Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuri Dyah Indrasari
"LATAR BELAKANG : Infeksi kaki diabetik (IKD) adalah salah satu penyulit diabetes melitus (DM) yang sangat ditakuti karena sulitnya perawatan dan sering berakhir dengan arnputasi kaki atau bahkan kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan IKD adalah pemberian antibiotik empiris sebelum diketahui kuman penyebabnya. Asam lemak rantai pendek (ALRP) volatil adalah salah satu produk akhir fermentasi kuman yang memiliki kekhasan untuk kuman anaerob. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jenis kuman penyebab IKD dan hasil kepekaan kuman terhadap antibiotik dan mengetahui profil ALRP volatil dari bahan biakan yang mengandung kuman aerob, anaerob dan campuran anaerob-aerob.
METODE : Rancangan penelitian potong lintang dengan 52 subyek penderita IKD yang berobat ke Poliklinik Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Instalasai Gawat Darurat (IGD) RSCM dan Instalasi Rawat !nap IRNA RSCM dari buldn Maret-Desember 2004. Semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pengambilan bahan pus dengan cara aspirasi pus; bahan jaringan nekrotik diperoleh dengan cara eksisi/kuretase jaringan. Pada bahan pusfaringan dilakukan pemeriksaan ALRP volatil dan biakan kuman aerob dan anaerob. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung proporsi kuman, kepekaan terhadap antibiotik dan ALRP volatil dari bahan biakan.
HASIL : Pada penelitian ini, gambaran jenis kuman penyebab yang didapat dari bahan biakan penderita IKD adalah kuman aerob saja ditemukan pada 55 bahan biakan (92%), kuman campuran anaerob-aerob ditemukan pada 5 bahan biakdn (8%) dari tidak ditemukan kuman anaerob saja pada bahan biakan (0%). Kuman adrob Gram negatif tersering E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim, fosfomisin dan imipenem. Kuman Gram positif tersering Saureus sensitif terhadap antibiotik kotrimoksasol, moksilin-klavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilin-klavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metFbnidazol. Dari profil ALRP volatil didapatkan median kadar asam asetat pada baheh, bI kan yang mengandung kuman aerob dan campuran anaerob-aerob adalah 1,11 (0,00 - 6,67) mEg/lOOmL dan 1,00 (0,56 - 1,67) mEg1100mL; median kadar asam propionait (P) dan butirat (B) pada bahan biakan yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob berturutturut adalah (P) 0,48 (0,00 - 1,98) mEg/100mL ; (P) 0,73 (0,31 - 1,67) mEg/100mL dan (B) 0,21 (0,0 - 1,00) mEg/100mL; (B) 0,88 (0,56 - 1,0) mEg/100mL.
KESIMPULAN : Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa gambaran kuman penyebab yang diperoleh dari bahan biakan penderita IKD terdiri dari kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, Kuman E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim dan fosfomisin. Kuman S.aureus sensitif terhadap kotrimoksasol, amolSsilinkiavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilinkiavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metronidazol. Didapatkan selisih median kadar yang cukup besar pada asam propionat dan butirat antara kelompok yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, namun kemaknaan selisih median kadar tersebut belum dapat ditentukan kemaknaannya oleh karena jumlah bahan biakan yang mengandung kuman anaerob belum mencukupi secara statistik.
SARAN : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ALRP volatil pada penderita IKD dengan jumlah sampel kuman anaerob yang mencukupi. Penelilian lanjutan untuk mengetahui prevalensi kuman ESBL pada kuman penyebab IKD mengingat kemampuan resistensi kuman yang banyak terhadap antibiotik.

BACKGROUND: Diabetic foot infection (DFI) is one of the most feared complication in diabetics due to the complicated management and often culminate in foot amputation even death. One of the factors affecting the success of DFI management is empirical antibiotic therapy before identification of causative organism. Volatile short chain fatty acid (SCFA) is one of the end product of bacterial fermentation which is specific for anaerobs. The aim of this study was to determine the pattern of causative bacteria in DFI and bacterial susceptibility pattern against antibiotics, and to know the volatile SCFA profile of the culture specimen containing aerobic, anaerobic and mixed bacteria.
METHODS : This was a cross sectional study on 52 DFI patients from Policlinic of Metabolic & Endocrine Sub Division of Department of Internal Medicine, Emergency Department and Internal Medicine Ward of RSCM from March until December 2004. Pus were obtained from all eligible subjects by aspiration; necrotic tissue by excision/tissue curetage. SCFA determination and culture was performed for each specimen. Data analysis was done descriptively by calculating the proportion of bacteria typ, susceptibility against antibiotics and volatile SCFA from culture specimen.
RESULT : in this study, the pattern of causative bacteria isolated from culture specimen of DFI patients was follow : aerobic organism only was found in 55 specimens (92%), mixed organism in 5 specimens (8%) and isolated anaerobic organism was not found (0%). The most prevalent negative Gram aerobic organism was Escherichia coil showed the highest sensitivity against amikacin, cefepime, fosfomycin, and imipenem. The most prevalent positive Gram aerobic organism was Staphylococcus aureus was most sensitive to cotrimoxazole, amoxycillin-clavulanic acid and imipenem, while the anaerobs was most sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. Volatile SCFA profile showed median acetic acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism of 1.11 (0.00-6.67) mEq/IOOmL and 1.00 (0.56-1.67) mEq/lOOmL; median propionic (P)and butyric (B) acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism were (P) 0.48 (0.00 - 1.98) mEq/IOOmL ; (P) 0.73 (0.31 - 1.67) mEq/IOOmL and (B) 0.21 (0.0 -1.00) mEg/lOOmL; (B) 0.88 (0.56 - 1.0) mEq/IOOmL respectively.
CONCLUSION : The result of this study proved that the causative organism isolated from DFI patients consisted of aerobic and mixed organism with the high susceptibility of aerobic organism to the antibiotics imipenem; anaerobic specimen was sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. We found a substantial difference between the medians of propionic and butyric acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism, but he significance of the difference could not yet be determine as the number of cultures with anaerobic organism did not suffice statistically.
SUGGESTIONS : Further larger scale study on volatile SCFA in DF1 patients is necessary. We suggest to do a further research to know the prevalence of ESBL in the etiology of DFl as it possesses a resistance to a wide variably of antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendansyah
"Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah setiap derajat intoleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan. Definisi ini meliputi spektrum klinis yang luas; tidak memandang apakah digunakan insulin atau cukup hanya digunakan modifikasi diet saja dalam mengontrol gula darah, tidak memandang apakah kondisi bertahan setelah kehamilan, dan termasuk pula kondisi intoleransi glukosa dalam berbagai tingkat dari ringan sampai berat yang terjadi sebelum kehamilan namun tidak dikenali sebelumnyalbaru diketahui pada saat hamil.
Sekitar 1-14% kehamilan mengalami komplikasi DMG setiap tahun di AS. Di Indonesia. dilaporkan prevalensi DMG antara 1.9-3.6e% dari seiuruh kehamilan setiap tahun.Kontrol gula darah pada DMG berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas- pada ibu maupun bayi berupa preeklampsia. polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea dan trauma persalinan akibat bayi besar. DMG berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia, induksi persalinan, distosia bahu, seksio sesarea, bayi besar, dan Erb's Palsy yang lebih tinggi. Hiperblikemia juga berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin infra uteri (IUFD) pada 4-8 minggu terakhir kehamilan, meningkatnya mortalitas perinatal dan angka kejadian makrosomia, dan pada neonatus terjadi peningkatan kejadian hipoglikemia, ikterus. polisitemia dan hipokaisemia. Dalam jangka panjang pasien DMG memiliki risiko terjadinya diabetes tipe 2 setelah kehamilan. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu DMG memiliki risiko lebih tinggi akan kejadian sindroma metabolik, obesitas, intoleransi glukosa dan diabetes pada masa muda/dewasa.
Langkah awal penanganan DMG yang dianut saat ini adalah pemberian konseling dan terapi diet selama 1 minggu dengan target tes toleransi glukosa darah normal. Apabila tidak berhasil maka diberikan insulin, yang sampai saat ini masih mcrupakan terapi pilihan pada DMG. Ternyata hingga 60% penderita akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kontrol glikemiknya.7 Insulin diberikan secara suntikan subkutan sehingga bagi pasien dirasakan sulit dan tidak praktis digunakan, yang mempengaruhi penerimaan pasien dan akhirnya kcberhasilan terapi. Penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dalam kehamilan dahulu diduga menyebabkan kelainan kongenital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khomimah
"Penyandang diabetes melitus (DM) mempunyai risiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular (PKV), yang progresivitasnya dipercepat oleh penurunan kapasitas fibrinolisis. Penyandang DM yang berpuasa Ramadhan mengalami berbagai perubahan yang dapat memengaruhi kendali glikemik dan status fibrinolisisnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui penurunan fruktosamin dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dengan metode kuasi eksperimental one group design self control study pada penyandang DM tipe-2 yang berpuasa Ramadhan dan berusia 40-60 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar subjek memiliki 3 faktor risiko PKV dan dengan kendali glikemik yang jelek sebelum puasa Ramadhan. Terdapat penurunan yang bermakna pada glukosa puasa plasma, tetapi tidak bermakna pada glukosa darah 2 jam setelah makan. Tidak terdapat perbedaan asupan kalori pada 18 subjek yang dianalisis. Tidak didapatkan penurunan yang bermakna pada fruktosamin serum maupun PAI-1 plasma. Kendali glikemik yang dicapai sebelum dan asupan kalori selama berpuasa Ramadhan kemungkinan merupakan faktor yang memengaruhi penurunan fruktosamin. Selain glukosa darah, faktor yang memengaruhi kadar PAI-1 plasma di antaranya adalah insulin plasma, angiotensin II, faktor pertumbuhan dan inflamasi, yang tidak diukur dalam penelitian ini.

Diabetes mellitus (DM) have a high risk of cardiovascular disease (CVD). CVD progression is accelerated by the reduction in the capacity of fibrinolysis. Persons with DM who fasting Ramadan have a variety of changes that can affect glycemic control and status of fibrinolysis. To know decreased fructosamine and plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), with the method of quasi-experimental one-group design with self-control study in type-2 diabetes who were fasting Ramadhan, and aged 40-60 years. These study showed most of the subjects had 3 risk factors for CVD and with poor glycemic control before the fasting of Ramadan. There was a significant decreased in fasting plasma glucose, but not significantly decreased in blood glucose 2 hours post meal. There was no difference in calorie intake in 18 subjects who were analyzed. There were no significant reductions in serum fructosamine and plasma PAI-1. Glycemic control achieved before and calorie intake during Ramadan fasting is possible factors that affect fructosamine decreased. In addition to blood glucose, factors that affect the levels of PAI-1 plasma including plasma insulin, angiotensin II, growth factors and inflammation, which were not measured in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endang Peddyawati
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian eksperimental terhadap 30 orang karyawati RSPP dengan IMT 25,2 -- 31,0. Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Psyllium Hydrophillic Mucilloid ( PHM ) terhadap penurunan berat badan . Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana . Kelompok I diberi diet rendah kalori seimbang, latihan fisis dan PHM. Kelompok lainnya diberi diet dan latihan fisis saja. Lama penelitian selama 8 minggu.Diet yang diberikan 500 - 1000 kalori di bawah kebutuhan kalori, dengan komposisi 12-15 % protein,20 - 30 % lemak, 55 - 68 % karbohidrat. PHM diberikan 2 x 3,5 g / hari, dilarutkan dalam 200 ml air, diminum 30 menit sebelum makan. Latihan fisis diberikan 4 x / minggu berupa jalan kaki selama 1,5 jam.
Hasil dan kesimpulan : Terdapat penurunan berat badan + 3,44 kg pada kelompok serat dan + 2,93 kg pada kelompok non serat. Pengukuran lapisan lemak menunjukkan adanya penurunan sebesar + 0,97 % pada kelompok serat dan + 1,01 % pada kelompok non serat. Juga terjadi penurunan kolesterol total + 14,00 mg/dl dan + 12,33 mg/dl, trigliserida + 10,93 mg/dl dan + 8mg/dl, kolesterol LDL + 19,00 mg/dl dan 18,47 mg/di dan kenaikan kolesterol HDL + 6,2 mg/dl dan + 7,3 mg/dl pada kelompok serat dan non serat. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan antara keduanya. Tidak terdapat perubahan kadar Hb. Terdapat perbedaan dalam rasa lapar dan asupan makanan, tetapi secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan : pemberian PHM belum dapat mengurangi rasa lapar dan belum dapat menurunkan asupan kalori, belum dapat menurunkan berat badan dan lemak tubuh secara bermakna, belum dapat memberikan perubahan pada profit lipid secara bermakna.

ABSTRACT
Effect Of Psyllium Hydrophillic Mucilloid On Weight Loss In Overweight Female Workers In Pertamina Central HospitalScope and Method of Study : An experimental study was carried out in 30 healthy female workers from Pertamina Central Hospital Jakarta, during 8 weeks. The study was carried out, therefore, to investigate the effectiveness of a hydrophillic mucilage preparation in the treatment of obesity. Subject aged between 34 and 46 years and their BMI between 25.20 and 31.02 . The subjects were randomly divided into two groups. Group I received diet plus Psyllium Hydrophillic Mucilloid ( PHM ) and exercise. Group II received only diet and exercise. PHM was administered 3.5 g , twice daily, 30 minutes before meals, diluted in 200 ml water. The diet should furnish 500 -1000 kcal/ day less than maintenance requirement comprising ofprotein 0.8 to 1.2 g / kg body weight c.q.12 to 15 % of total kcal, fat 20 to 30% , 55 - 68 %carbohydrate respectively and 15 to 25 fiber/1000 kcal. Exercise was carried out 4 times / week, with1.5 hours duration of brisk walking. Weight and heart rate was recorded. Program was evaluated with anthropometry measurement,determination of hemoglobin & lipid profile.
Findings and Conclusions : Group I showed a mean body weight decrease of + 3.4 kg while group II yielded a mean body weight decrease of only + 2.9 kg. The difference in body weight variations was not statistically significant. The body fat decrease of + 0.97 on group I and + 1.01 % on group II. No significant difference in total body fat reduction between the two groups studied. The mean plasma cholesterol values in group I was de - creased to + 14 mg / dl, while in group II + 12 mg/ dl . There was no significant difference between the two groups.Treatment with diet plus PHM caused a decrease mean plasma triglyceride of + 11 mg/dl and in the second group, there was a decrease of 8 mg / dl. The difference between the 'two groups were not statistically signifi cant . No change in appetite was reported by 66.7 % subjects group I and 33.3 % from group II . Moderate hungry was reported by 33.3% subjects group I and 53.3 % subjects group II. Severe hungry was reported by 13.3 % subjects group II. There was no significant difference in caloric intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Poerwoto
"Latar belakang. Berat badan lebih dan obesitas sebagai masalah kesehatan juga ditemukan di Indonesia. Obesitas berkaitan dengan sindrom metabolik, yang juga dapat ditemukan pada populasi dengan berat badan normal.
Tujuan. Untuk melihat perbedaan proporsi sindrom metabolik (menurut kriteria NCEP-ATP III, dan modifikasi Asia Pasifik) pada populasi wanita obes (IMT > 25 kglm2 ) dan non-obes (IMT 18,5 - 24,9 kglm2), serta profil komponen sindrom metabolik.
Metode. Penelitian bersifat deskriptif analitik, dilakukan pada bulan Desember 2003 - Juni 2005, di Pali Lipid dan Obesitas, Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM. Subyek ialah perawat wanita di RSCM, berusia 20 hingga 50 tahun. Jumlah responden ialah 45 subyek obes, dan 45 non-obes.
Hasil. Dari 90 responden total, 12 (26,7 %) subyek obes memenuhi kriteria sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III. Menggunakan kriteria modifikasi Asia Pasifik, didapatkan 14 (31,1 %) subyek obes mengalami sindrom metabolik. Tidak ada subyek non-obes yang memenuhi kriteria sindrom metabolik [p < 0,0011 Tiga puluh (66,7 %) subyek obes mempunyai lingkar pinggang > 88 cm, dibandingkan 0 (0,0 %) subyek non-obes. Empat (8,9 %) subyek obes mempunyai tekanan darah 130185 mmHg, pada kelompok non-obes hanya 1 (2,2 %) subyek. Tiga (6,7 %) subyek obes memiliki kadar glukosa darah puasa a. 110 mg/dL atau merupakan pasien DM tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemik oral, sedangkan pada kelompok non-obes tidak ada_ Tigabelas (28,9 %) subyek obes mempunyai kadar trigliserida 150 mgIdL, dan tidak ada pada kelompok non-obes. Kadar kolesterol HDL < 50 mg/dL didapatkan pada 26 (57,8 %) subyek obes, dan 9 (20,0 %) pada subyek non-obes.
Simpulan. Sindrom metabolik hanya ditemukan pada populasi perawat wanita obes.

Backgrounds. Overweight and obesity as health problems are also found in Indonesia. Obesity is related to metabolic syndrome, which can also occurs in normal weight population.
Objectives. To look at the difference in metabolic syndrome (according to NCEPATP III criteria, and modified Asia Pacific criteria) proportion within obese female population (BMI > 25 kg/m2 ) and non-obese female population (BMI 18,5 -- 24,9 kg/m2), and the profile of metabolic syndrome components.
Methods. This cross sectional study was conducted from December 2003 to June 2005, at Lipid and Obesity Clinic, Metabolic and Endocrinology Division, Department of Internal Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo General Hospital. Subjects were Cipto Mangunkusumo General Hospital female nurses, ages 20 to 50 years old. The first group consisted of 45 obese subjects, and the second group of 45 non-obese persons.
Results. Twelve (26.7 %) of obese subjects fulfilled the NCEP-ATP III criteria for metabolic syndrome. Using the modified Asia Pacific criteria, there were 14 (31.1 %). None of the non-obese subjects fulfilled any of those two criteria [p < 0.001]. Thirty (66.7 %) of obese subjects had waist circumference > 88 cm, as compared to none of non-obese subjects. Four (8.9 %) of the obese subjects had blood pressure
130185 mmHg, as compared to only 1 (2.2 %) in non-obese subjects. Only 3 (6.7 %) of the obese subjects had fasting glucose levels > 110 mg/dL or had been diagnosed as DM type 2 patient and receiving oral hypoglycemic drug, whereas none of the non-obese subjects. Thirteen (28.9 %) of the obese subjects had triglyceride level > 150 mg/dL, and none of non-obese subjects. HDL-cholesterol level < 50 mg/dL was found in 26 (57.8 %) of obese subjects, and 9 (20.0 %) of non-obese subjects.
Conclusions. Metabolic syndrome was found only in obese female nurses.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Sukmoko
"Latar belakang. Menurut hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia 1992, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular telah menduduki urutan teratas. Obesitas berhubungan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular. Pengaruh peningkatan berat Madan sebagai faktor independen komorbiditas terhadap kelainan struktur dan fungsi jantung ini belum dapat dibuktikan.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya peningkatan massa ventrikel kiri pada wanita obes sebagai bagian yang menentukan fungsi ventrikel kin.
Metode. Sebanyak 90 subyek penelitian terdiri dari 45 orang obes (BMI > 25 KgIM2) dan non obese (BM <25 kgfM2) sebagai kontroi. Dengan menggunakan M mode Ekokardiografi dilakukan pengukuran massa ventrikel kin jugs dilakukan pemeriksaan CT Abdomen untuk menilai ketebalan lemak viseral. Faktor lain seperti tekanan darah, resistensi insulin, dan lingkar pinggang juga dievaluasi.
Hasil. Didapatkan perbedaan bermakna massa ventrikel kin antara kelompok obes dan non obes (P=0,000), juga tekanan darah sistolik (P-0,005), tekanan dash diastolik (P=0,006), lingkar pinggang (P=0,000), lemak viseral (P=0,000), HOMA-IR (P=0,000). Penelitian ini membuktikan korelasi yang bermakna antara massa ventrikel kin dengan ketebalan lemak viseral (r = 0,67 , P = 0,000), dengan IMF (r = 0,67 , P = 0,000), dengan lingkar pinggang (r = 0,69 , P = 0,000), dengan HOMA-IR (r = 0,57 , P = 0,000).
Kesimpulan. Penelitian ini adalah penelitian pertama yang mengkorelasikan antara massa ventrikel kiri dengan peningkatan tebal lemak viseral, IMT, lingkar pinggang dan HOMA-IR pada populasi wanita Indonesia usia produktif. Lebih jauh pads penelitian ini memperlihatkan hubungan antara obesitas dengan peningkatan kelainan kardiovaskular.

Background. Based on Indonesia Household Health Survey 1992, the leading cause of death is cardiovascular diseases. Obesity is related to the increase of cardiovascular mortality rate. The role of body weight as an independent co-morbidity factor for structure abnormality and cardiac function has not been proven yet.
Objective . This study aims to measure left ventricular mass of obese women which partly determines the function of left ventricular.
Method. The total study subjects is 90, which consists of 45 obese women (BMI > 25 KgIm2) and 45 non-obese women (BMI < 25 Kg/m2) as control group. They are evaluated by M mode echocardiography and CT Scan abdomen to measure visceral fat, blood pressure, insulin resistance and waist circumference. Both groups were correlated.
Result. There are significant differences in left ventricular mass of obese and non-obese group (P = 0.000), systolic blood pressure (P = 0.000), diastolic blood pressure (P = 0.006), waist circumference (P = 0.000), visceral fat (P = 0.000), and HOMA-IR (P = 0.000). With bivariant analysis, it comes to a conclusion that there are significant correlation between left ventricular mass and visceral fat (r = 0.67, P = 0.000); between BMI and left ventricular mass (r = 0.67, P = 0.000); between waist circumference and left ventricular mass (r = 0.72, P = 0.000); and also between HOMA-IR and left ventricular mass (r = 0.57, P = 0.000).
Conclusion . This is the first study that correlation between increasing of left ventricular mass and visceral fat, BMI, waist circumference and HOMA-IR on The Indonesian Women Population. So far, this study shows a relationship between obesity and high cardiovascular risk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.R.K. Herry Nursetiyanto
"Daya tahanan terhadap stres lethalakan meningkat dengan adanya induksi HSP oleh stres sublethal. Mekanisme serupa dapat terjadi pada puasa Ramadhan (puasa intermiten). HSP70 intraselular adalah salah satu protein yang diinduksi oleh stres dan bertindak sebagai pelindung sel. Respon HSP juga menunjukkan perilaku yang sama ketika menghadapi stres, seperti kekurangan glukosa dan infeksi atau peradangan. Fungsi serum HSP72 in vivo tergantung pada kondisi organisme.HSP72 memfasilitasi sistem kekebalan tubuh ketika dilepaskan ke dalam sirkulasi darah organisme yang sehat, sementara pada organisme dengan penyakit kronis, serum HSP72 dapat memperburuk kondisi penyakit inflamasi kronis tersebut.Penelitian ini ingin mengetahui adakah penurunan kadar serum HSP70 &faktor apa saja yang memengaruhi perubahan kadar HSP70 serum pada penyandang DMTipe-2 yang berpuasa > 21 hari di bulan Ramadhan.Studi Quasi experimental one group before and after inidiawali dengan melakukan edukasi asupan makanan selama berpuasa di bulan Ramadhan, pengumpulan data klinis dan laboratorium kepada 37 subjek penyandang DM Tipe-2,1 minggu sebelum &hari ke 21 bulan Ramadhan. Didapatkan penurunan bermakna pada IMT, GD puasa dan kadar serum HSP70 pada minggu ke 3 dibandingkan minggu ke-1 (sebelum berpuasa Ramadhan). Lingkar pinggang perempuan pada minggu -1 berhubungan bermakna dengan penurunan kadar HSP70.Terdapat penurunan bermakna kadar serum HSP70 pada peyandang DM Tipe-2 yang berpuasa > 21 hari di bulan Ramadhan. Lingkar pinggang perempuan yang berpuasa> 21 hari di bulan Ramadhan berpengaruh terhadap penurunan kadar HSP70.

Resistance to lethal stress will increase with the induction of the HSP by sublethal stress. A similar mechanism may occur in the Ramadan fasting (intermittent fasting ). HSP70 is one of the proteins that are induced by stress and acts as a cell protector. HSP response also exhibit the same behavior when faced with stressors such as glucose deprivation and infection or inflammation. Serum HSP72 function in vivo depends on the circumstances of each organism. HSP72 facilitates the body's immune system when it is released into the circulation in a healthy organism, while the organism with a chronic disease, serum HSP72 can exacerbate chronic inflammatory disease state. The aim of this study is to determine whether there is a decrease in serum levels of HSP70 & what factors influence the change in serum HSP70 levels in people with T2DM who fasted for > 21 days in the month of Ramadan.This Quasi experimental one group before and after study performed data collection from 37 T2DM subjects and education on dietary intake during fasting in Ramadan on 1 week before and day 21st of Ramadan month. From the 37 subjects examined , found a significant decrease in BMI , FBG & serum HSP70 at week 3 than at week 1 before the fasting of Ramadan. Waist circumference of women at 1 week before Ramadan fasting significantly associated with decreased levels of HSP70.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan Fakkar
"Patogenesis insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dihubungkan dengan proses autoimun yang merusak sel beta pankreas, sedangkan non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) dihubungkan dengan resistensi insulin. Namun pada sebagian penderita NIDDM juga dapal ditemukan proses autoimun dan penderita tersebut biasanya dalam beberapa tahun akan berkembang menjadi defisiensi insulin absolut. Salah satu petanda proses autoimun sel beta pankreas adalah anti glutamic acid decarboxylase (GAD) Tujuan penelitian ini pertama untuk menentukan prevalensi anti GAD pada penderita IDDM, NIDDM yang mendapat insulin dan NIDDM yang tidak memerlukan insulin. Tujuan kedua untuk menentukan prevalensi anti GAD pada IDDM dihubungkan dengan etnis, lama penyakit, usia saat diagnosis, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Tujuan ketiga untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP) dan nilai prediksi negatif (NPN) anti GAD untuk menentukan keperluan insulin pada penderita NIDDM Tujuan keempat untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara lama terapi oral pada penderita NIDDM yang mendapat insulin dengan status dan kadar anti GAD. Tujuan kelima untuk mengetahui kadar anti GAD pada penderita IDDM dan NIDDM serta hubungannya dengan lama penyakit Subjek penelitian adalah 32 penderita IDDM, 40 penderita NIDDM yang mendapat insulin dan 40 penderita NIDDM tidak memerlukan insulin yang berobat jalan di Poliklinik Subbagian Endokrin Bagian limu Penyakil Dalam dan Bagian llmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPNCM Pada kelompok NIDDM usia saat diagnosis harus > 35 tahun. Pada kelompok NIDDM yang tidak memerlukan insulin, kadar glukosa darah harus terkontrol (HbA1c 4-8%) dan lama penyakit minimal 5 tahun. Pada kelompok NIDDM yang mendapat insulin, sebelumnya glukosa darah pernah terkontrol dengan diet dan atau obat hipoglikemik oral (OHO) minimal selama 6 bulan Pemeriksaan anti GAD menggunakan kit Diaplets anti GAD dari Boehringer Mannheim dengan metode ELISA Pemeriksaan HbA1c menggunakan kit HbA1c Unimate 3 dari Roche dengan metode imunoturbidimetri. Analisis statistik menggunakan uji Chi-square dan Fisher's exact. Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anti GAD pada IDDM, NIDDM yang mendapat insulin dan NIDDM yang tidak memeriukan insulin masing-masing berturut-turut 28,1%, 7,5% dan 0% Prevalensi anti GAD pada IDDM tidak berbeda bermakna dihubungkan dengan etnis, lama penyakit, usia saat diagnosis, jenis kelamin dan riwayat keluarga (P > 0,05) Sensitivitas. spesifisitas, NPP dan NPN anti GAD untuk menentukan keperluan insulin pada NIDM masing masing berturut-turut 7,5%, 100%, 100% dan 51,9%. Penderita NIDDM dengan anti GAD positif cenderung lebih cepat memerlukan insulin dibandingkan penderita NIDDM dengan anti GAD negatif, namun kadar anti GAD tidak berhubungan dengan makin cepat atau lambatnya penderita memerlukan insulin. Kadar anti GAD pada NIDDM cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan IDDM Kadar anti GAD pada IDDM dan NIDDM tidak berhubungan dengan lama penyakit Pemeriksaan anti GAD dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pemeriksaan tambahan pada penderita NIDDM saat diagnosis pertama kali ditegakkan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agasjtya Wisjnu Wardhana
"Gangguan motilitas kandung empedu merupakan salah satu faktor terjadinya batu kolesterol kandung empedu. Pada penyandang OM terjadi gangguan motilitas kandung empedu, sehingga meningkatkan insidens batu kandung empedu 2 sampai 3 kali lipat. Di luar negeri insidens timbulnya batu kandung empedu sebanyak 30,2 %. Kematian akibat komplikasi pad a batu kandung empedu berkisar 25 % sampai dengan 45 %. Saat ini belum ada data dismotilitas kandung empedu pada penyandang DM tipe 2 di RSUPNCM. Serta faktor risiko yang berperan dalam terjadinya dismotilitas KE. Telah dilakukan penelitian untuk mengukur motilitas kandung empedu terhadap penyandang DM tipe 2 di Poliklinik sub bagian Metabolik Endokrin Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta periode Agustus 2000 sampai Januari 2001. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kekerapan dismotilitas kandung empedu pada penyandang OM tipe 2 serta menekan faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya dismotilitas kandung empedu meliputi: lama OM, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, Kendali Glukosa Darah (HbA Ie), kadar serum Trigliserida dan Neuropati autonom.

Impaired gallbladder motility is one of the factors in the occurrence of gallbladder cholesterol stones. In people with OM, there is a impaired gallbladder motility, thereby increasing the incidence of gallbladder stones 2 to 3 times. Abroad, the incidence of gallbladder stones is 30.2%. Deaths due to complications of gallbladder stones range from 25% to 45%. Currently, there is data on gallbladder dismotility in people with type 2 DM at RSUPNCM. As well as risk factors that play a role in the occurrence of KE dysmotility. A study has been conducted to measure gallbladder motility in patients with type 2 diabetes at the Polyclinic of the Metabolic Endocrine Subdivision of Internal Medicine, Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in Jakarta for the period of August 2000 to January 2001. The study aimed to determine the frequency of gallbladder dysmotility in people with type 2 OM and reduce risk factors that play a role in the occurrence of gallbladder dysmotility including: length of OM, gender, Body Mass Index, Blood Glucose Control (HbA Ie), serum triglyceride levels and autonomic neuropathy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>