Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darwin Gozali
"Tujuan: Menilai efektifitas dan efek samping fluorometolon (full) 0,1% dalam penatalaksanaan dry eye tipe defisiensi akuos
Metode: Penelitian ini merupakan studi uji Minis prospektif, randomisasi dan tersamar ganda di sebuah panti wredha. Sebanyak 35 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini merupakan dry eye defisiensi akuos tipe non-Sjogren. Subjek diacak ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok I mendapatkan fluorometolon 0,1% dan kelompok 2 mendapatkan hidroksipropil metilselulosa 0,3% (kontrol). Penilaian efektifitas berdasarkan skor gejala, tes Schirmer tanpa anestesi, fluorescein break up time (FBUT), pewarnaan fluoresein dan sensitivitas kornea dilakukan pada hari 0, 14 dan 28. Pemeriksaan derajat metaplasia skuamosa dilakukan 2 kali yaitu pada hari 0 dan 28. Penilaian efek samping dilihat dari tekanan intraokular dan katarak. Analisis statistik dilakukan di dalam dan antar kelompok.
Hasil: Kedua kelompok mengalami perbaikan gejala, tanda klinis dan derajat metaplasia yang bermakna dari data dasar. Namun tidak didapatkan perbaikan bermakna antara hari 14 dan 28 pada kelompok kontrol. Hasil tes Schirmer dan FBUT lebih baik secara bermakna di kelompok fluorometolon dibanding kelompok kontrol pada hari 14 dan 28. Perbaikan pewarnaan fluoresein lebih berkurang secara bermakna pada kelompok fluorometolon dibanding kelompok kontrol pada hari 28. Skor gejala, sensitivitas kornea dan perbaikan derajat metaplasia tidak berbeda bermakna antar kelompok namun cenderung lebih balk pada kelompok fluorometolon. Efek samping berupa rasa Iengket dan gatal pada ke dua kelompok tidak berbeda bermakna. Tekanan intraokular cenderung stabil dan tidak didapatkan progresifitas katarak selama penelitian.
Kesimpulan: Fluorometolon 0,1% topikal memberikan perbaikan gejala dan tanda Minis yang bermakna pada dry eye defisiensi akuos tipe non-Sjogren.

Purpose: To evaluate the effectiveness and safety of fluorometholone (fml) 0.1% in non-Surgery dry eye syndrome.
Methods: A prospective, randomized, double-masked, clinical trial was conducted in a nursing home. Thirty-five non-Sjogren dry 'eye subjects were included in the study. The subjects were randomized into two groups. Group 1 subjects received fluorometholone 0.1% and group 2 received hydroxypropyl methylcellulose (control). The eye symptom severity score, Schirmer test without anesthesia values, fluorescein break up time (FBUT), fluoresecein staining scores and corneal sensitivity were evaluated before treatment, 14 and 28 days after start the treatment. The degree of squamous metaplasia was evaluated before treatment and day 28. Intraocular pressure, cataract formation and other side effects were recorded to evaluate the safety in both groups. Statistical analyses were performed within and between groups.
Results: Both groups had significant differences compared with their baseline measurements in all of the parameters. However, subjects in the control group showed no significantly improvements between day 14 and day 30. There were no significant differences between groups on symptom severity score and corneal sensitivity on day 14 and 28. The degree of squamous metaplasia was not significantly different between groups on day 28. The FML group had significantly better Schirmer test value and FBUT on days 14 and 28 compared to control group. The fml group subjects also had significantly lower fluorescein staining on days 28. The side effects detected in fml group were sticky and itchy, comparable to control group. Intraocular pressure was stable and no progression of cataract formation.
Conclusion: Topical fluorometholone 0.1% had a clearly beneficial effect both on subjective and objective clinical parameters of non-Sjogren dry eye patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heriawaty Hidajat
"Liposarkoma jaringan lunak diklasifikasikan ke dalam lima subtipe histologik yaitu berdiferensiasi baik, miksoid, sel bulat, pleomorfik dan dediferensiasi. Liposarkoma miksoid dan berdiferensiasi baik tergolong derajat keganasan rendah serta mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan subtipe lainnya. Tetapi penentuan subklasifikasi tersebut ternyata tidak selalu mudah dilakukan oleh karena ditemukannya berbagai tipe campuran antara subtipe yang berderajat rendah dengan yang tinggi. Selain itu penentuan grading histologik juga bergantung pada berbagai keadaan sehingga dapat menjadi kurang objektif nilainya.

Soft tissue liposarcoma is classified into five histological subtypes, namely well-differentiated, mycoid, spherical cell, pleomorphic and dedifferentiated. Mixid and well-differentiated liposarcoma is classified as low malignancy and has a better prognosis compared to other subtypes. However, the determination of these subclassifications is not always easy to do because of the discovery of various mixed types between low-degree subtypes with a high one. In addition, the determination of histological grading also depends on various circumstances so that the value can be less objective."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Valentina Ismetiah Bitticaca
"ABSTRAK
Latar belakang: Retinoblastoma merupakan tumor ganas mata tersering pada anak, terutama yang berusia kurang dari 3 tahun. Penanganan kasus retinoblastoma didasarkan pada luasnya invasi sel tumor pada lapisa koroid, nervus optikus pre dan post laminar, sklera dan batas sayatan operasi yang merupakan faktor risiko histopatologi, dan dikelompokkan atas risiko rendah, menengah dan tinggi. Penilaian microvessel density (MVD) telah digunakan sebagai dasar terapi anti angiogenesis pada beberapa jenis karsinoma. Telah dilaporkan bahwa retinoblastoma dengan invasi koroid atau metastasis mempunyai nilai MVD yang lebih tinggi dibandingkan .yang tanpa invasi lokal ataupun tanpa metastasis. Dalam penelitian ini dilihat hubungan antara MVD dengan faktor risiko histopatologik. Selain itu, dipelajari pula hubungan antara: faktor risiko histopatologik dengan diferensiasi tumor; MVD dengan diferensiasi tumor; faktor risiko histopatologik dengan usia dan MVD dengan usia.
Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan analitik terhadap 59 kasus retinoblastoma tanpa kemoreduksi di Departemen PA FKUI-RSCM. Setelah dikelompokkan menurut risiko histopatologik, didapatkan 10 kasus risiko rendah, 17 kasus risiko menengah dan 32 kasus risiko tinggi. Dilakukan pulasan imunohistokimia CD31, dan selanjutnya dihitung MVD pada masing-masing kelompok, diikuti dengan analisis statistik antara MVD dan faktor risiko histopatologik.
Hasil: Didapatkan hubungan bermakna yang signifikan antara MVD dan faktor risiko histopatologik (p<0,001) dan nilai OR 23. Tidak terdapat hubungan antara: faktor risiko histopatologik dengan diferensiasi tumor (p=0,063); MVD dengan diferensiasi tumor (p=0,274); faktor risiko histopatologik dengan umur (p=0,376) dan MVD dengan umur (p=0,712).
Kesimpulan: Terdapat hubungan sejalan yang signifikan antara MVD dengan faktor risiko histopatologik pada retinoblastoma, sehingga dapat dipertimbangkan pemberian antiangiogenesis pada terapi retinoblastoma.

ABSTRACT
Background: Retinoblastoma is the most common eye malignant tumor, especially in children under age of 3 years. The management of retinoblastoma is based on of tumor cells invasion in choroid layer, optic nerve pre and post laminer, sclera and optic nerve marginal excision which is a histopathological risk factors in retinoblastoma and categorised into low, intermediate and high risk. Microvessel density (MVD) is used in determining angiogenesis in some cancer as base of anti-angiogenesis therapy. It has been reported that retinoblastoma with local invasion and metastasis have higher MVD than retinoblastoma without local invasion and metastasis. In this study the association of MVD with histopathological risk factor in retinoblastoma was examined. We also assessed the association of: histopathological risk factors with tumor differentiation; MVD with tumor differentiation; histopathological risk factors with age and MVD with age.
Material and methods: This is an analytic cross-sectional study on 59 retinoblastoma without chemoreduction in Anatomical Pathology Department, FMUI-RSCM. The cases was categorised into 3 group: 10 cases of low risk, 17 cases of intermediate risk and 32 cases of high risk retinoblastoma. MVD was assesed by CD 31 immuhistochemical staining for each histopathological risk factor, then statistical analysis was performed.
Results: There was a significant association between MVD and histopathological risk factors in retinoblastoma (p<0,001) and OR score was 23. There was no association of: histopathological risk factors with tumor differentiation (p= 0.063); MVD with tumor differentiation (p= 0,274); histopathological risk factors with age (p=0,376) and MVD with age (p=0,712).
Conclusion: MVD is significantly related to histopathological risk factors of retinoblastoma, therefore the uses of anti-angiogenesis could be considered in management of retinoblastoma."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitra Ariesta
"Tujuan: Menilai keamanan rebusan daun sirih terhadap kornea, konjungtiva dan bilik mata depan kelinci New Zealand White Metode: Penelitian ini merupakan uji eksperimental pada kelinci percobaan. Rebusan daun sirih yang diuji terdiri dari 3 konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 20%. Penilaian dilakukan secara klinis pada jam ke 1, 24, 48 dan 72. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jam ke 72. Hasil penelitian akan didasarkan pada protokol The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) guideline for "Acute Eye Irritation/Corrosion" no 405 Hasil: Hasil pemeriksaan klinis pada mata kelinci untuk semua konsentrasi rebusan daun sirih tidak menunjukkan reaksi toksik pada jam ke 1 - 72. Pada pemeriksaan histopatologis jam ke 72, tidak ditemukan sebukan sel radang maupun kerusakan sel pada kornea dan konjungtiva untuk semua konsentrasi rebusan daun sirih. Kesimpulan: Rebusan daun sirih konsentrasi 5%, 10% dan 20% aman pada mata kelinci untuk pemakaian dalam jangka waktu singkat (72 jam). Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan untuk melihat keamanannya pada mata manusia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Subawa
"Pendahuluan
En-blok reseksi femur distal dan dilakukan extracorporeal irradiation autograft dengan menyertakan kartilago sendi dalam rekontruksi limb salvage prosedur merupakan metoda pilihan dalam penanganan kasus keganasan tulang terutama pada negara miskin dan berkembang, dimana tehnik lain tidak tersedia karena alasan finansial atau tehnikal. Pajanan ECI dosis tinggi perfraksi tunggal yaitu 50 Gy, 150 Gy dan 300 Gy untuk sterilisasi allograf diprosedur ini juga mempengaruhi kartilago dari femur distal. Walaupun ada literatur yang menyatakan radiasi menyebabkan kerusakan terhadap kartilago dalam prosedur ini. Sesuai dengan kondisi di atas, kami berusaha melakukan penelitian eksperimental pada tulang femur distal sprague rats untuk membandingkan gambaran histopatologi efek pajanan ECI dosis tinggi perfraksi tunggal 50 Gy, 150 Gy dan 300 Gy serta resiko terjadinya osteoartritis sendi.
Metode
Desain penelitian adalah studi post test control group design. Sampel yang digunakan adalah lima puluh enam tikus putih Sprague Dawley yang telah mengalami maturasi skeletal (8-12 minggu), dibagi menjadi dua kelompok dan tujuh subkelompok, tiap tikus akan dilakukan tindakan en-blok reseksi di bagian femur distal, kemudian kelompok kontrol langsung diperiksa histopatologi kartilagonya, kelompok perlakuan diberikan pajanan ECI 50 Gy, 150 Gy, 300 Gy. Semua kelompok juga dilakukan pemeriksaan tingkat kerusakan kartilago berupa terjadinya osteoarthritis.
Hasil
Efek pajanan ECI terhadap kerusakan kartilago dianalisis dengan menggunakan uji non parametik Kruskal Walis, menunjukkan hasil analisis didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) skor di masing-masing kelompok perlakuan yaitu kelompok pasca pajanan ECI, baik untuk permukaan kartilago (p = 0,13), matriks (p = 1,0), distribusi sel (p=0,25), viabilitas sel (p=0,40) dan tulang subkondral (p=0,35). Untuk melihat perbedaan antara kelompok kontrol dengan 50 Gy, kelompok kontrol dengan 150 Gy, dan kelompok kontrol dengan 300 Gy, dilakukan analisis non-paramterik mann-Whitney, juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna skor untuk permukaan, matriks, distribusi sel, viabilitas sel, dan tulang subkondral baik di kelompok kontrol dengan kelompok ECI (p>0,05). Sedangkan untuk terjadinya osteoartritis perbedaan skor grade osteoartritis di tulang rawan antara yang segera pasca pajanan ECI dan pasca reimplantasi digunakan analisis statistik nonparameterik kruskal walis. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan bermakna skor grade osteoartritis di tulang rawan segera pasca pajanan ECI di tiap-tiap kelompok perlakuan, yaitu ECI 50 Gy (p=0,001), 150 Gy (p=0,001), 300 Gy (p=0,001)
Simpulan
Pajanan radiasi dosis tinggi perfraksi tunggal tidak menyebabkan terjadinya kerusakan kartilago baik segera setelah pajanan radiasi dan tidak bermakna secara statistik. Pajanan radiasi dosis tinggi perfraksi tunggal menyebabkan terjadinya osteoartritis dan bermakna secara statistik

Introduction
Distal femur en-blok resection and extracorporeal irradiation autograft with the articulation cartilage enclose is one of many methods in limb salvage surgery or recontruction for the bone malignancies, especially in developing countries where other methods are not feasible due to financial and tehnical. The procedur is usually done single fraction high dose 50 Gy, 150 Gy and 300 Gy to allograft sterilization, also affected distal femur cartilages. Althought some studies claim radiation causes cartilages damage in this procedur. Bases on those facts, we decided to do an experimental studies in distal femur of sprague rat to compare the difference histopatologycally finding between bone subjected 50 Gy, 150 Gy, 300 Gy doses irradiation and the risk of articular osteoarthritis.
Material and Methods
The research design is post test control group using fivety six skeletally matured Sprague Dawley rats, divided into two groups and sevens sub group and en-block resection of distal femur in al samples. eight rats were randomly assigned to each irradiation sub group, which directly in control group check the histopathologic, after irradiation group and after reimplatation group maitenence 8 week and check the histopathologic. Check of osteoarthritis occurences in all groups.
Results
Analysis of cartilages damage after irradiation usually with Kruskal Walis non parametric test is no statistically significant (p>0,05) in all group to cartilage surface (p = 0,13), matrix (p = 1,0), cells distribution (p=0,25), cell viablel (p=0,40), and subchondral bone (p=0,35). Mann-Whitney non parametric test no statistically significant (p>0,05) between group comparation. Kruskal walis non parametric analysis test is statistically significant (p<0,005) to osteoarthritis in all groups after irradiation 50 Gy (p=0,001), 150 Gy (p=0,001), 300 Gy (p=0,001)
Conclusion
The cartilage damages have not occurs after irradiation in all groups 50 Gy. 150 Gy and 300 Gy . Single fraction high dose irradiation causes osteoarthritis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library