Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
T. Zulfikar Y.
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan antara kelompok etnis maupun perbedaan dari masing-masing etnis terhadap etnis Aceh.dalam memilih tujuan migrasi keluar Nanggroe Aceh Darussalam. Disamping itu juga melihat perbedaan antar etnis dan faktor individu seperti tingkat pendidikan dan status pekerjaan dengan interaksi diantara 3 faktor tersebut.
Alat yang digunakan untuk menganalisa masalah yang dipelajari adalah Multinomial Logistik. Model ini digunakan karena variabel terikat dari penelitian ini yaitu tujuan migran yang keluar dari Nanggroe Aceb Darussalam adalah variabel katagorik dan variabel katagoriknya lebih dan dua.
Ada tiga tujuan migrasi yang menjadi variabel terikat, yaitu; Propinsi-propinsi lainnya di Sumatera, Pulau Jawa dan lainnya sebagai pembanding. Untuk variabel bebas ada enam kelompok etnis yang dianalisa yaitu: etnis Jawa, etnis Batak, etnis Melayu, etnis Minangkabau, etnis lainnya dan etnis Aceh sebagai pembanding.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data mentah (raw data) dari Sensus Penduduk (SP 2000) untuk data tingkat individu, sedangkan untuk data makro diambil dari data sekunder yang telah dipublikasi Badan Pusat Statistik.
Dari hasil analisis ditemukan variabel-variabel yang mempunyai hubungan terbalik dengan migrasi seperti tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan jumlah migran keluar seanakin menurun. Demikian juga untuk kelompok umur terjadi penurunan jumlah migran jika semakin meningkatnya umur.
Dan hasil estimasi terhadap model yang digunakan untuk melihat perbedaan antar etnis maupun perbedaan dari masing-masing etnis terhadap etnis Aceh, secara statistik signifikan. Migran yang menuju propinsi-propinsi lainnya di Sumatera hanya kelompok etnis lainnya memiliki rasio kecendrerungan yang lebih kecil dibandingkan etnis Aceh, sedangkan untuk tujuan Pulau Jawa semua etnis memiliki rasio kecenderungan lebih kecil dibandingkan etnis Aceh.
Dengan memperhatikan interaksi etnis dengan migran yang bekerja, etnis Aceh yang menuju Sumatera memiliki rasio kecenderungan yang lebih kecil dibandingkan etnis yang lain, sedangkan untuk tujuan pulau Jawa adalah sebaliknya. Untuk pendidikan SLTP keatas etnis Aceh memiliki rasio kecenderungan yang lebih besar baik yang menuju Sumatera maupun pulau Jawa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamik Indaryani
"Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, sejahtera baik lahir maupun batin. Selama jangka panjang tahap I secara Nasional Pembangunan yang telah dilaksa.nakan memba.wa keberhasilan di berhagai bidang. Salah satu bidang yang menjadi perhatian peaierintah dan segenap masyarakat adalah pengentasan kemiskinan yang selama kurun waktu tersebut telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 40 % pada tahun 1976 menjadi 26 % pada 1980 dan hanya tinggal 15% dari jumlah penduduk pada tahun 1990 atau sekitar 27 juta orang (BPS, 1991).
Definisi yang dipergunakan BPS untuk penduduk miskin adalah pemenuhan kebutuhan fisik minimum per orang per hari yaitu 2100 kalori atau sama dengan pendapatan perkapita perbulan yaitu Rp. 20.614,- untuk daerah perkotaan dan Rp. 13.295,- perkapita perbulan untuk daerah pedesaan. Dengan definisi ini jumlah penduduk miskin yang ada di daerah perkotaan pada tahun 1990 adalah 16,76 % atau sekitar 9,4 juta orang yang telah turun dari angka sebelumnya yaitu sebesar 29,04 % atau sekitar 9,5 juta pada tahun 1980, pada periode sebe1umnya (1976) angka tersebut adalah 36,79 % atau sekitar 10 juta?."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T3040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Abdul Madjid. S
"ABSTRAK
Keberhasilan program kependudukan di Indonesia memberikan kontribusi sangat berarti kepada keberhasilan pembangunan pada umumnya. Hasil upaya tersebut menyatu dalam ujud nyata yang telah dirasakan masyarakat, terbukti dengan adanya pengakuan dan penghargaan yang datang dari berbagai kalangan, bahkan dari luar negeri.
Salah satu bukti keberhasilan itu antara lain angka fertilitas telah menurun dari 5.5 pada periode 1967-1970 menjadi 3.3 pada periode 1584-1987. Dan diramalkan bahwa pada tahun 2000 wanita Indonesia usia 15-49 akan menunjukkan fertilitas sebesar 2.7, Suyono (1989).
Pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat tidak hanya cukup bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai, melainkan sadar bahwa masih banyak hal yang perlu terus diupayakan agar dengan itu dapat mempertahankan dan sekaligus meraih keberhasilan yang lebih baik lagi.
Upaya-upaya tersebut antara lain melakukan berbagai studi, seperti dalam bidang kependudukan dan bidang-bidang lainnya yang lebih rinci dan berkesinambungan.
Guna mencapai sasaran secara konsisten sebagaimana diharapkan, maka penguasaan aspek-aspek kependudukan seperti faktor-faktor yang menentukan fertilitas, perlu dikaji ulang dengan kontinyu dan simultan; melalui berbagai studi multidisipliner. Hal ini perlu, karena hasil-hasil studi yang telah ada akan senantiasa dirasakan masih belum memadai baik jumlah maupun ragamnya. Kurangnya hasil penelitian ini tidak saja dirasakan di kota-kota besar, di tingkat daerah sekalipun akan terjadi hal serupa sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai bidang.
Berkenaan dengan kurangnya hasil-hasil penelitian tersebut seperti hasil analisis fertilitas di propinsi Sumatera Selatan, dirasakan menambah adanya kendala, khususnya yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan baik sektoral maupun global. Hal ini memperkuat niat penulis untuk melakukan studi ini.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Wesli
"Sejumlah peneliti mengajukan argumen bahwa motif utama penduduk melakukan migrasi adalah harapan yang bersifat ekonomi. Akan tetapi dalam studi ini ingin ditunjukkan bahwa keputusan yang dipertimbangkan oleh calon migran tidak hanya bersifat dikotomi - pindah atau tidak - tetapi lebih bervariasi, sebagaimana ditunjukkan oleh tujuan perpindahan yang dilakukan.
Dalam studi ini tujuan-tujuan migrasi dikelompokkan secara garis besar menjadi tujuan pasar kerja dan non pasar kerja, dan determinan yang mempengaruhi pilihan-pilihan tujuan migrasi tersebut adalah faktor-faktor sosio-demografis migran,jarak perpindahan. dan adanya relasi migran di tempat tujuan. Tujuan pasar kerja dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu tujuan bekerja atau sudah mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan. dan tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan tujuan non pasar kerja dikelompokkan menjadi kelompok migran tujuan pendidikan/pelatihan. ikut keluarga dan tujuan lainnya.
Dengan menggunakan konsep perpindahan antar desa/kelurahan dan batas waktu tinggal enam bulan di tempat tujuan hasil tabulasi data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) tahun 1993 menunjukkan bahwa 47.8 persen responden-vang berusia 15 tahun atau lebih pada saat survei pernah melakukan perpindahan melintasi batas desa/kelurahan. Tidak ada perbedaan persentase yang mencolok antara migran perempuan dan laki-laki, karena persentase migran perempuan mencapai 49,5 persen. Sedangkan komposisi umur migran pada waktu melakukan perpindahan pertama kali, 83,5 persen migran pindah pada saat berusia muda atau 15-29 tahun, dan hanya 16,5 persen melakukan perpindahan pertama pada saat berusia 30 tahun lebih.
Tanpa memperhatikan variabel-variabel lain, tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia berdasarkan SAKERTI 1993 sebagian besar adalah tujuan non pasar -kerja. Hanya sekitar 25 persen tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia untuk 'bekerja' dan 'mencari pekerjaan', sedangkan 75 persen lainnya termasuk dalam kategori tujuan non pasar kerja. Jika diperhatikan jenis kelamin, tujuan non pasar kerja migran perempuan lebih rendah dibanding dengan migran laki-laki. Hanya sekitar 11 persen migran perempuan yang melakukan migrasi pertama karena 'bekerja' atau 'mencari pekerjaan'. sedangkan pada migran laki-laki tujuan pasar kerja cukup besar, yaitu mencapai 38,0 persen. Selain itu hasil tabulasi dalam studi ini menunjukkan hampir 74 persen migran yang melakukan perpindahan pertama memiliki relasi di tempat tujuan.
Tingkat pendidikan yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kemampuan migran untuk menganggur. dan tingkat pendidikan yang makin tinggi dianggap akan meningkatkan kemampuan migran untuk menganggur. Akan tetapi studi ini menghasilkan, disamping probabilitas mencari pekerjaan cukup kecil, ternyata probabilitas migrasi tujuan mencari pekerjaan cenderung makin kecil jika tingkat pendidikan migran makin tinggi. Seperti diduga, status belum kawin waktu melakukan perpindahan, akan meningkatkan probabilitas tujuan migrasi mencari pekerjaan, mengikuti pendidikan/pelatihan, dan memperkecil probabilitas migrasi tujuan non pasar kerja. Berbeda dengan dugaan semula, migrasi tujuan bekerja ternyata makin kecil probabilitasnya pada kelompok migran sudah kawin. Kemudian jarak perpindahan yang makin jauh diduga akan menyebabkan migrasi tujuan bekerja meningkat, tampak sesuai dengan hasil studi ini. Akan tetapi berbeda dengan dugaan, jarak yang makin jauh ternyata tidak memperkecil migrasi tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan pengaruh adanya relasi migran di tempat tujuan menunjukkan bahwa adanya relasi di tempat tujuan meningkatkan migrasi tujuan bekerja, mencari pekerjaan, dan mengikuti pendidikan/pelatihan, tetapi mengurangi probabilitas migrasi tujuan ikut keluarga."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hertati
"Dengan analisis deskriptif, studi ini ingin mencoba melihat bagaimana perilaku aborsi di kalangan perempuan menikah. Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder dari SDKI 1997 diperoleh gambaran bahwa ternyata aborsi induksi lebih banyak dilakukan oleh perempuan menikah yang tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan. Tingkat pendidikan dari perempuan menikah yang melakukan aborsi induksi juga relatif tinggi, yaitu dengan tingkat pendidikan lanjutan ke atas. Temuan lain yang menarik adalah bahwa ternyata para perempuan menikah dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi lebih banyak yang melakukan aborsi sendiri, misalnya dengan minum jamu, atau lainnya.
Untuk data kualitatif yang digali dari hasil wawancara mendalam dengan 6 perempuan menikah yang melakukan aborsi, yang ditarik dengan cara purposive, memperlihatkan bahwa ke 6 informan tersebut banyak yang mempergunakan metode aborsi tradisional. Meminta pertolongan dokter merupakan langkah terakhir mereka, terutama setelah mereka mengalami masalah kesehatan akibat tindakan aborsi yang mereka lakukan, misalnya pendarahan yang terus menerus, infeksi dan lain-lain. Alasan para informan juga bermacam-macam, mulai dari masalah kesulitan ekonomi, jumlah anak yang banyak, sampai masalah karir hingga trauma pada kelahiran anak sebelumnya. Selain itu, para informan mengakui bahwa tindakan aborsi induksi yang mereka lakukan terus membuat merasa menyesal dan berdosa bahkan mengganggu kehidupan sosial mereka, baik dengan suami, teman maupun tetangga.
Temuan studi ini menarik, terutama bagi pembaca yang tertarik mengamati masalah kesehatan reproduksi perempuan. Bahkan dengan mengamati karakteristik perempuan menikah yang melakukan aborsi dapat diperoleh gambaran tentang kelompok perempuan menikah yang mana dari karakteristik tertentu (baik karakteristik sosial, demografi, ekonomi dan budaya) yang memiliki persentase melakukan aborsi lebih tinggi. Dengan kata lain, pola dan perbedaannya dapat diamati.
Walaupun studi ini tidak cukup dapat digeneralisasi untuk perempuan menikah di Indonesia, karena keterbatasan data yang tersedia dalam SDKI 1997, tetapi temuan studi ini sedikit banyak dapat memberikan masukan bagi kita semua, terutama para pembuat kebijakan, untuk lebih memperhatikan kebutuhan para perempuan, khususnya perempuan menikah, dalam hal menangani masalah kehamilan yang tidak diinginkan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T10991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abduh
"Membebaskan wanita dari kehamilan yang tidak diinginkan melalui penundaan atau bahkan pencegahan kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi bukan hanya berkaitan dengan gerakan kb tetapi juga berkaitan dengan salah satu hak wanita yang seharusnya dihormati yaitu hak untuk tetap sehat termasuk dalam bereproduksi. tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran yang lebih seksama dan mutahir tentang faktor penentu kehamilan yang tidak dikehendaki.
Temuan dari penelitian ini adalah: pendidikan (terutama yang berpendidikan SD) wanita dari pasangan usia subur (pus) mempunyai pengaruh terhadap peristiwa kehamilan yang tidak diinginkan. namun demikian, pengaruh tersebut hanya terbatas pada kelompok wanita dengan karakteristik. berikut: saat survei berusia 20-35 tahun, tinggal di perkotaan, bekerja, mempunyai suami yang bekerja bukan sebagai tenaga usaha pertanian, perburuan, dan perikanan, tidak mengetahui tentang proses reproduksi, mempunyai suami yang menyetujui kb, mempunyai pengalaman menganjurkan teman untuk ikut kb, tidak mempunyai pengalaman membicarakan jumlah anak dengan suaminya, antar suami istri tidak mempunyai kesesuaian tentang jumlah anak, aktif di organisasi sosial, tidak ikut serta menentukan keputusan tentang pengeluaran rumahtangga, mempunyai lokasi kerja di luar rumah dan mempunyai akses pada informasi.
Faktor yang paling menentukan terjadinya peristiwa kehamilan yang tidak diinginkan adalah: pengalaman pakai alat kontrasepsi, aktivitas di organisasi. sosial, akses pada informasi, status kerja, lokasi kerja, umur dan jumlah anak hidup. implikasi kebijakan yang dapat disarankan dari penelitian ini adalah: diperlukan usaha peningkatan pengetahuan tentang proses reproduksi termasuk kb terutama terhadap wanita yang berumur kurang dari 20 atau lebih dari sama dengan 36 tahun, mempunyai anak hidup sedikitnya 3 orang dan mempunyai pengalaman memakai alat kontrasepsi. dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang proses reproduksi termasuk kb seperti tentang keunggulan dan kekurangan alat kontrasepsi yang dipilih, efek samping dan cara yang pemakaian alat yang efektif, akan mengurangi kegagalan pakai alat kontrasepsi yang pada akhirnya akan mengurangi peristiwa kehamilan yang tidak diinginkan kalaupun telah terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki, wanita dari pasangan usia subur (pus) mengetahui kapan, kemana dan pada siapa harus konsultasi sehingga dengan demikian akan mengurangi kasus aborsi bahkan mengurangi kasus kematian ibu."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saadah
"Tujuan penelitian ini adalah mencoba memanfaatkan analisis demografi multiregional dengan data sensus penduduk tahun 1990. Adapun tujuan khususnya yaitu membuat dan memberikan arti serta penjelasan dari tiga bahasan pokok berikut:
(1) Tabel kematian multiregional Indonesia tahun 1985 - 1990
(2) Indikator Fertilitas yaitu NRR (Net Reproduction Rate tahun 1985-1990 dan Indikator migrasi yaitu NMR (Net Migraproduction Rate tahun 1985 - 1990.
(3) Hasil proyeksi penduduk Indonesia tahun 1995.
Data yang dipakai adalah data sekunder yaitu data dari sensus penduduk Indonesia tahun 1990.
Dalam penelitian ini digunakan dua skenario, skenario pertama adalah angka migrasi keluar menurut kelompok umur berasal dan "model skedule ", sedangkan skenario 2 angka migrasi keluar menurut kelompok umur, berasal dari data sensus penduduk Indonesia tahun 1990.
Untuk penyederhanaan Indonesia dikelompokkan dalam enam wilayah yaitu Sumatera (Sum), Jawa dan Bali (Jabal), Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur (Nustim), Kalimantan (Kal), Sulawesi dan Maluku (Sulmal) dan Irian Jaya (Irja). "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchransyah Achmad
"Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai migrasi petani di Jawa Barat, lebih rinci lagi tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meneliti faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan kemungkinan petani melakukan migrasi di Jawa Barat secara diskriptrif. (2) Untuk meneliti bagaimana karakteristik petani migran dan non migran di Jawa Barat ditinjau baik dari segi sosial, ekonomi maupun demografi terutama kaitannya dengan profesi migran sebagai petani.
Petani migran mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik dari non migran. Jika dihubungkan. dengan distribusi pendapatan yang diperoleh petani migran dan non migran berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan terlihat bahwa petani migran pendapatannya lebih baik dari petani non migran. Petani migran umumnya mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang menjadi tanggungannya relatif kecil, hal ini berarti semakin besar tanggungan yang ditanggung oleh responden semakin tidak berani dia mengambil resiko untuk melakukan migrasi.
Unsur terpenting dalam karakteristik migran secara umum adalah umur, pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan. Pola migrasi menurut kelompok umur pada petani migran di Jawa Barat tidak berbeda dengan pola migrasi yang telah ditemukan oleh para peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini ditemukan migran petani di Jawa Barat yang terbanyak berumur 12 - 29 tahun.
Jika dihubungkan antara jenis kelamin dan kelompok umur, menurut hasil Sakerti 1993 migrasi petani umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki, sekitar 86.25 % dari jumlah migran dan wanitanya hanya sekitar 13.75 %. Walaupun yang terbesar melakukan migrasi adalah laki-laki namun polanya antara wanita dan laki-laki hampir sama yaitu migrasi terbanyak pada usia 12 - 29 tahun.
Petani yang melakukan migrasi satu kali alasan migrasinya yang terbanyak adalah karena keluarga yaitu 68.65 %, alasan pekerjaan 22.39 %, alasan lainnya 7.46 % dan alasan pendidikan hanya 1.50 %. Petani migran yang melakukan beberapakali migrasi yaitu 2 kali, 3 kali, 4 kali atau lebih umumnya dilakukan oleh laki-laki dengan tujuan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan oleh para akhli kependudukan dimana pekerjaan merupakan motivasi utama orang melakukan migrasi.
Hasil studi ini tidak begitu berbeda dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Hay (1974), di Tunisia, Suharso dkk (1981) di Indonesia, Chandra (1985) di Malaysia dan Tomagola."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Agnes
"Seperti kita ketahui sejak lahirnya orde Baru dalam pemerintahan Indonesia terjadi pembangunan di segala bidang. Terutama pembangunan di bidang ekonomi, dalam dua dasawarsa belakangan ini berlangsung dengan pesat. Hal ini dapat dimengerti karena sesuai dengan Strategi Pembangunan Jangka Panjang, hanya dengan peningkatan hasil-hasil dalam bidang ekonomi, khususnya sektor industri, baru dapat tersedia sumber-sumber pembangunan yang lebih luas bagi peningkatan pembangunan di bidang-bidang lain.
Pesatnya pembangunan di bidang ekonomi sudah tentu akan memberikan dampak terhadap struktur ketenagakerjaan. Struktur lapangan pekerjaan akan bergeser dari sektor pertanian ke sektor non pertanian atau industri. Dari segi jenis pekerjaan proporsi pekerja kantor meningkat lebih cepat dari pada bukan pekerja kantor dan dari segi status pekerjaan maka proporsi buruh meningkat lebih besar dari pada pekerja keluarga.
Salah satu cara untuk memecahkan masalah dalam ketenagakerjaan ialah dengan menyiapkan tenaga kerja yang tangguh dan terampil. Sejalan dengan maksud tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Kecenderungan Angkatan Kerja di Indonesia dari berbagai sumber selama periode tahun 1961-1994 secara menyeluruh dan berkesinambungan. Sebagai sumber kajian utama dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari BPS, baik dari hasil Sensus Penduduk, SUPAS, SUSENAS, dan SAKERNAS.
Analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan menyusun data ke dalam bentuk tabel dan gambar kemudian dibahas kecenderungan ketenagakerjaan selama kurun waktu tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode tahun 1961-1994, jumlah tenaga kerja bertambah sebanyak 83,8 juta orang dengan tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 2,54%. Jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan sebesar 51,1 juta orang dengan pertumbuhan rata-rata 2,75% per tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka partisipasi angkatan kerja (APAK) meningkat dari 54,07% menjadi 58,03%. Angka Pengangguran terbuka menurun dari 5,71% menjadi 4,56% dan angka setengah pengangguran selama tahun 1965-1994 mengalami kenaikan yaitu dari 30,29% menjadi 39,25%.
Kemudian dalam periode 1980-1990, tenaga kerja bertambah 30,6 juta orang dengan tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 2,82%. Jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 21,4 juta dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 3,44%, sedangkan APAK meningkat dari 50,23% menjadi 54,73%. Secara keseluruhan APAK laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Dari segi kelompok umur maupun tingkat pendidikan ternyata, APAK di pedesaan lebih tinggi dari pada di perkotaan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, angkatan kerja di Indonesia masih di dominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah.
Berdasarkan kelompok umur, proporsi pengangguran terbesar di daerah perkotaan maupun pedesaan adalah mereka yang berusia 24 tahun ke bawah. Sedangkan menurut tingkat pendidikan, angka pengangguran tertinggi ditemukan pada laki-laki maupun perempuan yang berpendidikan SMTA umum.
Selama periode 1961-1994 pekerja Indonesia meningkat sebanyak 49,3 juta orang. Menurut struktur umur, ternyata 60,61% pekerja Indonesia pada tahun 1990 berada pada kelompok umur 20-24 tahun, sedangkan menurut tingkat pendidikan 77,31% berpendidikan SD ke bawah.
Telah terjadi pergeseran dalam struktur lapangan kerja selama periode 1961-1990. Jumlah pekerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 71,90% pada tahun 1961 menjadi 49,95% di tahun 1990. Penurunan tersebut diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja pads sektor industri (manufaktur) dari 7,8g% pada tahun 1961 menjadi 17,53% pada tahun 1990. Untuk sektor jasa juga terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja dari 18,28% pada menjadi 32,40% pada tahun 1990.
Di daerah perkotaan sektor jasa lebih menonjol peranannya, sedangkan di pedesaan sektor pertanian yang lebih menonjol peranannya baik untuk laki-laki maupun perempuan. Meskipun secara relatif proporsi pekerja yang bekerja di sektor pertanian menurun, tapi jumlah pekerja yang bekerja di sektor tersebut secara mutlak (absolut) masih meningkat.
Telah terjadi perubahan dalam status pekerjaan selama periode 1980-1990. Proporsi pekerja kantor (white collar workers) meningkat dari 6,51 % pada tahun 1980 menjadi 8,80% pada tahun 1990, dilain pihak proporsi bukan pekerja kantor (blue collar workers) menurun dari 91,96% di tahun 1980 menjadi 90,45% pada tahun 1990.
Perubahan juga terjadi dalam status pekerjaan selama tahun 1971-1990. Pada tahun 1971 proporsi pekerja dengan status pekerjaan sebagai buruh/karyawan sebesar 32,98% meningkat menjadi 34,87% pada tahun 1990. Proporsi pekerja keluarga menurun dari.25,32% di tahun 1971 menjadi 19,89% pada tahun 1990 dan proporsi pekerja dengan status berusaha sendiri menurun dari 35,92% di tahun 1971 menjadi 19,30% pada tahun 1990.
Demikian pula dengan status pekerjaan pada pekerja sektor formal dan informal. Dimana peranan sektor formal meningkat dari 29,96% di tahun 1980 menjadi 36,33% pada tahun 1990. Peranan sektor informal mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut yaitu dari 70,04% menjadi 63,67%."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mallarangeng, Mustarim Andi
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran berapa besar jumlah pasangan usia subur miskin dan tidak miskin, di Sulawesi. Secara umum penelitian ini mempelajari "perbedaan proporsi ber KB dan tidak ber KB" antara pasangan usia subur miskin dan tidak miskin, serta untuk mempelajari karakteristik sosial ekonomi demografi pasangan usia subur di Sulawesi.
Penelitian ini menggunakan data kor Sulawesi Susenas 1992. Jumlah responden penelitian ini 4476 pasangan usia subur, diantaranya miskin 30,21 persen. Karena yang mau dipelajari adalah karakteristik Sosial Ekonomi dan demografi sedangkan variabel terikatnya (dependen) adalah data kategorik, dengan demikian metode analisis yang digunakan adalah "regresi logis tik berganda". Untuk mempelajari besarnya nilai perbedaan kelompok digunakan Analisis Statistik Odds Rasio.
Hasil penelitian menyatakan bahwa 44,0E persen dari 4476 responden sedang menggunakan kontrasepsi (KB) dalam berbagai metode pada saat wawancara. Proporsi ber KB pasangan usia subur miskin 47,41 persen lebih besar dibanding dengan yang tidak miskin 42,64 persen. Variabel bebas (pendidikan) berpengaruh secara positif terhadap proporsi ber KB baik yang miskin maupun tidak miskin. Dari semua variabel bebas yang diperhatikan (pendidikan, lapangan pekerjaan, status ekonomi, usia, anak masih hidup dan wilayah), semuanya menunjukkan bahwa proporsi ber KB pasangan usia subur miskin lebih besar bila dibandingkan dengan pasangan usia subur yang tidak miskin.
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa, variabel pendidikan mempunyyai pengaruh penting tehadap keikutsertaan dalam ber KB (pemakaian kontrasepsi). Oleh sebab itu disarankan pentingnya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, khususnya dalam kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi). Dalam hal ini termasuk pemahaman terhadap masalah KB. Dengan demikian dapat diharapkan peningkatan mutu dan kualitas pelayanan KB di Sulawesi dan di Indonesia pada umumnya akan dapat diwujudkan."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>