Reformasi birokrasi dalam hal kelembagaan telah mendorong adanya Lembaga Non Struktural (LNS) yang beragam, namun masih terdapat diferensiasi pengaturan LNS. Kantor Staf Presiden (KSP) merupakan LNS yang berdiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden. Tugas KSP adalah membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam hal mendukung teknis jalannya pemerintahan. Untuk itu, KSP perlu melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. Penelitian ini bermaksud menganalisis kedudukan LNS dalam pemerintahan, hubungan hukum KSP dengan lembaga lain, dan pengaturan terhadap LNS di masa depan. Metodologi yang digunakan adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa LNS masih memiliki beberapa permasalahan, seperti pengawasan yang belum ideal. KSP hanya menunjang pemerintahan terkait program prioritas nasional maupun isu strategis. Sehingga, KSP juga melakukan hubungan hukum dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam menjalankan tugasnya maupun menjalankan hubungan hukum dengan masyarakat sebagai penerapan good governance. Tidak adanya unifikasi aturan juga membuat berbagai implikasi masalah terhadap LNS. Sebagai saran, diperlukan perbaikan sistem tata kelola LNS yang diberlakukan bagi semua LNS, seperti untuk pengawasan. Untuk hubungan hukum KSP dapat dibatasi dengan pengaturan agar kewenangan KSP tetap sesuai sebagai LNS. Untuk mengatur LNS, diperlukan unifikasi peraturan mengenai LNS di Indonesia di masa yang akan datang.
Bureaucratic reform in terms of institutions has encouraged the existence of various Non-Structural Institutions (NSI), but there is still differentiation of NSI arrangements. The Executive Office of the President (EOP) is an NSI established based on Presidential Regulation Number 83 of 2019 concerning Executive Office of the President. The EOP’s task is to assist the President and Vice President in technical support for the running of the government. EOP needs to have a legal relationship with other parties. This research intends to analyze the position of NSI in government, the legal relations between EOP and other institutions, and the regulation of NSI in the future. The methodology used is normative juridical with qualitative data collection techniques. The results of the research found that NSI still had several problems, such as inadequate supervision. EOP only supports the government related to national priority programs and strategic issues. Thus, the EOP also carries out legal relations with related Ministries / Institutions in carrying out its duties and carrying out legal relations with the community as the implementation of good governance. The differentiation of regulation also has implications for problems for NSI. As a suggestion, it is necessary to improve the NSI governance system that is applied to all NSI, such as for control. For the EOP legal relationship, it can be limited by the regulation so that the EOP’s authority still suitable as an NSI. It is also necessary to unify regulations regarding NSI in Indonesia in the future.
"
"
Negara wajib memberikan subsidi angkutan udara kargo kepada Badan Usaha Angkutan Udara berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan non-BUMN. Pemberian ini dilakukan dengan pemberlakuan kewajiban pelayanan publik. Subsidi angkutan udara kargo sebagai bagian dari program Jembatan Udara dilaksanakan oleh pemerintah melalui penugasan kepada BUMN yang bergerak di bidang angkutan udara dan/atau Badan Usaha Angkutan Udara melalui pemilihan penyedia jasa lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis permasalahan terkait penerapan pemberian subsidi angkutan udara kargo sebagai kewajiban pelayanan publik berdasarkan kerangka hukum pelayanan publik di Indonesia; perbandingan pelaksanaan subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan pelaksanaan kewajiban pelayanan publik di Uni Eropa, Malaysia, dan Australia; dan kaitan antara penerapan subsidi angkutan udara kargo terhadap Badan Usaha Angkutan Udara non-BUMN dengan kerangka kewajiban pelayanan publik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan cara menarik asas hukum tertulis maupun tidak tertulis dan perbandingan terhadap pelaksanaan subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan pelaksanaan kewajiban pelayanan publik di Uni Eropa, Malaysia, Australia. Simpulan penelitian ini yaitu subsidi angkutan udara kargo merupakan bagian dari kewajiban pelayanan publik di Indonesia sesuai dengan kerangka hukum pelayanan publik di Indonesia; terdapat perbedaan antara subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan kewajiban pelayanan publik sejenis di Uni Eropa, Malaysia, dan Australia berdasarkan sistem pemilihan badan usaha angkutan udara, penyelenggara, dan bentuk subsidi yang diberikan; dan kaitan antara pemberian subsidi angkutan udara kargo terhadap badan usaha angkutan udara non-BUMN dalam Kerangka Kewajiban Pelayanan Publik di Indonesia dapat dilihat melalui pergeseran paradigma pelayanan publik di Indonesia dan berdasarkan konsep tindakan hukum pemerintah berdasarkan hukum administrasi negara di Indonesia.
The state is obliged to subsidize cargo air transport to Air Transport Business Entities in the form of State-Owned Enterprises (SOEs) and non-SOEs. This provision is carried out by the application of public service obligation. Cargo air transport subsidy as part of the Air Bridge program are carried out by the government through assignments to SOEs engaged in air transportation and/or Air Transport Business Entities through the selection of other service providers in accordance with statutory provisions. This study attempts to analyze the problems related to the implementation of subsidized cargo air transport as a public service obligation based on the legal framework of public services in Indonesia; comparison of the implementation of cargo air transport subsidy in Indonesia with the implementation of public service obligation in the European Union, Malaysia and Australia; and the connection between the application of cargo air transport subsidy to non-SOEs Air Transport Business Entities with the framework of public service obligations in Indonesia. This research is a normative juridical method by drawing written and unwritten legal principles and comparing the implementation of cargo air transport subsidy in Indonesia with the implementation of public service obligations in the European Union, Malaysia, and Australia. The conclusions obtained from this study are that cargo air transport subsidy are part of the public service obligation in Indonesia in accordance with the legal framework of public services in Indonesia; there is a difference between cargo air transport subsidy in Indonesia and similar public service obligation in the European Union, Malaysia and Australia based on the system of selecting air transport business entities, organizers, and the form of subsidies provided; and the link between providing air cargo air transport subsidy to non-SOEs air transport business entities in the Public Service Obligation Framework in Indonesia can be seen through the paradigm shift in public services in Indonesia and based on the concept of government legal action based on administrative law in Indonesia.
"