Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Wuryanti
"Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian nutrisi enteral tinggi protein pada status protein penderita stroke akut
Tempat : Ruang rawat IRNA B, bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metodologi : Penelitian adalah suatu uji klinik paralel yang telah disetujui oleh panitia tetap penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebanyak 36 subyek penelitian stroke hemoragik dan iskemik akut yang memenuhi kriteria dibagi dalam dua kelompok secara randomisasi blok. Sebanyak 18 orang kelompok perlakuan mendapat nutrisi enteral tinggi protein (NETP), sedangkan 18 orang kelompok kontrol mendapat makanan cair racikan rumah sakit. Pengukuran berat badan dan tinggi badar dilakukan pada hari 1. Pemeriksaan albumin dan prealbumin serum dilakukan pada hari ke 1 dan Pemeriksaan NUU dan kreatinin urin dari urin tampung 24 jam pada hari 1, dan 7. Imbang nitrogen diperoleh dengan menghitung asupan nitrogen dan NUU 24 jam Uji statistik yang digunakan adalah uji t untuk data yang berdistribusi normal, dan uji Mann Whitney untuk data yang berdistribusi tidak normal. Batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5%.
Hasil : Pada kelompok perlakuan didapatkan sedikit peningkatan ni1ai prealbumin yang belum bermakna, yaitu 0,161 (0,104-0,303) menjadi 0,163 (0,043 0,276) g/L, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan penurunan yang bermakna yaitu 0,181 (0,093-0,267) menjadi 0,138 (0,066-0,280). Didapatkan penurunan nilai albumin pada kedua kelompok. Penurunan nilai albumin pada kelompok perlakuan lebih sedikit dibandingkan kontrol, masing-masing yaitu - 0,35 dan - 0,60 g/dL.Pemberia NETP dapat menurunkan ekskresi kreatinin urin secara bermakna, yaitu dari 1019 (300-1530) menjadi 791,50 (246-1524) mg/24 jam), tetapi belum memperbaiki NUU dari imbang nitrogen
Kesimpulan : Pemberian NETP pada pasien stroke akut cenderung dapat meningkatkan status protein, walaupun belum dapat dibuktikan secara statistik.

Effects High Protein Enteral Nutrition on Protein Status in Acute Stroke PatientsObjective To investigate the effects of high protein enteral nutrition on protein status in acute stroke.
Location: IRNA B, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta
Subjects and Methods : The study was a parallel clinical trial, which was alread} certified by the Ethical Clearance Research Committee of Faculty of Medicine Universit of Indonesia. Thirty six subjects with acute hemorhagic and ischemic stroke wen selected using certain criteria. The subjects were divided into two groups using blocs randomization. Eighteen subjects in treatment group received high protein entera nutrition (HPEN), and the control group received enteral hospital diet. Body weight an( height were assessed on the la day of admission. Albumin and prealbumin were assessed on day 1 and 7. Urinary urea nitrogen (UUN) and urinary creatinine were assessed on da: 1, 4, and 7 using 24-hour urine collection. Nitrogen balance was calculated b: substracting nitrogen intake with urinary urea nitrogen. Statistical analysis was performe+ using t-test for normal distributed and Mann Whitney test for not normal distributed data The level of significance was 5%.
Results : In the treatment group, there was a slingtly increased in prealbumin level, bi: not yet significantly : 0,161 (0,104-0,303) to 0,163 (0,043-0,276) g,/L, while in the contra group markedly decreased : 0,181 0,093-0,267) to 0,138 (0,066-0,280) gIL, The albumi level decreased in both groups. Albumin level in the trreatment group decreased less tha the control group, respectively - 0,35 (-1,20-0,60) and - 0,60 (-1,40-0,00). The HPE] decreased urinary creatinine excretion significantly : 1019 (307-15310) to 791,50 (24( 1524), however UUN and nitrogen balance did not show any improvement
Conclusion : HPEN tend to be able to increase the protein status although has ni statistically been proven yet.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 11201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Elvi
"Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan asam lemak tak jenuh tunggal (ALTJT) serta faktor-faktor lainnya dengan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) plasma penderita penyakit jantung koroner (PJK).
Tempat: Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol tanpa berpasangan, yang telah disetujui oleh panitia tetap penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebanyak 134 orang penderita PJK diikut sertakan dalarn penelitian ini, terdiri dari 67 orang kelompok kasus (kadar kolesterol HDL plasma <35 mg/dL) dan 67 orang kelompok kontrol (kadar, kolesterol HDL plasma (35 mg/dL). Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik demografi, asupan zat gizi makro dengan metode tanya ulang 1x24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ) semikuantitatif 3 bulan terakhir, kebiasaan olahraga, merokok, minum alkohol, indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang/lingkar panggul (rasio Lpi/Lpa).
Hasil: Berdasarkan karakteristik demografi, kelompok kasus dan kontrol setara. Asupan ALTJT kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok kasus namun tidak berbeda bermakna. IMT kedua kelompok berada pada kategori obes I dan tidak berbeda bermakna. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma (p=0,034;OR=2,55; 95%CI=1,06-6,15). Didapatkan korelasi positif yang bermakna antara asupan ALTJT dengan kadar kolesterol HDL pada kelompok kontrol Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok kontrol (p=0,03;r=0.23). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel-variabel lain yang diteliti dengan kadar kolesterol HDL plasma.
Kesimpulan:
1. Terdapat korelasi positif yang bermakna antara asupan ALTJT dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok control.
2. Terdapat korelasi negatif yang bermakna dari rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma pada kelompok kontrol.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio Lpi/Lpa dengan kadar kolesterol HDL plasma.
4. Hubungan antara asupan ALTJT (15% dari kalori total dengan kadar kolesterol HDL plasma, pada penelitian ini belum dapat dibuktikan.)

Objective: The aim of this study was to determine the relationship between of mono unsaturated fatty acid (MUFA) intake and other factors with plasma high density lipoprotein (HDL) cholesterol level on coronary heart diseases (CHD) patients.
Place: Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Method: The design was unmatched case- control study, which has been approved by ethical committee Faculty of Medicine University of Indonesia. One hundred and thirty four patients with CHD as subjects of the study, consist two groups. 67 subjects as case (plasma HDL cholesterol < 35 mg/dL) and 67 subjects as control group (plasma HDL cholesterol (35 mg/dL) respectively. Consecutive sampling method was used to obtain the subjects. Data collected were demographic characteristics, macronutrient intake using 24 hours recall and semiquantitative food frequency questionnaire (FR)) method in the last three month, smoking habit, alcohol consumption, exercise, body mass index (BMI), and waist hip ratio (WHR) measurements.
Results: Demographic characteristic of both groups were similar. MUFA intake in the control group was higher than case, but no significant difference was found between groups. No significant difference was found in term of the BMI between case and control group. There was significant relationship between WHR and plasma HDL cholesterol (p0.034; OR=2,55; 95%CI= 1,06-6,15). Significant positive correlation between MUFA intake and plasma HDL cholesterol in the control group was found (p=O,Ol;r~,29). There was significant negative correlation between WHR and plasma HDL cholesterol in the control group (p=),03;r=-0,23). Other variables did not show any relationship with plasma HDL cholesterol.
Conclusion:
1. There was significant positive correlation between MUFA intake and plasma HDL cholesterol and negative correlation between WHR and plasma HDL cholesterol in the control group.
2. There was significant relationship between WHR and plasma HDL cholesterol. Relationship between of MUFA intake (l5% total calorie and plasma HDL cholesterol has not been proved yet.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristin Maekaratri
"ABSTRAK
Tujuan : Mengetahui perubahan kadar vitamin A plasma dan hubungannya dengan keadaan klinis penderita stroke iskemik
Metodologi : Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan pada 26 pasien stroke iskemik dengan onset kurang dari 48 jam. Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling. Pemeriksaan kadar vitamin A dengan metode high performance liquid chromatography (HPLC), dilakukan pada saat pasien masuk, hari kedua, ketiga dan kelima perawatan. Data yang dikumpulkan meliputi : karakteristik demografi, faktor-faktor risiko, asupan nutrisi dengan metode recall 1 x 24 jam, food frequency questionnaire (FFQ) semik antitatif dan selama dirawat dg food record, indeks massa tubuh (IMT) serta penilaian klinis dengan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).
Hasil : Jumlah subyek penelitian 26 orang (20 laki-laki dan 6 perempuan) dengan rerata usia 60.58 + 9.36 tahun. Faktor risiko terbanyak adalah hipertensi yaitu 80.1%. Berdasarkan WIT, 53.9% subyek masuk dalam kategori berat badan lebih. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan vitamin A, lemak dan vitamin E dengan kadar vitamin A plasma Rerata kadar vitamin A plasma masuk dalam kategori nominal dan menunjukkan peningkatan yang bermakna pada hari kelima perawatan (p: 0,035). Perjalanan klinis penyakit berdasarkan NIHSS menunjukkan perbaikan yang bermakna (p: 0,045 - 0,005). Terdapat korelasi negatif dan bermakna antara peningkatan kadar vitamin A plasma dengan penilaian NIHSS pada hari kelima perawatan (r:0,391, p: 0,049).
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar vitamin A plasma pada hari pertama dengan hari kelima perawatan. Terdapat perbedaan yang bermakna pada penilaian NIHSS selama lima hari perawatan. Terdapat korelasi negatif bermakna antara kadar vitamin A plasma dengan penilaian NIHSS pada hari kelima perawatan.
Kata kunci : Vitamin A, stroke iskemik

ABSTRACT
Levels Of Vitamin A In Ischemic Stroke Patients
Objective : The purpose of this study was to investigate the time course of plasma vitamin A changes and its relation with clinical state in ischemic stroke patients.
Metodology : A cross sectional study was carried out among 26 patients with ischemic stroke of recent onset (< 48 hours). Consecutive sampling method was used to obtain the subject. Plasma vitamin A level was measured using high performance liquid chromatography (HPLC) on admission, and days 2, 3, and 5. Data collected were demographic characteristics, risk factors of stroke, nutrient intake using 24 hours recall, semi quantitative food frequency questionnaire (FFQ) and food record method when hospitalized, body mass index (BMI), and clinical condition using National Institutes Health Stroke Scale (NIHSS).
Result, : The subjects consist of 26 patients (20 males and 6 females) with a mean of age 60.58 + 9.36 years. Hypertension was the most modifiable risk factors (80.1%) that found. Based on SMI, 53.9% subjects had overweight. There were no relationship between nutrient intake (vitamin A, fat and vitamin E) and plasma vitamin A level. Plasma vitamin A level was still in the normal range and gradually increased in the following days, it showed a significant increase on day 5 since admission (p: 0.035). The score of NIHSS was significantly decreased along hospitalized (p: 0.045 - 0.005)_ A significant negative correlation between plasma vitamin A levels and NIHSS score on day 5 was found (r: -0.391, p: 0.049).
Conclusion : There was significant difference in plasma vitamin A level between day 5 and at admission. Scores of NIHSS were significantly different in the following days. A significant negative correlation between plasma vitamin A levels and scores of NIHSS on day 5 was found.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Halim
"Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara masukan Ca, kadar ion Ca serum dengan tekanan darah primigravida dengan usia kehamilan 24, 32 dan 36 minggu dalam rangka poncegahan terjadinya Preeklampsia.
Tempat : Poliklinik Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan FKUI Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan.
Bahan dan Cara: Penelitian dilakukan pada wanita primigravida dengan usia kehamilan 24 minggu yang memenuhi kriteria. Mula-mula dikumpulkan data-data mengenai sosiodemografi dan pamoriksaan masukan Kalori, Protein, Ca, kadar ion Ca serum dan tekanan darah, kemudian pada usia kehamilan 28 minggu diperiksa tekanan darah, usia kehamilan 32 minggu masukan Kalori, Protein, Ca dan tekanan darah, akhirnya pada usia kehamilan 36 minggu diperiksa masukan Kalori, Protein, Ca, kadar ion Ca serum dan tekanan darah. Data karakteristik disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik t dan x2.
Hasil: Dari 86 subyek penelitian yang diteliti, rata-rata masukan Ca nya pada usia kehamilan 24, 32 dan 36 minggu lebih rendah dari AKO, masing-masing 63%,76% dan 63%, rata-rata kadar ion Ca serumnya pada usia kehamilan 24 dan 36 minggu, dalam batas normal, masing-masing 1,06 dan 1,05 mmol/l, 7 orang (8,1%) menderita Preeklampsia. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara Preeklampsia dengan variabel yang diteliti yaitu umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, status gizi, masukan Ca dan kadar ion Ca serum.
Kesimpulan: Masukan Ca dan kadar ion Ca serum tidak ada hubungan bermakna dengan terjadinya Preeklampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joosje J. Hassan
"Di Indonesia berhasilnya pembangunan pada masa orde baru khususnya di bidang kesehatan berdampak positif pada Umur Harapan Hidup {Life Expectancy) pada penduduk Indonesia, sehingga penduduk yang berusia lanjut/manula akan meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Hal ini mempunyai dampak pada timbulnya masalah kesehatan dan gizi manula. Salah satu masalah kesehatan pada golongan tersebut adalah anemia. Di Indonesia Husaini (1990) mendapatkan prevalensi anemia pada golongan tersebut 37,5% dan di Amerika Serikat Jansen {1990) 40%. Pada umumnya anemia yang terdapat disebabkan oleh defisiensi zat besi. Faktor-faktor penyebab defisiensi zat besi pada golongan manula ini adalah masukan makanan yang kurang, gangguan absorpsi zat besi dan perdarahan gastrointestinal yang kronis. Ketiga faktor penyebab tersebut erat kaitannya dengan perubahan fisiologis dan patologis yang terjadi pada golongan manula.
Penelitian ini bertujuan mengetahui status besi pada golongan manula dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Telah dilakukan studi cross sectional pada 100 orang manula umur 60-83 tahun yang tinggal di Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik,laboratorium dan wawancara terarah meliputi keadaan social ekonomi, pengetahuan dan perilaku gizi serta kebiasaan makan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada manula yang diteliti, tingkat status besi yang tergolong normal 81% sedangkan yang tergolong defisiensi 19%, berpenghasilan rendah 85%, berpendidikan rendah 75%, berpengetahuan gizi kurang 88% dan berperilaku gizi kurang 93%. Ditemukan hubungan yang bermakna antara status besi dengan masukan zat besi, vitamin C dan tingkat penghasilan dan juga hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan tingkat pendidikan. Variabel-variabel lain yang diteliti tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan status besi.

The National Development programmed implemented by the Indonesian government in the last two decades have brought about positive effects on life expectancy, which results in a yearly increase of the elderly among the population. The increase has certain important implications on health and nutrition in the elderly. One of the many problems encountered in the specific age is anemia, the prevalence of which is currently 37.5 percent for Indonesia (Husa7ni, 1990), and 40 percent in the United States (Jansen, 1990). The anemia among the elderly is mostly caused by iron deficiency. The causative factors of iron deficiency anemia in the elderly are poor intake, disorders of iron absorption and chronic gastrointestinal bleeding. Those three factors are closely related to the physiological and pathological changes occurring in old age.
This study was done to obtain data on iron status and the influencing factors in elderly. A cross sectional study was done among 100 elderly persons, ages between 60 to 83 years old, at utan Kayu Selatan, Matraman district, East Jakarta. Investigation includes physical examination, laboratory test, and guided interview encompassing socioeconomic, general knowledge, and nutritional lifestyle and eating habits.
The results of the investigation among the elderly revealed that, 81 percent, among the elderly was normal level of iron status whereas Deficiency was found in 19 percent; low income was found in 85 percent of respondents, and low educational level 75 percent. Lack of knowledge on nutrition was found in 88 percent and poor nutritional lifestyle in 93 percent. Significant associations were found between iron status and iron, vitamin C intake and the level of income; and also between knowledge on nutrition and. the level of education. There was no significant association between iron status and the other variables being studied.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Oetoro
"Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian nutrisi enteral dini (NED) terhadap stres metabolisme pada penderita luka bakar, dalam rangka mencari alternafif penatalaksanaan nutrisi pada penderita luka bakar.
Tempat: Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Bahan dan cara: Penelitian ini merupakan uji klinik pada penderita luka bakar berusia 18 - 60 tahun dengan luka bakar derajat dua seluas 20 - 60% luas permukaan tubuh (LPT). Sepuluh subyek perlakuan diberi Nutrisi Enteral Dini/NED mulai ≤8 jam pasca trauma, sedangkan 10 subyek kontrol diberi nutsisi enteral/oral 24 jam pasca trauma. Stres metabolisme dideteksi dengan pemeriksaan kadar hormon kortisol serum, glukosa darah dan nitrogen urea urin (NUU). Sampel darah untuk pemeriksaan kortisol dan glukosa diambil pada hari ke 1, 7 dan 12. Urin untuk pemeriksaan NUU di kumpulkan selama 24 jam pada hari ke 3, 7 dan 12. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann Whitney U untuk kadar kortisol, NUU dan glukosa darah. Batas kemaknaan yang digunakan 0,05.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar kotisol dan NUU, namun demikian pada hari ke 12 tampak penurunan kadar NUU lebih tajam pada kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol justru meningkat Kadar glukosa darah pada hari 12 menunjukkan perbedaan bermakna (p = 0, 04).
Kesimpulan: Pemberian NED berhasil menekan stres metabolisme yang terjadi pada penderita luka bakar derajat dua berdasarkan parameter glukosa darah.

Objective: To investigate the effect of early enteral nutrition (EEN) on the metabolic stress in burned patients, in respect to looking for the alternative of nutrition management in burned patients.
Place: Burn Unit RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Materials and methods: This study was randomized clinical trial was conducted on 18 - 60 years subjects with 20 - 60% total body surface area (FBSA) of second degree burned. Ten subjects were given enteral nutrition started g 8 hours post burn, while 10 control subjects were given enteral/oral nutrition 24 hours post burn. Metabolic stress was detected by measuring of serum cortisol, blood glucose level, and urinary urea nitrogen (UUN) level. Blood samples for cortisol and glucose level were taken on day 1, 7 and 12 Twenty four hours collected urine for UUN level were taken on day 3, 7 and 12. Statistical analysis was performed with Mann Whitney U test for cortisol level, NUU and glucose level. The level of significance was 0, 05.
Results: There were no significant differences between the two groups based on serum cortisol and UUN levels, however, the level o UUN of the day 12 decreased in the study group, while it increased in the control group. A significant difference was found of blood glucose between these two groups (p = 0, 04) on day 12.
Conclusion: The administration of EEN reduced the metabolic stress of second degree burned patients express by blood glucose parameter.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianty Pradono
"ABSTRAK
Ruang lingkup penelitian ialah gizi kerja dalam hubunggannya dengan produktivitas kerja. Makan pagi merupakan salah satu faktor yang diasumsikan berhubungan dengan produktivitas kerja sedangkan kadar gula darah secara kualitatif dapat mengukur masukan kalori makan pagi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan masukan kalori makan pagi dengan kadar gula darah dan produktivitas kerja terhadap 81 tenaga kerja wanita (TKW) bagian jahit perusahaan tenun di Jakarta pada bulan Nopember 1994 dengan alasan rendahnya pencapaian target produksi {40 %) di perusahaan ini. Penelitian ini menggunaan desain pendekatan kros seksional, data dikumpulkan dengan melakukan wawancara, "recall" 2x24 jam, pemeriksaan fisik, pemeriksaan hemoglobin dan kadar gula darah, pencatatan hasil produksi mulai jam 7.00 sampai jam 12.00 pada hari penelitian. Hasil penelitian menunjukkan, 9 (11,1 %) TKW tidak makan pagi, 30 (37 %) TKW makan pagi dengan kalori kurang, 42 (51,9 %) TKW makan pagi dengan kalori cukup. Masukan makanan harian secara kualitatif 91,4 % kurang bervariasi. Secara kuantitatif menunjukkan protein {56,52 %), vitamin C dan besi belum mencukupi AKG yang dianjurkan WNPG V tahun 1993. Status gizi TKW 11,1 a kurang, 70,4 % normal dan 18,5 % lebih. Uji statistik mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara TKW makan pagi dan TKW tidak makan pagi dengan hasil produksi (p=0.004), dengan kadar gula darah jam 6.30 (p = 0.02).
A Study On The Relationship Between Breakfast Calory Intake, Blood Glucose And Productivity Among Women Workers At Weaving Factory In Jakarta, 1994The scope of study is the women workers nutrition in relation to their work productivity. Breakfast is one of the factors which was assumed related to work productivity while blood glucose is one of the objective parameters to measure breakfast calory intake. The objective of this study is to identify the relationship between breakfast calory intake, blood glucose and productivity. A sample of 81 women workers at sewing department a weaving factory in Jakarta had be-come the population of study due to the low productivity record (40 %) of the factory, on November 1994. The design of study is cross-sectional and data were collected through interviews, questionaire, recall 2x24 hour, physical examination, haemoglobin and blood glucose test and one day women workers productivity measured by recording her work productivity performed from 7.00 AM until 12.00 AN. Study result showed that 9 {11.1 %) workers did not have breakfast, 30 (37 %) had breakfast with less calories, 24 (51.9 %) had breakfast with sufficient calories. The one day recall calory intake showed qualitatively that about 91.4'% of their food compositions did not vary. The quantitative food analysis showed that 56.52 0 of protein, vitamin C and iron had not met recommended daily allowance based on WNPG V,1993. About 11.1 % of women workers were undernutrition, 70.4 % normal, 18.5 % overnutrition. Statistical analysis, there were significant relation between works productivity (p = 0.004), blood glucose at 6.30 AM (p=0.02) and women workers who had breakfast compared to those who did not have.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Suwetra
"Anemi defisiensi besi merupakan anemi gizi yang paling sering terjadi baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju dan terdapat terutama pada bayi dan anak-anak; yang dalam pertumbuhan cepat membutuhkan zat besi yang tinggi dan kandungan zat tersebut dalam makanan yang lebih rendah dari kecukupan kebutuhan yang dianjurkan (1). Diit kaya zat besi tidak menjamin ketersedian zat besi yang cukup bagi tubuh selama absorpsi zat besi dipengaruhi oleh bahan penghambat (inhibitor) dan pemacu (promoter) yang ada di dalam makanan. Zat besi yang terdapat di dalam Air Susu Ibu (ASI) hanya mencukupi kebutuhan akan zat besi sampai umur 6 bulan dan cadangan besi tubuh mulai menurun sejak umur 5 - 6 bulan, maka kebutuhan pada umur selanjutnya harus dipenuhi dari makanan. Di negara berkembang makanan pokok terutama terdiri dari serealia, kacang-kacangan dan sayuran dengan kualitas zat besi yang rendah serta banyak mengandung bahan penghambat absorpsi besi seperti fitat, tannin dan serat (1,2,3,4). Keadaan tersebut disertai dengan kemiskinan, ketidak-tahuan tentang makanan bergizi, adanya kepercayaan yang salah terhadap makanan tertentu (tabu), lingkungan yang masih mendukung terjadinya berbagai penyakit infeksi dan infestasi cacing khususnya cacing tambang (5).
Semua keadaan tersebut menyebabkan tingginya prevalensi anemi defisiensi besi pada bayi dan anak di negara sedang berkembang (5). Resiko terjadinya anemi defisiensi besi tertinggi adalah pada anak-anak umur kurang dari 2 tahun baik di negara maju seperti Amerika Serikat dan Perancis (6) maupun di negara berkembang seperti Argentina (7) dan Malaysia (8). Di Indonesia data anemi defisiensi besi secara nasional belum ada, namun dari beberapa peneliti yang melakukan penelitian secara terpisah dalam skala yang lebih kecil pada anak-anak dengan status g i z i baik ditemukan 37,8 - 73,0 % pada anak umur 6 bulan - 6 tahun pada kelompok social ekonomi rendah (5), 46,67 % pada anak balita yang berobat ke RSCM (9) dan 58,33% pada anak-anak umur 6 -- 18 bulan di Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan (10).
Telah diketahui bahwa anemi defisiensi besi berpengaruh terhadap morfologi dan enzim-enzim yang ada kaitannya dengan metabolisme energi di dalam epitel mukosa usus. Telah diketahui pula bahwa absorpsi karbohidrat memerlukan energi. Gangguan absorpsi ada hubungan dengan penurunan kapasitas metabolisme energi di dalam epitel usus (7,11). Telah ditemukan pada anak umur 9 - 32 bulan dengan anemi defisiensi besi berat adanya gangguan absorpsi D-xilosa dan lemak (12), pada kasus yang sama ditemukan pula gangguan absorpsi D-xilosa pada subyek berumur 13 - 55 tahun (13). Di Indonesia penelitian serupa belum pernah dilakukan pada penderita anemi defisiensi besi khususnya pada anak umur kurang dari 2 tahun, merupakan faktor pendorong pelaksanaan penelitian ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani A. Armyn
"ABSTRACT
A study of 60 infants and children from 6 to 18 months of age, the relationship of iron status to psychomotor development was assessed. Their iron status was diagnosed based on hemoglobin and serum ferritin level. While their psychomotor development was assessed using the motor scale of Bayley Scale Infant Development test. Nineteen infants were normal, 6 were non anemic iron deficient, and 35 were anemic iron deficient. Anemic iron deficient infants/children had significantly lower psychomotor development indices than did the normal or non anemic iron deficient group. Normal and non anemic iron deficient infants/children performed comparably. The study concluded that there was a relationship between iron status and psychomotor development of infants/children 6-18 months of age, the normal group had the highest and the anemic the lowest PDI scores, also that home environment is an important i nf1uenci ng factor. Di etary i ron i ntake seemed to be the mai n causal factor in the occurance of anemia among infants/children. Further investigation using a better controlled method/study design was suggested to scrutinize the influence of iron status on psychomotor development of infants/children."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Khazim
"Ruang lingkup dan metodologi: Dislipidemia merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner, sebagai penyebab kematian utama di Indonesia. Penelitian bertujuan menilai hubungan profil lipid dengan umur. tingkat kerja fisik, asupan nutrisi, kebiasaan olahraga dan merokok, indeks massa tubuh (IMT) dan Rasio lingkar perut - lingkar panggul (LPe-LPa). Studi kros-seksional ini mengikutsertakan seluruh tenaga kerja PTE Plumpang. Jakarta Utara sebagai subyek. Data yang dikumpulkan meliputi sosiodemografi, tingkat kerja fisik, tingkat pengetahuan dan sikap tentang pola makan gizi seimbang, kebiasaan makan, kebiasaan olahraga dan merokok, kualitas pola makan, asupan nutrisi metode tanya ulang 3 X 24 jam, IMT, Rasio LPe-LPa, dan kadar fraksi lipid serum.
Hasil: Rata-rata kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, dan rasio kolesterol total/HDL serum masing-masing adalah 148.3+23.8 mg/dl, 77.2+24.2 mg/dl, 43.2+9.0 mg/dl, 143.3+97.8 mg/dl dan 3.6+0.96. Dijumpai prevalensi hipertrigliseridemia (>200 mg/dl) 12.6 % dan hipokolesteroleinia HDL (<35 mg/dl) 17.7 %. Rata-rata asupan energi dan protein perhari subyek adalah 1841 (1092.3-4060.0) kkal dan 60.9 (30.4-109.0) g. Sedangkan rata-rata proporsi energi yang berasal dari karbohidrat, protein, lemak, asam lemak tak jenuh tunggal (ALTJM), asam lemak tak jenuh majemuk (ALTJM), dan asam lemak jenuh (AU) serta PS ratio masing-masing adalah 63.3+4.9 %, 13.31.9 %. 23.8+4 2 %. 5.2+1.6 % 3.4+0.8 %, 13.6+2.7 %, dan 0.25+0.06. Subyek memiliki rata-rata IMT dan Rasio LPe-LPa 23.97+2.7 dan 0.89+0.05. Dijumpai prevalensi kegemukan (IMT 25.1-27.0) dan obes (IMT > 27) masing-masing 16.5 % dan Rasio LPe-LPa > 0.90 sebesar 51.9 %. Dijumpai korelasi positif bermakna antara IMT dan Rasio LPe-LPa (p<0.01 dan r = 0.632) dan korelasi negatif bennakna antara Rasio LPe-LPa dengan kadar kolesterol HDL (p<0.01 dan r = - 0.336). Berdasarkan analisis regresi logistik berganda binary, Rasio LPe-LPa dan kebiasaan inerokok mempunyai kontribusi sebagai prediktor kadar kolesterol HDL berdasarkan persamaan regresi kadar kolesterol HDL = 0.775 (kebiasaan merokok) + 1.348 (Rasio LPe-LPa) - 4.263.
Kesimpulan: Asupan energi subyek masih di bawah AKG. Proporsi energi yang berasal dari karbohidrat dan ALJ melebihi proporsi yang dianjurkan diet tahap 1 dan 2 NCEP. Terdapat korelasi positif bermakna antara IMT dengan Rasio LPe-LPa dan korelasi negatif bermakna antara Rasio LPe-LPa dengan kadar kolesterol HDL serum. Rasio LPe-LPa dan kebiasaan merokok mempunyai kontribusi sebagai prediktor kadar kolesterol HDL serum.

Scope and method: Dislipidemia is the main risk factors of coronary heart disease that major cause of death in Indonesia. The objective of study to detennaine the relationships between lipid profiles and age, physical work nutrient intakes, sports and smoking habits, body mass index (BMI), and abdominal to hip circumference ratio (AHR). The subject of this cross-sectional study was all PTE Plumpang workers, North Jakarta. Data collected were socio-demography, physical work, knowledges and attitudes of balance nutrition, sports dan smoking habits, nutrient intakes with 3 X 24 hour daily recalls method, BM1, AHR, and the concentration of serum lipid.
Results: The Mean concentration of serum total cholesterol, LDL cholesterol, HDL cholesterol,. triglycerides, and total cholesterolWHDL cholesterol ratio were : 148.3+23.8 mg/dl, 77.2+24.2 mg/dl, 43.2+9.0 mg/dl, 143.33+97.8 mg/dl dan 3.6. +0.96, respectively. The prevalence of hipertriglyceridemia (>200 mg/dl) and hipo-HDL-cholesterolemia (<35 mg/di) were 17.7 and 12.6 %. The median of energy and protein intakes of the subjects werel 841 (1092.3-4060.0) kcal and 60.9 (30.4-109.0) g. The composition of intakes were : 63.3+4.9 %, 13.3+1.9 %, 23.8+4.2 %, 5.2+1.6 %, 3.4+0.8 %, 13.6+2.7 %, and 0.25+0.06 for carbohydrate, protein, fat, MUFA, PUPA, SFA, and PS ratio, respectively. The Mean of BMI and AHR were 23.97+2.7 and 0.89+0.05. The prevalence of overweight (BMI 25.0-27.0) and obesity (BMI > 27.0) were 16.5 % respectively. The prevalence of AHR > 0.90 was 51.9 %. There were significant positive correlations between BM1 and AHR (p<0.01 and r = 0.632) and significant negative correlations between AHR and serum HDL cholesterol concentration (p<0.01 and r = -0.336). Using binary multiple regression model analysis, the prediction formula for serum HDL cholesterol concentration was : 0,775 (smoking habits) + 1.348 (AHR) - 4.263.
Conclution: Energy intakes of subjects were low compared to the RDA. The composition of carbohydrate and SFA of intake were high compared to stage I and II of the NCEP diet recommendation. There were significant positive correlations between BMI and AHR and siginficant negative correlation between AHR and serum HDL cholesterol concentration. AHR and smoking habit were predictor factor of serum HDL cholesterol concentration.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>