Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Nurdin
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang pernah menempatkan reforma agraria sebagai agenda bangsa untuk menata agraria pedesaan melalui pelaksanaan UUPA 1960. Namun, Reforma Agraria tidak berlanjut seiring naiknya kekuasaan Orba. Pada 1980-an tumbuh kembali gerakan masyarakat pedesaan yang diakibatkan oleh konflik agraria dan perampasan tanah. Gerakan tersebut tumbuh bersama kalangan aktivis mahasiswa yang kelak menjadi pelopor gerakan reforma agraria dan sebagian juga menjadi scholar activist. Posta Soeharto, kesempatan politik membuat gerakan sosial mampu mendesakkan agena reforma agraria melalui pembaruan hukum agraria. Pada perkembangan selanjutnya, pada masa pemerintahah SBY (2004-2014) hingga era Jokowi (2014-2019) aktivis memiliki kesempatan menjadi Institutional Activist yang bekerja dalam kekuasaan negara. Pada saat bersamaan, wacana dan agenda reforma agraria dan pembangunan pedesaan juga diadopsi oleh lembaga Bank Dunia yang berpengaruh besar kepada K/L di Indonesia. Tesis ini membahas tentang peranan institusional aktivis dan gerakan sosial dalam kebijakan Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria dan kontestasi gagasan antar aktor dalam perumusan kebijakan tersebut. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa keberhasilan institusional aktivis ditentukan oleh kemampuan mereka memanfaatkan arena (institusi), reputasi secholar activist dan dinamika antar aktor baik yang beradan di dalam dan di luar kekuasaan pada perumusan menimbulkan dinamika di kalangan aktivis dan gerakan sosial dalam mendorong perubahan kebijakan dan kepiawaian dalam memanfatkan peluang politik yang tersedia. ...... Indonesia is a country that once put agrarian reform as the nation's agenda to reform ruralbased agrarian structure through the implementation of the 1960 Basic Agrarian Law (BAL). However, these efforts did not continue as the New Order's power rose. In the 1980s, the wakening of rural-based social movement caused by agrarian conflicts and land grabbing. The movement grew along with student activists who later became pioneers in the agrarian reform movement and some also became scholar activists. After the fall of Soeharto era, political opportunity made social movements able to push for agrarian reform agenda through the reform of agrarian law. Later on, during the SBY era (2004-2014) until the Joko Widodo era (2014-2019), activists had the opportunity to become institutional activists who worked in state power. At the same time, the discourse and the agenda of agrarian reform and rural development were also adopted by the World Bank institutions which had a strong influence on the ministries and or state’s institution in Indonesia. This thesis discusses the policy formulation that contested each other in the formulation of agrarian reform policy in Indonesia until the birth of the Presidential Decree No.86/2018 on Agrarian Reform (Perpres RA). The contestation continued after the endorsement. This situation leads to dynamics among activists and social movements in encouraging a policy change on agrarian reform until the birth of the decree, including on how the movement took advantage in regards to legal opportunity of the Perpres RA at the national level to the village level
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T54838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library