Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Kostina
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S49173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triharyadi Fibrianto Setyawan
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk melakukan analisis di bursa saham, seorang investor bisa menggunakan 2 (dua) pendekatan/analisis. Pendekatan. Yang pertama adalah pendekatan berdasarkan analisis fundamental. Dengan pendekatan ini, investor mengambil keputusan jual/tahan/beli berdasarkan data fundamental perusahaan. Sedangkan pendekatan- kedua menggunakan analisis teknikal. Pendekatan kedua ini digunakan oleh investor berdasarkan harga dan volume perdagangan di masa lalu.

Analisis teknikal - atau ada pula yang mengistilahkannya sebagai visual analysis atau chart analysis - meski secara teoritis agak bertentangan dengan metode analisis dan teori atau hipotesis yang telah ada dan lebih dipercaya sebelumnya - yakni analisis fundamental dan efficient market hyphotesis - para analis teknikal, atau dikenal juga dengan istilah technicians, meyakini bahwa jika metode tersebut jika diterapkan secara benar bisa memberikan keuntungan yang lebih optimal kepada pemodal di industri sekuritas manapun di dunia. Secara prinsip bahk:an oleh salah pakar analisis teknikal disebutkan bahwa "chartists are cheating, because it is a short cut form offundamental analysis".

Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan analisis teknikal sebagai salah satu tools dalam berinvestasi di pasar modal. Selain itu, output dari penelitian ini adalah agar adanya panduan bagi investor dalam melakukan investasi di pasar modal terkait dengan indikator analisis teknikal yang cocok diterapkan di Bursa Efek Jakarta.

Setelah melalui penyaringan, akhimya terpilih 3 saham yang digunakan sebagai objek penelitian. Ketiga saham tersebut adalah: saham PT Astra futemasioal Tbk. (ASII), saham PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Adapun indikator analisis teknikal yang digunakan adalah: simple moving average (SMA), weighted Moving average (WMA), exponential moving average (EMA), simple moving average crossover (2 garis), weighted moving average crossover (2 garis), exponential moving average crossover (2 garis), MACD centerline crossover, histogram MACD, RSI MACD dan aturan sebaran normal, RSI dan batasan oversold/overbought, RSI, batasan oversold/overbought berdasarkan aturan sebaran normal, directional movement (DM), directional indicator (DI), accumulation distribution dengan moving average.

Penelitian yang dilakukan memperoleh beberapa hasil. Hasil penelitian yang pertama didapatkan bahwa dengan menggunakan bantuan analisis teknikal dalam melakukan investasi di Bursa Efek Jakarta akan didapatkan hasil investasi yang lebih besar dibandingkan dengan hanya berpedoman pada strategi buy and hold saja.

Hasil penelitian kedua adalah bahwa 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham ASII berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001- Desember 2004 adalah: simple moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 28 periode dan jangka panjang sebesar 45 periode dengan return sebesar 823,61% selama 4 tahun transaksi, weighted moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 46 atau 47 periode dan jangka panjang sebesar 52 periode dengan return sebesar 816,68% selama 4 tahun transaksi dan exponential moving average crossover (2 garis) dengan periode jangka pendek sebesar 13 atau 12 periode dan jangka panjang sebesar 85 atau 88 periode dengan return sebesar 621,94% selama 4 tahun transaksi. 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham GGRM berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001- Desember 2004 adalah: RSI MACD dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 23 periode, periode deskriptif sebesar 49 periode dan Z sebesar 2,3 dengan return sebesar 114,33% selama 4 tahun transaksi; RSI dan batasan oversold/overbought dengan periode RSI sebesar 18 periode, periode pemulusan RSI sebesar 4 periode, batasan oversold sebesar 45 dan batasan overbought 60 dengan return sebesar 105,50% selama 4 tahun transaksi; RSI, batasan oversold/overbought dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 18 periode, periode pemulusan RSI sebesar 5 peri ode, peri ode deskriptif sebesar 100 peri ode dan nilai Z sebesar 2.3 dengan return sebesar 104,24% selama 4 tahun transaksi. 3 indikator yang memberikan return tertinggi untuk saham AALI berdasarkan pengamatan selama periode Januari 2001 - Desember 2004 adalah: RSI, batasan oversold/ overbought dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 15 periode, periode pemulusan RSI sebesar 5 periode, periode deskriptif sebesar 60 periode dan nilai Z sebesar 0,2 dengan return sebesar 1935,20% selama 4 tahun transaksi; RSI MACD dengan aturan sebaran normal dengan periode RSI sebesar 28 periode, periode deskriptif sebesar 48% dan Z optimal sebesar 0,4 dengan return sebesar 1092,07% selama 4 tahun transaksi; histogram MACD dengan peri ode RSI sebesar 14 periode, batasan oversold sebesar 39% dan batasan overbought adalah sebesar 97 atau 98% dengan return sebesar 854,58% selama 4 tahun transaksi.

Transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikator yang terpilih pada saham AALI memberikan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan hanya menggunakan strategi buy and hold saja, kecuali untuk indikator histogram MACD. Sedangkan transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikator yang terpilih pada saham ASII memberikan hasil yang lebih menguntungkan hanya pada satu indikator saja yaitu indikator exponential moving average crossover jika dibandingkan dengan hanya menggunakan strategi buy and hold. Di lain pihak, transaksi pada tahun 2005 yang dilakukan dengan indikatot yang terpilih pada saham GGRM semuanya memberikan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan jika hanya menggunakan strategi buy and hold.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Darmawan
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini adalah perkembangan pasar Obligasi pemerintah yang sangat menarik untuk diamati. Seiama kurun Iima tahun ke belakang volume perdagangan Surat Utang Negara atau obi igasi pemerintah menunjukkan peningkatan signifikan. Menurut data Bursa Efek Surabaya, untuk tahun berjalan 2005 frekuensi rata-rata perdagangan harian obligasi pemerintah mencapai 2926, jauh di atas frekuensi obligasi korporat sebesar 141 transaksi per hari. Kapitalisasi pasar oleh obligasi pemerintah mencapai Rp 404.768 triliun sedangkan obligasi korporat sebesar Rp 58.363 triliun. Bahkan mungkin peran Obligasi Pemerintah akan semakin dominan dalam menggerakkan perekonomian. Menurut proyeksi dari Majalah Investor edisi 1151VII12005 emisi Surat Utang Negara tersebut akan terserap oleh Perusahaan Dana Pensiun,Asuransi, jugs Manajer Investasi pengelola Reksa Dana. Walaupun Obligasi Pemerintah dinilai cukup aman (tanpa risiko gagal bayar) namun tetap merupakan aset yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Oleh karena itu menarik untuk diamati sejauh mana faktor pasar (suku bunga) memberi eksposur risiko pasar terhadap suatu komposisi Obligasi Pemerintah. Dengan melihat banyaknya Obligasi Pemerintah serf FR, untuk dapat memperoleh suatu komposisi optimal dilakukan pembentukan komposisi portofolio Obligasi Pemerintah dengan metode efficient frontier. Pada sepanjang garis kurva efisien yang diperoleh tersebut diambil satu komposisi portofolio optimal yang ditentukan dengan menggunakan rasio Sharpe. Dengan demikian diperoleh portofolio dengan rasio risk-return optimal. Hasilnya diperoleh suatu komposisi portofolio Obligasi Pemerintah yang berisi 11 Obligasi Pemerintah : - seri FR 0011 dengan bobot (weight) 10,6% dari nilai total portofolio - seri FR 0012 dengan bobot (weight) 0,52% dari nilai total portofolio - seri FR 0014 dengan hobo'. (weight) 0,34% dari nilai total portofolio - seri FR 0018 dengan bobot (weight) 0,25% dari nilai total portofolio - seri FR 0019 dengan bobot (weight) 10,8% dari nilai total portofolio - seri FR 0020 dengan bobot (weight) 14,61% dari nilai total portofolio - seri FR 0022 dengan bobot (weight) 13% dari nilai total portofolio - seri FR 0023 dengan bobot (weight) 0,03% dari nilai total portofolio - seri FR 0024 dengan bobot (weight) 14,9% dari nilai total portofolio - seri FR 0025 dengan bobot (weight) 12,7% dari nilai total portofolio - seri FR 0026 dengan bobot (weight) 11,8% dari nilai total portofolio Dengan demikian telah diperoleh komposisi portofolio optimal Obligasi Pemerintah yang akan diukur besaran risiko pasar-nya. Kemudian dilakukan tes statistik untuk menentukan penggunaan jenis volatilitas yang akan diikutsertakan dalam estimasi VaR aset maupun portofolio Obligasi Pemerintah. Market risk factors -nya adalah suku bunga yang mempengaruhi masing-masing proyeksi anus kas (cashflow) kupon, yaitu JIBOR 1 mo, 3mo, 6mo,12mo, IGSYC l yr, 2yr, Syr, 4yr, Syr, 6yr, Tyr, 8yr, 9yr,10yr). Diambil hingga IGSYC IOyr karena maturitas terlama dalam komposisi portofolio adalah 10 tahun. Dari langkah tersebut dapat ditentukan item yang mana saja dari faktor risiko pasar (market risk factors) yang menggunakan standar deviasi ataukah volatilitas EWMA sebagai nilai besaran volatilitasnya. Hal ini sangat penting dilakukan karena nilai volatilitas tersebut dipergunakan dalam proses estimasi VaR. Hasilnya adalah 5 dari 13 faktor risiko memakai volatilitas EWMA (yaitu JIBOR Imo, 3mo, bmo, 12mo, dan IGSYC 9yr) sedangkan sisanya memakai nilai standar deviasi sebagai besaran volatilitasnya. Proses estimasi volatilitas EWMA menggunakan decay factor 0,94 dan confidence level 95%. Langkah terakhir adalah melakukan estimasi VaR portofolio Obligasi Pemerintah. Dalam estimasi ini dilakukan penghitungan korelasi antar market risk factors, yang digabungkan dengan pemetaan arcs kas kupon (lama jatuh tempo) terhadap hari pengamatan diperoleh nilai DeaR (Daily Earning at Risk) atau VaR horison 1 hari untuk masing-masing aset dalarn portofolio_ Hasil VaR untuk masingmasing aset, dengan horison 1 hari, dan confidence level 95%: - seri FR 0011 besar nilai DEaR : Rp. 44,776 dari eksposurnya Rp 106,032,100 - seri FR 0012 besar nilai DEaR : Rp. 22,075 dari eksposumya Rp 52,650,300 - seri FR 0014 besar nilai DEaR : Rp. 14,720 dari eksposurnya Rp 34,117,200 - seri FR 0018 besar nilai DEaR : Rp. 1,762 dari eksposurnya Rp 25,780,000 - seri FR 0019 besar nilai DEaR : Rp. 151,213 dari eksposumya Rp107,900,500 - seri FR 0020 besar nilai DEaR : Rp. 204,809 dari eksposumya Rp146,133,700 - seri FR 0022 besar nilai DEaR : Rp. 40,233 dari eksposurnya Rp 130,241,900 - seri FR 0023 besar nilai DEaR : Rp. 1,208 dari eksposumya Rp 3,071,200 - seri FR 0024 besar nilai DEaR : Rp. 60,886 dari eksposur Rp 148,773,400 - seri FR 0025 besar nilai DEaR : Rp. 46,753 dari eksposur Rp 126,893,900 - seri FR 0026 besar nilai DEaR : Rp. 80,847 dari cksposur Rp 118,405,800 Kemudian nilai tersebul dipergunakan dalam perhitungan estimasi VaR portofolio. Total nilai DEaR aset menghasilkan VaR undiversified horison 1 hari sebesar : Rp. 669,286.-terhadap nilai eksposur portofolio sebesar Rp 1,000,000,000. (=0,067% terhadap nilai portofolio). Sedangkan nilai VaR diversified horison 1 hari (dengan memasukkan besar korelasi antar aset dalam estimasi) adalah sebesar Rp. 312,739.-(=0,0313% terhadap nilai portofolio). Nilai volatilitas return portofolio (volatilitas EWMA) sebesar 0.0145%. Terlihat perbedaan signifikan antara dimasukkannya faktor korelasi antar aset yang membantu estimasi VaR tidak berlebihan. Nilai VaR portofolio diversified horison 5 hari adalah sebesar Rp. 699,306.-. Dan basil estimasi VaR portofolio diversified horison 10 hari adalah sebesar Rp. 988,968. Setelah nilai VaR diperoleh dilakukan backtesting dan validasi dengan Kupiec Test untuk mengetahui apakah model termasuk valid atau konvensional. ]umlah overshoot 9 buah pada confidence level 95 % (nilai non rejection antara 6 dan 21) menunjukkan bahwa model digolongkan valid. Dan penelitian diperoleh 2 kesimpulan yang dapat menjawab pokok permasalahan yang dilontarkan, yaitu: 1. Komposisi portofolio optimal Obligasi Pemerintah serf FR pada rentang waktu pengamatan terdiri dad 11 aset dengan komposisi yang telah disebutkan sebelumnya. 2. Diperoleh besaran nilai VaR untuk portofolio optimal dengan besaran seperti telah disebutkan di atas. Nilai VaR portofolio Obligasi Pemerintah terlihat kecil dibandingkan besaran eksposur keseluruhan. Namun hal ini menunjukkan bahwa Obligasi Pemerintah tidak lepas dari risiko pasar yang bukan tidak mungkin bila diabaikan akan menyebabkan kerugian dalam skala besar.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riza Pahlevi
Abstrak :
Tujuan penulisan karya akhir ini adalah untuk menentukan nilai intrinsik (intrinsic value) saham PT. Indosat Tbk yang merupakan perusahaan terbuka yang sudah terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan Bursa Efek New York. PT. Indosat Tbk sendiri merupakan perusahaan jasa telekomunikasi yang telah cukup lama berkiprah di Indonesia dan memiliki pangsa pasar kedua terbesar setelah PT. Telkom Tbk. Penentuan nilai intrinsik ini digunakan sebagai dasar untuk membandingkan nilai intrinsik perusahaan dengan harga sahamnya di pasar. Dalam pasar yang tidak sempurna, perbe!aan nilai intrinsik dengan harga pasar sahamnya dimungkinkan terjadi. Sebelum sampai pada nilai saham, beberapa analisis hams dilalui untuk mengetahui kondisi bisnis perusahaan. Analisis demikian disebut analisis fundamental. Analisis fundamental adalah proses penentuan nilai pasar wajar (fair market- value) atau nilai intrinsik suatu saham. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (cumin' market value) untuk menentukan tindakan yang akan diambil: beli, jual, atau tahan. Hasil analisis fundamental yang dilakukan terhadap PT. Indosat Tbk menunjukkan bahwa fundamental perusahaan cukup kuat karena berada pada industri yang profitable dan high growth yaitu industri telekomunikasi dengan kontributor utama adalah telepon seluler. Telepon seluler diyakini masih akan tumbuh pesat mengingat tingkat penetrasi di negara Indonesia yang masih rendah sehingga masih banyak peluang untuk berkembang. Dari hasil perhitungan, nilai intrinsik per lembar saham PT Indosat Tbk adalah sebesar Rp. 4.107, sedangkan harga pasar pada penutupan tanggal 24 Maret 2006 adalah Rp, 4.950 per lembar saham. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga pasar saham PT Indosat Tbk diperdagangkan overti'ahred terhadap nilai intrinsiknya. Dengan posisi harga pasar yang overvalued terhadap nilai intrinsiknya sedangkan PT Indosat Tbk merupakan salah satu perusahaan terbesar pada industri telekomuniasi yang sedang mengalami pertumbuhan yang pesat_ maka disarankan bagi para investor yang telah memiliki saham perusahaan untuk mengambil posisi hold (tahan) untuk mengantisipasi potensi keuntungan yang masih terbuka. Investor yang belum memiliki saham perusahaan dapat mengambiI posisi short sell namun harus selalu siap melakukan cut-loss untuk menghindari gagal serah. Guna menjaga dan meningkatkan nilai perusahaan di masa depan, PT, Indosat Tbk diharapkan tetap konsisten dalam program pengelolaan biaya operasional agar pertumbuhan laba operasi bisa dipertahankan lebih tinggi dari pertumbuhan total revenue. ...... The purpose of this thesis is to determine the intrinsic value of PT. Indosat Stock, which is a publicly traded company listed in Jakarta Stock Exchange, Surabaya Stock Exchange, and New York Stock Exchange. PT. Indosat is a telecommunication service company in Indonesia and has the second biggest market share after PT. Telkom. The intrinsic value can be use as a base to compare it with the stock price in the market. In an inefficient market, difference between intrinsic value and market value is a common. Before getting to the stock price, a couple of analysis must be performed to understand company's business condition. Such analysis is called fundamental analysis. Fundamental analysis is a process to determine the fair market value or intrinsic value of a stock. This value can be compared with the current market value to find out which action should be taken: buy, sell, or hold. The result of fundamental analysis on PT Indosat shows that company's fundamental is fairly strong because of its profitable and high growth telecommunication industry. Revenues from cellular is assured to be the fastest growth since its low penetration in Indonesia so there are plenty of opportunities to grow. From calculation result, the intrinsic value of PT Indosat is Rp. 4.107 for each share, while the market closing price at March 24, 2006 was Rp. 4.950 for each share. So the market price of PT Indosat was overvalued to its intrinsic value. Eventhough it's traded overvalued, PT Indosat is known as one of the biggest company in fast growing telecommunication industry, hence the investors who already have the stock should take hold position to anticipate potential gain. For those who haven't have the stock should take short sell position but they must ready to cut-it-loss to provide the stock. To increase the company value in the future, PT. Indosat should continue its active cost management program with consistency in order to maintain its operating income growth higher than its total revenue growth.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pabunag, Maria Theresia Romeo
Abstrak :
Dana merupakan hal yang utama dalam rangka melaksanakan kegiatan investasi. Dana dapat berasal dari modal sendiri atau dari pinjaman. Namun dengan tersedianya dana tidak otomatis investasi dapat langsung dilakukan, karena sering ditemukan fakta bahwa investor mengalami kesulitan dalam menggunakan dana investasi yang dimilikinya atau diperolehnya dan salah satunya adalah mengenai pendistribusian dana investasi. Untuk masalah ini investor sering menghadapi dilema antara dua pilihan strategi, yaitu: Apakah pendistribusian dana tersebut lebih baik dilakukan sekaligus atau secara bertahap? Di dalam dunia investasi, dikenal 2 strategi untuk pendistribusian dana investasi, yaitu strategi pendistribusian dana secara sekaligus yang disebut lump-sum (LS) dan strategi distribusi dana secara bertahap yang disebut dollar-cost averaging (DCA). Penerapan kedua strategi ini akan memberi dampak signifikan atas return yang akan diperoleh dan risk yang harus dihadapi. Dari kedua strategi ini sering dipertanyakan: Strategi manakah yang dapat memberikan return yang paling maksimal? Untuk menjawab pertanyaan ini telah muncul berbagai studi dan penelitian yang membedah dan menyajikan perbandingan keunggulan dari penerapan kedua strategi ini. Banyak jumal ilmiah diterbitkan untuk melakukan pembuktian keunggulan salah satu dari kedua strategi ini. Beberapa karya akhir yang ditulis oleh mahasiswa MMUI sebelumnya juga telah menganisis keunggulan strategi LS dan DCA atas investasi dalam reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap di Indonesia. Dalam karya akhir ini penulis mencoba melakukan perbandingan antara strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia. Fokus penelitian dalam karya akhir ini adalah untuk: 1. Mengetahui strategi distribusi dana inveslasi mana yang lebih unggul jika diaplikasikan dalam melakukan pembelian saham. 2. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai untuk sasaran investasi saham yang dipilih. 3. Mengetahui strategi distribusi dana investasi mana yang sesuai dengan sasaran investasi yang memiliki kinerja portofolio terbaik. 4. Menguji rumus dari Michael S. Rozeff tentang perbandingan keunggulan antara 2 strategi distribusi (LS dan DCA) dan mengetahui apakah rumus tersebut dapat diaplikasikan untuk menghasilkan return/wealth investasi yang maksimal. Adapun manfaat dari penulisan karya akhir adalah untuk memberikan gambaran kepada para investor mengenai penerapan strategi LS dan DCA untuk investasi dalam saham di Indonesia. Saham yang merijadi sasaran penelitian adalah saham PT. Indosat Tbk. (ISAT) dan saham PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dalam periode tahun 2001-2005. Adapun data yang digunakan adalah harga penutupan harian saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari BEJ dan suku bunga Surat Berharga Indonesia (SBI). Penelitian ini menggunakan berbagai tools, meliputi antara lain tools untuk pengukuran kinerja portofolio investasi (Sharpe Ratio, Treynor's Measure, Jensen's Alpha, dan Information Ratio) dan rumus penghitungan terminal wealth, variance of terminal wealth, comparison of terminal wealth and variance of terminal wealth, dan equalization of return yang diajukan oleh Michael Rozeff dalam salah satu jumal ilmiahnya yang membahas tentang keunggulan salah satu strategi distribusi investasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi LS dan DCA 4 bulan unggul dalam memberikan return yang maksimal (27.85% dan 20.29% untuk saham ISAT, 73.92% dan 24.46% untuk saham TLKM, 64.45% dan 47.02% untuk portofolio 2 saham). Hal ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa semakin lama rentang waktu penanaman dana investasi maka imbal hasil yang diperoleh akan lebih baik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rumus-rumus yang diajukan oleh Michael Rozeff ternyata tidak dapat digunakan untuk mencapai return yang maksimal antara kedua strategi, khususnya dalam penerapannya untuk investasi saham di Indonesia. Berdasarkan analisis tersebut maka disarankan bahwa untuk melakukan distribusi sebaiknya menggunakan strategi LS atau DCA dengan rentang waktu investasi yang panjang, dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa waktu yang panjang diyakini cukup untuk mengumpulkan return selama pasar melakukan penyesuaian kondisi setelah melalui beberapa gejolak. Penerapan salah satu strategi tetap dibutuhkan kedisiplinan tinggi. Jika telah memilih satu strategi maka harus tetap digunakan selama satu investment horizon yang telah ditetapkan, misalnya 1 tahun. Juga disarankan untuk menerapkan strategi LS dan DCA 4 bulan atas saham atau portofolio saham berkinerja tinggi. Selain itu dalam melakukan penerapan salah satu strategi tidak diperlukan melakukan penyetaraan dana investasi yang telah ditetapkan, karena basil yang kelak diperoleh tidak akan maksimal.
Fund is an important element to execute investment activities. Source of fund can be self-funded or from loan-financing. However, well-prepared fund does not automatically smoothing the investment activities. Investors often face dilemma to decide how to distribute the fund: Should it better to invest the fund all at once or gradually? Investment fund distribution can be executed in 2 strategies, that are Lump-sum (LS) and Dollar-cost averaging (DCA). In LS investment fund is distributed all at once, while in DCA the fund is distributed gradually in fixed amount and fixed time intervals within one investment horizon. Applying one of the strategies will give significant impact in investment return, which gives the reason why they are often be the subject in lots of studies to find out which one is more superior. This thesis tries to find out which strategy is more superior, if applied in stock equities investment in Jakarta Stock Exchange (JSX) during year 2001-2005. This thesis also wants to give another perspective in the benefit of applying investment fund distribution strategy in stock equity investment, especially in Jakarta Stock Exchange. Besides using usual tools such as risk & return portfolio analysis and investment portfolio performance analysis, a set of investment performance tools specifically generated by Michael S. Rozeff to compare superiority between both strategies is also used. Equity stocks within the period of year 2001-2005 of PT. Indosat Tbk. (ISAT) and PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) become the subject of examination and analysis. Data used as raw material for calculation is the historical monthly closing price. Another data sources are the monthly closing price of JSX price index and Bank Indonesia monthly interest rate. All data are inputted into the calculation tools, and then results are being analyzed. Tests and analysis results show that LS and DCA 4 months are superior in giving maximum returns (27.85% and 20.29% on ISAT, 73.92% and 24.46% on TLKM, 64.45% and 47.02% on portfolio combination of both stocks). Results also give evident proof that long time intervals within one investment horizon in investing fund will give higher return. The portfolio performance test and analysis also shows that TLKM gives the highest performance. Results also shows that the performance tool set from Rozeff cannot be applied for fund distribution strategy for equity stock in Indonesia. Based on the conclusion, this thesis then recommends that long time intervals within one investment horizon in applying fund investment distribution strategy is suggested to achieve high return. LS and DCA 4 month strategies are recommended for equity stock that has high performance. Applying the fund investment distribution strategy needs military discipline to achieve desired return, and once a strategy is applied investor cannot move to another strategy in the middle of the investment horizon. Another recommendation is that to achieve maximum return, investment performance tools from Rozeff is not needed.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Agus Rudiartha
Abstrak :
Sejak diberlakukannya SK Bappebti No. 55 tentang Sistem Perdagangan Altematif per tanggal 1 Juni 2005, terjadi peningkatan volume transaksi yang sangat signifikan. Rata-rata volume transaksi harian sampai dengan akhir tahun 2005 mencapai 7.500 lot, meningkat 196,08 % dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata volume transaksi tersebut diatas, 99% merupakan dominasi transaksi Over The Counter Derivatives (OTC-D) dengan underlying produk finansial yaitu antar mata uang asing (foreign foreign cross currency) dan indeks. Pesatnya perkembangan industri perdagangan kontrak berjangka ini membawa dampak pada besamya dana yang dikelola pada industri ini, dimana berdasarkan data hingga bulan Mei 2006 dana anggota kliring yang ditempatkan pada bank penyelesaian (settlement bank) mencapai 312 milyar. PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) sebagai lembaga kliring diharapkan dapat menjaga integritas pasar maupun keuangan pada industri perdagangan kontrak berjangka (derivatif) ini. Latar belakang penulisan karya akhir ini berangkat dari keinginan untuk mengetahui bagaimana cara menghitung nilai margin suatu kontrak yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang merupakan salah satu alat proteksi (safeguard) bagi lembaga kliring dalam manajemen risikonya Besarnya nilai margin ini diharapkan dapat mencerminkan risiko yang ditimbulkan dart pergerakan harga dalam kurun waktu satu hari. Lembaga kliring yang memiliki fungsi sebagai counterparry pihak-pihak yang bertransaksi di bursa memiliki wewenang dalam menentukan nilai margin. Adapun kontrak yang akan dijadikan obyek penelitian adalah kontrak foreign cross currency yang diperdagangkan di BBJ, terdiri dari 5 produk utama yaitu: GBP/USD, EUR/USD, AUD/USD, USD/CHF dan USD/JPY. Berdasarkan kelima produk utarna tersebut, selanjutnya dibagi menjadi beberapa produk turunannya, terbagi alas yang memiliki contract size besar (USD 100.000 per lot) dan contract size kecil (USD 10.000 per lot) serta terbagi alas nilai kontrak yang di"quote" tetap dalam USD maupun dengan IDR berdasarkan nilai tukar USDIIDR yang di"peg" dalam nilai tertentu seperti Rp 6.000, Rp 10.000 maupun flowing sesuai nilai tukar setiap harinya. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai margin ini adalah Value at Risk. Metode ini dapat menghitung potensi kerugian maksimum yang akan terjadi keesokan hari bila kondisi pasar bergerak secara berlawanan dengan posisi yang dipegang pada tingkat kepercayaan tertentu. Perhitungan VaR pada prinsipnya merupakan hasil perkalian antara volatilitas faktor pasar dengan nilai posisi kontrak yang dipegang. Penentuan volatilitas pasar ini harus didahului dengan uji statistik untuk dapat menetukan metode perhitungan volatilitas yang akan digunakan dalam estimasi VaR, baik dalam instrumen tunggal maupun dalam bentuk portfolio. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa karateristik data semua kontrak foreign cross currency GBP/USD, EUR/USD, AUD/USD, USD/CHF dan USD/JPY yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta periode 1 Juli 2005 hingga 30 Juni 2006 memiliki karakteristik data yang stationalr dimana data cenderung bergerak atau berfluk-tuasi disekitar nilai mean dan tidak terdapat perubahan yang sistematis dalam variance. berdistribusi normal dan memiliki volatiiitas yang konstan dari waktu ke waktu (homoskedastic) sehingga metode perhitungan volatilitas yang digunakan adalah metode standar deviasi. Berdasarkan estimasi volatilitas dengan standar deviasi diperoleh besaran nilai margin minimum yang dipersyaratkan lembaga kliring yang digunakan sebagai jaminan awal (initial margin) yang dibutuhkan untuk dapat membuka 1 lot posisi kontrak foreign cross currency untuk satu hari kedepan adalah: 1. Untuk kontrak besar foreign cross currency GBP/USD minimum sebesar Rp 5.194.484,00 dan kontrak kecil besar foreign cross currency GBP/USD minimum sebesar Rp 865.747,00; 2. Untuk kontrak besar foreign cross currency EUR/USD minimum sebesar Rp 5384.062,00 dan kontrak kecil foreign cross currency EUR/USD minimum sebesar Rp 963.385,00; 3. Untuk kontrak besar foreign cross currency AUD/USD minimum sebesar Rp 5.780.309,00 dan kontrak kecil foreign cross currency AUD/USD minimum sebesar Rp 963.385,00; 4. Untuk kontrak besar foreign cross currency USD/CHF minimum sebesar Rp 5.949.134 dan kontrak kecil foreign cross currency USD/CHF minimum sebesar Rp 991.522,00; 5. Untuk kontrak besar foreign cross currency USD/JPY minimum sebesar Rp 5.438.080,00 dari kontrak kecil ,foreign cross currency USD/JPY minimum sebesar Rp 906.347,00. Jika dibandingkan dengan ketentuan margin yang ditetapkan PT KBI sebagai lembaga kliring, dimana untuk seluruh kontrak besar foreign cross currency sebesar Rp 6.000.000,00 dan untuk kontrak kecil foreign cross currency sebesar Rp 1.000.000,00, dapat disimpulkan bahwa ketentuan tersebut telah memenuhi perhitungan margin secara teoritis. Potensi kerugian maksimum lembaga kliring untuk kurun waktu satu hari kedepan berdasarkan estimasi volatilitas dengan standar deviasi dengan confidence level 95% untuk masing-masing kontrak foreign cross currency adalah sebagai berikut : - kontrak besar foreign cross currency GBP/USD yang memiliki eksposur open interest 483 lot dan kontrak kecil foreign cross currency GBP/USD yang memiliki eksposur open interest 314 lot adalah sebesar Rp 2.780.780393,00; - kontrak besar foreign cross currency EUR/USD yang memiliki eksposur open interest 329 lot dan kontrak kecil foreign cross currency EUR/USD yang memiliki eksposur open interest 109 lot adalah sebesar Rp 1.869.166.791, 00; - kontrak besar foreign cross currency AUD/USD yang memiliki eksposur open interest 61 lot dan kontrak kecil foreign cross currency AUD/USD yang memiliki eksposur open interest 35 lot adalah sebesar Rp 386.317.301,00; - kontrak besar foreign cross currency USD/CHF yang memiliki eksposur open interest 129 lot dan kontrak kecil foreign cross currency USD/CHF yang memiliki eksposur open interest 32 lot adalah sebesar Rp 742.643.258,00; - kontrak besar foreign cross currency USD/JPY yang memiliki eksposur open interest 317 lot dan kontrak kecil foreign cross currency USDI]PY yang memiliki eksposur open interest 148 lot adalah sebesar Rp 7.405.255382,00; Sehingga total potensi kerugian maksimum lembaga kliring untuk kelima foreign cross currency tanpa memperhitungkan korelasi antar faktor pasar sebesar Rp 7.405.255382,00, Apabila dengan memperhitungkan korelasi antar faktor pasar yang merupakan estimasi VaR portfolio, maka potensi kerugian dari portfolio foreign cross currency yang dihadapi lembaga kliring jika harga bergerak berlawanan dengan posisi terbuka yang dimiliki anggotanya sebesar Rp 5.639.208.473,00. Nilai potensi kerugian ini sebaiknya digunakan lembaga kliring sebagai acuan untuk penyediaan clans cadangan minimum sehubungan dengan ketentuan pemenuhan kewajiban margin variation (profeloss) pada waktu t+l. Setelah nilai VaR diperoleh, selanjutnya dilakukan back-testing atau uji validasi model dengan Kupiec Test untuk mengetahui apakah model valid atau tidak valid. Berdasarkan basil uji validasi model diperoleh jumlah overshoot 24 hari dari 260 hari pengamatan pada confidence level 95% sehingga menghasilkan nilai Likelihood Ratio yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai Chi-Square Critical Value dimana dapat dikatakan bahwa model digolongkan valid.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Landung Cahyono
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat dampak atau pengaruh tindakan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi terhadap abnormal return saham. Konsep yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metodologi event study dan efficient market hypothesis.

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan publik yang sahainnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang melakukan kegiatan merger dan akuisisi dalam periode waktu tahun 2001 hingga 2005. Berdasarkan rnetodologi event study, data-data yang diperlukan meliputi: tanggal kejadian, data IHSI masing-masing saham sampel, dan data IHSG.

Tanggal kejadian yang diamati sebagai titik acuan dalam penelitian ini adalah (1) tanggal pengumuman pertama atas rencana merger dan akuisisi yang akan dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi dan (2) tanggal efektifnya merger dan akuisisi. Untuk menguji dampak dua kejadian tersebut terhadap imbal hall (return) saham perusahaan pengakuisisi, dilakukan beberapa uji signifikansi. Pengujian tersebut didasarkan pada tiga hipotesis. Pertama, pengumuman dan efektifnya tindakan merger dan akuisisi memberikan abnormal return bagi pemegang saham. Kedua, pengumuman serta efektifnya tindakan merger dan akuisisi memberikan cummulative abnormal return bagi pemegang saham. Ketiga, terdapat abnormal return sesudah pengumuman ataupun efektifnya. tindakan merger dan akuisisi lebih besar daripada abnormal return sebelum pengumuman ataupun efektifnya merger dan akuisisi.

Dengan menggunakan level signifikansi 5%, hasil uji menunjukkan bahwa di sekitar tanggal pengumuman dalam periode [-10, 10] tidak terdapat abnormal return yang signifikan bagi pemegang saham perusahaan pengakuisisi. Hal ini berarti bahwa hipotesis bahwa pengumuman dan efektifnya tindakan merger dan akuisisi memberikan abnormal return bagi pemegang saham tidak dapat ditolak.

Hasil serupa juga terjadi pada hipotesis kedua. Hipotesis bahwa pengumuman tindakan merger dan akuisisi memberikan cummulative abnormal return di sekitar tanggal pengumuman bagi pemegang saham tidak dapat dipenuhi secara statistik. Kesimpulan ini diperoieh dengan level signifikansi 5%.

Hasil pengujian juga memberikan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return antara sebelum dan sesudah pengumuman tindakan merger dan akuisisi pada level signifikansi 5%.

Secara keseluruhan, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa tindakan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi tidak memberikan sinergi dan value bagi pemegang sahamnya. Ini berarti bahwa dalam periode yang pendek, harapan investor untuk memperoleh abnormal return dari suatu kegiatan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi tidak dapat dipenuhi.

Bagi perusahaan pengakuisisi, disarankan untuk melakukan merger dan akuisisi tidak hanya sekedar dilandasi untuk memberikan peningkatan abnormal return bagi pemegang sahamnya. Sebaiknya, merger dan akuisisi lebih diarahkan pada motif-motif lain.

Perlu dicatat bahwa kesimpulan tersebut diperoleh melalui analisis dengan periode yang pendek, menggunakan sampel saham yang kurang aktif diperdagangkan, dan mengabaikan faktor confounding effect, serta menggunakan data dari bursa dengan efisiensi pasar yang mungkin masih rendah. Oleh karenanya, pada penelitian selanjutnya, hal-hal tersebut perlu menjadi perhatian.
The purpose of this research is to analyze the impact of merger and acquisition activity, which the acquirer firms do, to the abnormal return of their stocks. The concepts, which are applied in this research, are event study methodology and efficient market hypothesis.

This research uses sample, which consists of some public companies listed in Jakarta Stock Exchange (13EI). They have done merger and acquisition activities in the period of 2001 until 2005. Based on event study methodology, the required data consist of event date, IHSI data of individual sample stock, and IHSG data.

Event dates observed in this research are (1) first time-announcement date of merger-and acquisition planning that the acquirer firms will do, and (2) effective date of merger and acquisition. To test the impact of the events to the acquirer firms' abnormal returns, several significance tests will be held. The test is designed based on three hypotheses. First, the announcement and effectiveness of merger and acquisition activity result in abnormal return for shareholders. Second, the announcement and effectiveness of merger and acquisition activity result in cumulative abnormal return for shareholders. Third, abnormal return resulted after the announcement and effectiveness of merger and acquisition, higher than that resulted before.

Using significance level of 5%, the result is that in the period [-10, 10], there are no significance abnormal returns for the acquirer firms' shareholders. It means that the hypothesis, which states that the announcement and effectiveness of merger and acquisition result in abnormal return for shareholders, cannot be rejected.

The similar result is given by the significance test for the second hypothesis. Hypothesis, which states that the announcement and effectiveness of merger and acquisition result in cumulative abnormal return for shareholders, cannot be rejected statistically. This conclusion is come up with significance level of 5%.

The test also results in a conclusion that there is no significant difference between before and after the announcement and effectiveness of merger and acquisition activities at significance level of 5%.

As a whole, this research comes up with conclusion that merger and acquisition activities, which the acquirer firms do, do not give synergy and increase value for shareholders. It means that, in the sort period, the investors' expectation to gain abnormal return from merger and acquisition activities, which the acquirer firms do, cannot be realized.

For acquirer firm, it is suggested that the merger and acquisition had better not be only motivated to raise abnormal return for shareholders. The acquirer firm had better take merger and acquisition actions because of other motives.

It must be noted that this conclusions are resulted from a short period analysis, which uses sample stocks that are not actively traded, ignores confounding effect, and uses data from stock market, which may not be efficient enough. In the next researches, all points above should be a focus of intention.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Indriasari
Abstrak :
Implementasi manajernen risiko dalam dunia perbankan di Indonesia pada saat ini sudah mcrupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena Bank Indonesia sudah mengeluarkan peraturan yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 5/8/PBI 2003 mengenai Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran BI Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 mengenai Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum yang mulai efektif pada tanggal 29 September 2003. Perbankan sangat rentan terhadap risiko kredit yang timbul akibal dari bisnis yang digelutinya atau yang dijalaninya, oleh karena itu perbankan perlu mengembangkan suatu sistem yang dapat memonitor atau mengendalikan risiko kredit tersebut. Risiko kredit adalah risiko gagal bayar atau terjadinya default dimana suatu counterpary/borrower tidak dapat mengembalikan kewajibannya termasuk biaya over head-nya. Credit scoring adalah suatu model yang digunakan perbankan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu debitur untuk diberikan pinjaman. Dari berbagai macam definisi maka dapat disimpulkan bahwa Credit Scoring Model adalah suatu penilaian terhadap debitur untuk menentukan Probability of Default berdasarkan faktor-faktor/variabel-variabel tertentu yang dapat dikuantifikasikan ke dalam bentuk skor, dimana skor tersebut adalah suatu alat untuk mengetahui dan mengklasifikasikan debitur ke dalam dua kategori yaitu good debitur dan bad debitur. Dalam credit scoring ini terdapat empat macam jenis pendekatan yaitu pendekatan linear probability model, logic model, probit model, dan discriminant analysis model. Dalam penulisan karya ilmiah ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan model probit dan model logit dimana untuk pendekatan model logit menggunakan logistic distribution function dan untuk pendekatan model probit menggunakan normal distribution function. Untuk kedua model tersebut menggunakan variabel yang memiliki nilai 0 atau 1 (dummy variable). Berdasarkan pengolahan data dalam penelitian ini ternyata kedua model memiliki hasil yang tidak berbeda dalam menentukan nilai probability of default. Untuk kedua metode tersebut ternyata variabel yang memiliki tingkat signifikansi a= 5% berjumlah 13 variabel yang artinya hanya 13 variabel itu saja yang sangat berpengaruh terhadap probability of default. Ketiga belas variabel tersebut adalah CS1, CS3, ED4, IC2, ID14, ID17, ID20, MB, MR, TN2, TN3, TN4 dan TN5. Cut-off point yang digunakan penulis dalam karya akhir ini adalah 0.4. Correct estimates yang didapat dari model logit 87.93% sementara untuk model probit 87.95%. Error Type I model logit adalah 0.28% dan untuk model probit sebesar 0.19%. Error Type I untuk melihat berapa observasi yang ditolak (reject) padahal seharusnya diterima. Sementara Error Type II model logit adalah 11.79% dan untuk model probit 11.86 %. Error Type II untuk melihat berapa observasi yang disetujui padahal seharusnya ditolak. ...... Risk Management Implementation is a must in Banking Area in Indonesia caused Bank of Indonesia has been issued regulation, name is Bank of Indonesia Regulation (PBI) number 5/8/PBI 2003 contents of Risk Management Implementation for Common Bank and Letter Issued Bank of Indonesia number 5/21/DPNP date of September 29, 2003 contents of Risk Management Implementation for Common Bank which come into effective as per September 29, 2003. Banking is a risky area for credit risk which comes from business that had been running itself, therefore banking needs to develop a system which can be monitored and handled credit risk itself, Credit risk is a default happened where a borrower or counterparty are not able to pay back their responsibility including over head cost. Credit scoring is a model which used in banking to know whether a borrower or counterparty acceptable or not to get a loan. From all of kind of definition in summary credit scoring model is a value for customer or borrower to define probability of default based on limited variables which could be quantified into a score, where the score is a tool to find and classified borrower into two categories those are good borrower and bad borrower. In credit scoring there are four models: linear probability model, Logic model, probit model, and discriminant analysis model. In this thesis models which used are probit model and logit model where as for logit model using logistic distribution function and For probit model using normal distribution function. Both models are using variable which have 0 values and 1 value (dummy variable). Based on processing data in this observation unfortunately both kind of models have results which not too different significantly to determine probability of default. In fact for both methods total variables which have significancy level for a = 5% are 13 variables means that only 13 variables have most influenced for probability of default. The thirteen of variables are CS 1, CS3, ED4, 1C2, 1014, ID 17, ID20, MB, MR, TN2, TN3, TN4 and TN5. Cut-off point which used in this thesis is 0.4. Correct estimate from logic model is 87.93 % meanwhile for probit model is 87.95 %. Error type 1 for logit model is 0.28 % and for probit model is 0.19 %. Function of error type 1 is to find/know how many observation have to be rejected otherwise have to be accepted, vice versa meanwhile function of error type II is to find/know how many observation have to he accepted otherwise/unfortunately have to be rejected.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T19681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hauriah
Abstrak :
Pada tahun-tahun belakangan ini investasi semakin popular .di Indonesia sebagai salah satu bagian dari perencanaan hidup yang dilakukan masyarakat. Salah satu bentuk investasi yang sering digunakan adalah pembelian saham di bursa efek. Pembelian saham dapat memberikan return dalam bentuk dua keuntungan, yaitu capital gain dan pembagian dividen. Capital gain memberikan keuntungan dalam bentuk peningkatan harga saham, sedangkan dividen memberikan keuntungan dalam bentuk pembagian keuntungan perusahaan terhadap investor. Valuasi atau penilaian terhadap harga saham dilakukan untuk mengetahui adanya kesalahan value pada harga pasar, sehingga dapat membantu investor dalam mengambil keputusan. Pada saat nilai intrinsik saham yang didapat dari hasil valuasi berada di atas harga pasar, maka harga saham dikatakan undervalued dan investor direkomendasikan untuk membeli (buy). Begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan valuasi diperlukan beberapa asumsi berkaitan dengan perkiraan potensi perusahaan di masa yang akan datang. Asumsi-asumsi tersebut berpengaruh pada hasil nilai intrinsik harga saham. Oleh itu perlu dilakukan analisis fundamental dengan pendekatan top down analysis. Menurut Aswath Damodaran (Damodaran, 2002), terdapat tiga kategori pendekatan dalam melakukan penilaian usaha (business valuation) yaitu discounted cash flow valuation, relative valuation dan contingent claim valuation. Pendekatan discounted cash flow menghubungkan nilai suatu saham dengan mencari present value dan expected cash flow baik yang hanya berasal dari dividen (dividen discount model) atau dengan mencari arus kas bersih di masa yang akan datang (free cash flow). Relative valuation merupakan pendekatan dalam memperkirakan nilai saham dengan membandingkan harga suatu saham yang memiliki karakteristik usaha yang hampir sama seperti memperhatikan pendapatan, nilai buku atau penjualannya. Sedangkan pendekatan contingent claim khusus dikembangkan bagi penilaian opsi dan produk derivatif lainnya. Karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui nilai intrinsik dari saham PT MedcoEnergi Intemasional Tbk. dengan menggunakan metode analisis Discounted Cash Flow melalui pendekatan Free Cash Flow to The Firm dan metode relative Valuation melalui pendekatan Price to Sales Ratio. Dengan adanya nilai intrinsik tersebut, diharap dapat menjadi pegangan bagi investor dalam mengambil keputusan investasinya. PT MedcoEnergi Intemasional Tbk, merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak bumi. Perusahaan ini pertama kali berdiri pada 9 Juni 1980. Kegiatan utama perusahaan adalah produksi dan eksplorasi minyak dan gas bumi, drilling service, produksi methanol dan power generation. Saham PT MedcoEnergi Intemasional Tbk. terdaftar pada Jakarta Stock Exchange, Surabaya Stock Exchange, Singapore Stock Exchange, dan Luxemburg Stock Exchange dengan kode MEDC. Namun karya akhir ini dibatasi hanya bagi saham MedcoEnergi yang terdaftar di BEJ. Berdasarkan analisis makro, diketahui bahwa pertumbuhan perekonomian dunia cenderung meningkat. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Namun, pemerintah Indonesia terus mengupayakan berbagai perbaikan sehingga di masa yang akan datang perekonomian Indonesia diharapkan dapat membaik. Sedangkan analisis industri memberikan hasil bahwa industri pertambangan berada pada fase mature dari siklus bisnis dengan tingkat persaingan medium. Sejak tahun 2004, MedcoEnergi berencana untuk memiliki pertumbuhan yang tinggi. Berbagai strategi dilakukan secara agresif untuk mendukung pertumbuhan tersebut, antara lain dengan melakukan eksplorasi dan ekspansi. Penentuan nilai intrinsik dengan pendekatan FCFF dilakukan melalui tiga skenario, yaitu pessimist, most likely dan optimist. Skenario pessimist menggunakan asumsi pertumbuh'an pada fase high growth sebesar 15% dengan besaran pertumbuhan terminal value sebesar 13,42%. Skenario most likely menggunakan asumsi pertumbuhan pada fase high growth sebesar 17% dengan besaran pertumbuhan terminal value sebesar 13,42%. Skenario optimist ruenggunakan asumsi pertumbuhan pada fase high growth sebesar 22,52% dengan besaran pertumbuhan terminal value sebesar 13,42%. Berdasarkan ketiga skenario, diperoleh nilai intrinsik saham MedcoEnergi menjadi sebesar Rp4,586,- per lembar saham. Sehingga disimpulkan bahwa harga saham MedcoEnergi berada pada posisi undervalued. Valuasi dengan pendekatan Price to Sales (PS) rasio dilakukan dengan dua cara yaitu simple average dan adjusted average dengan menggunakan net profit margin dan sustainable growth sebagai variabel kontrol. Tes aplikasi simple average memberikan hasil nilai intrinsik saham MedcoEnergi sebesar Rp2.820,- per lembar saham. Sedangkan tes aplikasi adjusted average memberikan hasil nilai intrinsik saham MedcoEnergi sebesar Rp2.809,- per lembar saham (PSINPM) dan Rpl.385 per lembar saham (PSlg*). Sedangkan harga pasar dari saham MedcoEnergi per tanggal 29 Desember 2005 adalah sebesar RP3.375,- per lembar saham. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa harga saham MedcoEnergi berada dalam kondisi overvalued. Penilaian dengan kedua metode memberikan hasil yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena metode DCF dapat menangkap potensi pertumbuhan di mesa yang akan datang sementara PS Ratio hanya menangkap kondisi saat penghitungan saja. Oleh karena itu direkomendasikan pada investor untuk mengambil posisi hold, menunggu arah perkembangan dari MedcoEnergi selanjutnya.
Lately, investment became a very popular activity in Indonesia as part of their life planning. One of the investment activities that can be done is stock buying. Stock buying could give return in two forms, which are capital gain and dividend. Capital gain gives return in the form of price appreciation, and dividend gives return in the form of profit given by the company. Valuation or stock price valuing is the way to know errors in stock price in order to guide investor in making decision. Valuation gives stock intrinsic value as result. When intrinsic value is above market value, then it means that the price is undervalued, and the recommendation for investor is buying. Recommendation to sell is given in reversal situation which is intrinsic value is under market value. Several assumptions are needed in determining intrinsic value. These assumptions had connection with the company's potential in the future. Fundamental analysis with Top Down approach is a way to determine assumptions. According to Aswath Damodaran (Damodaran, 2002), there are three approaches to valuation. They are discounted cash flow valuation, relative valuation and contingent claim valuation. Discounted cash flow valuation relates the value of an asset to the present value (PV) of expected future cash on that asset, whether the cash flow came from dividend (dividend discount model), or from future free cash flow (free cash flow from equity/free cash flow to the firm). Relative valuation, estimates the value of an asset by looking at the pricing of comparable assets relative to a common variable such as earnings, cash flows, book value or sales. The last form, contingent valuation uses option pricing models to measure the value of assets that share options characteristic and other derivatives product. This final project is made in order to know intrinsic value of PT MedcoEnergi International Tbk 's. Stock by using Discounted Cash flow analysis with free cash flow to the firm approach. Meanwhile as comparison relative valuation with price to sales ratio approach is also done as analysis for MedcoEnergi intrinsic value. This intrinsic value could become guidance for investor to make decision in /heir investment activities. PT MedcoEnergi Internasional Tbk is a company that works in the field of crude oil mining. This company was established at 9 June 1980. Its main activities are crude oil and gas exploration and production, drilling service, methanol production and power generation. MedcoEnergi's stock is listed in Jakarta stock exchange, Surabaya stock exchange, Singapore stock exchange, and Luxemburg stock exchange with code of MEDC. But, this final project is done only for the stock that is listed in Jakarta stock exchange. According to macro analysis, the world economic growth relatively getting high. Meanwhile, Indonesia's economic growth is also growing but not as high as world growth. But, Indonesian Government always tries to make several reparations in order to increase economic growth. According to that, Indonesia's could predict to grow higher in the future. Meanwhile industry analysis gives result that mining industry is already in mature phase from business cycles with medium degree of rivalry. Since 2004, MedcoEnergy planned for high growth. The company does several aggressive strategies in order to pursue the high growth. Some of the strategies are exploration and expansion. Determining intrinsic value by FCFF approach is done by three scenario, which are pessimist, most likely and optimist. Pessimist scenario using 15% as growth assumption in high growth phase and 13, 42% as terminal value's growth assumption. Most likely assumption using 17% as growth assumption in high growth phase and 13, 42% as terminal value's growth assumption. And optimist scenario using 22, 52% as growth assumption in high growth phase and 13, 42% as terminal value 's growth assumption. Based on those three scenarios, the intrinsic value of MedcoEnergi is Rp 4.586, - each stock MedcoEnergi 's stock market price in December 29'Th 2005 is Rp 3.375 for each stock Based on that, MedcoEnergi 's stock can be conclude as undervalued. Valuation with price to sales approach is done with two ways, which are simple average and adjusted average. Adjusted average way, using net profit margin and sustainable growth as control variable. Based on application test in simple average way, the MedcoEnergi intrinsic value is RP 2.820, - fir each stock Based on adjusted average application test with net profit margin (PS/NPM) as variable control, the MedcoEnergi intrinsic value is Rp 2.809 and with sustainable growth as control variable (PS/g*), the MedcoEnergi intrinsic value is Rp1.385,- for each stock MedcoEnergi 's stock market price in December 29'Th 2005 is Rp 3.375, - for each stock So it can be conclude that MedcoEnergi stock price is overvalued. Valuation based on those two approaches gives different result. This could happen because discounted cash flow valuation may catch the future growth potential of the company; meanwhile relative valuation could not do that. Ps ratio only determines real-time condition. Based on that situation, the recommendation given to investor is hold, waiting for curtain condition of MedcoEnergi.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Julita Minangsari
Abstrak :
Reksa Dana adalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang merupakan wadah menghimpun dana masyarakat secara kolektif untuk selanjutnya diinvestasikan dalam saham, efek hutang, maupun pasar uang oleh Manajer Investasi. Pada periode Januari 2003 - Februari 2005 reksa dana pendapatan tetap mengalami pertumbuhan yang sangat pesat , hat ini disebabkan oleh reksa dana dapat memberikan imbal hasiI atau return di atas rata-rata tingkat suku bunga deposito. Pertumbuhan reksa dana yang cepat tidak hanya disebabkan oleh return tadi, tetapi juga disebabkan oleh Bank yang berperan sebagai agen penjual reksa dana sehingga nasabah bank banyak yang menjadi investor baru di industri reksa dana. Kondisi yang sangat menguntungkan bagi investor tadi temyata tidak selamanya, kehandalan para Manajer Investasi teruji dengan berbagai kondisi makro ekonomi yang dialami oleh Indonesia yang ditandai dengan naiknya tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, Suku Bunga The Fed (Federal Reserve USA), harga Minyak dunia yang mendorong Pemerintah untuk rnenaikkan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang terns merosot, aksi penjualan unit reksa dana yang mulai menimbulkan kepanikan di kalangan investor diawal Maret 2005. Hal tersebut mengakibatkan tekanan terhadap reksa dana pendapatan tetap yang banyak ditempatkan dalam obligasi sehingga pasar obligasi mengalami over supply sehinga menekan harga obligasi menjadi semakin turun. Dan sebagai dampak akhimya adalah NAB turun dan apabila investor melakukan pencairan akan mengurangi nilai pokok awal dari dana yang diinvetasikan. Investor banyak yang mengeluhkan nilai pokok awal investasi yang berkurang, hal ini terjadi karena para investor yang tidak memahami dengan jelas risiko produk reksa dana pendapatan tetap tadi dan memiliki anggapan bahwa akan selalu mendapat imbal hasil yang tetap seperti deposito. Kesalah pahaman ini terjadi karena andiI dari agen penjual yang banyak menginformasikan keuntungan yang diperoleh dalam berinvestasi tetapi tidak transparan dalam menjelaskan risiko dalam berinvestasi di reksa dana. Untuk mengetahui kinerja dari 11 (sebelas) reksa dana yang dipilih dan termasuk kinerja dari Manajer Investasi digunakan metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Dalam melakukan pengukuran kinerja reksa dana dibandingkan dengan kinerja pembanding yaitu indeks obligasi. Kinerja reksa dana yang balk adalah yang memiliki nilai positif dan dapat dianggap layak untuk dipilih untuk investasi jika memiliki nilai diatas kinerja pembanding yang disebut outperformed dan memiliki kinerja yang buruk apabila berada dibawah pembanding yang disebut sebagai underperformed. Untuk investasi periode 2003-2005, reksa dana Trimegah Dana Tetap memiliki imbal hasil (return) yang paling tinggi sedangkan reksa dana yang memiliki imbal hasil paling rendah adalah Si Dana Obligasi Plus. Dari hasil pengkuran Sharpe measure untuk periode 2003-2005 tidak terdapat reksa dana yang outperformed . Pengukuran Traynor measure untuk periode 2003-2005 memberi basil atau peringkat yang berbeda dari Sharpe measure, terdapat beberapa reksa dana yang outperformed yaitu Nikko TRON, Nikko Indah Nusantara dan Trimegah Dana Tetap. Dari basil pengukuran Jensen measure untuk periode 2003-2005 reksa dana yang memiliki kinerja outperformed adalah Nikko TRON, Nikko Indah Nusantara. dan Trimegalh Dana Tetap. Untuk periode Pasca redemption tahun 2005 yaitu dari Januari-Maret 2006 terdapat perbaikan kinerja reksa dana, hal ini banyak didorong oleh mulai menurunnya tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Dan basil penulisan karya akhir ini, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat reksa dana yang menunjukkan kinerja yang positf dan terdapat juga reksa dana yang menunjukkan kinerja yang negatif dan berada dibawah nilai pasar. Untuk dapat menumbuhkan kembali minat para investor untuk berinvestasi dalam reksa dana pendapatan tetap, perlu aturan yang lebih jelas dari BAPEPAM perihal, kode etik dalam menjual reksa dana baik untuk Manajer Investasi maupun untuk Agen Penjual. Edukasi mengenai risiko dan keuntungan dalam berinvestasi di reksa dana pendapatan tetap perlu disampaikan secara berimbang kepada para investor sehingga keputusan membeli dan menjual dapat dilakukan lebih rasional.
Mutual Fund is Contract of Collective Investment ( KIK) representing basin muster fund socialize collectively is henceforth invested in share, debt effect, and also money market by Investment Manager At period of January 2003 - February 2005 mutual fund of fixed income to experience of very fast growth , this matter because of mutual fund can give return above average return of deposit rate. The quickly growth of mutual fund which do not only because of mentioned return, but also because of Bank which personating as selling agent of mutual fund so that customer of bank, a lot become new investor in mutual fund industry. The high return season for investor is not realty forever, Fund Manager were tested with various condition of macro economics experienced by Indonesia which triggered by increasing the interest rate of Certificate Bank Indonesia, interest rate of The Fed ( Federal Reserve of USA), increasing of world oil price pushing Government to increase price of BBM to lessen burden subsidize, exchange rate of Rupiah to US Dollar declined, action of sale of mutual fund which start to generate panicity among investor, early March 2005. The mentioned result pressure to mutual fund of earnings which remain to a lot of placed in bond so that the bond market tend to face over supply and depress price of bond become progressively descend. And as impact finally is NAB descend and if investors do redemption will lessen fundamental value of principal. Investor do complain towards of decreasing value of principal, this matter was happened because all investor which do not clearly understand about the risk of product and thinking about receiving the stable earning as time deposit. The selling agent contributed to wrong perception of investors where they much more explain about return and do not explain transparently about the risk. To know about performance of 11 (eleven) mutual fund which has been selected from Investment Manager used the method of Sharpe Measure, Treynor Measure and Jensen Measure. Measuring the performance of mutual fund were compared to Bond Index. Good performance of mutual fund owned positive value and can be assumed competent to be selected for investment if owning value above the comparator performance and called as Outperformed, and if performance is under the comparator called as underperformed . For investment of period 2003-2005, mutual fund of Trimegah Dana Tetap had the highest return while mutual fund of Si Dana Obligasi Plus had the lowest return. The result of Sharpe measure for period 2003-2005 showed that there are no mutual fund which had outperformed. Measurement of Treynor measure for period 2003-2005 giving different result from Sharpe measure, there are some mutual fund which outperformed are Nikko TRON, Nikko Indah Nusantara and Trimegah Dana Tetap_ From result of measurement Jensen measure for period 2003-2005 mutual fund which outperformed are Nikko TRON, Nikko Indah Nusantara, and Trimegah Dana Tetap. For period of post redemption 2005 that is from Januari-Maret 2006, there is increasing of performance mutual fund, it is pushed by decreasing of interest rate SBI. This writing concluded that there are mutual fund showing positive performance and there are also mutual fund showing negative performance and below market value. To grow the enthusiasm of investment in mutual fund of fixed income, BAPEPAM must act to clear the code of ethic in selling mutual fund to Investment Manager and also to the Seller Agent. Educating about risk and return in balance will help the investor to make rational decision for investment.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T19691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>