Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Vina Natalia
"Penelitian ini ditulis untuk dapat menjawab mengenai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (PMK 91/2020) atas perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020), yang ditindaklanjuti dengan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu 2/2022). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Di samping itu, penelitian ini juga didukung dengan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara narasumber terkait. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa secara formil Perppu memang dapat menggantikan undang-undang sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (Putusan MK). Sebab, kedua jenis peraturan ini memiliki hierarki, fungsi, dan materi muatan yang sama. Selain itu, Putusan MK sendiri pada dasarnya juga dapat ditindaklanjuti dengan jenis peraturan perundang-undangan apapun atau bahkan hanya dengan tindakan biasa. Hal tersebut dapat terjadi karena memang bergantung pada kasus yang diputus oleh MK. Akan tetapi, dalam konteks PMK 91/2020 yang ditindaklanjuti dengan Perppu 2/2022, maka kapasitas Perppu untuk melakukan hal tersebut tidak bisa serta merta dapat diterima dan oleh karenanya tindak lanjut tersebut menjadi tidak tepat. Sebagaimana PMK 91/2020 sangat menekankan bahwa perbaikan UU 11/2020 harus bersamaan menghadirkan partisipasi yang bermakna (meaningful participation). Artinya, dalam melakukan perbaikan UU 11/2020 harus dapat menciptakan partisipasi dan keterlibatan masyarakat secara sungguh-sungguh, yang mana dalam perbaikannya harus memenuhi 3 (tiga) prasyarat yakni right to be heard, right to be considered, dan right to be explaine. Sedangkan Perppu 2/2022 tidak mungkin dapat mengakomodir partisipasi masyarakat dalam proses pembentukannya, terlebih lagi dalam memenuhi esensi partisipasi yang bermakna. Sebab, Perppu 2/2022 tidak dapat mendetailkan right to be heard, right to be considered, dan right to be explained, melainkan Perppu 2/2022 adalah sebagai bentuk penerjemahan dari partisipasi yang pura-pura dan formalistik.

This research aims to review Government action after the Constitutional Court Decision Number 91/PUU-XVIII/2020 (PMK 91/2020) regarding the enactment review of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU 11/2020), which was followed up with stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation (Perppu 2/2022). This research is a normative juridical research using library materials or secondary data which includes primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. In addition, this research is also supported by primary data collected through interviews with relevant source persons. This study found that formally a Perppu can indeed replace a law as a follow-up to the Constitutional Court's decision, because these two types of regulations have the same hierarchy, function, and substance. Moreover, the Constitutional Court's decision can also be followed up with any type of legislation or even just ordinary actions, depending on the case decided by the Constitutional Court. However in this case, it is inappropriate for the Government to follow up PMK 19/2020 with Perppu 2/2022 since Perppu is not capable and acceptable to replace UU 11/2020 immediately. PMK 91/2020 strongly emphasizes that revisions to Law 11/2020 must simultaneously bring about meaningful public participation. This means that in amending Law 11/2020, the Government must create genuine public participation and involvement, which must at least fulfill 3 (three) prerequisites: the right to be heard, the right to be considered, and the right to be explained. Meanwhile, the forming proccess of Perppu 2/2022 is unlikely to be able to accommodate public participation, especially in fulfilling the essence of meaningful public participation. Perppu 2/2022 is not able to pursue the right to be heard, right to be considered, and right to be explained, and instead is a form of pretend and formalistic participation."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Gabriel Stevent
"ABSTRACT
Penelitian dilakukan untuk dapat menjawab mengenai kewenangan pembentukan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 32 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-undangan Melalui Jalur Nonlitigasi berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi berdasarkan konsep pengujian peraturan perundang-undangan maupun penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, serta kekuatan hukum mengikat hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi. Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka. Permenkumham No. 32 Tahun 2017 yang memberikan kewenangan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan untuk memeriksa dan menyelenggarakan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan non-litigasi dibentuk dengan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, karena tidak dibentuk berdasarkan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, tidak memenuhi asas subsidiaritas, proporsionalitas, efektivitas, dan efisiensi peraturan. Penyelesaian sengketa non-litigasi hanya dilakukan dalam ranah penilaian penerapan peraturan perundang-undangan, dan hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

ABSTRACT
This research is done to answer some problems, such as the Minister of Law and Human Rights Authority to make Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 about Non-Litigation Regulation Dispute Resolution Mechanism based on the basic principle of good regulation, analysis of non-litigation regulation dispute resolution based on regulation-review and the assessment of law-enactment concepts, and about the binding force of the output of non-litigation regulation dispute resolution. This thesis is based on a normative legal study with bibliography method research. This thesis concludes that the enactment of Law and Human Right Ministerial Regulation Number 32 of 2017 that give the authority to General Director of Regulation to inspect and organize the non-litigation regulation dispute resolution is not based on the basic principles of good regulation, such as regulation-making authority principle, the principle of suitability of type and hierarchy, subsidiarity, proportionality, effective and efficient regulation principle. Non-litigation dispute resolution is obtained in regulation-review concept, not in the assessment of law-enactment concept, and the output of non-litigation dispute resolution has no binding force."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhaktiarsa Bagus Syaifullah
"ABSTRACT
Penelitian ini ditulis untuk menjawab beberapa masalah, seperti kewenangan membuat UU dan Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Harmonisasi The Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Pemerintah Non-Menteri
Institusi, dan Rancangan Peraturan dari Lembaga Non-struktural oleh Legislasi Drafter berdasarkan prinsip dasar regulasi. Tesis ini didasarkan pada normatif studi hukum dengan menerapkan sinkronisasi hukum dengan penelitian metode kepustakaan. Tesis ini menyimpulkan bahwa ditetapkannya Undang-Undang dan Hak Asasi Manusia Menteri Peraturan Nomor 23 Tahun 2018 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan Manusia Hak untuk Harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Non-Pemerintah Instansi Pemerintah Kementerian, dan Rancangan Peraturan dari Non-struktural Lembaga tidak didasarkan pada prinsip dasar regulasi, seperti prinsip formal dan prinsip-prinsip material. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Rancangan Peraturan dari Lembaga Non-struktural oleh Perencana Legislasi harus dihapus.

ABSTRACT
This research was written to answer several problems, such as the authority to make laws and Regulation of the Minister of Human Rights No. 23 of 2018 concerning The Harmonization Draft Ministerial Regulation, Draft Non-Ministerial Government Regulation
Institutions, and Draft Regulations of Non-structural Institutions by Legislation Drafter is based on the basic principles of regulation. This thesis is based on normative legal studies by applying law synchronization with library research methods. This thesis concludes that the enactment of the Minister's Law and Human Rights Regulation Number 23 of 2018 which gives authority to the Minister of Law and Human Affairs The Right to Harmonize the Draft Ministerial Regulation, Draft Non-Governmental Regulation Ministry of Government Agencies, and Draft Regulations from Non-structural
Institutions are not based on basic principles of regulation, such as formal principles and material principles. Therefore, the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 23 of 2018 concerning Harmonization of Ministerial Draft Regulation, Draft
Non-Departmental Government Institution Regulations, and Draft Regulations from Non-structural institutions by Legislation Planners must be removed."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Nursyamsi
"Skripsi ini membahas tentang undang-undang yang baik dalam perspektif Negara Hukum Pancasila, serta peran dari naskah akademik dalam pembentukan undangundang yang baik tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga menghasilkan data deskriptif analitis. Dalam menganalisa data yang didapat, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa harus dilakukan penguatan terhadap sifat pengaturan naskah akademik dalam peraturan perundang-undangan, terutama dalam Undang-Undang No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penguatan yang dimaksud adalah menambahkan pengaturan tentang naskah akademik dan mengubah sifat pengaturan dari fakultatif menjadi imperatif atau perintah.

This thesis is talk about the good Act on Negara Hukum Pancasila and the role of academic draft on forming the good Act. This research is a library research. The data processing is using qualitative approach, so the result is analytic descriptive data. On analyzing the data, the research is using normative law research. Result of the research shows that the character of the paper arrangement on forming the Act is has to be stronger than before. Especially for Act No. 10 year 2004. The effort to make it stronger can be done by adding an arrangement about academic draft and change the arrangement character from facultative to imperative."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guretno Sekar Ningsih
"Skripsi ini akan membahas dua masalah yang terkait dengan Surat Keputusan Bersama Menteri, yaitu keberadaan Surat Keputusan Bersama Menteri sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan serta Kedudukannya dalam Peraturan Perundang-undangan. Pembahasan mengenai salah satu produk hukum ini terkait dengan permasalahan yang sering muncul ketika suatu Keputusan Bersama Menteri dibentuk, yaitu kekuatan hukumnya didalam masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dilakukan melalui pendekatan yuridis yaitu melalui pengkajian literatur-literatur, peraturan perundang-undangan serta perkembangan sejarah didalamnya disertai dengan beberapa contoh Keputusan Bersama Menteri sesuai dengan perkembangan masanya.

The thesis mainly discusses about two problems related to Joint Ministerial Decree. First, about existence of Joint Ministerial Decree in accordance to legislation progress. Second, about Joint Ministerial Decree position in the legislations. Discussion about Joint Ministerial Decree always related two problems, the force of law and how it will be enforced. These research use normative juridical approach through reviews of literature, legislations, and its history progress with number of examples of Joint Ministerial Decree inside."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnah Ayu Annisa
"ABSTRACT
Peraturan Daerah oleh beberapa pihak seringkali, disebut sebagai undang-undang di tingkat daerah. Bahkan beberapa ahli dalam pendapatnya terkait konsep peraturan daerah kerap menyamakan dengan undang-undang. Hal ini kemudian menjadi kurang tepat apabila dilihat dalam berbagai teori hukum administrasi negara. Penelitian ini dibuat untuk membandingkan konsep undang-undang dan peraturan daerah yang ditinjau dari penetapan undang-undang tentang APBN yang pengaturannya dimuat pada Pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan ketentuan penetapan peraturan daerah tentang APBD yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan yuridis normatif yang mengkaji rumusan masalah dari sudut pandang peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan teori-teori hukum administrasi negara.

ABSTRACT
Regional regulation by some people is often recognized as local law local act . Moreover, some experts on their thoughts related to regional regulation expressed similar opinions regarding the concept of national law compared to regional regulation. However those opinions are not exactly accurate, especially if seen from various administrative law theories. This research is made to analyze the differences between national law and regional regulation based from the making of law about state budget based on article 23 of The 1945 Constitution of The Republic of Indonesia and the making of local regulation about local government budget based on National Law Number 23 of 2014 about Local Government. The method used in this research is juridical normative literature method which analyze the problems based on the regulatory and administrative law theories."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Badru Zaman
"Pembentukan Lembaga Pemerintahan Non Struktural di Indonesia tidak diikuti dengan adanya cetak biru dalam pelembagaan lembaga pemerintahan non struktural dan beragamnya model peraturan yang membentuknya serta kewenangannya dalam membentuk peraturan perundangan-undangan. Skripsi ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, lembaga non struktural yang memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Kedua, dasar pembentukan lembaga lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiga, jenis kewenangan yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan non struktural dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Penulis menggunakan lembaga KPU, KPK, KPPU dan BSSN sebagai bahan untuk dikaji dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang seharusnya diinklusikan hanya sebagai kewenangan pemerintahan. Selanjutnya, penulis menganalisis ada 4 (empat) dasar pembentukan lembaga pemerintahan non struktural dan kewenangannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu dibentuk dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan undang-undang dan memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, dibentuk atas perintah undang-undang dengan Keputusan Presiden namun tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan dibentuk melalui Peraturan Presiden namun tidak atas perintah Undang-Undang dan tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. Hasil dari lembaga yang dikaji menunjukan bahwa KPU, KPK, KPPU dan BSSN adalah lembaga non struktural yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, namun tidak semua memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. KPU dan KPK memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, sementara KPPU dan BSSN tidak memiliki kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan.

The establishment of Non Structural Government Institutions in Indonesia is not followed by a blueprint for institutionalizing Non Structural Government Institutions and the variety of laws that forming it and so its authority of forming laws and regulations. This thesis discusses three main problems. First, non-structural institutions that have the authority to form legislation under the law. Second, the basis for the formation of non-structural government institutions and their authority to forming laws and regulations. third, under the context of duties and functions to run the government, what kind of authority that held by non-structural government institutions in forming laws and regulations. The author uses KPU, KPK, KPPU and BSSN institutions as material to be studied through normative juridical approach method. The results of this study indicate that with the authority being possessed by the government to carry out executive functions and implement laws, the forming of law and regulations under the law shall be included limitedly as governmental authority. Furthermore, the author analyzes there are 4 (four) bases/models to establish Non Structual Government Institutions and its authority to form law and regulations, which is formed by law and has the authority to form legislation, formed by the order of the law and has the authority to form legislation, is formed at the order of the law with a Presidential Decree but does not have the authority to form legislation and is formed through a Presidential Regulation but is not ordered by the Law and does not have the authority to form legislation. The results of this research on the Institutions show that KPU, KPK, KPPU and BSSN are considered as executive authority non-structural institutions, but not all of these institutions have the authority to form legislation. KPU and KPK have the authority to form legislation, while KPPU and BSSN do not have the authority to form legislation.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huang, Septeven
"Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan Hindia Belanda penting yang masih diberlakukan oleh Republik Indonesia, meskipun peraturan tersebut dibentuk jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk. Skripsi ini membahas bagaimana peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tersebut diberlakukan, kedudukannya dalam hierarki norma hukum Republik Indonesia, serta implementasi dari keberlakuan peraturan tersebut setelah dibatasi oleh norma hukum Republik Indonesia. Dalam menganalisis peraturan perundang-undangan Hindia Belanda tersebut, digunakan metode penelitian yuridis-normatif berdasarkan studi pustaka yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan sudut pandang sejarah serta filsafat hukum. Dengan hasil penelitian bahwa peraturan perundang-undangan Hindia Belanda berlaku secara parsial serta setara dengan undang-undang karena terjadi proses pembentukan hukum berupa resepsi dalam aturan peralihan di Undang-Undang Dasar 1945.

ABSTRACT
There are numerous Netherlands East Indies regulations that are still in use within the Republic of Indonesia’s legal system, even though those regulations are created far before the Republic of Indonesia was born. This research analyzes how those regulations are still considered valid and implemented within the Indonesian legal system. To analyze those Netherlands East Indies regulations, a normative juridical method based on literature studies on valid regulations with legal history and jurisprudence perspectives. With results showing that Netherlands East Indies regulations are still partially used in Indonesia with the same level as parliamentary law because of the reception based law creation process in the transitional clause of Indonesia’s constitution of 1945.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Kaleb
"Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui perwakilannya di Provinsi Papua, Ombudsman berwenang menindaklanjuti laporan terkait dugaan maladministrasi pada kasus distribusi Bantuan Sosial Beras Sejahtera di Kabupaten Jayawijaya dengan menyampaikan saran kepada kepala daerah (Bupati Jayawijaya) guna perbaikan dan penyempurnaan prosedur pelayanan publik yang dikemas melalui suatu kajian sistemik. Adapun kasus tersebut berkaitan dengan pelayanan publik dan kesejahteraan sosial dalam hal ketidaksesuaian penyelenggaraan distribusi Bansos Rastra sebagai pemenuhan hak atas kebutuhan dasar masyarakat di Kabupaten Jayawijaya dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, metode penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, jenis data sekunder dengan studi dokumen sebagai alat pengumpulan data, pendekatan kualitatif sebagai metode analisis data, serta bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat dugaan maladministrasi pada kasus tersebut. Diketahui pula bahwa Ombudsman sebenarnya dapat menggunakan wewenangnya untuk membuat Rekomendasi, agar lebih memiliki daya ikat melalui prosedur lanjutan yang lebih mendesak, sehingga menjamin kepastian dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang prima untuk mencapai kesejahteraan sosial yang merata bagi masyarakat di Kabupaten Jayawijaya.

Ombudsman of the Republic of Indonesia is a state agency that oversees the administration of public services. Through its representatives in Papua Province, the Ombudsman is authorized to proceed on reports related to alleged maladministration in the case of distribution of Prosperous Rice Social Assistance in Jayawijaya Regency by submitting suggestions to the regional head (namely Regent of Jayawijaya) for the improvement and completion of public service procedures that are packaged through a systemic study. That case is related to public services and social welfare in terms of an incompatibility in the distribution of Prosperous Rice Social Assistance as a fulfillment of the rights to the basic needs of people in Jayawijaya Regency with the provisions of the applicable regulations. In this case, the research methods used are normative juridical research forms, descriptive research typologies, secondary data types with document studies as data collection tools, qualitative approaches as data analysis methods, as well as primary, secondary and tertiary legal materials. Based on the results of this study, there are some alleged maladministration in the case. It is also known that the Ombudsman can actually use its authority to make Recommendations, to have more binding power through more urgent follow-up procedures, so as to ensure certainty in the administration of public services to achieve equitable social welfare for the people in Jayawijaya Regency."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>