Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pakpahan, Muchtar
"Latar Belakang
Setelah Perang Dunia II, banyak bangsa yang memproklamasikan kemerdekaannya, khususnya di kawasan Asia dan Afrika. Kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaan itu diperoleh bangsa-bangsa tersebut setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada umumnya bangsa-bangsa yang melakukan penjajahan itu adalah bangsa-bangsa/negara-negara yang berada di kawasan Eropa Barat.
Bangsa-bangsa yang memproklamasikan kemerdekaannya itu umumnya mendasari pemerintahannya dengan sistem demokrasi.l Hal ini dapat dipahami sebab demokrasi senantiasa merupakan cita-cita yang hidup. Penyebab lainnya karena negara-negara penjajah itu di tanah airnya mempraktekkan sistem pemerintahan demokrasi, dan sebagian tokoh-tokoh dari bangsa terjajah.
Akan tetapi bangsa-bangsa yang baru menyatakan kemerdekaannya itu, dalam banyak hal justru tidak mempraktekkan pemerintahan demokrasi. Paling tidak dapat dikatakan, terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip demokrasi. Ada tiga pelanggaran yang sering terjadi yakni:
1. Pembentukan pemerintahan yang tidak berdasarkan pilihan rakyat,
2. Pengadaan anggota lembaga perwakilan tidak melalui pemilihan umum, dan
3. Pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia dengan berbagai cara. Padahal justru hak-hak asasi manusia merupakan bagian penting dari demokrasi itu sendiri.
Bahkan dalam melakukan tindakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia itu, banyak pemerintahan yang melakukannya dengan bertopengkan demokrasi.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut bersumber pada penyebutan sistem demokrasi. Ini juga dapat dilihat dari pendapat Gilette Hitchner dan Carol Levine:2
"Hampir setiap negara bagaimanapun system politiknya, mengklaim bahwa bentuknya adalah demokratis. Tetapi kadang-kadang kata "demokratis" itu dikwalifisir dengan ekspresi-ekspresi seperti ?basic?, "guided", "paternal", "traditional", atau "people", sehingga dalam realitasnya "tyrannical", dan "authoritarian".
Praktek-praktek pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia itu menjadi perdebatan serta menarik perhatian PBB. Ini mendorong berlangsungnya konferensi Internasional Commission of Jurist tahun 1965 di Bangkok yang berhasil merumuskan enam syarat agar suatu negara dapat disebut sebagai negara demokrasi3 yaitu :
1. Perlindungan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunal).
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan (civic education)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
D251
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Arifin Sari Surungalan
"Dalam peraturan perundang-undangan terdapat empat istilah yang bermaksud menguraikan fungsi DPR yaitu fungsi, wewenang, tugas, kekuasaan. Sebutan fungsi DPR terdapat dalam Pasal 32 beserta Penjelasannya dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (LN 1969 No. 59, TLN No. 2915) sebagaimana telah tiga kali diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1975 (LN 1975 No. 39, TLN No. 3064), Undang-undang No, 2 Tahun 1985 (LN 1985 No.2, TLN No. 3282) dan Undang-undang No.5 Tahun 1995 (LN 1995 No. 36, TLN No. 3600). Pasal itu menguraikan bahwa fungsi DPR (selanjutnya disebut DPR saja) berdasarkan UUD 1945 adalah (1) membuat undang-undang bersama dengan Pemerintah, (2) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama-sama Pemerintah, dan (3) mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan Pemerintah. Kemudian DPR dalam Keputusannya No. 1O/DPR-RI/82-83 tanggal 26 Februari 1983 tentang Peraturan Tata Tertib yang masih beriaku sampai sekarang, menyebutnya tidak sebagai fungsi DPR tetapi sebagai wewenang dan tugas DPR. Tetapi UUD 1945 dalam Pasal 5 ayat (1) menggunakan istilah kekuasaan membentuk undang-undang. Jadi, empat istilah itu dianggap sinonim. Yang oleh undang-undang No. 16 dinamakan sebagai fungsi oleh DPR diubah menjadi wewenang dan tugas, sedangkan UUD 1945 sendiri menyebutnya sebagai kekuasaan. Menurut kamus pengertian fungsi tidaklah sama dengan wewenang, tugas atau kekuasaan.. Tidaklah mengherankan kalau dalam masyarakat baik dalam masyarakat umum maupun dalam masyarakat cendekiawan timbul kesimpangsiuran mengenai pengertian fungsi DPR ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
D407
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library