Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rumampuk, Max Rudolf
Abstrak :
Di dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah orde baru telah mencanangkan suatu program pembangunan jangka panjang dengan pembagian tahapan lima tahunan. Pembangunan lima tahun ini tertuang dalam GBHN yang merupakan haluan daripada pembangunan yang sedang dijalankan. Pada Garis-Garis Besar Haluan Negara telah ditetapkan berbagai konsepsi seperti Wawasan Nusantara (WASANTARA), Ketahanan Nasional (TANNAS), Trilogi Pembangunan serta Pembangunan Nasional. Adapun konsep-konsep ini telah disusun secara berjenjang terpadu dan menyeluruh mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, atau yang dapat ditemukan di dalam suatu sistem kehidupan nasional dari bangsa Indonesia. WASANTARA merupakan arah untuk mewujudkan suatu Ketahanan Nasional (TANNAS) yang berarti bahwa setiap usaha pembangunan harus berada dalam suatu pola integral (menyeluruh dan terpadu) di dalam suatu nuansa baik yang berbentuk pemikiran maupun tindakan harus dapat menjamin kelangsungan hidup dari bangsa Indonesia dan sekaligus harus dapat meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran serta keamanan demi untuk mencapai kelestarian dan kejayaan bangsa Indonesia. Adapun strategi pelaksanaan pembangunan nasional dan penyelenggaraannya harus dapat disesuaikan dengan konsepsi trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas. Trilogi ini tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi semata-mata tapi juga harus meliputi seluruh aspek pembangunan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai sasaran akhir dari pelaksanan pembangunan nasional ialah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dibutuhkan waktu untuk proses pelaksanaannya terutama dalam rangka meningkatkan kualitas manusianya. Upaya bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan jangka panjang pembangunan nasional harus berhadapan dengan beraneka ragam corak permasalahan baik yang berawal dari seluruh aspek kehidupan manusia maupun yang berasal dari pengaruh lingkungan di dalam maupun dari luar negeri yang sifatnya sangat kompleks. Salah satu masalah yang sangat mendasar serta dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik yang berhubungan dengan kelangsungan hidup maupun yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan kemakmuran dan keamanan adalah berasal dari masalah yang berhubungan dengan gatra alamiah khususnya yang berkaitan dengan masalah kependudukan. Masalah utama yang menyangkut kualitas manusia dan berkaitan dengan manusia yang berfungsi sebagai tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang banyak akan dapat merupakan potensi pembangunan yang besar bagi kebutuhan pembangunan, jikalau dapat diimbangi dengan kualitas manusianya. Banyaknya jumlah penduduk berarti bahwa jumlah tenaga kerja yang besar namun hal ini tidak akan berfungsi sebagai potensi pembangunan apabila sebagian besar manusianya ternyata kurang berpendidikan atau memiliki derajat kesehatan yang rendah. Semangat serta motivasi kerja dari manusia itu dapat kurang disebabkan oleh karena pengaruh keadaan sosial, ekonomi, maupun budaya yang belum sepenuhnya dapat menunjang potensi manusia sebagai tenaga kerja dan dapat dijadikan realita dalam bentuk kualitas kerja sehingga dapat berproduksi secara optimal. Masalah rendahnya kualitas manusia Indonesia merupakan salah satu kendala bahkan merupakan ancaman serta tantangan utama dari pembangunan. Penduduk sebagai sumber tenaga kerja apabila kualitas manusianya rendah maka sudah dapat dipastikan bahwa produktifitasnyapun akan rendah sejalan dengan tingkatan kualitasnya, dimana hasilnya akan tercermin dalam pelaksanaan pembangunan. Namun demikian kualitas manusia yang turut berperan dalam pembangunan negara bukan merupakan sesuatu benda mati tetapi kualitas dapat dirubah serta dapat ditingkatkan statusnya sehingga dapat lebih menguntungkan pembangunan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amat Darsono Sudibyo
Abstrak :
Disertasi ini membahas tentang proses politik penentuan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN 2005-2009. Ini sangat penting karena berkaitan dengan kewajiban negara untuk membiayai pendidikan warga negara, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945. Pemerintah dan DPR tidak memenuhi itu pada APBN 2005-2008, sehingga memicu masyarakat sipil untuk melakukan demonstrasi dan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Untuk menganalisis proses politik tersebut, ada beberapa teori yang digunakan, yaitu model negara kesejahteraan oleh Gosta Esping Andersen, demokrasi deliberasi oleh Habermas, konflik dan konsensus oleh Maswadi Rauf, teori elite dari Suzanne Keller, serta beberapa teori lainnya sebagai pendukung. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam dengan para elite penentu anggaran pendidikan di eksekutif, legislatif, dan civil society, serta mempelajari dokumen risalah rapat BP MPR dan Badan Angagran DPR, yang membahas anggaran pendidikan, dan buku-buku yang relevan. Ada beberapa poin yang dapat disimpulkan dari penelitian ini. Pertama, pro dan kontra terjadi dalam power interplay antar elite mengenai anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945 dan Pasal 49 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas), yang direalisasikan dalam APBN 2009. Kedua, DPR dan Pemerintah tidak memenuhi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN 2005-2008 karena keuangan negara terbatas dan ada pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dihindari, seperti bunga utang, subsidi, serta belanja pegawai dan pensiun (non-diskresi). Ketiga, atas desakan Putusan MK No. 13/PUU-VI/2008, DPR dan Pemerintah memenuhi anggaran pendidikan 20% pada APBN 2009 dengan cara memperbesar defisit anggaran hingga Rp 106.628 triliun (1,9% dari PDB tahun 2009 ? 5.613 triliun). Keempat, lembaga anggaran yang dominan dalam menentukan anggaran pendidikan 20% pada APBN 2009 adalah pemerintah, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Kelima, masyarakat sipil berperan besar dalam mempengaruhi kebijakan anggaran pendidikan melalui tekanan publik dan judicial review APBN di Mahkamah Konstitusi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada pro dan kontra dalam power interplay antar elite DPR dan pemerintah. Power interplay tersebut hanyalah seremoni politik yang pragamatis, dengan berbagai kepentingan politik yang tersembunyi (dalam rangka menghadapi pemilu 2009). Dalam hal itu, masyarakat sipil memainkan peranan yang signifikan. Implikasi teoritis: teori Gosta Esping - Andersen, dari perspektif Anglo Saxon Liberal, yang menyatakan bahwa peran pasar dan masyarakat di bidang kesejahteraan ? dalam hal ini, pendidikan ? lebih besar daripada negara, adalah terbukti. Kritik terhadap teori tersebut menyatakan bahwa di Barat, negaralah yang berperan dalam menciptakan kesejahteraan. Tetapi, di Indonesia, masyarakat dan negara bergotong royong untuk menciptakan hal tersebut. ...... This dissertation discusses about the political process of minimal establishing the 20% education budget in 2005-2009 National Revenue and Expenditure Budget (APBN) in Indonesia. It is very important because it relates to the country?s obligation to fund the education of its citizens as mandated in the 1945 Constitution article 31. The Government and the People?s Representative Council did not do it in 2005-2008 APBN. It led to people?s demonstrations and judicial review in Constitutional Court. To analyze that political process, several theories are applied in this dissertation: welfare state model by Gosta Esping Andersen, democratic deliberation by Habermas, conflict and concencus by Maswadi Rauf, elite theory by Suzanne Keller, supported by a few other theories. The method used here is the qualitative method with deep interviews with elites who determine the education budget in executive, legislative, and civil society, as well as studying relevant books and minutes of meeting of People?s Consultative Assembly Working Committee and the People?s Representative Council Budget Committee, that discussed the education budget. Several points can be concluded from this research: first, there were pros and cons in the power interplay among elites in minimal establishing the 20% education budget in APBN as mandated in 1945 Constitution article 31 and article 49 of the Law No. 20/2003 about national education system, which was implemented in 2009 APBN. Second, the People's Representative Council and the Government did not minimal fulfill the 20% education budget in 2005-2008 APBN because the state finances were limited and there were limited and there were inevitable expeditures, such as debt interests, subsidy, and personnel and pension non-discretionary expenditure. Third, due to the pressure of Constitutional Court's Decision No. 13/PUU-VI/2008, The People's Representative Council and the government fulfilled the 20% education budget in 2009 APBN by increasing the budget?s deficit until Rp106,628 trillion (1,9% of the 2009 Gross Domenstic Product or PDB - 5,613 trillion). Fourth, the budget institution dominant in determining the 20% education budget in 2009 APBN was the government, as regulated in the Law No. 17/2003 about state finances. Fifth, the civil society played a big part in influencing the education budget by public pressure and judicial review on APBN in the Constitutional Court. The findings of this study show that there were pros and cons in the power interplay among People's Representative Council and Government elites. It was a pragmatic political ceremony with hidden political interests (due to the coming of 2009 election). The civil society played a significant role in it. The theoritical implication: Gosta Esping - Andersen?s theory, from Liberal Anglo Saxon perspective, which states that market and people?s role in welfare - education, in this matter ? is bigger than the government's, is rightly proven. Criticism to this theory says that in the West, it is the government that plays the bigger role. In Indonesia, however, the people and the government work together in creating welfare.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1435
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library