan pembentukan kompleks antara gugus karboksil dengan logam, reaksi pembentukan radikal alginat, reaksi reduksi prekursor logam oleh radikal alginat, dan penataan lapisan alginat di sekeliling permukaan partikel. Stabilisasi sterik dari polimer dan stabilisasi elektrostatik dari anion karboksilat berperan dalam menghambat agregasi nanopartikel. Perhitungan energi int eraksi antar nanopartikel menunjukkan bahwa stabilisasi sterik memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan stabilisasi elektrostatik dalam menghambat interaksi tarik-menarik van der Waals.
Sebagaimana umumnya material nanopartikulat lainnya yang dapat menstabilkan emulsi, nanopartikel Au(Ag)/alginat dapat diaplikasikan sebagai penstabil emulsi minyak dalam air (minyak : kloroform, solar, minyak zaitun) setelah dihidrofobisasi dengan campuran asam merkaptoundekanoat (mercaptoundecanoic acid, MUA) dan dodekanatiol. Kemampuan emulsifikasi nanokomposit Au(Ag)/alginat/MUA/dodekanatiol dan karakteristik morfologi emulsi dipengaruhi oleh konsentrasi MUA dan dodekanatiol, rasio Au(Ag)/alginat : pemodifikasi, rasio fasa minyak : air, dan pH. Emulsifikasi yang efektif dapat berjalan pada kondisi berikut : [dodekanatiol] = 5%, [MUA] = 0,001 g/25mL, rasio fasa minyak : fasa air = 1:90, pH = 4-10, rasio nanopartikel : MUA : dodekanatiol = 6:2:2 (Au) dan 10:2:2 (Ag). Kestabilan emulsi yang menggunakan penstabil Au(Ag)/alginat/MUA/dodekanatiol dipengaruhi oleh pH, volume nanokomposit dan konsentrasi NaCl. Lebih jauh lagi, nanopartikel Au(Ag)/alginat yang telah dimodifikasi dengan tiol memiliki potensi untuk dapat diaplikasikan dalam bidang biomedis, misalnya dalam sistem penghantaran obat dan terapi fototermal.

Alginate is natural polysaccharide therefore it is biocompatible and non toxic. Due to these properties, alginate is potential to be applied as modifier in the Au and Ag nanoparticle synthesis. Au and Ag nanoparticles have adjustable particle size and wettability, thus Au/alginate and Ag/alginate-based nanocomposites are promising material for emulsion stabilizer. Bottom-up method was used in the synthesis of Au and Ag nanoparticle, and the reaction was aided by microwave irradiation. The as-prepared nanoparticles was characterized by UV-Vis spectrophotometry, Particle Size Analyzer, Transmission Electron Microscopy and FTIR spectrophotometry.
The results showed that alginate played a role as both reducing agent and stabilizer in the microwave-assisted Au and Ag nanoparticle synthesis. At optimum condition, the resulting Au and Ag nanoparticles have particle size < 10 nm and spherical in shape. Morphology of nanoparticles was greatly influenced by concentration ratio of alginate/metal precursor, pH, irradiation power, and NaCl concentration. Optimum condition in the Au and Ag nanoparticle synthesis achieved at metal precursor concentration of 0.20-0.40 mM (Au) and 0,50 mM (Ag), pH 6-10 (Au) and 10-12 (Ag), alginate concentration of 0.25-0.375%w/v (Au) and 0.075%w/v (Ag), irradiation power of 50-100% of 800 W, irradiation time of 2-3 minutes (Au) and 1-2 minutes (Ag), without the presence of NaCl.
The mechanism of reduction and stabilization of nanoparticles involved the formation of complex between carboxyl groups and metal, formation of alginate radicals, reduction of metal precursor by alginate radicals, and arrangement of alginate layers surrounding the nanoparticle surface. Steric stabilization from bulky polymer structure and electrostatic stabilization from carboxylate anion play a role in inhibiting nanoparticle aggregation. The calculation of interaction energies between nanoparticles showed that steric stabilization have larger contribution than that of electrostatic stabilization.
Like other nanomaterials which are generally able to stabilize emulsion, Au(Ag)/alginate nanoparticles were able to be applied as stabilizer of oil in water emulsion (oil : chloroform, diesel oil, olive oil) after hydrophobization with the mixture of mercaptoundecanoic acid (MUA) and dodecanethiol. Emulsification capacity of Au(Ag)/alginate/MUA/dodecanethiol nanocomposite and the morphology of the emulsion were influenced by MUA and dodecanethiol concentration, ratio of Au(Ag)/alginate : modifier, ratio of oil : water phase, and pH. The effective emulsification was achieved at : [dodecanethiol] = 5%, [MUA] = 0.001 g/25mL, rasio of oil : water phase = 1:90, pH = 4-10, ratio of nanoparticle : MUA : dodecanethiol = 6:2:2 (Au) and 10:2:2 (Ag). The stability of emulsion stabilized by Au(Ag)/alginate/MUA/dodecanathiol was affected by pH, nanocomposite volume and NaCl concentration. Furthermore, thiol-modified Au(Ag)/alginate nanoparticles have potency to be applied in biomedical field, for example in drug delivery system and photothermal therapy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D2052
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ali
"ABSTRAK
Radioactive cesium (radiocesium) merupakan radionuklida buatan yang menjadi perhatian utama dalam studi pencemaran radioaktif di lingkungan perairan. Sifatnya yang mudah larut dalam air sehingga penyebarannya sangat dipengaruhi oleh dinamika massa air laut. Massa air perairan Pasifik Utara yang telah tercemar radiocesium akibat uji senjata nuklir (global fallout) dan kecelakaan reaktor nuklir Fukushima berpotensi masuk ke perairan Indonesia termasuk lokasi studi, dibawa oleh arus lintas Indonesia (arlindo). Pemerintah Indonesia telah melakukan monitoring keberadaan radionuklida di beberapa perairan, namun masih terbatas di permukaan laut saja, belum melihat sampai lapisan massa air di bawahnya termasuk tentang pola perilakunya pada semua rute pajanan (route of exsposure), tropodinamika bioakumulasinya dalam ekosistem sampai pada risiko radiologis yang ditimbulkannya. Riset ini bertujuan untuk mempelajari pola perilaku aktivitas radiocesium, pembuatan model tropodinamika bioakumulasi radiocesium dan menganalisis risiko radiologis di lingkungan dan manusia. Metode riset yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Hasil riset menunjukan bahwa pola sebaran radiocesium baik secara mendatar maupun menegak sangat dipengaruhi oleh dinamika massa air, bioakumulasi radiocesium dan tropodinamikanya dapat ditemukan pada kelompok ikan dan ekosistem studi; keberadaan radiocesium di perairan pada kelompok ikan tidak menimbulkan risiko radiologis penting baik bagi lingkungan maupun manusia yang mengkonsumsinya. Sumber radiocesium di perairan studi berasal dari global fallout.

ABSTRACT
Radioactive cesium (radiocesium) is an artificial radionuclide which is a major concern in studies of radioactive pollution in the aquatic environment. Its character is soluble in water so that the spread is strongly influenced by water mass dynamics of the waters. The water mass of the North Pacific waters that have been contaminated with radiocesium due to the nuclear fallout test and the Fukushima nuclear reactor accident has the potential to enter Indonesian waters including the study location, carried by the Indonesian Througflow (ITF). The Indonesian government has monitored the presence of radionuclides in several waters, but is still limited to the surface of the sea, has not seen until the layer of water masses below including behavior patterns on all route of exposure, tropodynamic bioaccumulation in the ecosystem to radiological risks caused. This research aims to study the behavior patterns of radiocesium activity, modeling the bioaccumulation of radiocesium trophodynamicss and analyzing radiological risks in the environment and humans. The research method used is descriptive quantitative. The results of the research show that the distribution pattern of radiocesium both horizontally and vertically is strongly influenced by the water mass dynamics, the bioaccumulation of radiocesium and tropodynamics can be found in fish groups and the ecosystems; the presence of radiocesium in waters in fish groups does not pose an important radiological risk both for the environment and for humans who consume them. The source of radiocesium in the study waters comes from the global fallout."
2019
D2615
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library