Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Alamsyah
Abstrak :
Waralaba atau franchise adalah sistem bisnis yang telah terbukti sukses, berupa prosedur operasi yang bertujuan membentuk standarisasi mutu dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Di Indonesia sistem bisnis ini sudah berjalan selama puluhan tahun, dimana di era tahun 90-an sistem ini sangat pesat berkembang. Banyak Para pengusaha menginvestasikan dananya untuk membuka usaha dengan sistem franchise. Reformasi undang -undang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku pada tahun 1994 juga melakukan penyesuaian terhadap situasi perkembangan perusahaan dengan sistem franchise dimana sistem ini menuntut banyaknya dana yang diinvestasikan oleh perorangan ataupun badan hukum. Untuk franchise atau waralaba yang dulunya termasuk dalam jasa dan kemudian setelah adanya reformasi menjadi masuk dalam kategori barang tidak berwujud. Pengaruh pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas initial fee atau nilai jual yang ditetapkan oleh franchisor terhadap minat investor untuk melakukan investasi adalah merupakan dasar penelitian. Variabel lainnya yang digunakan sebagai data adalah capital requirement yang disyaratkan dan jumlah outlet yang dipunyai, dengan menggumakan data pada bulan Desember 1997 dan Desember 1998. Dari hasil regresi linear berganda dengan menggunakan data-data bulan Desember 1997 dengan data bulan Desember 1998, diperoleh nilai korelasinya positif yang berarti walaupun adanya Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Perusahaan yang bergerak dibidang Franchise di Indonesia maka baik perusahaan maupun perorangan tetap berminat untuk menanamkan dananya dengan investasi usaha menggunakan sistem franchise. Dengan adanya hal tersebut diatas dapat dijabarkan beberapa kesimpulan yang kiranya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan para praktisi pemerintah khususnya dari sisi Pajak Pertambahan Nilai untuk dapat terus meningkatkan penerimaan dari sektor usaha franchise yang baru berkembang pesat di era tahun 90-an.
2000
T7485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soesilo Aribowo
Abstrak :
Penulisan tesis ini dilatar belakangi berbagai keluhan masyarakat khususnya masyarakat berperkara yang sedang mengajukan permohonan kasasi perdata di Mahkamah Agung karena rumit dan lambannya proses atau alur yang harus ditempuh sebelum mendapatkan putusannya. Sebagai lembaga peradilan tertinggi yang menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari keadilan, Mahkamah Agung RI yang mempunyai tugas dan wewenang salah satunya adalah memeriksa dan memutus permohonan kasasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, seharusnya dapat membuat alur proses penyelesaian kasasi yang mudah, cepat dan transparan sehingga masyarakat yang berperkara segera mendapatkan kejelasan akan nasibnya. Untuk mengatasi kelambanan dan rumitnya proses penyelesaian kasasi perdata tersebut sudah saatnya Mahkamah Agung melakukan terobosan pemikiran yang fundamental, perencanaan secara radikal serta perbaikan yang dramatis terhadap biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan. Konsep Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering the Corporation) dari Michael Hammer dan James Champy adalah alternatif yang dapat diterapkan sebagai terobosan dimaksud di atas, karena konsep ini akan memulai dari akar permasalahannya, bukan membuat perubahan superfisial atau berkutat dengan yang sudah ada, tetapi membuang jauh kebiasaan-kebiasaan lama. Hasil yang akan dicapai bukanlah peningkatan secara marjinal, namun suatu lompatan besar (quantum leaps) dalam kinerja dan orientasi aktifitasnya adalah proses, bukan memusatkan perhatian pada tugas-tugas, pekerjaan, orang-orang atau struktur. Berawal dari kondisi dan harapan yang demikian, penulis tertarik untuk ingin mengetahui : a. Bagaimana proses penyelesaian kasasi perkara perdata di Mahkamah Agung Republik Indonesia? b. Apakah alternatif proses penyelesaian kasasi perkara perdata di Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan konsep Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering the Corporation)? Menarik untuk diteliti adalah proses penyelesaian kasasi perkara perdata umum atau disebut perdata saja, tidak termasuk perdata khusus, seperti perkara niaga/kepailitan, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perkara Hak Azasi Manusia (HAM), Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), karena lebih 75% dari perkara kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung RI merupakan perkara perdata. Dari keinginan untuk memberikan usulan atau masukan dalam mengatasi kelambanan dan rumitnya proses penyelesaian kasasi perkara perdata di atas, tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyelesaian kasasi atas perkara perdata di tingkat Mahkamah Agung RI serta penerapan konsep rekayasa ulang dari Hammer & Champy sebagai jalan keluarnya. Dalam menerapkan konsep dimaksud, peneliti menggunakan metodologi The Rapid Reengineering ? Rapid Re yang dikemukakan oleh Raymond L. Manganelli & Mark M. Klein, bahwa pada intinya terdapat 5 tahap (persiapan, identifikasi, visi, solusi dan transformasi) dan 54 langkah/tugas untuk meraih sukses rekayasa ulang. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, dari alur/proses penyelesaian permohonan kasasi perdata selanjutnya akan dianalisa secara deskriptif kualitatif, kemudian akan diusulkan saran-saran untuk mengatasi permasalahan di atas menggunakan konsep rekayasa ulang. Peneliti hanya akan fokus pada masalah panjang dan rumit serta tidak efisiennya alur atau proses penyelesaian kasasi perkara perdata sebagai faktor penyebab menumpuk dan tertunggaknya perkara kasasi, walaupun dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa masih ada penyebab lain seperti tidak adanya batasan persyaratan untuk perkara yang bisa dikasasi; tidak ada kewenangan lembaga dibawah Mahkamah Agung yang dapat menolak permohonan kasasi walaupun terdapat persyaratan formal yang tidak terpenuhi; ketidak percayaan masyarakat kepada lembaga peradilan di bawah, sehingga semua perkara di kasasi; produktifitas kerja hakim agung dan bagian administrasi yang rendah; rendahnya penggunaan teknologi informasi dan sebagainya. Dari hasil penelitian kemudian dilakukan analisa data, diperoleh kesimpulan bahwa setiap kasasi perkara perdata yang diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Agung harus diselesaikan melalui 7 (tujuh) alur/proses tahapan dengan melibatkan 7 (tujuh) bagian/fungsi dari organisasi Mahkamah Agung dengan tanpa adanya waktu penyelesaian, sebaliknya dengan penerapan metodologi rekayasa ulang, setiap kasasi dimaksud akan melalui 3 (tiga) proses tahapan penting dengan melibatkan 3 (tiga) bagian organisasi Mahkamah Agung dengan waktu penyelesaian paling lambat 60 hari. Secara praktis konsep rekayasa ulang melalui perubahan fundamental, radikal, dramatis dengan fokus pada proses hakekatnya dapat diterapkan untuk tujuan efisiensi jika didukung oleh peran sumber daya manusia dan peralatan teknologi informasi yang memadai.b. Apakah alternatif proses penyelesaian kasasi perkara perdata di Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan konsep Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering the Corporation)? Menarik untuk diteliti adalah proses penyelesaian kasasi perkara perdata umum atau disebut perdata saja, tidak termasuk perdata khusus, seperti perkara niaga/kepailitan, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perkara Hak Azasi Manusia (HAM), Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), karena lebih 75% dari perkara kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung RI merupakan perkara perdata. Dari keinginan untuk memberikan usulan atau masukan dalam mengatasi kelambanan dan rumitnya proses penyelesaian kasasi perkara perdata di atas, tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyelesaian kasasi atas perkara perdata di tingkat Mahkamah Agung RI serta penerapan konsep rekayasa ulang dari Hammer & Champy sebagai jalan keluarnya. Dalam menerapkan konsep dimaksud, peneliti menggunakan metodologi The Rapid Reengineering ? Rapid Re yang dikemukakan oleh Raymond L. Manganelli & Mark M. Klein, bahwa pada intinya terdapat 5 tahap (persiapan, identifikasi, visi, solusi dan transformasi) dan 54 langkah/tugas untuk meraih sukses rekayasa ulang. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, dari alur/proses penyelesaian permohonan kasasi perdata selanjutnya akan dianalisa secara deskriptif kualitatif, kemudian akan diusulkan saran-saran untuk mengatasi permasalahan di atas menggunakan konsep rekayasa ulang. Peneliti hanya akan fokus pada masalah panjang dan rumit serta tidak efisiennya alur atau proses penyelesaian kasasi perkara perdata sebagai faktor penyebab menumpuk dan tertunggaknya perkara kasasi, walaupun dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa masih ada penyebab lain seperti tidak adanya batasan persyaratan untuk perkara yang bisa dikasasi; tidak ada kewenangan lembaga dibawah Mahkamah Agung yang dapat menolak permohonan kasasi walaupun terdapat persyaratan formal yang tidak terpenuhi; ketidak percayaan masyarakat kepada lembaga peradilan di bawah, sehingga semua perkara di kasasi; produktifitas kerja hakim agung dan bagian administrasi yang rendah; rendahnya penggunaan teknologi informasi dan sebagainya. Dari hasil penelitian kemudian dilakukan analisa data, diperoleh kesimpulan bahwa setiap kasasi perkara perdata yang diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Agung harus diselesaikan melalui 7 (tujuh) alur/proses tahapan dengan melibatkan 7 (tujuh) bagian/fungsi dari organisasi Mahkamah Agung dengan tanpa adanya waktu penyelesaian, sebaliknya dengan penerapan metodologi rekayasa ulang, setiap kasasi dimaksud akan melalui 3 (tiga) proses tahapan penting dengan melibatkan 3 (tiga) bagian organisasi Mahkamah Agung dengan waktu penyelesaian paling lambat 60 hari. Secara praktis konsep rekayasa ulang melalui perubahan fundamental, radikal, dramatis dengan fokus pada proses hakekatnya dapat diterapkan untuk tujuan efisiensi jika didukung oleh peran sumber daya manusia dan peralatan teknologi informasi yang memadai.
This thesis is based by the complaints of the community, especially people that has filled civil cases to the Supreme Court (Cassation), regarding the complexity and the slow process in order to obtain decision. As the highest court in obtaining justice for the people that looking for it, the Supreme Court of Indonesia has duties and rights, that one of them is examining and deciding the Cassation requisition as governed in Law No. 4 year 2005 concerning alteration on Law No. 5 year 1985 concerning Supreme Court, should made the process of the Cassation settlement easy and quick, hence, people that already filed their cases have clear future upon their cases. In order to cope with the complexity and the slow process, it is due for Supreme Court to accelerate fundamental thoughts, radical planning and dramatic improvement upon cost, quality, service and speed. The concept of reengineering the corporation form Michael Hammer and James Champy is an alternative to be applied for the above purposes, because this concept is starting from the very basic roots of the problem which not made a superficial change, but by getting rid the old custom. The result to be achieved is not achievement in marginal, but will be a quantum leap in works and the orientation of the activity is process, not focusing upon tasks, works, people or structure. Started from these hope and conditions, writer is interested to understand: a. how is the settlement process of the Cassation of the civil cases at the Supreme Court of Indonesia ? b. what is the alternative of the settlement process of the Cassation of the civil cases at the Supreme Court of Indonesia based on reengineering corporation ? Interesting to be researched is the settlement process of Cassation of the general civil cases or just civil cases, not the special one as bankruptcy,intellectual property rights, human rights cases and industrial relationship dispute cases, because more than 75% form the Cassation cases are civil cases. From the need to give suggestion in order to cope with the complexity and the slow process of the settlement of Cassation of the civil cases, as mentioned above, researcher conducting research for knowing the process of the Cassation settlement of the civil cases at the Supreme Court of Indonesia level and applying the concept of reengineering by Hammer & Champy as the solve way. In applying the reengineering concept, researcher uses the methodology of Rapid Reengineering- Rapid re by Raymond L. Manganelli & Mark M. Klein, where in essence, there are, 5 steps (preparation, identification, vision, solution and transformation) and 54 steps/tasks to gain success in reengineering. Based on available facts, the process of settlement of Cassation of civil cases will be analyzed by descriptive qualitative, then, suggestions will be given in for solving the above mentioned problem by using reengineering concept. Researcher will be only focusing on complexity problem, not efficiency of the process of settlement of Cassation of civil cases as the factor that causing postponed of cases in Supreme Court, even though from the research, there are other reasons that can lead to postponed of cases, such as there are no conditional requirements for Cassation; no authority to reject the Cassation requisition from the below level of the Supreme Court because of the formality requirements are not completed; the community is unbelief by the process of the below court, so they request for Cassation; low productivity of the judges and the administration officer; low usage of information technology and so on. The research result will be data analyzed, then the result obtained is whereas for all civil cases Cassation that are examined and decided by Supreme Court have to be settle through 7 (seven) stages process that involve 7 (seven) part/function from the organization of Supreme Court without any limitation time to settle, in contrast, by applying the methodology of reengineering process, all civil cases Cassation will be through 3 (three) important stages process that involve 3 (three) part/function from the organization of Supreme Court with limitation time to settle at the latest up to 60 days. Practically, the concept of reengineering through fundamental changes, radical, dramatic by focusing upon process, in essence could be applied for efficiency purpose, if supported by the role of the human sources and satisfying information technology equipment.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Tursilo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milla Sepliana Setyowati
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengkaji persaingan pajak di negara-negara anggota ASEAN selama periode 1990 - 2012 karena adanya fenomena penurunan tarif pajak penghasilan badan. Negara yang diteliti adalah enam negara ASEAN-6 yang dianggap cukup merepresentasikan ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods, diawali dengan analisis kuantitatif deskriptif atas perbandingan tarif statuter PPh Badan yang berlaku (statutory tax rate), perhitungan tarif efektif PPh Badan -baik Effective Marginal Tax Rate (EMTR) maupun Effective Average Tax Rate (EATR)- berdasarkan formula Devereux, serta pengalihan pengenaan PPh Badan kepada jenis pajak lainnya yang dianggap sebagai bentuk pengalihan penerimaan pajak untuk menutupi kekurangan penerimaan akibat penurunan tarif PPh Badan. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan ekonometri dari data panel negara ASEAN-6. Dalam mengkaji persaingan pajak, penelitian ini tidak hanya melihat dari aspek tarif pajak, melainkan juga mempertimbangkan aspek lainnya seperti sistem pengenaan pajak, administrasi pajak, dan insentif pajak yang diterapkan di negara ASEAN-6. Berdasarkan analisis berbagai aspek, penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti mengenai indikasi persaingan pajak di kawasan ASEAN. Dengan memperhatikan beberapa aspek dalam kajian persaingan pajak, terlihat bahwa daya saing Indonesia di bidang perpajakan berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Aspek yang lebih banyak mendapat perhatian investor adalah terkait dengan peraturan dan administrasi pajak, sedangkan tarif pajak Indonesia masih dinilai cukup kompetitif. Tahapan harmonisasi kebijakan pajak yang dilakukan negara anggota ASEAN dalam rangka mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 -dengan merujuk pada tahapan harmonisasi pajak yang disampaikan Velayos- menunjukkan telah terjadi tahap konvergensi, yaitu gerakan reaktif masing-masing negara karena terpengaruh kebijakan negara lain, khususnya dalam hal tarif PPh Badan. Tahap harmonisasi tersebut mulai berkembang pada awal tahap kerjasama, dengan adanya beberapa kesepakatan berupa pemberian bantuan timbal balik untuk kepentingan bersama, meskipun belum cukup efektif. Perkembangan kerjasama di bidang perpajakan diwujudkan dalam bentuk kesepakatan pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan serta komitmen untuk melaksanakan standar transparansi internasional.
This research was conducted in order to review tax competition in the ASEAN member countries during the period 1990 - 2012, due to corporate tax rate declining phenomenon. Samples of this study were six ASEAN countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam, which sufficient to represent ASEAN. This research used a mixed methods approach, starting from quantitative descriptive analysis of statutory corporate income tax rate, calculation of the effective rate of corporate income tax - both Effective Marginal Tax Rate (EMTR) and Effective Average Tax Rate (EATR) - based on the Devereux?s formula, and revenue shifting of corporate income tax to other taxes are considered to cover decreasing of corporate income tax revenue. Further, analysis used panel data of ASEAN-6 countries. In reviewing tax competition, this research is not only examined tax rates aspect, but also consider other aspects such as the tax system, tax administration, and tax incentives applied by the ASEAN-6. Based on the analysis of various aspects, this research did not found sufficient evidence regarding indications of tax competition in the ASEAN region. Regarding some tax aspects, it appears that Indonesia's competitiveness in the field of taxation under Singapore, Malaysia, and Thailand. The more attractive aspect for investor is tax regulation and tax administration, while Indonesian tax rate is quite competitive. Tax harmonization of ASEAN member countries in order to realize the ASEAN Economic Community in 2015 -refer to the stage of tax harmonization conveyed by Velayos- show a convergence stage, which there were reactive action of each country, influenced by other countries policy, particularly in terms of corporate income tax rates. Tax harmonization phase develop in the early stages of cooperation, with the presence of several agreements for the provision of mutual assistance, though not effective yet. Cooperation in the field of taxation, including information exchange agreements for tax purposes and commitment to implement international standards of transparency.;This research was conducted in order to review tax competition in the ASEAN member countries during the period 1990 - 2012, due to corporate tax rate declining phenomenon. Samples of this study were six ASEAN countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam, which sufficient to represent ASEAN. This research used a mixed methods approach, starting from quantitative descriptive analysis of statutory corporate income tax rate, calculation of the effective rate of corporate income tax - both Effective Marginal Tax Rate (EMTR) and Effective Average Tax Rate (EATR) - based on the Devereux?s formula, and revenue shifting of corporate income tax to other taxes are considered to cover decreasing of corporate income tax revenue. Further, analysis used panel data of ASEAN-6 countries. In reviewing tax competition, this research is not only examined tax rates aspect, but also consider other aspects such as the tax system, tax administration, and tax incentives applied by the ASEAN-6. Based on the analysis of various aspects, this research did not found sufficient evidence regarding indications of tax competition in the ASEAN region. Regarding some tax aspects, it appears that Indonesia's competitiveness in the field of taxation under Singapore, Malaysia, and Thailand. The more attractive aspect for investor is tax regulation and tax administration, while Indonesian tax rate is quite competitive. Tax harmonization of ASEAN member countries in order to realize the ASEAN Economic Community in 2015 -refer to the stage of tax harmonization conveyed by Velayos- show a convergence stage, which there were reactive action of each country, influenced by other countries policy, particularly in terms of corporate income tax rates. Tax harmonization phase develop in the early stages of cooperation, with the presence of several agreements for the provision of mutual assistance, though not effective yet. Cooperation in the field of taxation, including information exchange agreements for tax purposes and commitment to implement international standards of transparency.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1949
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library