Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gimawati Muljono
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan sendi temporo-mandibula merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang akhir-akhir ini menarik banyak perhatian, namun masih belum banyak yang benar-benar memahaminya. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa oklusi sangat berperan dalam proses terjadinya masalah tersebut, walaupun belum dapat dikatakan secara pasti bahwa maloklusi merupakan penyebab utamanya.
Kesulitan yang sering dihadapi dalam menanggulangi gangguan sendi temporo-mandibula adalah banyaknya gejala yang mirip dengan penyakit lain, sehingga pemeriksaan klinis saja belum cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pemeriksaan radiografik dapat merupakan sarana bantu untuk mencari informasi mengenai perubahan struktural pada komponen sendi temporo-mandibula. Di Indonesia masalah gangguan sendi temporo-mandibula masih belum banyak diungkapkan, khususnya bagaimana kaitannya dengan oklusi. Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan posisi kondilus antara oklusi, gigi yang secara klinis tampak normal dan yang habitual dilihat secara radiografis. Dari penelitian ini diharapkan dapat terungkap kemungkinan pemanfaatan pemeriksaan radiografis sebagai sarana bantu dalam menegakkan diagnosis gangguan sendi temporo-mandibula.
Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada 46 orang mahasiswa yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pemetaan foto rontgen sendi temporomandibula yang dibuat dengan proyeksi transkranio lateral oblik superior dianalisis dengan metode pengukuran kuantitatif linier menurut Pullinger. Hasil pengukuran pada pemetaan foto menunjukkan bahwa mahasiswa yang oklusinya secara klinis normal, posisi kondilusnya tidak selalu normal. Demikian Pula hasil pengukuran pemetaan foto pada mahasiswa yang oklusinya secara klinis habitual. Secara statistik tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa oklusi yang secara klinis normal, belum menjamin posisi kondilusnya normal. Karena itu pemeriksaan klinis perlu ditunjang oleh pemeriksaan radiografis terutama bila telah ada keluhan atau gejala yang mengarah kepada gangguan sendi temporo-mandibula.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calista Azzahra
Abstrak :
Dalam masyarakat modern, produk elektronik mengalami revolusi yang cukup signifikan serta aplikasi skala besar baterai litium-ion semakin tinggi, yang mengarah pada peningkatan permintaan pasar untuk litium, maka sumber daya litium tanah berkurang secara drastis dan sumber ekstraksi litium telah bergeser ke sumber daya air dalam jumlah besar [14]. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat efektivitas dari natrium silikat sebagai larutan pengendap yang dipakai untuk mengekstraksi litium dari brine water dan pengaruh terhadap %elemen Li dan %elemen Mg. Metode yang digunakan yaitu dengan proses presipitasi untuk memisahkan litium dan magnesium. Alat dan bahan yang digunakan pada proses pengujian terdapat spatula, gelas ukur kimia, hot plate, magnetic stirrer, volumetric flask, pipet corong, bulb, alat vacuum, filtration flask, Buchnner funnel, ultrasonik, timbangan digital, brine water, aquadest dan natrium silikat cair. Variabel yang digunakan pada pengujian ini yaitu penambahan volume natrium silikat sebanyak 4,76%, 9,09%, 13,04%, 16,67%, 20%, dan 23,08%. Lalu proses sonikasi dengan menggunakan ultrasonik dengan amplitudo sebesar 0μm, 20μm, 25μm, 30μm, 35μm dan 40μm, serta waktu percobaan selama 1 menit, 5 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit dengan temperatur masing-masing 25℃, 40℃ dan 60℃. Hasilnya menunjukan bahwa pada temperatur 40℃ waktu 20 menit pada volume natrium silikat sebanyak 20% dengan amplitudo sebesar 30μm menggunakan proses sonikasi memiliki rasio Mg/Li tertinggi yaitu 3,53 x 10-3 dengan %Li pada filtrat sebanyak 0,0188% dan %Mg 0,000073%. ......In modern society, electronic products have undergone a significant revolution and the large-scale application of lithium-ion batteries has increased, which has led to an increase in market demand for lithium, the earth's lithium resources have been drastically reduced and the source of lithium extraction has shifted to deep water resources in large numbers [14]. The purpose of this study was to examine the effectiveness of sodium silicate as a precipitating solution used to extract lithium from brine water and its effect on % elements of Li and % elements of Mg. The method used is the precipitation process to separate lithium and magnesium. The tools and materials used in the testing process include a spatula, chemical measuring cup, hot plate, magnetic stirrer, volumetric flask, pipette funnel, bulb, vacuum, filtration flask, Buchnner funnel, ultrasonic, digital scales, brine water, aquadest and liquid sodium silicate. The variables used in this test are the addition of sodium silicate volume as much as 4,76%, 9,09%, 13,04%, 16,67%, 20%, and 23,08%. Then the sonication process using ultrasonic with amplitudes of 0μm, 20μm, 25μm, 30μm, 35μm and 40μm, as well as the experimental time for 1 minute, 5 minutes, 10 minutes, 20 minutes, and 30 minutes with the temperatures 25℃, 40℃ and 60℃ respectively. The results show that at a temperature of 40℃ for 20 minutes at a volume of 20% sodium silicate with an amplitude of 30μm using the sonication process has the highest Mg/Li ratio of 3,53 x 10-3 with %Li in the filtrate as much as 0.0188% and %Mg 0.000073%.
Depok: Fakultas Teknik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Krisnaldi Mahdi
Abstrak :
Latar Belakang: Dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya pada dagu), dimana 1 titik pada daerah yang tidak bergerak dan titik lainnya pada daerah anatomis yang dapat bergerak. Penetapan dimensi vertikal sangat penting dalam pembuatan gigi tiruan lepas, tidak hanya untuk mendapatkan keadaan oklusi yang harmonis, tetapi juga untuk enyamanan dan estetika pasien. Pada kasus rahang tidak bergigi, hampir tidak mungkin untuk menentukan dimensi vertikal sebagaimana yang bisa dilakukan pada rahang yang bergigi. Oleh karena itu iperlukan metode lain untuk mengukur dimensi vertikal. Tujuan: Untuk membandingkan dimensi vertikal fisiologis antara metode Physiologic Rest Position dan teori Leonardo da Vinci II. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif, dengan pengambilan data secara Studi Potong Lintang. Pengukuran dilakukan menggunakan boley gauge, penggaris, jangka dan jangka sorong pada mahasiswa FKG UI yang berusia 18-23 tahun. Hasil: Nilai rata-rata pengukuran dimensi vertikal fisiologis menggunakan metode Physiologic Rest Position adalah sebesar 62,82, dengan kisaran antara 57,87 sampai 67,78. Sedangkan nilai minimum sebesar 50,90 dan nilai maksimum sebesar 77,06. Nilai rata-rata pengukuran dimensi vertikal fisiologis berdasarkan teori Leonardo da Vinci II adalah 60,38, dengan kisaran antara 56,61 sampai 64,15. Sedangkan nilai minimum sebesar 49,69 dan nilai maksimum sebesar 72,38. Kesimpulan: Terdapat erbandingan antara pengukuran dimensi vertikal fisiologis nggunakan metode physiologic rest position dan teori Leonardo da Vinci II, namun terdapat perbedaan hasil pengukuran dimensi vertikal fisiologis antara metode physiologic rest position dan teori Leonardo da Vinci II.
Background: Vertical dimension is the distance between 2 selected anatomy (usually one point at the tip of the nose and the other at the chin), one at the fixed and the other at movable member. Determining vertical dimension is important for removable prosthosontic, not only to harmonic occlusion but also for esthetic and to make patient feel comfortable with their denture. In edentulous cases, it is almost impossible to determine vertical dimension as in dentate cases. The other method is needed to determine vertical dimension. Objective: To compare rest vertical dimension between physiologic rest position method and Leonardo da Vinci II Theory. Method: This study was a descriptive study using cross sectional study method.This measure was taken from the student in Faculty of Dentistry with the aged between 18-23. The instrument to measure is boley gauge, ruler, and caliper. Results: The mean of rest vertical dimension using physiologic rest position method is 62,82, with the range between 57,87 until 67,78. The minimum value is 50,90 and the maximum value is 77,06. Meanwhile the mean of rest vertical dimension using Leonardo da Vinci II method is 60,38, with the range between 56,61 until 64,15. The minimum value is 49,69 and the maximum value is 72,38. Conclusion: There is a comparison between measuring rest vertical dimension using physiologic rest position method and Leonardo da Vinci theory, but there is a different of measurement result in rest vertical mension using physiologic rest position method and Leonardo da Vinci II theory.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Risdayu Agatha Aperira
Abstrak :
Latar Belakang: Dimensi vertikal adalah jarak antara dua titik atau tanda anatomis (biasanya satu pada ujung hidung dan yang lainnya pada dagu), satu pada bagian yang tidak bergerak dan yang lainnya pada bagian yang bergerak dan merupakan faktor vital yang penting dibahas oleh praktisi prostodontik dalam pembuatan gigi tiruan dan implan. Pada kasus rahang tidak bergigi, hampir tidak mungkin memperoleh dimensi vertikal seperti pada kondisi bergigi. Diperlukan metode lain dalam penentuan dimensi vertikal tersebut. Tujuan: Untuk membandingkan dimensi vertikal fisiologis antara metode physiologic rest position dan teori Leonardo da Vinci I. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif, dengan pengambilan data secara Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study) dan analisis statistik yang digunakan adalah uji-t berpasangan (SPSS 13). Pengukuran menggunakan Boley gauge, jangka sorong dan penggaris pada 170 orang mahasiswa/i FKG UI yang berusia 18-23 tahun. Hasil: Dimensi vertikal fisiologis dengan menggunakan metode physiologic rest position pada titik Subnasion dan Gnathion memiliki rata-rata 62,82 mm, dengan kisaran 57,87 mm sampai 67,78 mm. Dengan nilai minimum 50,90 mm, dan nilai maksimum sebesar 77,06 mm. Sedangkan untuk dimensi vertikal fisiologis dengan menggunakan teori Leonardo da Vinci I yang diukur dari titik vertex dan Subnasion di kalikan angka 4/11 yang diperoleh dari hasil perhitungan matematik, memiliki nilai rata-rata 56,03 mm dengan kisaran 52,41 mm sampai 59,65 mm. Dengan nilai minimum sebesar 48,53 mm, dan nilai maksimum sebesar 65,03 mm. Diperoleh perbandingan selisih diantara kedua nilai ratarata tersebut yaitu 6,793 mm, dengan nilai minimum 5,871 mm dan nilai maksimum 7,714 mm. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan, namun diperoleh perbandingan antara kedua teori tersebut.
Background: Vertical Dimension is the distance between two selected anatomic or marked points, (usually one on the tip of the nose and the other is on the chin), one on a fixed and one on a movable member. Vertical dimension is also one of the essential factors for rosthodontic professional to know in making artificial teeth and implant. In edentulous cases, as there are no teeth, it is almost impossible to reproduce vertical dimension as in patient dentate condition. Other methods are needed to measure the vertical dimension in edentulous patient. Objective: To compare rest vertical dimension between physiologic rest position method and theory of Leonardo da Vinci I. Method: This study was a descriptive study using cross sectional study method and the statistic analysis used was paired t-test (SPSS 13). The measure was taken from 170 collage student aged between 18-23 years in Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Boley gauge, caliper, and rulers were used for the instruments. Results: The mean of physiologic vertical dimension in physiologic rest position method using two landmark points, Subnasion and Gnathion, is 62.82 mm, with range between 57.87 mm to 67.78 mm. The minimum score is 50.90 mm, and the maximum score is 77.06 mm. Whereas the hysiologic vertical dimension in theory of Leonardo da Vinci I using two landmark point, vertex and Subnasion, multipled with 4/11 which was got in calculation between 2 theory, is 56.03 mm with range between 52.41 mm to 59.65 mm. The minimum score is 48.53 mm, and the maximum is 65.03 mm. The comparation between those two measurement is 6.793 mm, with minimum score 5.871 mm and maximum score 7.714 mm. Conclusion: There is difference between those two measurements, but the comparation has been aqcuired.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asha Yanuarini
Abstrak :
Latar Belakang: Dimensi vertikal, didefinisikan secara umum sebagai sepertiga panjang wajah bagian bawah, merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan prostodontik sehingga harus ditentukan dengan tepat. Dimensi vertikal, sebagai salah satu tanda anatomis tubuh sangat dipengaruhi oleh proses pertumbuhan. Pertumbuhan adalah suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sistem hormonal. Sistem hormonal yang berperan besar dalam pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan dan hormon seksual. Perbedaan mulai aktifnya hormon seksual pada laki-laki dan perempuan menyebabkan perbedaan kecepatan dan terminasi pertumbuhan. Tujuan: Diperolehnya panjang dimensi vertikal fisiologis dengan Metode Physiologic Rest Position dan Teori Leonardo da Vinci I serta II pada laki-laki dan perempuan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan Studi Potong Lintang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah boley gauge¸jangka sorong, jangka, dan penggaris pada 170 orang Mahasiswa FKG UI berusia 18 - 23 tahun. Hasil: Rentang dan rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan menggunakan Metode Physiologic Rest Position adalah 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm dan 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm dan 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm dan 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm. Kesimpulan: Rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada laki-laki dan perempuan berdasarkan Metode Physiologic Rest Position adalah 67,70 mm dan 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 57,74 mm dan 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 63,23 mm dan 59,56 mm.
Background: Vertical dimension, generally define as the height of the lower third of the face, is one of the most important components in prosthodontics treatment, therefore it must be determined precisely. Vertical dimension as one of body-s landmark is very influenced by growth. Growth is a complex process that depends on a number of factors, including hormonal system. Hormonal system that has a huge role in growth is growth hormone and sex hormone. The difference in the starting time of the sex hormone-s activ ation on male and female is causing a differentiation in the speed and the termination of growth. Objective: To get the length of rest vertical dimension using Physiologic Rest Position Method and Theory of Leonardo da Vinci I and II on male and female subjects. Method: This was a descriptive study using cross sectional study. The instruments that used at 170 student of Dentistry Faculty University of Indonesia aged 18-23 are boley gauge, caliper, and ruler. Result: Range and mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm and 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm and 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm and 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm. Conclusion: Mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 67,70 mm and 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 57,74 mm and 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 63,23 mm and 59,56 mm.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library