Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wayan Apriani
Abstrak :
Program Pemberantasan TB Paru bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit TB Paru. Salah satu upaya dalam pemutusan rantai penularan adalah menemukan dan mengobati penderita BTA (+) sampai sembuh, dengan menggunakan obat yang adekuat dan dilakukan pengawasan selama penderita minum obat. Kegiatan pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kabupaten Donggala telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan atau memang dimasyarakat TB Paru masih banyak ditemukan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Donggala. Jenis disain yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan 2 jenis kontrol. Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+), kontrol-1 yang merupakan kontrol yang berasal dari sarana pelayanan kesehatan yaitu adalah tersangka TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA (-) dan tidak diobati dengan obat anti tuberkulosis serta pada saat wawancara tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih dan kontrol-2 berasal dari masyarakat yaitu tetangga kasus dengan criteria tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 270 kasus dan 540 kontrol. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-1 adalah umur, adanya sumber penular, cahaya matahari dalam rumah, kepadatan penghuni rumah, interaksi antara sumber penular dan cahaya matahari dalam rumah, dan sumber penular tidak berobat. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-2 adalah jenis kelamin, status vaksinasi BCG, keeratan kontak, lama kontak, sumber penular tidak berobat dan kepadatan penghuni rumah. Dari basil penelitian ditemukan bahwa adanya kontak dengan penderita TB yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian TB, sehingga disarankan untuk meningkatkan penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin hingga penderita sembuh dan dilakukan penyuluhan secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera mencari pengobatan. ......The objective of Pulmonary Tuberculosis Control Programme is to reduce TB transmission. In order to reduce the transmission, the first priority is to decrease the risk of infection by case finding, treatment and cure of AFB (+) tuberculosis patients with adequate regimens and proper supervision during the treatment. TB Control Programme activities with DOTS strategy in Donggala District has been implemented since 1995. Due to the increasing of case finding of new AFB (+) patients, tuberculosis still remain as public health problem. This is caused by the awareness of community to get the treatment or the existence of Pulmonary Tuberculosis in the community. The research aim is to identify the related factors to Pulmonary Tuberculosis in Donggala District. The case-control method had been used with two different controls. The case is the new AFB (+) tuberculosis patients while the first control is the TB suspect with the result of the examination is negative as facilities based control and the second is the neighbor of cases as community based control. Both controls were not coughing for last 3 weeks at the time of the interview. 270 cases and 540 control had been interviewed as the respondents. The result of the research reveals that related factors to Pulmonary Tuberculosis with facilities based control are age, source of infection, house lighting, house density, interaction of house lighting and source of infection, and the source of infection who were not treated. Related factors to the incidence of Pulmonary Tuberculosis with community based control are sex, BCG vaccination status, contact closeness, duration of contact, the source of infection who were not treated and house density. Based on the result of the study, it is identified that a contact with TB patients who were not treated is the risk factor that closely relates to the Tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, early treatment and cure the patients. In addition, it is necessary to provide continuous health education in order to improve the awareness of community to seek the treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rozali Namursa
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Para) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kunci utama dalam pemberantasan penyakit ini adalah keteraturan berobat penderita. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita TB Paru.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli tahun 2000. Disain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah penderita yang mulai berobat di BP4 kota Palembang selama bulan Januari - Desember 2000 dan di diagnose sebagai penderita TB Paru. Sample diambil secara purposif berjumlah 221 orang, merupakan seluruh penderita yang berobat di BP4 kola Palembang pada bulan Januari - Desember 1999 dan di diagnose sebagai penderita TB Paru.

Dari 221 responden dalam penelitian, 35% diantarannya tidak teratur minum obat. Hasil analisis bivariat terhadap 14 variabel bebas dengan variabel terikat, menghasilkan 5 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) dengan keteraturan berobat, yaitu : sikap pengobat Odds Rasio = 1,987 (95% CI 1.112 - 3.549), jarak ke tempat pengobatan Odds Rasio = 2,171 (95% CI 1.173 - 4.017), persepsi tentang TB Paru Odds Rasio = 3,125 (95% CI 1.138 -- 8.581), manfaat berobat teratur Odds Rasio = 3,648 (95% CI 1.870 - 7.115) dan biaya pengobatan Odds Rasio = 2,754 (95% CI 1.542 - 4.919).

Hasil analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik metode Backward Stepwise dari 5 variabel bebas yang berhubungan bermakna pada analisis bivariat, ternyata hanya 2 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) dengan keteraturan berobat,yaitu" biaya pengobatan Odds Rasio 2,2605 (95% CI 1.2370 - 4.1310) dan manfaat berobat teratur Odds Rasio = 2,9716 (95% CI 1.4900 - 5.9267).

Disarankan perlu penyuluhan tentang manfaat berobat teratur bagi penderita TB Paru dan penelitian lebih lanjut mengenai pembiayaan pengobatan TB Paru. Daftar Pustaka 44 : (1974 - 2000).

abstract
Pulmonary Tuberculosis has been a serious public health problem among people in the developing countries as well as Indonesia. The primary key to eliminating this disease is the regularity of taking medicine (compliance).

This research aimed to discover the factors related to the regularity of taking medicine among Pulmonary Tuberculosis patients who were undergoing treatment at Lung Clinic or BP4 Palembang from January through December 1999. The research was done in June and July 2000 with cross sectional method. The population was all patients under treatment of Pulmonary Tuberculosis in January through December 2000. The sample was taken purposively as many as 221 people.

Multivariate analysis shows that patients (33.5%) are irregularity taking medicine. Bivariate analysis towards 14 independent variables with dependent variables indicates 5 variables which have significantly relationship (p<0.05) with the regularity of taking medicine, that is : the attitude of provider Odds ratio = 1.987 (95% CI 1.112 - 3.549), the distance to the medical facility Odds ratio = 2.171 (95% CI 1.173 - 4.017), the perception about Pulmonary Tuberculosis Odds ratio = 3.125 (95% CI 1.138 - 8.581), the effectiveness of the regularity of taking medicine Odds ratio = 3.648 (95% CI 1.870 - 7.115) and medical cost Odds ratio = 2.754 (95% CI 1.542 - 4.919).

The multivariate analysis, using logistic regression of Backward Stepwise method, towards 5 independent variables having significant relationship (p<0.05) with the regularity of taking medicine, both are the medical treatment cost Odds ratio = 2.2605 (95% CI 1.2370 - 4.1310) and the effectiveness of the regularity of taking medicine Odds ratio .- 2.9716 (95% CI 1.4900 -5.9267).

The conclusion is that the factor of the regularity of taking medicine among patients of Pulmonary Tuberculosis is strongly influenced by the factor of the effectiveness of the regularity of taking medicine.

It is necessary to recommend more information about the effectiveness of the regularity of taking medicine to the patients of Pulmonary Tuberculosis as well as further research action, to get more knowledge about how strong the influence of medical cost is.

1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmahadi Thawaf
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 583.000 kasus Baru TBC , dimana 200.000 penderita terdapat disekitar Puskesmas.

Puskesmas Jayagiri di kabupaten Bandung memiliki masalah cakupan pelayanan penderita TB paru yang rendah , sehingga dilakukan studi ini yang hertujuan mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali tersangka penderita TB Paru .

Penelitian ini menggunakan Disain Cross sectional dimana sampel penelitian adalah seluruh tersangka penderita Tb paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 338 penderita.

Hasil studi ini kami dapatkan Proporsi tersangka penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang adalah sebesar 0,79 %,

Perilaku Pencarian pengobatan pertama kali tersangka TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang tindakan pertama pencarian pengobatan ke puskesmas sebesar 30,7 % non puskesmas 69,3%, dan dari seluruh variabel yang diamati faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan tersangka penderita TB Paru adalah yaitu Variabel Persepsi biaya, Variabel Persepsi penyakit, Variabel Pengetahuan TB paru, Variabel status pekerjaan, variabel persepsi menyembuhkan dan variabel anjuran berobat.

Selanjutnya studi ini merekomendasikan agar Puskesmas meningkatkan mutu penyuluhan dan sosialisasi Strategi DOTS sehingga bisa terjadi perbaikan persepsi terhadap TB paru. Yang pada akhirnya meningkatkan cakupan pelayanan Puskesmas dan atau disarankan untuk memperluas pelayanan strategi DOTS ke pelayanan Rumah sakit dan pelayanan swasta lainnya.
ABSTRACT
Indonesia is approximatly has 583,000 new TB cases. It is estimated that 200,000 cases are around Community Health Centre (CHC.

The coverage of TB cases in Puskesmas Jayagiri, Bandung District is low, therefore the study aims to determine factors related to the first medical treatment seeking behavior by the suspect of pulmonary tuberculosis in puskesmas.

The study using cross sectional design, the samples are the whole of pulmonary TB suspected cases founded by screening, with the total number is 338 cases.

Conclusions: The study founde proportion of suspected pulmonary TB founded in the area of Puskesmas Jayagiri, Lembang is 0.79 %, and the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected in the area of jurisdiction of Puskesmas Jayagiri, Lembang, such as the first action of seeking behavior treatment to the CHC is the 30.7 %, non-CHC 69.3 % and based on the all observed variables factors which related to the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected are : cost perception, occupation, disease perception, sick period, distance perception and curing suggestion.

Furthermore, this study suggested to increase the quality of personal health education and socialization of directly observed treatment short course (DOTS) strategy, to increase the coverage of TB case finding and expanded DOTS strategy service to hospital and the other private sector.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Senewe, Felly Philipus
Abstrak :
Penyakit Tuberkulosis Paru(Tb Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mana penyakit ini di tahun 1992 menduduki urutan kedua penyebab kematian dan menduduki urutan ketiga di tahun 1995, serta menduduki urutan pertama penyebab kesakitan untuk semua golongan umur. Angka prevalensi secara Nasional yakni 2.4 / 1000 penduduk yang mana angka ini masih cukup tinggi. Di Kotif Depok Jawa Barat angka prevalensi tahun 1996 ialah 0.17%, dengan angka kematian 1.07%. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai keteraturan berobat penderita Tb Paru di wilayah Kotif Depok Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada 11 Puskesmas dalam wilayah Kotif Depok Jawa Barat yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan Agustus 1997. Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 215 orang dengan pengambilan sampel secara simple random sampling. Hasil yang diperoleh yaitu dari 215 responden terdapat 33% yang tidak teratur berobat. Jenis kelamin perempuan 57.2% dan laki-laki 42.8%. Umur rata-rata 36.9 tahun, pendidikan terbanyak Tamat SLTP(28.8%), pekerjaan terbanyak ibu rumah tangga(34.9%), status dalam keluarga yaitu isteri(34.4%), dan tingkat pengetahuan berhubungan dengan keteraturan berobat(nilai p=0,0232). Pada analisis multivariat ada tiga variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu penyuluhan kesehatan nilai OR=4,35, 95% CI (3,72 ; 4,97) dan nilai p=0,0000, ketersediaan sarana transportasi nilai OR= 3,44, 95% CI (2,39 ; 4,48) dan nilai p=0,0200, dan pekerjaan nilai OR 1,95, 95% CI (1,30 ; 2,61) dengan nilai p=0,0439. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu faktor penyuluhan kesehatan, ketersediaan sarana transportasi dan pekerjaan yang secara bersama-sama mempunyai hubungan yang bermakna(p<0.05) dengan keteraturan berobat penderita Tb Paru di Puskesmas se Kotif Depok Jawa Barat tahun 1997. Selanjutnya yang dapat disarankan ialah faktor penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan sangat panting untuk keberhasilan pengobatan, juga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keteraturan berobat dengan suatu alat ukur/instrumen yang baik. ...... Lung tuberculosis is still being a public health problem which was the second cause of mortality in 1992 and was the third cause of mortality in 1995. It is also the first cause of morbidity for all age groups. The national prevalence is 2.411000 people which is quite high. In 1996, Kotif Depok West Java has a prevalence of 0.17% with mortality rate 1.07%. Up to now there is not any scientific publication concerning the regularity of taking medicine among the lung tuberculosis patients in the areas of Kotif Depok West Java. This research was done at 11 public health centers in the whole areas of Kotif Depok West Java since May until August 1997. Cross Sectional design was used in this study with 215 patients as the sample which was taken by simple random sampling method. Among 215 patients there is 33% of respondent that didn't take the medicine regularity. About 57.2% is female and 42.8% is male. The average age is 36.9 years old. The biggest proportion regarding education level is junior high school(28.8%). We found in the study that about 34.9% of respondent are housewife. The biggest proportion regarding status in the family is the wife(34.4%), and the level of knowledge which have relation with the regularity of taking medicine(p value = 0.0232). In multivariate analysis there are three variables which have relation with the regularity of taking medicine, i.e. health promotion [OR = 4.35, 95% CI(3.72 ; 4.97) and p value = 0.00001, the availability of transportation [OR = 3.44, 95% C1(2.39 ; 4.48) and p value = 0.0200], and occupation [OR = 1.95, 95% CI(1.30 ; 2.61) and p value = 0.0439]. The conclusion of this research is that the factors of health promotion, availability of transportation and occupation together have significant associations (p<0.05) with the regularity of taking medicine among the lung tuberculosis patients at public health centers in Kotif Depok West Java in 1997. We suggests that health promotion conducted by the health officer is the most important tool for supporting the success of the treatment. It is also necessary to do an advanced research concerning the regularity of taking medicine using a better indicator or instrument. (Kotif is kota administratif = administrative city).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusharmen
Abstrak :
Penelitian kasus kontrol telah dilakukan terhadap 520 jamaah haji pada 17 kabupaten/ kotamadya di Indonesia, yang Baru kembali dari perjalanan haji dari Arab Saudi tahun 1996. Penelitian bertujuan ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis pada jamaah haji. Adapun variabel penelitian, meliputi; karakteristik jamaah haji, seperti; usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asal daerah, status vaksinasi meningitis dan pengetahuan jamaah haji tentang Meningitis meningokokus. Disamping itu, variabel lain yang diteliti, seperti; kepadatan hunian jamaah haji di pondokan kota Madinah dan Makkah, kebiasaan pemakaian masker, pencarian pengobatan, riwayat gejala pilek dan batuk ketika di Arab Saudi. Hasil penelitian menunjukan beberapa variabel faktor risiko berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis, yaitu; riwayat gejala batuk/sakit tenggorokan ( OR = 7,05 ); kebiasaan pemakaian masker ( OR = 4,72 ); kepadatan hunian jamaah haji satu kamar di kota Makkah ( OR = 1,40 ); tingkat pengetahuan tentang Meningitis meningokokus ( OR = 2,46). Dari analisis regresi logistik multivariat sebagai variabel dominan adalah riwayat gejala batuk/ sakit tenggorokan. Informasi hasil dari penelitian diharapkan bermanfaat masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji atau berpergian ke negara endemis Meningitis meningokokus, asupan bagi penentu kebijakan dalam peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran kuman penyebab Meningitis meningokokus di Indonesia. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dalam pendekatan studi analitik terhadap faktor risiko yang berhubungan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis pada jamaah haji Indonesia dan diharapkan dapat sebagai rujukan penelitian lanjutan dengan ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam. ......Case control study has been conducted among 52U Indonesian pilgrims, who just returning from Saudi Arabia( 1996 ) in 17 Regencies/ Municipalities in Indonesia. The purposes of the study to get the factors related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis. The following are the variables used in the study: roommates density in Madinah and Makkah, habits of using masker, health seeking behavior, histories of cough or common cold in Saudi Arabia. In addition, the following variables are included individual characteristics, such as : age, sex, education, job, residence, vaccination status, knowledge on Meningitis meningoccocal. It is shown as the result of the study, some factors are statistically significant related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis, such as; cough history( OR = 7,05 ); using masker( OR = 4,72 ); average roommates density in Makkah( OR = 1,40 ); the knowledge level on meningitis meningoccal( OR = 2,46 ). Base on the logistics regression multivariate analysis, the dominant factor is cough history. It is concluded that this study is useful for the people who fill like going for hajj mission. Besides it can be used as reference for health authority on meningitis meningoccocal prevention program. It is also suggested that the study might be increased the analytic approach for others studies in the same field especially the factors related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis among Indonesia pilgrims.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library