Ditemukan 131 dokumen yang sesuai dengan query
Lusi Indriani
"Pada masa pembangunan saat ini, peranan Bank dirasakan sangat besar oleh masyarakat, khususnya dalam memberikan pinjaman bagi pengusaha. Kalau kita hubungkan dengan GBHN di mana dikatakan bahwa pemberian kredit harus bersifat membantu golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil untuk meningkatkan usahanya, maka jalan keluarnya adalah dengan mengadakan jaminan yang tidak dikenal oleh KUHperd tetapi diperkenalkan oleh yurisprudensi yaitu Fiducia. Pemberian kredit dengan jaminan Fiducia ini dirasakan cocok untuk menunjang usaha pemerintah dalam program pemerataan karena penerima kredit ( debitur ) selain memperoleh kredit juga tetap menguasai barang jaminan, sehingga kesempatan untuk meningkatkan usahanya menjadi lebih besar. Sampai saat ini, belum ada satupun peraturan yang khusus mengatur tentang Lembaga Fiducia tersebut, padahal dalam praktek perbankan menunjukkan bahwa lembaga ini lebih populer bila dibandingkan dengan lembaga jaminan lainnya seperti gadai dan hipotik. Terhadap suatu perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan Fiducia pada Bank BNI, baik yang sedang berjalan maupun yang telah daluarsa, dapat dilaksanakan suatu Novasi. Bentuk-bentuk Novasi yang dapat dilakukan berupa Novasi Objektif, Novasi Subjektif Pasif dan Novasi Subjektif aktif. Dengan adanya Novasi dianggap perjanjian kredit yang lama hapus, demikian juga dengan hak jaminan yang mengikutinya. Tetapi dalam praktek, Jaminan Fiducia dapat dipertahankan pada perjanjian kredit yang baru. Permasalahan yang timbul dalam skripsi ini adalah bagaimana proses Perjanjian Kredit pada Bank BNI, bagaimana praktek Novasi yang dilakukan Bank BNI dalam melaksanakan Novasi suatu Perjanjian Kredit yang diikat dengan jaminan Fiducia lalu dalam hal apa Novasi dapat diterima oleh bank BNI dan dalam praktek Perbankan, bagaimana kedudukan jaminan Fiducia apabila dilakukan suatu Novasi oleh Bank BNI. Atas dasar latar belakang dan permasalahan pokok diatas maka penulis membuat skripsi yang berjudul Pembaharuan Hutang (Novasi) dihubungkan dengan Fiducia Sebagai Jaminan Kredit pada Bank BNI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Miranti
"Hipotik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Pemberian Kredit Bank Dengan Bank Tabungan Negara Sebagai Tinjauan, SKRIPSI, Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah hipotik atas satuan rumah susun dalam praktek pemberian kredit di bank, yaitu bagaimana tata cara pemberian kreditnya, bagaimana tata cara pembebanan hipotiknya, bagaimana roya hipotiknya dan bagaimana eksekusi hipotiknya. Penulisan ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Bank Tabungan Negara dengan tehnik wawancara. Ketentuan yang mengatur mengenai hipotik ini adalah ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan UU No.16/1985 tentang Rumah Susun, terutama yang menyangkut mengenai hipotik atas satuan rumah susunnya. Hipotik merupakan hak kebendaan atas barang-barang tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya pelunasan suatu perikatan. Proses pembebanan hipotik atas satuan rumah susun, dalam praktek, adalah sama dengan pembebanan hipotik atas rumah atau tanah. Perbedaannya hanya terletak pada masalah eksekusinya. Disarankan agar penyelesaian eksekusi lelangnya dapat lebih disederhanakan prosedurnya sehingga dapat menguntungkan semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20664
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hardi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Poerwanto
"Penulisan bertujuan untuk mengetahui pengaruh UU No 1 Tahun 1974 terharap Peraturan Perkawinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara karena bagi anggota militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) terikat dengan peraturan khusus yang terhimpun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara (KUHPT) dan Kitab Undang-Undang Disiplin Tentara (KUHDT). Dengan adanya Peraturan Perkawinan yang hanya berlaku bagi anggota TNI-AU, maka menimbulkan kasus-kasus yang penyelesaiannya kadang-kadang kurang adil bagi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan sedemikian ketatnya peraturan tersebut, namun dalam berbagai hal kehadiran Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 masih tetap diperlukan."
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Iskandar J. Thayeb
"
ABSTRAKPerumahan merupakan kebutuhan yang bersifat pokok bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Salah satu segi pembangunan perumahan yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia adalah pembangunan rumah susun, yaitu pembangunan bangunan tempat tinggal dan tempat usaha secara vertikal. Pembangunan rumah susun tersebut merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah perumahan di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang tersedia terbatas, baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan semakin meningkatnya pembangunan rumah susun, maka timbullah kebutuhan-kebutuhàn akan pengaturan rumah susun, antara lain mengenal masalah jaminan yang dapat dibebankan atas rumah susun. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UURS), yang mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1985. UURS, antara lain, mengatur hal-hal baru dan memberikan pengesahan terhadap praktik yang berlaku sebelumnya, yang berhubungan dengan masalah jaminan. Semuanya itu dimaksudkan untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun serta memudahkan pihak-pihak yang ingin membangun rumah susun dan membeli satuan rumah susun. UURS membuka kemungkinan untuk menjadikan rumah susun serta hak milik atas satuan rumah susun sebagai jaminan utang. Ketentuan ini merupakan hal yang baru karena sebelum berlakunya UURS, objek utama hak jaminan adalah tanah. Di sini, tanah hanya menentukan jenis hak jaminan yang dapat dibebankan atas rumah susun serta hak milik atas satuan rumah susun. Selain itu, UURS mengatur cara penyelesaian praktis tentang pembayaran kembali kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara bertahap, yaitu yang dinamakan roya partial. Ketentuan lain yang juga diatur dalam UURS adalah masalah eksekusi hipotek atau fidusia yang dilakukan di bawah tangan untuk mendapatkan harga tertinggi yang menguntungkan pihak kreditur dan debitur. Kebijaksanaan pembayaran kredit yang ringan dan pelaksanaan eksekusi yang menguntungkan memang sangat tepat untuk diterapkan dalam negara Indonesia yang sedang membangun, yang bertujuan untuk mendorong pihak-pihak sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam pembangunan perumahan, khususnya rumah susun, sehingga dapat menaikkan taraf perekonomian negara Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yuli Supriyanti
"Saham sebagai agunan kredit dilakukan dengan cara gadai. Sebagai bukti penyertaan modal suatu perusahan, saham tergolong surat berharga dan termasuk dalam benda bergerak. Bank Rakyat Indonesia menerima saham atas nama, saham atas unjuk dan saham yang ditawarkan langsung di Bursa Efek sebagai agunan kredit. Henurut pasal 2 SK Bank Indonesia No. 26/68/93 saham hanya berfungsi sebagai agunan tambahan. Mengenai tata cara penggadaian saham di Bank Rakyat Indone sia mengaou pada Surat Edaran No. S. 61-Dir/SDH/4/89 tentang Jaminan Saham' Perseroan Terbatas. Tata cara penggadaian saham atas unduk/blangko berbeda dengan tata cara pengga daian saham atas nama. Untuk saham atas nama, dimana pada saham tersebut tercantum nama dari pemiliknya, pengalihannya selalu mendapat pengawasan dari pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itu, sahnya gadai saham atas nama terjadi pada saat terjadi pemberitahuan perihal penggadainnya itu kepada pengurus perseroan terbatas. Sedangkan untuk saham atas unjuk, dimana pemegangnya dianggap sebagai pemilik saham, maka sahnya gadai saham atas unjuk terjadi pada saat penyerahan (constitutum possesorium). Tata cara gadai saham yang penawarannya melalui Bursa Efek, sama dengan tata cara gadai saham atas nama. Proses pelaksanaan saham sebagai agunan tambahan kredit terjadi melalui dua tahapan, yaitu pertama perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya, kemudian tahap kedua yaitu perjanjian gadai saham. Dalam perdanjian gadai saham diatur diantaranya mengenai kuasa untuk mendual saham apabila debitur wanprestasi, hak hak pemberi gadai beralih kepada penerima gadai pada saat penanda tanganan perdandian gadai. Dalam prakteknya Bank Rakyat Indonesia belum pernah melakukan eksekusi dengan cara melelang saham."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20661
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Novarita Fitria Harjono
"Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah memberikan kesempatan kepada badan usaha negara, koperasi dan swasta untuk menyelenggarakan pembangunan perumahan dan permukiman. Badan usaha swasta penyelenggara perumahan dan permukiman yang biasa disebut developer banyak berdiri dikarenakan pasaran yang cukup luas di bidang ini. Mereka menawarkan berbagai bentuk perumahan dengan beraneka ragam fasilitas untuk menarik minat pembeli. Fasilitas sosial dan fasilitas umum yang lengkap merupakan salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi pembeli untuk menentukan pilihannya. Namun setelah melakukan pembelian rumah real estate, ternyata banyak terjadi keadaan dimana fasilitas sosial dan fasilitas umum tidak diselenggarakan sebagaimana yang ditawarkan oleh developer sebelumnya dalam brosur penawaran tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan memahami tentang: (a) hak pembeli perumahan real estate atas penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum, (b) prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian jual beli perumahan real estate, (c) saat dimana developer dapat dituntut untuk menyelenggarakan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Untuk meneliti obyek permasalahan digunakan metode deskriptif analitis, dengan data sekunder yang dikumpulkan dari studi kepustakaan dan studi lapangan. Seluruh data diolah dan dianalisa secara kualitatif. Pasal 24 UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menentukan bahwa badan usaha di bidang pembangunan perumahao wajib untuk membangun jaringan prasarana lingkungan dan mengkoordinasikan penyediaan utilitas umum. Dalam hal pemenuhan kewajiban tersebut, badan usaha di bidang pembangunan perumahan dikendalikan dan diawasi oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20439
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ponco Prawoko
"Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang bertujuan membantu masyarakat yang memerlukan rumah untuk dapat membeli rumah dengan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara. Pemberian KPR sebagaimana dalam pemberian kredit perbankan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitor. Persyaratan terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha calon debitor harus dipenuhi. Di dalam KPR biasanya yang dijadikan jaminan adalah berupa jaminan pokok, yaitu rumah yang dibeli dengan KPR beserta tanahnya. Untuk menjamin dan kepastian pelunasan utang debitor, maka dilakukan pengikatan jaminan terhadap rumah dan tanah obyek KPR. Bentuk lembaga pengikatan jaminan yang yang kuat adalah Hak Tanggungan, yang mempakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Masalah yang sering teijadi dalam pemberian KPR adalah todit macet, dimana debitor cidera janji dalam membayar kembali utangnya sesuai dengan yang dipeijanjikan. Di dalam masalah kredit macet biasanya BTN akan berusaha agar debitor masih dapat membayar angsurannya, dan apabila ternyata sama sekali tidak dapat meneruskan pembayaran angsuran, rumah beserta tanah tersebut akan diserahkan kepada pembeli lain yang bersedia meneruskan kreditnya atau akan dilakukan eksekusi benda obyek jaminan KPR melalui pelelangan umum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20680
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Setiani Rosy Atik
"Wanprestasi dalam Garansi Bank di P.T Bank Negara Indonesia (Persero), Skripsi, Agustus, 1996. Garansi Bank merupakan salah satu jenis usaha bank. Garansi bank diterbitkan untuk menjamin pihak ketiga apabila debitur wanprestasi. Dengan berkembangnya kegiatan usaha dalam bidang perdagangan dan pembangunan gedung ataupun jalan, mengakibatkan diperlukannya garansi bank. Pihak pemilik proyek biasanya mensyaratkan agar pelaksana proyek menyerahkan garansi bank. Begitu pula dalam bidang perdagangan. Perusahaan-perusahaan mensyaratkan adanya garansi bank untuk menjamin prestasi yang diperjanjikan. Garansi bank dapat diterbitkan karena adanya perjanjian pokok antara debitur dan pemegang garansi bank. Apabila debitur wanprestasi, pemegang garansi bank dapat mengajukan klaim agar garansi bank tersebut dicairkan. Penerbitan garansi bank sudah lazim dilakukan oleh bank. Namun dalam prakteknya sering menimbulkan masalah, terutama mengenai wanprestasi. Debitur menyatakan tidak wanprestasi tetapi pemegang garansi bank telah mengajukan klaim dengan alasan debitur wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20687
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library