Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tomy Oeky Prasiska
"Casemix, casemix index dan hospital baserate merupakan indikator penting untuk melihat kinerja rumah sakit dengan pembayaran DRG. Indikator tersebut merupakan penyusun besaran tarif INA-CBGs, instrumen penilaian kinerja rumah sakit mitra BPJS Kesehatan dan instrumen penyusun pembayaran klaim mixed method INA-CBGs dan global budget yang mulai diujicobakan. Cakupan pelayanan rawat inap dan rawat jalan rumah sakit Muhammadiyah Jawa Timur didominasi pasien JKN, rumah sakit harus mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat berkembang di era JKN. Penelitian bertujuan menganalisis capaian casemix, casemix index dan hospital baserate Rumah Sakit Muhammadiyah Jawa Timur tahun 2017-2020. Studi observasional dengan pengamatan selama empat tahun dilakukan pada 27 rumah sakit. Penelitian menggunakan data sekunder yang didapatkan dari elektronik klaim (E-klaim) Kementerian Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi rumah sakit, jenis rumah sakit, kelas perawatan, dan lama hari rawat inap mempengaruhi capaian casemix, casemix index dan hospital baserate. Casemix, casemix index dan hospital baserate rumah sakit kelas B lebih besar dibandingkan rumah sakit kelas C dan kelas D, capaian indikator rumah sakit umum kelas C lebih besar dibandingkan rumah sakit khusus kelas C. Capaian indikator antar rumah sakit pada kelas yang sama dapat berbeda signifikan tergantung variasi dan derajat keparahan kasus. Rumah sakit yang menangani kasus derajat berat mempunyai nilai casemix, casemix index dan hospital baserate lebih besar. Hasil uji statistik menunjukkan lama rawat inap berpengaruh signifikan terhadap kenaikan hospital baserate rawat inap, semakin lama hari perawatan maka peluang peningkatan hospital baserate semakin besar (p<0,05). Rumah sakit yang menangani kasus hemodialisis dan operasi katarak mempunyai casemix, casemix index dan hospital baserate rawat jalan lebih besar. Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 berdampak pada capaian casemix, casemix index dan hospital baserate rumah sakit. Sebanyak 19 rumah sakit (70,4%) mengalami penurunan capaian casemix rawat inap dan 20 rumah sakit (74,1%) mengalami penurunan casemix rawat jalan. Sebanyak 21 rumah sakit (77,4%) mengalami peningkatan hospital baserate rawat inap dan 23 rumah sakit (85,2%) mengalami peningkatan hospital baserate rawat jalan pada tahun 2020. Kesimpulan: capaian indikator casemix, casemix index dan hospital baserate dipengaruhi oleh klasifikasi, jenis rumah sakit, jumlah kasus, variasi dan derajat keparahan kasus serta lama rawat inap. Pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan nilai casemix dan peningkatan hospital baserate rawat inap dan rawat jalan. Rumah sakit harus meningkatkan cakupan pelayanan, mengendalikan biaya pelayanan dan menjamin kualitas pengkodean diagnosis dan prosedur secara optimal. Rumah sakit harus memonitor capaian casemix, casemix index dan hospital baserate rawat inap dan rawat jalan secara berkala dan membandingkan dengan rumah sakit lain yang mempunyai kelas dan kapasitas yang sama.

Casemix, casemix index and hospital baserate are important indicators to see the hospital performance with DRG payments. These indicators are the compilers of the INA-CBGs tariff rate, the performance assessment instrument for Healthcare and Social Security Agency partner hospitals and the instrument for compiling claims for the mixed method INA-CBGs and global budget which are being piloted. The coverage of inpatient and outpatient services at Muhammadiyah Hospitals in East Java is dominated by the National Health Insurance patients, therefore the hospitals must have a competitive advantages and be able to develop well in the JKN era. This study aims to analyze the achievement of casemix, casemix index and hospital baserate at Muhammadiyah Hospitals in East Java in year 2017-2020. An observational study within four years of observation was conducted in 27 hospitals. The study used secondary data obtained from the Ministry of Health's electronic claims (E-claims). The results showed that hospital classification, type of hospital, treatment class, and length of stay affected the achievement of casemix, casemix index and hospital base-rate. The casemix, casemix index and hospital base-rate of class B hospitals are higher than those of class C and class D hospitals, the indicator achievement of class C general hospitals is greater than those of special class C hospitals. The achievement of indicators between similar class hospitals can differ significantly. depending on the variety and severity level. Hospitals that handle severe cases have higher casemix, casemix index and hospital baserate values. The results of statistical tests showed that the length of stay had a significant effect on the increase of inpatient hospital baserate, the longer the days of stay, the greater the chance of increasing the hospital baserate (p <0.05). Hospitals that handle cases of hemodialysis and cataract surgery have a higher casemix, casemix index and outpatient hospital base-rate. The COVID-19 pandemic in 2020 had an impact on the achievement of casemix, casemix index and hospital base-rates. A total of 19 hospitals (70.4%) experienced a decrease in inpatient casemix achievement and 20 hospitals (74.1%) experienced a decrease in outpatient casemix. A total of 21 hospitals (77.4%) experienced an increase in inpatient hospital baserate and 23 hospitals (85.2%) experienced an outpatient hospital baserate increase in 2020. Conclusion: the achievement of the casemix, casemix index and hospital baserate indicators are influenced by classification, type of hospital, number of cases, variation and severity level and length of stay. The COVID-19 pandemic has resulted a decrease in casemix values and an increase in inpatient and outpatient hospital baserates. Hospitals must increase healthcare coverage, control costs and ensure optimal quality of diagnostic coding and procedures. Hospitals must monitor the achievement of casemix, casemix index and hospital baserates of inpatient and outpatient regularly and compare to other hospitals of the same class and capacity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaenuddin Firmansyah
"Beberapa penelitian terdahulu telah menemukan contoh kasus pemanfaatan drone dalam terorisme sebagai alat intelligence, surveillance, reconnaisance sampai bentuk serangan drone yang dapat dimodifikasi dengan tambahan bom. Konsep asimetric warfare merupakan salah satu alasan teroris menggunakan drone sebagai jawaban atas konflik yang tidak seimbang dengan menargetkan VVIP atau Objek Vital Nasional. Perubahan paradigma penggunaan drone dari militer ke ranah sipil, kemajuan teknologi yang semakin maju, canggih dan mudah didapat menjadi ancaman yang tidak bisa dinafikan dari pemanfaatan drone dalam terorisme di masa depan yang dapat terjadi di Indonesia. Pendekatan kualitatif dengan metode intrinsic case study dipilih sebagai jenis dan tipe penelitian dengan sumber primer dari Kementerian/Lembaga terkait mengenai peran dalam pencegahan aksi teror yang memanfaatkan drone. Sedangkan data sekunder didapatkan dari strategi studi pustaka. Teori CPTED dan Kebijakan publik digunakan sebagai analisis peran masing-masing Kementerian/lembaga terkait dikuatkan dengan enam konsep seperti mitigasi, drone, kontra terorisme, terorisme, perang asimetris, dan 16 langkah penurunan kejahatan. Hasil penelitian menemukan bahwa peran Paspampres dan Kohanudnas sebagai fasilitator dan eksekutor dalam pencegahan pemanfaatan drone dalam terorisme pada target VVIP, BNPT dan Ditpamobvit Polri sebagai evaluator desain keamanan Objek Vital Nasional, dan peran Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Perdagangan sebagai regulator dalam peraturan kontra drone. Namun masih ditemukan kelemahan dan kekurangan dalam peran masing-masing Kementerian/lembaga terkait setelah dilakukan analisis dengan konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Seperti misalnya secara mitigasi non struktural perlu penguatan peraturan pengoperasian dan perizinan drone secara komprehensif yang tidak hanya melibatkan Kementerian/Lembaga tertentu, anggaran yang terbatas kepada BNPT untuk melakukan evaluasi desain keamanan Objek Vital Nasional, pembuatan MoU antara pengelola objek kepada Ditpamobvit Polri yang masih sedikit jumlahnya, Densus 88 yang belum memiliki SOP pencegahan kontra drone dan desain keamanan yang masih perlu ditingkatkan sesuai dengan konsep mitigasi struktural, teknik pengurangan kejahatan dan teori CPTED seperti pada elemen target hardening. Maka dalam penelitian ini memberikan saran dan rekomendasi berupa tambahan langkah mitigasi struktural, non struktural dan penelitian selanjutnya sebagai bentuk batasan dan kekurangan dari penelitian ini.

Several previous studies have found examples of cases of using drones in terrorism as intelligence, surveillance, reconnaissance to the form of drone attacks that can be modified with additional bombs. The concept of asymmetric warfare is one of the reasons terrorists use drones as an answer to unequal conflicts by targeting VVIP or Nasional Vital Objects. The paradigm shift in the use of drones from the military to the civilian realm and technological advances that are increasingly advanced, sophisticated and easily available are threats that cannot be denied from the use of drones in future terrorism that can occur in Indonesia. A qualitative approach with the method was intrinsic case study chosen as the type of research with primary sources from the relevant Ministries/Institutions regarding the role in preventing terror acts using drones. While the secondary data obtained from the literature study strategy. CPTED theory and public policy are used as an analysis of the role of each related ministry/institution strengthened by six concepts such as mitigation, drones, counter terrorism, terrorism, asymmetric warfare, and 16 steps to reduce crime. The results of the study found that the role of Paspampres and Kohanudnas as facilitators and executors in preventing the use of drones in terrorism on VVIP targets, BNPT and Ditpamobvit Polri as evaluators of National Vital Object security designs, and the role of the Ministry of Transportation, Ministry of Defence, Ministry of Communication and Information, and Ministry of Trade as a regulator in counter drone regulations. However, there are still weaknesses and shortcomings in the role of each related ministry/institution after analysing the concepts and theories used in this study. For example, in non-structural mitigation, it is necessary to comprehensively strengthen operating regulations and drone licensing that does not only involve certain Ministries/Institutions, a limited budget for BNPT to evaluate the security design of National Vital Objects, the making of MoUs between object managers and the Ditpamobvit Polri which is still limit, Densus 88 which does not yet have a counter-prevention procedures and security design that still needs to be improved according to the concept of structural mitigation, crime reduction techniques and CPTED theory as in the element target hardening. So in this study, it provides suggestions and recommendations in the form of additional structural, non-structural mitigation measures and further research as a form of limitations and shortcomings of this research."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library