Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Agus Iskandar
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan selalu mengundang perbedaan pendapat, dan Internasional hukum dari perbedaan ini , akan di hasilkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum. Demikian pula dengan masalah hukum yang pernah terjadi beberapa dasawarsa yang lalu setelah usainya perang dunia kedua, yaitu dengan dibentuknya Mahkamah Militer Internasional, untuk mengadili para penjahat perang dunia kedua. Fihak Sekutu sebagai pemenang perang berfikiran bahwa dai am perang dunia kedua ini kejahatan perang sudah dalam batas menghawatirkan peradaban manusia. Oleh sebab itu sanksi atas pelanggaran hukum perang harus ditegakan. Atas dasar hal itu maka didirikanlah Mahkamah Militer Internasional. Disisi lain fihak Jerman dan Jepang sebagai fihak yang kalah dalam perang tidak bisa menerima cara tersebut, karena selain mereka adalah fihak terdakwa, mereka juga beranggapan bahwa didirikannya mahkamah tersebut oleh Sekutu dan dilaksanakannya proses peradilanya oleh ahli-ahli hukum negara Sekutu, adalah merupakan balas dendam yang terselubung» Selain itu dalam pelaksanaannya, terdapat tatacara yang tidak lazim menurut tatanan hukum yang telah ada. Dalam kenyataanya, mahkamah tersebut tetap dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi perkembangan hukum internasional.
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Khadijah
Abstrak :
ABSTRAK
Pesatnya aktivitas pelayaran menyebabkan sengketa teritorial dan maritim yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya hak untuk berlayar, khususnya bagi kapal perang. Penguasaan secara de facto oleh Tiongkok atas fitur-fitur laut di Spartly, Paracel dan Scarborough Shoal dapat berimplikasi pada keberlakuan hukum domestik Tiongkok yang membatasi hak lintas damai kapal perang asing di laut teritorial dan aktivitas militer asing di ZEEnya. Klaim Tiongkok ini ditentang oleh Amerika dengan cara mengirimkan kapal perangnya untuk berlayar di perairan yang masih bersengketa tersebut di bawah misi FONOP. Dalam meneliti permasalahan ini, Penulis menggunakan metode penelitian berupa yuridis normatif. Adapun kesimpulan yang diperoleh dari permasalahan tersebut adalah klaim Tiongkok tidak dapat dibenarkan oleh hukum internasional, dengan demikian hak lintas damai tidak berlaku di perairan sekitar fitur-fitur yang diklaim negara tersebut dan kapal asing tetap dapat berlayar di bawah rezim kebebasan navigasi yang tertuang dalam Pasal 58 1 UNCLOS. Oleh sebab itu, seharusnya Amerika mengirimkan kapal perangnya untuk melakukan kebebasan navigasi. Selain itu, Tiongkok tidak berhak mengklaim ZEE dari fitur-fitur yang diklaimnya tersebut sehingga kebijakan atas aktivitas militer tidak dapat diterapkan. Tiongkok adalah negara yang telah meratifikasi UNCLOS, maka seyogyanya negara tersebut mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut.
ABSTRACT<>br> Territorial and maritime disputes occurring in the South China Sea have raised awareness among international communities regarding the impediment of navigational rights. China rsquo s de facto control on the sea features such as Spartly, Paracel and Scarborough Shoal possibly implies the enforcement of Chinese domestic laws that limit the innocent passage of foreign warships in territorial sea and foreign military activities in EEZ. However, America opposes Chinese claims by sending its warships to sail near disputed waters under FONOP mission. The research method used in this thesis is yuridis normatif. The conclusions derived from the problem are, Chinese claims cannot be justified by international law, therefore the right of innocent passage is not applicable in the waters surrounding the claimed features and foreign warships are able to sail under the regime of freedom of navigation provisioned in Article 58 1 UNCLOS. Therefore, America should have sent its warships under the freedom of navigation regime. On the other hand, China is not capable of claiming EEZ derived from the features, therefore the country cannot restrict military activities in the region. Moreover, as member of UNCLOS, China has obligation to follow the rules set up in the convention.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Piona Yosepine
Abstrak :
Skripsi ini akan membahas mengenai tinjauan aspek hukum internasional, khususnya dalam bidang Hak Asasi Manusia HAM dalam proses peradilan yang dilakukan oleh Pemerintah Australia kepada anak ndash; anak berkewarganegaraan Indonesia berupa penindakan dan pemenjaraan dengan cara yang seharusnya dilakukan kepada orang dewasa. Skripsi ini juga akan memperlihatkan permasalahan hukum yang timbul dari pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai negara dengan sistem hukum yang berbeda, beserta dengan langkah hukum yang dilakukan negara dalam menangani permasalahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sehingga skripsi ini akan meneliti permasalahan hukum yang timbul dari pelanggaran HAM dari sudut pandang relasinya dengan kekuatan dasar hukum serta pedoman hukum internasional tertulis yang mengatur mengenai perlindungan HAM anak, khususnya dalam aspek peradilan. Lebih lanjut skripsi ini akan memberikan gagasan - gagasan terkait kekuatan pengaturan hukum internasional serta peradilan anak. Pada akhirnya, akan diberikan kesimpulan mengenai penyebab timbulnya permasalahan beserta dengan masukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. ...... This paper will focus on the analysis of International Law, specifically Human Rights aspects, in the process which was conducted by the Government of Australia in arresting and imprisoning Indonesian children accused as Juvenile Smuggler, in a way and procedure that should only be done to adults. This paper will also show the cases of legal issues arising from the human rights violations occurred in several countries with various legal systems, and their legal actions in handling the case therein. As this paper is written with the normative juridical method of research, it will further analyze the legal issues of human rights violations in relations with the binding power of the relevant written international source of law, rules, and guidelines. Further, this paper will provide the ideas coherent with the binding power of international regulation on human rights as well as juvenile justice. At last, there will be a conclusion on the cause of the issues, along with the recommendation to resolve the problem.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marieta Nurnissa
Abstrak :
Hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang inheren dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya seringkali hak tersebut dirampas dari mereka yang tidak dianggap sebagai warga negara di suatu negara. Stateless persons sebagai sekumpulan individu yang tidak diakui oleh negara manapun seringkali mengalami pelanggaran atas hak asasi manusianya serta tidak mendapatkan perlindungan dari negara tempat mereka tinggal. Salah satu contoh stateless persons ialah kaum etnis Rohingya yang dianggap sebagai the most persecuted ethnic minority in the world. Skripsi ini menganalisis berbagai hak asasi manusia bagi stateless persons, khususnya kaum Rohingya; seperti hak untuk memiliki kewarganegaraan; serta tanggapan dari pemerintah Myanmar dan masyarakat internasional atas krisis tersebut. Kesimpulan yang diperoleh ialah hak asasi manusia yang paling utama bagi kaum etnis Rohingya ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan sebagai the right to have rights. Namun, terlepas dari tidak adanya status warga negara tersebut, penegakan atas hak asasi manusia bagi kaum etnis Rohingya sebagai hak yang inheren tetap harus dijalankan. ...... Human rights are considered inherent and cannot be arbitrarily deprived from one individual. However, the fact shows that many individuals are still arbitrarily deprived from their rights. Stateless persons, as certain individuals who are not considered as a citizen by the country they currently residing in, often experience the violation of their human rights and are not bound to any protection. One of the examples is the ethnic community of Rohingya whom UN considered as the most persecuted minority ethnic in the world. This thesis addresses the problem of human rights of stateless persons, especially the Rohingyas such as the right to nationality also, responses from the Myanmar government and the international community. The conclusion of the thesis is that the main right that should be given to the Rohingyas is the right to nationality, as the right to have rights. Nevertheless, despite of their status as stateless persons, their inherent human rights as human beings should still be enforced.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah I`tiqaf
Abstrak :
Meningkatnya masalah krisis kemanusiaan tentunya mengiringi munculnya berbagai operasi kemanusiaan atau yang biasa disebut humanitarian action dimana bantuan-bantuan tersebut dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah terkait kemanusiaan yang terjadi di banyak Negara. Humanitarian action ini melibatkan adanya humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance. Humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance merupakan dua konsep yang berbeda walaupun mereka berangkat dari tujuan yang sama. Terdapat beberapa perbedaan dari kedua konsep tersebut mulai dari bentuk keterlibatan, pihak yang dapat terlibat, dan status hukum pelaksanaan kedua konsep tersebut dalam keadaan konflik. Skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai perbedaan dari kedua konsep tersebut dan penerapan dari humanitarian assistance dalam keadaan konflik. Mekanisme dari pelaksanaan humanitarian assistance seringkali ditemukan adanya hambatan-hambatan yang membawa pengaruh buruk bagi keberlangsungan korban-korban konflik. Sepatutnya bagi negara-negara penerima bantuan tidak menutup diri karena dapat memperparah keadaan krisis kemanusiaan. Oleh karena itu seharusnya negara-negara penerima bantuan memanfaatkan bantuan-bantuan yang diberikan oleh PBB melalui organ-organnya dan organisasi kemanusiaan lainnya, guna memberikan perlindungan kepada penduduk yang menjadi korban konflik yang terjadi. ...... The rising humanitarian crisis made the emergence of various humanitarian operations or so called humanitarian action where the aid is considered as a solution to overcome the problems related to humanity that occurred in many countries. Humanitarian action involves humanitarian intervention and humanitarian assistance. Humanitarian intervention and humanitarian assistance are two different concepts even though they depart from the same goal. There are several differences between the two concepts ranging from the form of involvement, the parties involved, and the legal status of the implementation of the two concepts in a conflict country. This study basically explains the differences between the two concepts and the application of humanitarian assistance in the conflict country. Mechanisms of the implementation of humanitarian assistance are often found to be obstacles that have a negative impact on the survival of conflict victims. As the humanitarian recipient countries, they should not close themselves because it can worsen the situation of the humanitarian crisis. Therefore, the recipient countries should use the assistance provided by the UN through their organs and other humanitarian organizations, to provide protection to the victims of the conflict.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicole Annabella
Abstrak :
Skripsi ini membahas serta menganalisa konsep temporary protection sebagai bentuk perlindungan internasional yang diberikan oleh negara terhadap pencari suaka dan pengungsi di wilayah negaranya. Konsep temporary protection, yang secara klasik diterapkan sebagai bentuk perlindungan darurat dalam menganani pengungsi massal, telah dikembangkan untuk dapat mengatasi protection gap di negara-negara dimana tidak terdapat sistem perlindungan bagi pengungsi yang memadai. Di mayoritas Negara Bukan Pihak dari Konvensi 1951, pengungsi tidak diizinkan untuk menetap secara permanen, melainkan hanya diizinkan untuk menetap secara sementara. Namun, konflik bersenjata di berbagai negara, yang merupakan alasan utama bagi pengungsi untuk melarikan diri dari negara asalnya, masih belum kunjung berakhir. Di sisi yang lain, kesempatan untuk menetap secara permanen di negara ketiga, seperti Amerika Serikat dan Australia yang merupakan negara destinasi pengungsi yang populer, semakin menipis sejak awal abad ke-21. Hal ini mengakibatkan semakin berlarutnya permasalahan pengungsi, terutama di negara-negara transit seperti di kawasan Asia Tenggara. Masalah mulai muncul saat mayoritas negara-negara transit bagi pengungsi bukanlah Negara Pihak dari Konvensi 1951 yang pada umumnya tidak mengizinkan pengungsi untuk masuk ke wilayah negaranya, memulangkan pengungsi secara paksa ke negara asalnya, dan/atau tidak memberikan hak-hak yang memadai bagi pengungsi. Skripsi ini akan membahas berbagai praktik temporary protection, terutama di negara-negara transit di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia, serta menganalisa apakah kebutuhan mendasar dari pengungsi di negara tersebut terpenuhi yaitu: Akses masuk ke negara untuk mendapat perlindungan, tidak dipulangkannya pengungsi secara paksa ke negara asalnya dan hak-hak kehidupan yang mendasar. Praktik di negara-negara tersebut akan dianalisa berdasarkan UNHCR Guidelines on Temporary Protection and/or Stay Arrangements yang dianggap sebagai standar yang ideal bagi kebijakan temporary protection atau perlindungan sementara. Dalam skripsi ini akan dibahas pula mengenai keabsahan dari kebijakan-kebijakan negara yang hanya melindungi pengungsi secara sementara. Penulis akan menyimpulkan skripsi ini dengan menyarankan negara-negara di dunia yang menerapkan skema temporary protection untuk menyesuaikan kebijakannya dengan standar-standar yang ditetapkan dalam UNHCR Guidelines on Temporary Protection and/or Stay Arrangements. ...... This thesis aims to discuss and analyze the concept of temporary protection as a form of international protection provided by states for asylum seekers and refugees inside their territories. The concept of temporary protection, which was classically implemented as an emergency response to mass influx situations, has been expanded further to cover protection gaps in countries where adequate responses to refugee situations don 39 t exist. In most non signatory countries, refugees do not have the option to settle permanently. Instead, they are only permitted to stay temporarily. However, on going armed conflict in many states, which was the primary reason for refugees to flee out of their countries at the first place, is still far from coming to an end. At the same time, resettlement quotas in popular destination countries, such as United States of America, Australia and so on, have been dramatically reduced since the beginning of the 21st century. This resulted in protracted refugee situations in transit countries such as in Southeast Asia. Problem arises when most transit countries happened to be non signatories to the 1951 Refugee Convention, where refugees can either be denied entry into the country, prone to forcible return, and or are granted no meaningful rights to continue their lives during their stay. This thesis will then discuss the practices of temporary protection, especially in transit countries in Southeast Asia such as Malaysia and Indonesia on whether or not the three basic rights for refugees Entry into country of asylum, protection from involuntary return and basic minimum treatment. The practices shall then be assessed based on the UNHCR Guidelines on Temporary Protection and or Stay Arrangements which is considered as the ideal form of temporary protection provided by states to refugees. This thesis will also analyzes the legality of states 39 policies that only provide protection to refugees in a temporary manner. The author will conclude this thesis with a suggestion to states that implement temporary protection scheme for refugees to live up to the standards in UNHCR Guidelines on Temporary Protection and or Stay Arrangements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library