Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elfian Putra Ifadi
"Akibat program pembangunan bidang kelautan di masa lalu pelaksanaannya menunjukkan hasil yang kurang optimal dan cenderung tidak berkelanjutan (unsustainable), kehidupan perikanan rakyat tetap masih memprihatinkan. Untuk itu pemerintah senantiasa berusaha mengangkat derajat komunitas pesisir tersebut dengan berbagai program pembangunan.
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada tahun 2001. Program yang dibiayai dengan dana subsidi BBM tersebut, fokus utamanya adalah pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir berbasis sumber daya lokal serta pengembangan kapasitas kewirausahaan yang terorganisir secara baik. Tujuan program adalah tercapainya pendayagunaan sumber daya pesisir dan lautan secara lestari.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dengan dilaksanakannya Program PEMP tersebut di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Penelitian ini pendekatannya kualitatif dengan dukungan data kuantitatif yang tidak diperlakukan secara statistik. Informan penelitian ditentukan dengan cara purposive sampling yakni sebanyak 20 orang; terdiri dari aparat pemerintah, pihak pengelola program, serta pemuka masyarakat. Sedangkan responden ditentukan dengan cara yang sama yaitu sebanyak 53 orang nelayan penerima manfaat. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in depth interview) langsung dengan informan kemudian dilakukan observasi lapangan. Data kuantitatif dari nelayan pemanfaat dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen atau arsip. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian menemukan pelaksanaan Program PEMP telah meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Meski masih ada kekurangan dalam pelaksanaan yaitu strategi pengelolaan kegiatan yang terlalu berorientasi hasil (out put) bukan pada proses kegiatan, akan tetapi telah cukup merubah pola nelayan mencari ikan di laut.
Sebelumnya mereka selalu dihadapkan pada masalah kekurangan alat (teknologi), tetapi sekarang nelayan memiliki alat tangkap yang dikelola berkelompok sesuai keinginan mereka. Dengan adanya alat tangkap yang lebih baik, walaupun operasionalnya masih relatif konvensional dan cenderung bersifat subsisten, tetapi 34 orang (64,15 persen) penerima manfaat (responden) menyatakan penghasilan mereka bertambah setiap bulan. Pengelolaan usaha dengan cara masih konvensional tersebut adalah akibat tidak diberikannya pelatihan oleh konsultan yang seharusnya dilakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh program maupun langkah-langkah pemberdayaan masyarakat.
Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan. Pertama yakni karena pihak luar dalam hal ini aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang serta aparat kecamatan dan kelurahan sangat berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan nelayan. Hal ini diakui oleh 24 orang (45,28 persen) responden. Termasuk 21 orang lagi (39,62 persen) responden yang menyatakan bahwa semua pihak termasuk aparat pemerintah terlibat aktif. Kedua; adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Diakui oleh 18 orang (33,96 persen) responden bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru oleh pelaksanaan program. Ketiga; keikutsertaan dalam organisasi. Dengan dukungan terbiasanya nelayan pemanfaat ikut berorganisasi, maka akan memudahkan bagi pengelola mengorganisir usaha ekonomi produktif mereka. Sebanyak 45 orang (84,91 persen) responden ikut terlibat dalam kegiatan berbagai organisasi dengan berbagai posisi dan kader keaktifan. Keempat; karena pemberdayaan dimulai dari rumah tangga. Eksistensi rumah tangga sangat menentukan dalam pemberdayaan. Karena rumah tangga tidak terlepas dari berbagai tuntutan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka penghasilan keluarga harus diperbaiki. Sebanyak 52 orang (98,11 persen) responden adalah kepala keluarga yang mempunyai tanggungan rata-rata enam orang setiap keluarga. Kelima, karena baiknya partisipasi. Sebanyak 37 orang (69,81 persen) responden menyatakan bahwa mereka selalu aktif mengikuti kegiatan. Keenam yaitu kerjasama, dimana sebanyak 49 orang (92,45) responden sangat kooperatif. Mereka bersedia membantu setiap kegiatan tanpa perlu diminta. Ketujuh yakni adanya kaderisasi yang ditandai dengan tanggung jawab pengurus kelompok sangat bisa diandalkan untuk memelihara keberlanjutan program, karena senantiasa memotivasi dan mengawasi kegiatan anggota. Sebanyak 10 orang (18,86 persen) responden dianggap bisa diandalkan untuk menjadi kader karena punya motivasi untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuannya kepada masyarakat.
Hasil penelitian merekomendasikan usulan, pertama; agar disusun program lanjutan oleh Pemerintah Daerah untuk kelanjutan Program PEMP tersebut agar lebih berhasil. Kedua, struktur dan mekanisme kegiatan organisasi LEPP-M3 harus dibenahi cara kerjanya. Ketiga, pemantauan dan pengawasan kegiatan KMP harus lebih optimal oleh Dinas Perikanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Sulaeman
"Masalah penyalahgunaan Napza merupakan persoalan yang banyak mendapat sorotan berbagai pihak, hal ini diantaranya disebabkan banyaknya remaja sebagai generasi penerus menjadi korban. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja melakukan penyalahgunaan Napza adalah karena pengaruh negatif kelompok teman sebaya. Pengaruh kelompok teman sebaya bisa juga berdampak positif yaitu dengan mengarahkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam proses pemulihan. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien residers pada remaja penyalahguna Napza dalam menunjang proses pemulihan.
Bedasarkan pokok permasalahan tersebut kemudian dilakukan studi kasus terhadap 4 empat orang remaja klien/residen pada Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi Badan Narkotika Nasional. Tujuannya adalah untuk: (1) Menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen pada remaja penyalahguna Napza dalam membantu merubah perilaku. (2) Menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen pada remaja penyalahguna Napza dalam membantu memecahkan masalah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam menunjang proses pemulihan. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan tujuan penelitian. Informan penelitian ini terbagi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu empat orang remaja penyalahguna Napza yang menjadi klien di Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi dan kelompok kedua yaitu tiga orang petugas atau konselor pada Balai tersebut.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah indepth interview, observasi dan studi dokumentasi, sedangkan analisa data yang digunakan adalah sesuai dengan pendekatan kualitatif meliputi langkah-langkah mereduksi data, mengorganisasi data, dan menginterpretasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pengaruh kelompok sebaya sesama klien/residen dalam proses pemulihan remaja penyalahguna Napza sangat besar dan positif bagi perubahan perilaku, yaitu dari perilaku yang negatif sebagai akibat dari penyalahgunaan Napza seperti tidak disiplin, kurang tanggung jawab, malas dan manipulatif kepada perilaku positif seperti disiplin; bertanggung jawab terhadap diri, orang lain dan pekerjaan; jujur mengakui kesalahan, berani mengungkapan perasaan serta masalah secara terbuka. (2) pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen juga sangat besar dalam membantu residen memecahkan masalah. Mereka dapat melihat masalah dari pandangan dan pengalaman orang lain, serta dapat pula membimbing mereka dalam merumuskan rencana ke depan setelah keluar dari rehabilitasi. Dalam kaitan kedua hal itu setiap residen aktif berpartisipasi, memberikan kontribusi berupa saling memberikan perhatian, teguran mulai yang ringan sampai teguran keras, dorongan atau motivasi, hubungan dan kerja sama, nasihat, saling berbagi (sharing) dan menjadi panutan (role model).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dapat berdampak positif, menyediakan solusi bagi upaya pemulihan terhadap remaja penyalahguna Napza yaitu membantu merubah perilaku dan memecahkan masalah. Qleh karena itu disarankan Pertama, Departemen Sosial dalam upaya rehabilitasi dapat mengembangkan pedoman, juklak, juknis dan melakukan pelatihan bagi pelatih tingkat nasional tentang cara-cara pengelolaan kelompok teman sebaya bagi rehabilitasi korban Napza. Kedua, para petugas rehabilitasi korban penyalahgunaan Napza, diharapkan dapat mengoptimalkan peran kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam upaya pemulihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Momon Sulaeman
"Pendidikan merupakan salah satu bidang pembangunan sosial yang sangat strategis terutama pendidikan dasar. Pada pendidikan dasar terjadi proses pembentukan dasar pengetahuan, keterampilan, sikap serta iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi masyarakat yang menunjukkan sikap dan prilaku yang memprihatinkan perlu ditanggulangi secepatnya. Salah satu upaya penanggulangannya adalah dengan mendidik generasi muda melalui pendidikan yang berkualitas.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, salah satunya adalah guru yang kompeten. Guru sebagai agen pembaharu dalam perubahan sosial, kompetensinya perlu terns menerus ditingkatkan agar dapat berperan aktif secara konstruktif dalam perubahan sosial.
Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru, salah satunya adalah sistem pembinaan kompetensi melalui gugus sekolah. Gugus Sekolah merupakan kumpulan dari tiga sampai delapan sekolah dasar yang berada dalam Iingkungan terdekat. Gugus sekolah sebagai wadah pemberdayaan guru secara kelompok melibatkan pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru yang ada dalam gugus tersebut. Aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam gugus sekolah ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan guru.
Gugus sekolah yang telah melakukan pemberdayaan dengan baik merupakan suatu inovasi yang perlu disebarluaskan kepada gugus lain untuk menjadi model dan motivasi. Gugus sekolah memberikan manfaat yang besar terhadap tahap pembentukan kelompok, pola interaksi kelompok, proses kelompok serta kohesitas kelompok. Selain itu perlu dideskripsikan aktivitas-aktivitas pemberdayaan yang telah dilakukan oleh gugus sekolah sehingga upaya pemberdayaan yang dilakukan gugus lebih terarah. Untuk itu penelitian ini akan mendeskripsikan manfaat gugus sekolah sebagai kelompok serta aktivitas-aktiivitas pemberdayaan yang dilakukan di dua gugus sekolah di Kelurahan Pasarminggu Jakarta Selatan.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan manfaat gugus serta aktivitas-aktivitas pemberdayaan yang dilakukan Gugus Mujair dan Gugus Palapa di Kelurahan Pasarminggu Jakarta Selatan. Untuk mencapai tujuan dipilih pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskripitif. Melalui pendekatan tersebut proses pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, studi dekumentasi, wawancara mendalam dan pengamatan terhadap sumber-sumber data.
Kerangka teori yang melandasi penelitian ini yaitu tentang pemberdayaan kelompok, pola interaksi dalam kelompok, proses yang terjadi dalam kelompok, kohesitas kelompok, gugus sekolah serta teori tentang kompetensi guru, khususnya guru sekolah dasar.
Temuan-temuan panting penelitian bahwa gugus sekolah memiliki potensi sebagai wadah pemberdyaan karena daiam proses pembentukannya memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang terlibat daiam pendidikan dasar. Kelompok gugus sekolah merupakan salah satu upaya pemberdayaan dengan pendekatan pembangunan sosial yang memberikan manfaat yang besar dalam interaksi kelompok, proses dalam kelompok, serta peningkatan kohesitas kelompok.
Analisis terhadap temuan-temuan merumuskan bahwa gugus sekolah memberikan manfaat yang besar daiam upaya pemberdayaan guru sekolah dasar. Selain itu ananlisis penelitian ini menggunakan tujuh aspek yang dijadikan ukuran pemberdayaan gugus yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan, suasana kerja, kerjasama, kemandirian dalam melaksanakan tugas, pemahaman dan komitmen terhadap tujuan, menerima dan memberikan pelatihan, memberikan kontribusi untuk pemecahan masalah.
Berdasarkan temuan dan analisis dapat disimpulkan gugus sekolah memberikan manfaat yang bermakna terhadap guru yang terlibat dalam gugus Mujair dan gugus Palapa. Kedua gugus inipun telah melakukan pemberdayaan yang berpedoman kepada tujuh aktivitas pemberdayaan.
Penelitian ini menyarankan agar faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penyelengaraan gugus sekolah seperti komunikasi, transparansi, penyusunan dan sosialisasi program gugus, pengakuan dan penghargaan terhadap guru, pemahaman terhadap tujuan dan komitmen terhadap tujuan terus ditingkatkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destarina Sari Indarti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S7730
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2008
305.23 UJI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juliarti
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ferry Firdaus
"Pada umumnya sampai saat ini orang berpendapat bahwa siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi biasanya akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula, karena intelegensi merupakan bekal utama yang akan memudahkan dalam proses belajar yang akhimya akan menghasilkan prestasi belajar yang maksimal. Walaupun demikian dalam kenyataan sering ditemukan siswa yang prestasi belajarnya tidak sesuai dengan tingkat intelegensinya. Ada siswa yang memiliki kemampuan intelegensi relatif tinggi tetapi relatif rendah prestasi belajamya, balikan ada siswa yang walaupun intelegensinya relatif rendah dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Prestasi belajar hanya dapat dilihat dari indikator prestasi akademik pada bidang studi sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya umumnya hanya dikaitkan dengan Intelligence Quotient (IQ). IQ dipandang oleh banyak praktisi pendidikan sebagai faktor utama penentu keberhasilan proses belajar. Daniel Goleman penulis buku Emotional Intelligence (El) menjelaskan bahwa manusia mempunyai dua jenis intelegensi, yaitu intelegensi rasional (IQ) dan intelegensi emosional (El). Dua intelegensi itu sangat berperan besar dalam kehidupan termasuk dalam keberhasilan belajar. El diperlukan untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang muncul baik dari dalam diri siswa maupun dari luar siswa yang dapat secara langsung mempengaruhi kesejahteraan psikologis siswa. Dalam proses belajar siswa ke 2 jenis intelegensi ini sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi EI. Siswa tidak akan dapat belajar dengan baik tanpa antisipasi penghayatan emosional akan mata pelajaran yang disajikan di sekolah. Selama ini dalam pengukuran IQ kemampuan emosi tidak diperhitungkan dan ini tampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan yang ada lebih menitikberatkan pada upaya mencerdaskan rasional anak dibanding merangsang kemampuan emosi. Dengan kata lain sistem pendidikan yang kurang merangsang kemampuan emosi mengakibatkan siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pelajaran atau untuk memiliki pikiran yang jernih. Obyek penelitian kali ini adalah siswa sebuah SMU di Jakarta Timur yaitu SMU 14. Sampel yang diambil sebesar 223 siswa atau 30% dari 741 siswa yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 3 yang umumnya berusia sekitar 15 hingga 18 tahun. Teknik sampling yang dipakai adalah stratified random sampling. Responden terdiri dari 106 siswa dan 117 siswi. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dengan nilai korelasi pearson sebesar 0,693 dan koefisien determinasi 0,48 atau 48%. Pengaruh positif tersebut menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional maka semakin baik pula prestasi belajarnya. Sebaliknya semakin lemah kecerdasan emosional maka semakin menurun pula prestasi belajarnya. Koefisien determinasi sebesar 48% menunjukkan adanya pengaruh faktor-faktor lain atau variabel variabel lain selain kecerdasan emosional sebesar 52%.

In general, to this day, people are of the opinion that students who have a high level of intelligence will usually obtain high learning achievements, because intelligence is the main provision that will facilitate the learning process which will ultimately result in maximum learning achievements. However, in reality it is often found that students whose learning achievements do not match their level of intelligence. There are students who have relatively high intelligence abilities but relatively low learning achievements. Conversely, there are students who, even though their intelligence is relatively low, can achieve relatively high learning achievements. Learning achievement can only be seen from indicators of academic achievement in the field of study, while the factors that influence it are generally only associated with Intelligence Quotient (IQ). IQ is seen by many educational practitioners as the main factor determining the success of the learning process. Daniel Goleman, author of the book Emotional Intelligence (El), explains that humans have two types of intelligence, namely rational intelligence (IQ) and emotional intelligence (El). These two intelligences play a big role in life, including success in learning. El is needed to overcome challenges and obstacles that arise both from within the student and from outside the student which can directly affect the student's psychological well-being. In the student learning process these two types of intelligence are very necessary. IQ cannot function properly without the participation of EI. Students will not be able to learn well without anticipating emotional appreciation of the subjects presented at school. So far, when measuring IQ, emotional abilities are not taken into account and this can be seen in the education system in Indonesia. The existing education system focuses more on efforts to educate children's rational abilities rather than stimulating emotional abilities. In other words, an education system that does not stimulate emotional abilities results in students who cannot muster a certain amount of control over their emotional lives, experiencing inner battles that rob them of their ability to concentrate on lessons or to have a clear mind. The objects of this research were students from a high school in East Jakarta, namely SMU 14. The sample taken was 223 students or 30% of 741 students spread from class 1 to class 3, generally aged around 15 to 18 years. The sampling technique used was stratified random sampling. Respondents consisted of 106 students and 117 female students. The results obtained from this research are that there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and learning achievement with a Pearson correlation value of 0.693 and a coefficient of determination of 0.48 or 48%. This positive influence shows that the better the emotional intelligence, the better the learning achievement. On the other hand, the weaker the emotional intelligence, the lower the learning achievement will be. The coefficient of determination of 48% indicates the influence of other factors or variables other than emotional intelligence of 52%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oriyansih Andrikas
"Pendidikan pada dasarnya terkait erat dengan pembangunan sumber data manusia. Hal ini dikarenakan dengan adanya pendidikan maka sebuah bangsa akan menjadi cerdas dan maju yang mencinikan tingginya kualitas sumber daya manusia Berbicara masalah pendidikan berarti berbicara pula mengenai anak-anak sebagai calon penerus bangsa dimana anak-anak merupakan objek pendidikan yang paling utama. Pada tahun 2005, anak-anak terdapat lebih dari 20 juta jiwa atau 20% dari total penduduk Indonesia. Hal tersebut merupakan kekuatan yang sangat potensial dikarenakan anak adalah modal pembangunan yang akan memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan fisik, mental, dan sosial Indonesia. Sebagai calon penerus bangsa, anak-anak tidak hanya membutuhkan pendidikan secara tekstual tapi juga hal-hal yang menunjang dalam proses pendidikan seperti kesehatan dan gizi yang baik. Namun demikian, sampai saat ini masalah gizi dan kesehatan menjadi sebuah masalah yang belum terselesaikan dengan baik. Masih banyak anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Padahal gizi dan kesehatan sangat diperlukan terutama dalam tumbuh kembang seorang anak. Dengan melihat kenyataan tersebut, pemerintah sejak tahun 1996/1997 merencanakan sebuah program yang diben nama PMT-AS atau program Pemberian Makanan Tambahan Untuk Anak Sekolah. Program PMT-AS pada dasarnya ditujukan terutama untuk siswa sekolah dasar yang berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan gizi dan kesehatan yang pada akhirnya dapat mendorong pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Pada awalnya program ini hanya ditujukan untuk desa-desa yang tergolong tertinggal. Namun sejak tahun 2000, program PMT-AS mulai menjangkau wilayah miskin perkotaan diantaranya di propinsi DKI Jakarta. Dari keseluruhan sekolah yang diberikan bantuan, SDN Gandaria Utara 06 Petang menjadi satu-satunya sekolah petang di Kecamatan Kebayoran Baru yang telah mendapatkan bantuan mulai dari tahun 2000. Namun demikian, pelaksanaan program PMT-AS di SDN Gandaria Utara 06 Petang dari tahun ke tahun terus mengalami penyusutan. Padahal bila melihat hasil status gizi siswa yang diberikan bantuan, tidak terlihat peningkatan berarti dari sebelum ataupun sesudah diberikan bantuan. Karena itu, penelitian ini lebih menekankan pada proses pelaksanaan dan hambatan terutama pada tiga siswa penerima bantuan PMT-AS di SDN Gandaria Utara 06 Petang Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif ternyata menemukan bahwa makanan tambahan yang diberikan selama ini belum memberikan pengaruh dalam tiga informan tersebut. Hal ini dikarenakan makanan tambahan yang diberikan jarang sekali disantap oleh mereka. Banyak alasan yang menyebabkan mereka jarang menyantap makanan tambahan tersebut dari mulai jenuh dengan makanan yang diberikan, pribadi yang memang susah makan, faktor keluarga, dampai pada faktor teman bermain. Penelitian ini menggunakan teori Bronfenbrenner mengenai sistem ekologi sosial dimana individu menjadi inti dari sistm tersebut. Berbagai sistem melingkari individu mulai dari mikrosistem yaitu keluarga, sekolah, dan teman bermain. Mesosistem yaitu hubungan antara sekolah dan keluarga, eksosistem yaitu peraturan pemerintah mengenai PMT-AS samapi dengan makrosistem yaitu budaya masyarakat sekitar. Dalam hal ini peraturan pemerintah mengenai PMT-AS yang berada pada tataran eksosistem kurang memperhatikan mikrosistem dan mesosistem yang pada dasarnya berperan besar dalam membentuk kepribadian anak dan mempengaruhi keberjalanan program tersebut. Pemerintah hanya melihat sekolah sebagai satu-satunya faktor untuk menunjang keberjalanan program PMT-AS. Karena itu, dengan hasil penelitian yang ada maka diperlukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Solusi pertama adalah dengan menyiapkan petugas khusus diluar struktur sckolah untuk fokus dalam menangani program PMT-AS sehingga pihak sekolah tidak merasa terganggu dengan program tersebut. Selain itu, jenis makanan tambahan yang ada sebaiknya diganti dengan pemberian susu dan vitamin. Hal ini dikarenakan selama ini, makanan tambahan yang diberikan hanya berupa makanan kudapan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan status gizi. Selain itu, makanan tambahan yang diberikan pun jarang disantap dengan alasan jenuh dan lain sebagainya. Dengan adanya penggantian jenis makanan tambahan tersebut diharapkan status gizi dapat meningkat lebih baik dan hanya menjangkau mereka yang mengalami kekurangan gizi.

Education is basically closely related to the development of human data sources. This is because with education, a nation will become intelligent and advanced, which reflects the high quality of human resources. Talking about education matters also means talking about children as potential future successors of the nation where children are the most important object of education. In 2005, there were more than 20 million children or 20% of Indonesia's total population. This is a very potential force because children are development capital that will maintain and develop the results of Indonesia's physical, mental and social development. As future candidates for the nation, children not only need textual education but also things that support the educational process such as good health and nutrition. However, until now the issue of nutrition and health is a problem that has not been resolved properly. There are still many children who suffer from malnutrition. Even though nutrition and health are very necessary, especially in the growth and development of a child. By looking at this reality, the government since 1996/1997 planned a program called PMT-AS or the Supplementary Food Provision for School Children program. The PMT-AS program is basically aimed primarily at elementary school students who are at the lower middle economic level. The aim of the program is to improve nutrition and health which in turn can encourage the implementation of 9 years of compulsory basic education. Initially this program was only aimed at villages that were classified as underdeveloped. However, since 2000, the PMT-AS program has begun to reach poor urban areas, including the DKI Jakarta province. Of all the schools that received assistance, SDN Gandaria Utara 06 Petang is the only evening school in Kebayoran Baru District that has received assistance starting in 2000. However, the implementation of the PMT-AS program at SDN Gandaria Utara 06 Petang continues to decline from year to year. In fact, if you look at the results of the nutritional status of students who were given assistance, there is no significant improvement from before or after being given assistance. Therefore, this research places greater emphasis on the implementation process and obstacles, especially for the three students who received PMT-AS assistance at SDN Gandaria Utara 06 Petang. Research that used a qualitative approach and descriptive research type apparently found that the additional food provided so far had not had an impact on the three informants. This is because the additional food given is rarely eaten by them. There are many reasons why they rarely eat additional food, ranging from being bored with the food they are given, individuals who have difficulty eating, family factors, to playmate factors. This research uses Bronfenbrenner's theory regarding social ecological systems where individuals are the core of the system. Various systems surround individuals starting from microsystems, namely family, school and playmates. Mesosystem, namely the relationship between school and family, exosystem, namely government regulations regarding PMT-AS, to macrosystem, namely the culture of the surrounding community. In this case, government regulations regarding PMT-AS which are at the ecosystem level pay little attention to the microsystem and mesosystem which basically play a big role in shaping the child's personality and influencing the success of the program. The government only sees schools as the only factor to support the success of the PMT-AS program. Therefore, with the existing research results, a solution is needed to overcome this problem. The first solution is to prepare special officers outside the school structure to focus on handling the PMT-AS program so that the school does not feel disturbed by the program. Apart from that, the existing types of additional food should be replaced with milk and vitamins. This is because so far, the additional food given has only been in the form of snacks which have little effect on improving nutritional status. Apart from that, the additional food given is rarely eaten for reasons of boredom and so on. With the replacement of additional types of food, it is hoped that nutritional status can improve better and only reach those who are malnourished"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madina Muhammad
"Skripsi ini membahas pelaksanaan tahapan Gather Information dalam Metode Individual Education Plan (IEP) yang dilakukan oleh Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia (YPKAI) pada kegiatan Hospital Schooling di Bangsal Kanker Anak Dharmais. Penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan tahapan Gather Information dilakukan oleh Tenaga Pengajar. Tahapan ini bertujuan untuk melihat kebutuhan pendidikan klien kanker anak agar Rencana Belajar (Lesson Plan) sesuai kebutuhan anak dan tidak mengahambat perawatan kanker mereka. Untuk memperbaiki pelaksanaanya, YPKAI harus membuat tim pelaksana Gather Information dengan adanya pekerja sosial didalamnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>