Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karina
"

Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit metabolik yang kompleks dan kronis yang ditandai dengan gangguan angiogenesis. Inflamasi kronis derajat ringan dan stres oksidatif yang meningkat pada DM tipe 2 diketahui dapat menyebabkan gangguan fungsi biologis pada sel progenitor/sel punca vaskular, salah satunya adalah adipose-derived mesenchymal stem cell (ADSC). Sejumlah penelitian menunjukkan potensi vaskulogenik ADSC dan perannya pada regenerasi jaringan. Hingga saat ini aplikasi sel punca autologus pada penderita DM untuk menginisiasi vaskularisasi masih mengalami kendala. Platelet-rich plasma (PRP) diketahui kaya akan berbagai faktor pertumbuhan, termasuk VEGF, yang penting untuk proses angiogenesis.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis efek pemberian PRP PMI terhadap proliferasi (jumlah sel stromal, nilai population doubling time (PDT), dan persentase sel hidup), diferensiasi (pembentukan koloni, ekspresi CD73, CD90, CD105, dan tiga lini diferensiasi), ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, dan potensi angiogenik ADSC DM in vitro (sekresi VEGF dan pembentukan tubular kapiler).

Metode: Terlebih dahulu, konsentrasi trombosit per µL dan kadar VEGF per 1x103 trombosit pecah yang terkandung dalam PRP Palang Merah Indonesia (PMI) dibandingkan dengan PRP DM dan non-DM. Lalu, stromal vascular fraction (SVF) diisolasi dari jaringan lemak menggunakan metode enzimatik, dan SVF penderita DM tipe 2 (n= 15) dan non-DM (n= 10)  dikultur dalam medium kontrol hingga didapat ADSC pasase 1−3 (P1−P3). Proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, serta potensi angiogenik ADSC DM dan non-DM diukur dan dibandingkan. ADSC DM P3 kemudian dikultur dalam medium PRP PMI 5%, 10%, 15%, dan 20%, lalu proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2 diukur dan dibandingkan dengan kontrol (FBS) untuk mendapatkan konsentrasi PRP optimum. ADSC DM P3 yang diprekondisikan dengan PRP optimum, dengan atau tanpa anti-VEGF (bevacizumab) 100 ng/mL, dan ADSC DM P3 kontrol dikultur, lalu sekresi VEGF dan pembentukan tubular kapiler pada Matrigel® diukur.

Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna antara konsentrasi trombosit per µL PRP DM, non-DM, dan PMI (p= 0,22). Namun, PRP non-DM memiliki kadar VEGF per 1000 trombosit pecah lebih rendah bermakna (0,20 (0,04−0,35) fg) dibandingkan PRP DM (0,69 (0,21−1,17) fg), p= 0,03) dan PMI (1,84 (1,38−2,10) p= 0,01), dan tidak ada perbedaan bermakna antara PRP DM dan PRP PMI (p= 0,06). Jumlah sel stromal per gram lemak dan jumlah koloni sel stromal DM lebih rendah dari non-DM (86,35 (52,48−106,76) x 106 vs 158,93 (101,59−185,94) x 106, p= 0,01, dan 94 ± 14 koloni vs 31 ± 32 koloni, p= 0,004). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara DM dan non-DM pada persentase sel stromal hidup (p= 0,24), ekspresi CD73 (p= 0,21), CD90 (p= 0,90), adipogenesis, kondrogenesis, osteogenesis, PDT P2 (p= 0,27), PDT P3 (p= 0,21), dan persentase sel hidup ADSC P2 (p= 0,07), sedangkan ekspresi CD105 (64,41 (51,20−73,38)% vs 91,40 (82,62−95,47)%, p< 0,001) ADSC DM P1 dan persentase sel hidup (82,70 ± 8,07% vs 91,15 ± 3,77%, p= 0,04) ADSC DM P3 lebih rendah bermakna dibandingkan ADSC non-DM. Tidak ada penurunan yang bermakna pada ekspresi relatif mRNA VEGF (0,64 (0,30−1,08), p= 0,86) dan VEGFR2 DM (0,64 ± 0,56, p= 0,49) jika dibandingkan dengan ADSC non-DM. Rerata kadar VEGF dalam conditioned medium (CM) yang disekresikan oleh 1x103 ADSC DM dan non-DM secara berturut-turut sebesar 0,74 pg/mL dan 0,62 pg/mL. ADSC DM yang diberi PRP optimum, yaitu 15% memiliki nilai PDT yang lebih rendah (2,33 ± 0,56 hari vs 5,04 ± 1,26 hari, p= 0,01) dan persentase sel hidup (95,53 ± 1,60% vs 78,95 ± 10,13%, p=0,01) yang lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan kontrol. Terjadi peningkatan ekspresi CD105, mRNA VEGF, dan VEGFR2 ADSC DM yang diberi PRP 15% (secara berturut-turut 1,81 ± 0,73, p= 0,01; 5,27 ± 5,69, p= 0,23; dan 9,01 ± 11,59, p= 0,06) relatif terhadap kontrol. ADSC DM yang diberi PRP 15% dan ADSC DM kontrol secara berturut-turut mensekresikan VEGF rerata sebanyak 0,57 pg/mL dan 1,67 pg/mL per 1x103 sel hidup. Jumlah tubular kapiler in vitro ADSC DM yang diberi PRP meningkat pada jam ke-24 jika dibandingkan dengan kontrol dan tidak berbeda bermakna dengan ADSC non-DM, namun membutuhkan waktu lebih panjang, serta tidak berbeda bermakna dengan ADSC DM yang diberi PRP dan anti-VEGF (p=0,78).

Kesimpulan: ADSC DM terbukti mengalami kerusakan selular yang dicirikan dengan penurunan proliferasi, diferensiasi, ekspresi mRNA VEGF dan VEGFR2, serta potensi angiogeniknya. Pemberian PRP 15% (VEGF 98,00 pg/mL) dapat memperbaiki kerusakan tersebut melalui efek sinergis yang dihasilkan oleh VEGF dan faktor pertumbuhan lainnya yang terdapat dalam PRP.

 


Background: Type II diabetes mellitus (DM type 2) is a chronic and complex metabolic disease identified by impaired angiogenesis. Low grade chronic inflammation and increasing oxidative stress in DM type 2 decrease the biological functions of progenitor/stem cells, including adipose-derived stem cells (ADSC).  ADSC plays significant roles in angiogenesis and tissue regeneration. Some studies have shown the vasculogenic potency of ADSC and its role in tissue regeneration. To date, autologous cell application in DM patients to initiate vascularization is hindered. Platelet-rich plasma (PRP) is widely known to contain generous amount of growth factors including VEGF with significant role in angiogenesis.

Objective: This study aimed to investigate and analyze the effect of PRP preconditioning to the proliferation (stromal cell number, population doubling time (PDT) and percentage of viable cells), differentiation (colony formation, CD73, CD90, CD105 expressions, three lineage of differentiation), expression of mRNA VEGF and VEGFR2, as well as in vitro angiogenic potency of ADSC DM (VEGF secretion and capillary tube formation).

Methods: Initially, platelet concentration per µL and VEGF per 1x103 lysed platelet contained in Palang Merah Indonesia (PMI) PRP was compared to DM and non-DM PRP. Subsequently, stromal vascular fraction (SVF) from 15 DM and 10 non-DM donors was enzymatically isolated from adipose tissue, and cultured in control media to generate passage 1−3 (P1−P3) ADSC. Proliferation, differentiation, mRNA VEGF and VEGFR2 expression, as well as angiogenic potency of DM ADSC in vitro were measured and compared to non-DM control. P3 DM ADSC was then cultured in media contained 5%, 10%, 15%, and 20% PMI PRP, and proliferation, differentiation, mRNA VEGF and VEGFR2 expression were measured and compared to FBS control to determine optimum PMI PRP concentration. P3 DM ADSC preconditioned with optimum PMI PRP, with or without anti-VEGF (bevacizumab) 100 ng/mL, and control DM ADSC were cultured, and VEGF secretion was measured, as well as capillary tube formation on Matrigel®.

Results: In this study no significant differences were observed between platelet concentration per µL DM, non-DM, and PMI PRP (p= 0.22). However, non-DM PRP contained significantly lower VEGF per 1000 lysed platelets (0.20 (0.04−0.35) fg) compared to DM (0.69 (0.21−1.17) fg, p= 0.03) and PMI PRP (1.84 (1.38−2.10), p= 0.01), with no significant difference between DM and PMI PRP (p=0.06). The number of viable stromal cells per gram adipose tissue and collonies generated from DM SVF were significantly lower than non-DM (86.35 (52.48−106.76) x 106 vs 158.93 (101.59−185.94) x 106, p= 0.01 and 94 ± 14 collonies vs 31 ± 32 collonies, p= 0.004). Non-significant differences were also observed in the percentage of viable stromal cells (p= 0.24), expression of CD73 (p= 0.21), CD90 (p= 0.90), adipogenesis, chondrogenesis, osteogenesis, P2 and P3 PDT (p= 0.27 and 0.21, respectively), and the percentage of viable P2 ADSC (p= 0.07), but the expression of CD105 of P1 DM ADSC (64.41 (51.20−73.38)% vs 91.40 (82.62−95.47)%, p< 0.001) and the percentage of viable P3 ADSC (82.70 ± 8.07% vs 91.15 ± 3.77%, p= 0.04) were significantly lower than non-DM ADSC. The reduction of mRNA VEGF and VEGFR2 relative expression of P3 DM ADSC (0.64 (0.30−1.08) p= 0.86 and 0.64 ± 0.56, p= 0.49, respectively) were unsignificant compared to non-DM ADSC. Mean of VEGF level normalized to 1x103 viable cells in the conditioned medium (CM) of DM and non-DM ADSC were 0.74 pg/mL and 0.62 pg/mL, respectively. Optimum 15% PRP-preconditioned DM ADSC had significantly lower PDT value (2.33 ± 0.56 days vs 5.04 ± 1.26 days, p=0.01) and higher percentage of viable cells compared to control (95.53 ± 1.60% vs 78.95 ± 10.13%, p=0.01). The increase of relative expression of CD105, mRNA VEGF and VEGFR2 (1.81 ± 0.73, p= 0.01; 5.27 ± 5.69, p= 0.23; and 9.01 ± 11.59, p= 0.06, respectively) were unsignificant in DM ADSC compared to non-DM. Optimum 15% PRP-preconditioned DM ADSC and control secreted VEGF in CM as much as 0.57 pg/mL and 1.67 pg/mL per 1x103 viable cells in average. PRP-preconditioning improved the capillary tube formation in DM ADSC, but the process was longer compared to control, and unsignificant to non-DM ADSC and PRP-preconditioned DM ADSC with anti-VEGF (p=0.78).

Conclusions: Cellular damage in DM ADSC was idientified by a reduction of proliferation, differentiation. mRNA VEGF and VEGFR2 expression, and angiogenic potency. Preconditioning DM ADSC with 15% PRP (VEGF 98.00 pg/mL) improved the cellular damage with synergitic effect of VEGF and other growth factors contained in PRP.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wismaji Sadewo
"ABSTRAK
Tujuan: Memperoleh korelasi petanda stres oksidatif jaringan otak dengan darah dan
cairan likuor pada kasus perubahan peningkatan tekanan intra kranial; membuat
perangkat lunak yang dapat mengkonversi petanda stres oksidatif pada darah dan likuor
menjadi derajat tekanan intra kranial.
Tempat Penelitian: Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM, Departemen Biokimia dan
Biologi Molekular FKUI.
Subjek Penelitian: 25 orang yang dilakukan tindakan operasi bedah saraf.
Hasil: Responden terpilih dalam penelitian dilakukan tindakan operasi bedah saraf;
selama operasi diukur nilai tekanan intra kranial dan didapati kelompok tekanan intra
kranial normal, meningkat ringan, sedang dan tinggi. Dengan mengambil sampel jaringan
otak di sekitar lesi, cairan otak dan darah vena sentral pada responden yang sama; diukur
senyawa redoks terdiri dari enzim katalase, antioksidan SOD, reduktor NADPH dan
metabolit MDA. Hasil pengukuran senyawa redoks didapatkan konsentrasi MDA di
jaringan otJik berkorelasi bermakna dengan MDA darah (P=0,029), konsentrasi SOD
cairan otak berkorelasi dengan SOD jaringan otak (P=0,01), konsentrasi NADPH darah
berkorelasi dengan NADPH cairan otak (P=0,003) dan konsentrasi katalase darah
berkorelasi dengan katalase jaringan otak (P=0,047). Dengan uji korelasi dan anahsis
varian diperoleh hasil konsentrasi metabolit MODA darah pada kelompok peningkatan TIK
tinggi berbeda secara bermakna dengan kelompok peningkatan TIK sedang (P=0,032),
ringan (P=0,001) dan normal (P=0,001). Denukian juga dengan SOD darah pada
peningkatan TIK ringan berbeda bermakna dengan peningkatan TIK sedang (P=0,038);
dan NADPH pada kelompok TIK naik ringan berbeda bermakna dengan kelompok TIK
naik sedang (P=0,038). Dibuat permodelan berupa perangkat lunak Support Vector
Machine Sequential/S>VMscc]_ yang dapat mengklasifikasikan nilai TIK cukup dengan
mengukur konsentrasi senyawa redoks pada darah dan cairan likuor dengan nilai akurasi
81,82%.
Simpulan: Peningkatan TIK menyebabkan perubahan senyawa redoks pada sel otak,
cairan likuor dan darah yang kadamya berbeda bermakna pada setiap klasifikasi TIK.
Konsentrasi senyawa redoks pada otak berkorelasi kuat dengan darah dan cairan otak.
Permodelan dengan Support Vector Machine Sequential dapat menggantikan pengukuran
TIK cukup dengan mengukur konsentrasi senyawa redoks pada darah dan cairan likuor."
2011
D1788
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Widia Jusman
Depok: Universitas Indonesia, 2010
D1762
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Puspitaningrum
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1743
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Yustisia
"Lingkungan mikro tumor berperan penting dalam meregulasi sifat kepuncaan, proliferasi, ketahanan terhadap apoptosis, dan metabolisme sel punca kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek modulasi lingkungan ekstraseluler melalui kondisi hipoksia dan alkalinisasi pada metabolisme glukosa dan ketahanan hidup sel punca kanker CSC payudara manusia CD24-/CD44 . Pada penelitian in vitro eksperimental ini, CSC payudara manusia dikultur pada kondisi hipoksia dan kondisi alkali. Kultur sel diinkubasi selama 30 menit, 4, 6, 24, dan 48 jam pada suhu 37 C kemudian dilakukan analisis status metabolisme glukosa, regulasi pH, ketahanan hidup, dan penanda kepuncaan serta pluripotensi CSC payudara menggunakan berbagai teknik yaitu qRT-PCR, kolorimetri, fluorometri, dan aktivitas enzimatik. Kondisi hipoksia menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA dan konsentrasi HIF1? sehingga mengaktivasi gen-gen yang berada di bawah regulasinya. Hipoksia juga menyebabkan penekanan proliferasi namun meningkatkan ketahanan terhadap apoptosis. Alkalinisasi menyebabkan peningkatan pH ekstraseluler pHe yang menstimulasi peningkatan aktivitas dan ekspresi mRNA gen regulator pH seluler. Status metabolisme menunjukkan peningkatan aktivitas glikolisis anaerobik disertai peningkatan ekspresi transporter GLUT1. Alkalinisasi menyebabkan penekanan proliferasi CSC payudara bahkan kematian sel. Sebagai kesimpulan, modulasi lingkungan ekstraseluler baik melalui hipoksia maupun alkalinisasi dapat meningkatkan aktivitas glikolisis yang selanjutnya mempengaruhi ketahanan hidup dan kepuncaan CSC payudara CD24-/CD44.

This study was aimed to analyze the effect of extracellular pH and O2 level modulation on glucose metabolism and survival of the human CD24 CD44 breast cancer stem cells BCSCs . The primary BCSCs CD24 CD44 cells were cultured under hypoxia 1 O2 or under supplementation of sodium bicarbonate 100 mM for various periods. After each incubation periods, the pH regulation, glucose metabolism, survival, stemness and pluripotency markers were analyzed using various techniques including qRT PCR, colorimetry, fluorometry, dan enzymatic reactions. This study demonstrated that hypoxia caused an increase of HIF1 mRNA expression and protein level, and shifted metabolic states to be more glycolytic. Hypoxia also promoted the suppression of cell proliferation and induced the apoptosis evasion. Alkalinization caused a high pHe then stimulated an increase of mRNA and activity of cellular pH regulator that lead to upregulation of anaerobic glycolysis. Alkalinization inhibited BCSCs proliferation and promoted apoptosis. To conclude, modulation of the extracellular environment of human BCSCs through hypoxic condition and alkalinization could shift the metabolic state toward the anaerobic glycolysis which in turn affected the proliferation and survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Andralia Kartolo
"ABSTRAK
Latar Belakang: Trombositosis pada pasien kanker payudara KPD diduga berkontribusi pada penyebaran dan sifat invasi sel punca kanker payudara. Modifikasi lingkungan mikro tumor dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas terapi anti kanker. Belum diketahui apakah platelet derived growth factor PDGF -AB dalam lisat trombosit LT juga berperan terhadap cancer stem cell CSC payudara CD24-/CD44 .Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek LT dan PDGF-AB didalamnya sebagai lingkungan mikro tumor pada proliferasi dan sifat invasi sel punca kanker payudara CD24-/CD44 yang ditandai dengan kadar matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dan epithelial-cadherin E-cadherin . Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada kultur sel punca KPD yang diberi LT dari pasien KPD dan donor sehat. Darah semua donor dilakukan pemeriksaan hematologi dan diproses untuk mendapatkan platelet rich plasma PRP . Jumlah trombosit per ?L PRP setiap donor dihitung. PRP diproses untuk mendapatkan LT. Kadar PDGF-AB LT diukur. LT 0,01 ditambahkan ke dalam medium dulbecco rsquo;s modified eagle rsquo;s medium DMEM -F12 untuk kultur sel punca KPD. Setelah inkubasi 48 jam, total jumlah sel, population doubling time PDT dan viabilitas sel dihitung dan dinormalisasikan terhadap nilai kontrolnya. Ekspresi MMP-9 dan E-cadherin dipilih sebagai penanda biologi sifat invasi dan diukur dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay ELISA . Jumlah total sel, PDT, viabilitas sel, kadar MMP-9 dan E-cadherin dibandingkan antara pasien KPD dan donor sehat lalu dianalisis korelasinya dengan jumlah trombosit dan kadar PDGF-AB dalam lisat trombosit. Hasil: Jumlah trombosit dan kadar PDGF-AB dalam LT pasien KPD lebih tinggi dibandingkan LT donor sehat, keduanya dengan nilai p=0,02. LT pasien KPD memicu proliferasi sel punca KPD lebih baik dibandingkan LT donor sehat p

ABSTRACT
Background Thrombocytosis in breast cancer BC patient is supposed to play a role in the invasiveness of breast cancer stem cells. Modification of tumor microenvironment was proposed to increase the efficacy of anticancer therapy. Aim This study aimed to analyze the effect of platelet lysate PL as well as its platelet derived growth factor PDGF AB content as a tumor microenvironment on the CD24 CD44 breast cancer stem cell BCSC proliferation and invasiveness. Methods This experimental study treated BCSC culture with PL from BC patients or healthy donors. Venous blood from all donors were subjected to hematology test and processed to obtain PRP. Platelet counts in PRP were determined. PRP was processed to obtain PL. PDGF AB contents in PL were measured. PL 0.01 was supplemented into dulbecco rsquo s modified eagle rsquo s medium DMEM F12 medium and used for culturing the CD24 CD44 BCSCs . After 48 hours, total cell count, population doubling time PDT , and cell viability were calculated and normalized to its control. Matrix metalloproteinase 9 MMP 9 and E cadherin was used as biological marker for CSC invasiveness and measured by enzyme linked immunosorbent assay ELISA method. Total cell count, PDT, cells viability as well as MMP 9 and E cadherin levels between BCSC, healthy donor platelet lysate and control group were compared and their correlation with platelet count in PRP and PDGF AB levels in platelet lysates were analyzed. Results Platelet counts and PDGF AB levels were higher in BC patient PL compared to healthy donor group, both with a p value of 0.02. BC patient PL could stimulate the proliferation of BCSCs higher than healthy donor PL p"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimawati Tedjasukmana
"Latar belakang: Obstructive Sleep Apnea OSA berkorelasi dengan hipertensi. Pada OSA dengan hipertensi resisten ditemukan hiperaldosteronisme primer. Disfungsi gen Cryptochrome-1 Cry1 dan Cry2 menyebabkan peningkatan aldosteron dan hipertensi pada mencit. Neuroglobin Ngb diketahui mempengaruhi gen Per. Peneliti menduga penurunan kadar Cry pada OSA menyebabkan peningkatan aldosteron dan hipertensi, dan kadar neuroglobin serum mempengaruhi Cry.Metodologi: Subyek dikumpulkan secara konsekutif dari survei populasi Jakarta berusia 30-65 tahun yang menderita OSA sedang-berat dan hipertensi. OSA didiagnosis menggunakan portable monitor tipe 2 Alice Pdx unattended. Subyek didiagnosis hipertensi bila tekanan darah pagi hari lebih dari 140/90 mmHg atau minum obat anti hipertensi. Konsentrasi aldosteron, renin, neuroglobin, Cry1 dan Cry2 serum ditentukan dengan metode ELISA. Hiperaldosteronisme ditentukan dengan Aldosterone Renin Ratio ARR >20.Hasil Penelitian: Terdapat 40 subyek yang memenuhi kriteria, 26 laki-laki dan 14 perempuan dengan median usia 52,5 tahun, BMI 27,46 kg/m2, AHI 34.8 kali/jam. Ditemukan 16 subyek dengan hiperaldosteronisme primer HP dan 24 subyek nonHP. Tidak ditemukan perbedaan bermakna Cry1, Cry2 dan Ngb pada kedua kelompok. Walaupun secara statistik tidak bermakna terdapat kecenderungan penurunan kadar Cry1 dan Cry2 pada ARR tinggi pada HP, terutama Cry1. Ditemukan korelasi positif antara kadar Ngb dengan Cry1 pada HP Spearman rsquo;s rho= 0.455, p= 0.038 . Selain itu ditemukan hubungan bermakna antara Cry1 dan O2 nadir p= 0.026 . Cry1 menurun pada hipoksia berat. Pada HP terdapat kecenderungan penurunan Ngb pada kadar O2 nadir rendah, walaupun secara statistik tidak bermakna.Kesimpulan: Penurunan kadar Cry1 mungkin berhubungan dengan terjadinya kelebihan aldosteron pada OSA. Ngb tampak berperan pada penurunan Cry1.

Background Obstructive Sleep Apnea OSA patients with resistant hypertension also had primary hyperaldosteronism. Cryptochrome 1 Cry1 and Cry2 dysfunction were associated with increased aldosterone and hypertension. Neuroglobin Ngb is known to influence Per gene. In this study we want to investigate whether Cry decrease in moderate to severe OSA causes aldosterone increase and hypertension, also the possible role of Ngb on Cry expression.Methods Subjects were recruited consecutively from a population study of OSA in Jakarta, subjects aged 30 65 years with moderate to severe OSA and hypertension. OSA was diagnosed using unattended type 2 portable monitor Alice Pdx , hypertension was established when morning blood pressure exceed 140 90 mmHg or on anti hypertensive drugs. Serum aldosterone, renin, neuroglobin, Cry1 and Cry2 were determined using ELISA method. Primary hyperaldosteronism was determined by Aldosterone Renin Ratio ARR 20.Results Of the 40 subjects recruited, there were 26 males and 14 females, with median age 52.5 years, BMI 27.46 kg m2, and AHI 34.8 times hour. We found 16 subjects with primary hyperaldosteronism PH and 24 nonPH. No difference in Cry1, Cry2 and Ngb levels was found in these groups. Although statistically not significant Cry1 and Cry2 concentration decrease with higher ARR in PH, especially Cry1. There was a positive correlation between Ngb and Cry1 in PH Spearman rsquo s rho 0.455, p 0.038 . There was relationship between Cry1 and nadir O2 p 0.026 . Cry1 was decreased in severe hypoxia. Although statistically not significant, serum Ngb decreased in severe hypoxia.Conclusions Cry1 decrease might be the cause of increased aldosterone in OSA. Ngb decrease is associated with Cry1 decrease.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>