Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Retno Mahanani
"Kematian anak merupakan salah satu indikator panting yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan suatu populasi. Beberapa ukuran yang sering digunakan untuk menyatakan tingkat kematian anak adalah Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Angka kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak (AKA). Secara nasional terjadi penurunan angka kematian anak antar-waktu, namun terdapat perbedaan antar daerah balk untuk angka absolut maupun laju penurunannya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian anak di Indonesia dan perubahannya antar waktu pada periode 1985-1995, dengan unit analisis propinsi berdasarkan tipe daerah. Berangkat dari kerangka pikir Mosley dan Chen serta mengingat ketersediaan data, diajukan dua jenis model regresi tinier, yaitu model A untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian bayi dan anak dan model B untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan kematian bayi dan anak antar-waktu. Sebagai variabel tak-bebas untuk model A digunakan masing-masing besaran AKABA, AKB dan AKA, sedangkan untuk model B digunakan laju perubahan AKABA, AKB dan AKA per tahun selama periode 1985-1995. Sebagai variabel babas untuk model A digunakan TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangici septik, proporsi bayi yang pernah diimunisasi, proporsi kelahiran ditolong petugas kesehatan, proporsi perempuan yang tamat SLTP ke atas, rata-rata proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi bukan makanan, variabel dummy yang menyatakan tahun, dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Untuk model B, variabel babas yang digunakan adalah laju perubahan faktor-faktor di atas per tahun dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Ditemukan bahwa faktor-faktor yang diuraikan oleh Mosley dan Chen berperan dalam menerangkan kematian anak. TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangki septik, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi perempuan berpendidikan minimal tamat SLTP dan tipe daerah, secara bersania-sama dapat menerangkan 75% variasi AKABA dan AKB dan 76% variasi AKA di tingkat propinsi di Indonesia pads tahun 1985 dan 1995. Faktor yang kuat berkaitan dengan tingkat kematian anak adalah TFR dan pendidikan perempuan. Demikian pula cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan faktor sanitasi lingkungan. Status gizi balita tidak besar kaitannya dengan kematian anak tingkat propinsi di Indonesia pada tahun 1985 dan' 1995, namun tetap menunjukkan hubungan yang sesuai dengan hipotesa. AKA cenderung lebih dapat dikendalikan dengan pengendalian faktor-faktor eksternal seperti kondisi lingkungan, upaya kesehatan dan sebagainya, daripada AKB. Variasi laju penurunan AKA di tingkat propinsi berkaitan oleh faktor-faktor lain di luar faktor yang ditinjau dalam studi ini, yang diduga mempengaruhi perubarnaan AKA antar-waktu dengan mekanisme yang lebih kompleks. Berdasarkan temuan-temuan dalam studi ini, diajukan beberapa saran kebijakan. IJpaya menurunkan kematian anaic merupakan pekerjaan lintas sektoral. Di bidang kependudukan, diperlukan pengendalian kelahiran. Perluasan kesempatan pendidikan bagi perempuan perlu dilakukan. Sangat panting bagi sektor kesehatan untuk memprioritaskan peningkatan akses balita ke layanan kesehatan, peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu. Fasilitas sanitasi yang balk, antara lain berupa kakus sendiri dengan tangki septik, perlu lebih dsyaratkan."
2004
T14898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustika
"Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen kesehatan kekerjasama dengan Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1995 telah melaksanakan Survei Kesehatan rumah Tangga (SKRT) yang terintegrasi dengan Susenas. Dari hasil analisis awal penduduk usia lanjut berumur 55 tahun ke atas sekitar 7,7% dibandingkan seluruh populasi, dengan usia harapan hidup 65-70 tahun. Diperkirakan jumlah ini akan menjadi 9,9% dan total populasi di tahun 2000. Walaupun perubahan proporsi ini tidak terlalu besar. Namun, secara absolut jumlah penduduk golongan usia ini akan paling besar dibandingkan negara lain kecuali Cina, AS, India (SP,1980).
Angka kesakitan pada penduduk usia lanjut adalah 25,7% (SKRT,1992). Dan pada tahun 1996 angka kesakitan 15,1%. Walaupun usia lanjut bukan suatu penyakit, namun bersamaan dengan proses penuaan, insiden penyakit kronik dan hendaya (distabilitas) akan semakin meningkat. Untuk menilai kemandirian usia lanjut digambarkan dengan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari (Activities of daily life=ADL) apakah mereka dapat tanpa bantuan misalnya; bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, makan, minum dsb.
Untuk mengetahui dan mengungkapkan bagaimanakah penduduk usia lanjut dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi ADL penduduk usia lanjut berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan demografi serta kesehatan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)1995. Susenas merupakan salah satu survei rumah tangga yang diselenggarakan setiap tahun oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
Dalam pengolahan dan dianalisis data ini, dipilih penduduk usia lanjut berumur 55 tahun ke atas, berjumlah 26.491 orang.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar penduduk usia lanjut adalah Sebagian besar penduduk usia lanjut pada penelitian ini adalah wanita, kelompok umur yang terbanyak adalah antara 60-69 tahun. Pendidikan sebagian besar responden berpendidikan rendah( tidak sekolah atau tidak tamat SD),sebagian besar berstatus kawin. Apabila dilihat dari status pekerjaannya sebagian besar tidak bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pengeluaran rata-rata terbanyak berkisar antara 90.0001-350.000 rupiah (di bawah rata-rata) dan tinggal di Desa.
Berdasarkan keluhan/gangguan yang dirasakan (sesak nafas, asma, kejang, lumpuh, kecelakaan di Rumah, kecelakaan lainnya), pada umumnya tidak mempunyai keluhan kesehatan, gangguan kesehatan (perilaku/jiwa, pikun, sendi dan kelumpuhan) maupun gangguan kesehatan2 (penglihatan, pendengaran, bicara, rasa raba, kejanggalan dan terbelakang).
Dari yang mempunyai keluhan/gangguan; jenis keluhan yang terbanyak adalah sesak nafas, jenis gangguan kesehatan terbanyak adalah gangguan sendi dan jenis gangguan kesehatan2 terbanyak adalah gangguan penglihatan.
Karakteristik sosio-ekonomi, demografi dan kesehatan penduduk usia lanjut menunjukkan persentase yang tinggi pada ADL Dasar yang baik, semakin tua kelompok umur penduduk usia lanjut semakin tinggi persentase untuk mendapatkan ADL dasar yang buruk. sebaliknya semakin muda kelompok umur semakin tinggi ADL dasar baik.
Persentase terbesar ADL dasar baik adalah pada penduduk usia lanjut laki-laki, kelompok umur 55-59 tahun, pendidikan SMP Ke atas, berstatus kawin, bekerja, pengeluaran di bawah rata-rata, tinggal di Desa, tidak mempunyai keluhan, tidak mempunyai gangguan kesehatan, tidak mempunyai gangguan kesehatan2, tidak pernah di rawat, dan tidak cacat.
Melalui analisis inferensial dengan regresi logistik; kelompok umur, pendidikan, status bekerja, keluhan, status dirawat, gangguan kesehatan1, serta gangguan kesehatan2 berpengaruh terhadap ADL Dasar. Pengaruh yang terbesar adalah status dirawat.
Dari hasil penelitian tersebut implikasi kebijakan yang disarankan adalah mengingat ADL dasar baik pada penduduk usia lanjut memperlihatkan persentase yang tinggi dibandingkan dengan ADL dasar yang buruk, disarankan penduduk usia lanjut dapat "didayagunakan" sesuai dengan kemampuannya, karena secara umum kesehatan penduduk usia lanjut baik dan masih mampu untuk bekerja.
Namun harus di ciptakan lapangan kerja yang khusus baik formal maupun informal, yaitu jenis pekerjaan yang tidak banyak menggunakan kekuatan fisik, misalnya; menjadi konsultan, penulis, pengrajin, penjaga toko dsb. Dengan mengaryakan penduduk usia lanjut tersebut, ketergantungan mereka kepada orang lain atau pemerintah menjadi berkurang, dan mereka dapat memberi sumbangan positif pada perekonomian negara. Dengan demikian, mereka akan dapat mengisi sisa-sisa hidup mereka dengan hidup lebih bahagia, sejahtera dan produktif.
Mengingat umur, pendidikan, status bekerja, keluhan, status dirawat, gangguan kesehatan, dan gangguan kesehatan2 serta kecacatan berpengaruh terhadap ADL dasar, maka perlu peningkatan program kesehatan pra-usia lanjut melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan memberikan penyuluhan dan pelayanan kesehatan usia lanjut, membiasakan olah raga sesuai dengan kemampuannya, menjaga keseimbangan gizi melalui diet garam dan lemak, menurunkan berat badan untuk yang kegemukan, menghilangkan kebiasaan merokok, menghindari Cara hidup yang tidak teratur dan kurang sehat serta kebiasaan hidup lainnya yang kurang baik bagi kesehatan di masa lanjut usia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T6305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library