Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
Marianti Enikawati
Abstrak :
Latar Belakang : Maloklusi merupakan masalah yang angka prevalensinya cukup besar di Indonesia. Perawatan terhadap maloklusi perlu dilakukan sejak dini. Selama pubertas, laju pertumbuhan kembali meningkat sehingga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan maloklusi. Pengetahuan mengenai pertumbuhan tengkorak dan rahang, terutama maksila dan mandibula, menjadi sangat penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata panjang maksila dan mandibula pada anak laki-laki dan perempuan usia 10-16 tahun.
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian berupa 211 radiograf sefalometri anak usia 10-16 tahun.
Hasil : Pertambahan panjang maksila pada anak laki-laki yang paling besar terjadi pada usia 14 tahun ke 15 tahun. Pertambahan panjang maksila dan mandibula pada anak perempuan, serta mandibula pada anak laki-laki yang paling besar terjadi pada usia 13 tahun ke 14 tahun. Tidak terdapat perbedaan rerata panjang maksila maupun mandibula antara anak laki-laki dengan anak perempuan usia 10-13 tahun, sedangkan pada usia >13-16 tahun, terdapat perbedaan. Terdapat perbedaan pada rerata panjang maksila dan mandibula antara anak laki-laki usia 10-13 tahun dengan anak laki-laki usia >13-16 tahun, begitu juga pada anak perempuan.
......Background: Malocclusion prevalence rate is a quite large problem in Indonesia. Treatment of malocclusion should be done. During puberty, the growth rate increased so that it can be used to correct malocclusion. Knowledge of the growth of the skull and jaw, especially the maxilla and mandibular, becomes very important to determine proper treatment plan.
Objective: The aim of this study was to determine the average length of maxilla and mandibular in 10-16 years old boys and girls.
Methods: The method that is used in this research was descriptive with cross-sectional design. The subjects were 211 cephalometric radiographics of 10-16 years old children.
Result: The highest growth rate of the maxilla in boys occurred at the age of 14 years to 15 years. The highest growth rate of maxilla and mandibular in girls, and the highest growth rate of mandibular in boys occurred at the age 13 to 14 years. The average length of the maxilla and mandibular between boys and girls 10-13 years old has no difference, while there is a difference in >13-16 years old. There is a difference between the maxillary and mandibular length of 10-13 years old boys with >13-16 years old boys, and also for the girls.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45348
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Taty Zubaidah Cornain
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan secara klinis dan radiografis setelah perawatan saluran akar satu kali kunjungan dengan formokresol pada molar sulung dengan karies mencapai pulpa non. vital. Subjek penelitian adalah molar sulung bawah pada anak usia 6-7 tahun. Dilakukan perawatan saluran akar satu kali kunjungan dengan formokresol lima menit dan pengisian saluran akar dengan zink oksid engenol pasta, kemudian dilakukan evaluasi secara klinis setelah satu minggu, satu bulan, dan tiga bulan serta secara radiografis setelah tiga bulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan bermakna secara klinis pada gingiva setelah satu bulan yang ditandai dengan hilangnya tanda-tanda keradangan (X2= 18.00; p < 0,01), dan secara radiografis setelah tiga bulan perawatan saluran akar satu kali kunjungan dengan formokresol pada molar sulung bawah dengan karies mencapai pulpa non vital (X2 = 21,65; p < 0,01). Sedangkan hasil pemeriksaan klinis lainnya tidak terdapat kegoyangan gigi dan saat palpasi, tekanan serta perkusi hasilnya adalah negatif baik setelah satu minggu, satu bulan dan tiga bulan perawatan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sarworini Bagio Budiardjo
Abstrak :
ABSTRAK
Semen glass ionomer merupakan salah satu bahan yang inakan untuk penutupan pit dan fisur guna pencegahan karies i gigi tetap muda. Penggunaan semen glass ionomer, relatif jrhana karena tanpa teknik etsa email. Sebelum pemakaian semen ;s ionomer, permukaan email cukup dibersihkan untuk [hilangkan plak. Dikenal 2 macam cara pembersihan email yakni ira mekanik menggunakan 'rubber cup' dengan pasta abrasif dan ira kimia, dengan pengolesan larutan asam. Penelitian ini ikukan secara laboratorik, guna menilai keefektifan suatu m pembersih email dengan cara membandingkan kekuatan ikatan .1-semen glass ionomer yang diperoleh. Sampel yang digunakan gigi premolar satu atas yang telah dicabut untuk keperluan lodontik. Sebagai bahan pembersih email digunakan pasta :ate dan larutan asam sitrat 50%. Test uji tarik dilakukan ;an alat 'Comten' dan hasilnya dihitung secara statistik :an 'Student t-test'. Dari hasil penelitian, ternyata ipatkan kekuatan ikatan email-semen glass ionomer yang :uat adalah setelah email dibersihkan dengan larutan asam at 50%. Sedangkan kekuatan ikatan terlemah setelah iersihan email tanpa bahan pembersih. Pembersihan email dengan ?a sircate hasilnya tidak berbeda bermakna dengan pembersihan.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sri Mulyetty A. Mulian
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian dilakukan dengan tujuan memberikan informasi mengenai manfaat pemberian vitamin nengandung fluor Gbimin AF, pada ibn hamil terhadap karies gigi sulung anaknya. Penelitian secara retrospektif dilakukan terhadap 123 anak peserta Ppogram Jaminan §e1ayanan Kesehatan RS. St. Carolus yang berdomisili di Jakarta sejak lanir, berusia 1 tahun hingga 4 tahun. Pengumpulan data diperoleh dari hasil pemeriksaan karies gigi sulung anak yang dilahirkan oleh ibu yang diberi vitamin mengandung fluor dan yang diberi vitamin tidak mengandung fluor. Selain itu dilakukan tanya-jawab terhadap ibu pada masa kehanilan anaknya. Hasil penelitian menunjuk-
kan bahwa karies gigi sulung (ada tidaknya karies, def-t, dan def-s) pada anak yang dilahirkan dari ibu yang diberi vitamin mengandung fluor lebih rendah dibanding dengan anak yang dilahirkan dari ibu yang diberi vitamin tidak mengandung fluor pada masa kehanilan. Perbedaan tersebut bermakna (P
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Supit, James H.
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apa.kah
dengan mengkonsumsi tablet fluor dapat meningkatkan
kandungan fluor dalam saliva dan untuk mengetahui apa.kah
ada hubungan antara kandungan fluor saliva pada anak yang
mengkonsumsi tablet Flour atau yang tidak.
Penelitian dilakukan secara retrospektif laboratorik
pada sejum1ah 63 anak yang sejak bayi menjadi pasien
dokter spesialis anak di Klinik Elizabeth Pluit Jakarta
Utara. Pengamatan meliputi pemeriksaan status medis pasien
Klinik Elizabeth dan kuesioner perihal keteraturan anak
dalam .aengkonsumsi tablet fluor yang telah diresepkan,
serta pemeriksaan karies gigi sulung dan pengambilan
saliva. Selanjutnya kandungan fluor saliva subyek diuku:r
secara laboratorik dengan menggunakan alat Colorimeter DR-
100 (Model 41100-08 Kit).
Hasil uji analisis membuktikan tidak adanya perbedaan
yang bermakna antara kandungan fluor saliva anak yang
mengkonsumsi tablet fluor dengan yang tidak (t=1,8374;
p
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zsa Zsa Syarifatun Nissa
Abstrak :
Resorpsi fisiologis akar gigi sulung terjadi pada gigi yang sehat atau yang mengalami karies tanpa melibatkan pulpa,sedangkan resorpsi patologis gigi sulung terjadi pada gigi yang mengalami karies mencapai pulpa. Pengetahuan mengenai efek dari resorpsi akar gigi sulung pada tumbuh kembang gigi tetap dapat membantu dokter gigi untuk memilih rencana perawatan yang tepat.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tahapan tumbuh kembang gigi tetap antara gigi sulung yang mengalami resorpsi fisiologis dengan patologis pada anak perempuan usia 6-8 tahun.
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain potong lintang berupa 72 gigi molar sulung bawah yang dilihat menggunakan radiograf panoramik usia 6-8 tahun yang berjumlah 30 lembar.
Hasil : didapat perbedaan yang bermakna (p<0.05) pada tahapan tumbuh kembang gigi tetap antara gigi sulung yang mengalami resoprsi fisiologis dan patologis.
Primary teeth undergo physiological root resorption in normal circumstances or slight caries without pulp involvement, while pathological root resorption of primary teeth happen in severe caries with pulp involvement. Knowledge on the effect of primary teeth root resorption to development stage of permanent teeth will help the dentist to decide the proper treatment planning.
Aim: The aim of this research was to determine about the different stage of development permanent teeth between physiological and pathological primary root resorption in girls aged 6-8 years old.
Method: The method of this research was descriptive with cross sectional design. The subjects were 72 mandibular primary molars that was seen using 30 sheets panoramic radiograph in girls aged 6-8 years old
Result : Result showed that there was significant difference (p<0.05) on permanent teeth development stage among physiological and pathological root resorption of primary teeth.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anggraeni Nastiti
Abstrak :
Beberapa ahli masih meragukan kestabilan titik subspinal atau titik A sebagai referensi pada tulang maksila. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah titik A dapat berubah karena perawaran orthodonti dan seberapa banyak perubahannya. Untuk itu, dilakukan analisa gambaran sefalometri pasien di klinik Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Gigi Uniuersilas Indonesia sebelum dan sesudah perawatan retraksi gigi insisif atas. Jarak terpendek titik A terdapat bidang PTV sebelum dan sesudah retraksi diukur, kemudian dihitung selisih rata-ratanya dan di uji statistik dengan t-test paired. Dari 33 sampel, menunjukkan titik A berubah karena perawatan. Titik A berubah ke arah dorsal setelah retraksi insisif atas dengan torque yaitu pada rata-rata lebih besar dari 5 mm. Dari 6 sampel maloklusi kelas I retraksi dengan torque, titik A mundur ke dorsal sebanyak 30 %, sedang dari 14 sampel maloklusi kelas II retraksi dengan torque titik A mundur ke dorsal sebanyak 64 %.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sucitro Wongso
Abstrak :
An experimental laboratory study has been conducted to investigate the effect of temporary zinc oxide eugenol cement on the transverse strength of self-cure acrylic resin. Two groups of resin plates 20x9x1 mm in dimensions were incorporated in the study. Each groups consisted of 31 specimens. On the first group was applied a 0.1 mm thickness of temporary zinc oxide eugenol cement on acrylic which is only partially polymerized. The time we establish here was 30 minutes, thus the zinc oxide eugenol cement was applied 30 minutes following the beginning of the mix.
After being stored in a incubator with the temperature set at 37°C for 7 days in water, all the specimens were subjected to load by Shimadzu machine with cross head speed of 0.05 inch/min- Results were analyzed with T-test showing that the two groups differed significantly. It was observed that zinc oxide eugenol cement decreases the transverse strength of self-cure acrylic resin significantly By mathematical equation, 0-03 mm increase in thickness in the experimental group might produce the same strength as the control group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rosdiana
Abstrak :
Sindroma Down disebabkan abnormalitas kromosom yaitu nondisjuction kromosom 21 dengan karakteristik tertentu. Anak sindroma Down memiliki resistensi yang baik terhadap karies. sIgA di dalam saliva merupakan tanda diaktivasinya respon imun humoral di dalam rongga mulut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar sIgA saliva dengan karies anak sindroma Down. Subjek penelitian berusia 15-17 tahun, sebanyak 34 orang yang tediri dari 17 anak sindroma Down dan 17 anak normal. Seluruh subjek penelitian dinilai kadar sIgA saliva menggunakan ELISA tidak langsung. Hasil penelitian menunjukan hubungan negatif kuat bermakna antara kadar sIgA saliva dan karies anak sindroma Down (r=-0.628, p=0.007). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar sIgA saliva dan karies anak sindroma Down.
Down syndrome is caused by chromosomal abnormalities nondisjuction chromosome 21 with particular characteristics. Down syndrome children have a good resistance against caries. sIgA in the saliva is a sign activated humoral immune response in the oral cavity. This study aimed to investigate the relationship of salivary sIgA concentrations with caries Down syndrome children. Subjects aged 15-17 years, a total of 34 people consisting of 17 Down's syndrome children and 17 normal children. All subject of the study assessed the concentratios of salivary sIgA using indirect ELISA. The results showed an significant strong negative correlation was found between salivary sIgA concentration and caries Down syndrome children (r = -0628, p = 0.007). This study established that salivary sIgA concentration and caries Down syndrome children was significant correlation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35046
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tira Hamdillah Skripsa
Abstrak :
Periode gigi bercampur adalah suatu periode yang kritis karena terjadi perubahan-perubahan pada lengkung gigi anak. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh perubahan lebar intermolar dan interkaninus yang mempengaruhi perubahan lebar intergonion. Pengetahuan mengenai hubungan antara lebar intermolar dan interkaninus terhadap lebar intergonion dapat dipergunakan untuk memperkirakan lebar lengkung rahang sehingga dapat ditentukan rencana perawatan yang tepat.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara lebar intermolar dan interkaninus terhadap lebar intergonion pada anak usia 6-9 tahun.
Metode: Analitik dengan desain potong lintang. Subjek penelitian berupa 30 model studi dan foto radiograf panoramik pasien anak RSGMP FKG UI.
Hasil: Intermolar dan intergonion memiliki korelasi yang lemah dan tidak signifikan (r=0,277). Interkaninus dan Intergonion memiliki korelasi yang sangat lemah dan tidak signifikan (r=0,032). Sedangkan intermolar dan interkaninus memiliki hubungan yang kuat dan signifikan (r=0,580).
......
Mixed dentition is a critical period because the changes occur in children's dental arch. The changes can be caused by changes in intermolar and intercaninus width that can affect intergonion width. Theory of relationship between intermolar and intercaninus width against intergonion can be used to estimate the arch width, so the best treatment plan can be determined.
Objective: This study aimed to determine the relationship between intermolar and intercaninus against intergonion in children aged 6-9 years old.
Methods: Crosssectional analytic design. The subject of research were 30 study models and orthopantomograms of pediatric patients in RSGMP FKG UI.
Results: intermolar and intergonion had weak and not significant correlation (r=0,277). Intercaninus and intergonion had very weak and not significant correlation (r=0,032). Intermolar and intercaninus had strong and significant correlation (r=0,580).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library