Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
Guntur Yuyus Putra
"Kampanye ISIS melalui media sosial juga menginspirasi organisasi teroris di Indonesia, yaitu memanfaatkan platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Whatsapp. Muhajirin At-Tauhid (MAT), salah satu kelompok teror Indonesia yang bercita-cita menegakkan Daulah Islamiyah berhasil merekrut anggota dan merencanakan aksi terornya dengan hanya melakukan aktivitas media sosial. Menandai bahwa gerakan terorisme di Indonesia telah berkembang dengan menggunakan perangkat teknologi informasi dalam perekrutan. Pada Tesis ini, penulis memfokuskan untuk mengambil topik penelitian tentang MAT karena menjadi fenomena menarik sebuah kelompok pendukung ISIS yang terkonsolidasi dalam sebuah grup melalui media sosial Whatsapp dan menamakan grup tersebut dengan sebutan Muhajirin At-Tauhid (MAT). Penulis memilih Sumatera Barat karena kelompok MAT berdasarkan persebaran wilayah anggotanya mencakup 11 (sebelas) provinsi di Indonesia di mana 3 orang di antaranya berada di wilayah Sumatera Barat dan di sinilah penulis juga ditempatkan untuk bekerja sehingga mendukung aktivitas penulis untuk meneliti langsung kelompok ini. Pertanyaan terkait penelitian ini mencakup : (1) Bagaimana pola kelompok MAT dalam melakukan perekrutan melalui media sosial? (2) Bagaimana media sosial mendorong aksi terorisme oleh kelompok MAT di Sumatera barat?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui pemilihan informan, dengan pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini pertama menjelaskan bahwa pola perekrutan kelompok MAT melalui media sosial aplikasi Whatsapp Group. Kedua, media sosial mendorong aksi terorisme anggota Muhajirin At-Tauhid (MAT) di Sumatera Barat, karena dengan menggunakan media sosial dalam perekrutan memudahkan untuk menyebarluaskan informasi aktual mengenai informasi dan perubahan strategi kelompok MAT dalam menjalankan aksinya, mempermudah komunikasi atau interaksi antar sesama anggota kelompok MAT yang berada di lokasi yang berbeda. Kemudian media sosial dianggap sebagai media yang efektif karena dianggap aman karena dapat menggunakan “anonim” untuk menyamarkan identitas pengguna, dan pesan dapat dienkripsi dari awal hingga akhir aktivitas komunikasi.
The ISIS campaign through social media has also inspired terrorist organizations in Indonesia with the same method, namely utilizing social media platforms such as Facebook, Instagram, and Whatsapp. Muhajirin At-Tauhid (MAT), one of the Indonesian terror groups that aspires to uphold the Daulah Islamiyah has succeeded in recruiting members and planning its terrorist acts by only carrying out social media activities. Indicates that the terrorism movement in Indonesia has developed by using information technology tools in recruitment.In this thesis, the author focuses on taking the topic of research on MAT because it is an interesting phenomenon of an ISIS supporter group consolidating in a group through social media Whatsapp and calling the group Muhajirin At-Tawhid (MAT). The author chose West Sumatra because the MAT group is based on and the distribution of its members' territory covers 11 (eleven) provinces in Indonesia where 3 of them are in the West Sumatra region and this is where the author is placed to work so that it supports the author's activities to research this group directly. Questions related to this research include: (1)What is the pattern of the MAT group in recruiting through social media? (2) How does social media encourage acts of terrorism by the MAT group in West Sumatra?. This study uses a qualitative approach through the selection of informants, with sampling using a purposive sampling method. The results of this study first explain that the recruitment pattern for the MAT group is through the Whatsapp Group application social media. Second, social media encourages acts of terrorism by members of the Muhajirin At-Tawhid (MAT) in West Sumatra, because using social media in recruitment makes it easier to disseminate actual information about information and changes in the strategy of the MAT group in carrying out their actions, facilitate communication or interaction between fellow group members. MAT which is in a different location. Then social media is considered an effective medium because it is considered safe because it can use anonymity to disguise the identity of users."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dian Dwi Irawan
"Kelompok teroris termasuk ISIS menggunakan berbagai cara kaderisasi, salah satunya memanfaatkan lembaga pendidikan, sehingga lembaga pendidikan memiliki peran penting untuk melahirkan generasi penerus dan menjaga eksistensi kelompok teroris. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus dengan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara terhadap narasumber dari mantan jamaah atau pengurus lembaga pendidikan jaringan ISIS di Pantura Jawa Barat, serta lembaga pemerintah yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Densus 88 Anti Teror, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selain itu, penelitian ini menggunakan teknik observasi lapangan dan didukung data sekunder. Peneliti menggunakan Teori Kontra Intelijen untuk memahami perubahan dalam kaderisasi melalui lembaga pendidikan oleh ISIS di Pantura Jawa Barat dan Teori Belajar Sosial untuk memahami implikasinya. Penelitian tentang kaderisasi teroris melalui lembaga pendidikan masih terbatas sehingga diharapkan dapat memberikan masukan dalam penanggulangan terorisme. Penelitian ini menemukan bahwa kaderisasi melalui lembaga pendidikan oleh ISIS di Pantura Jawa Barat mengalami metamorfosa, antara lain dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi, dari lembaga formal menjadi nonformal, serta adanya kamuflase sehingga lebih sulit dikontrol. Selain itu, lembaga pendidikan menjadi lingkungan sosial tempat terjadinya proses belajar observasional bagi anggota kelompok teroris. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, penelitian merekomendasikan strategi kolabolasi melibatkan berbagai unsur, mulai dari lembaga pemerintah hingga masyarakat.
Terrorist groups, including ISIS, use various methods of regeneration, one of which is using educational institutions. Hence, educational institutions have an essential role in producing the next generation and maintaining the existence of terrorist groups. This research is qualitative research using a case study method with primary data collection techniques through interviews with sources from former congregants or administrators of ISIS network educational institutions in Pantura, West Java, as well as government institutions, namely the National Intelligence Agency (BIN), Densus 88 Anti-Terror Police, and National Counterterrorism Agency (BNPT). Apart from that, this research uses field observation techniques and is supported by secondary data. Researchers use Counterintelligence Theory to understand changes in regeneration through educational institutions through ISIS in Pantura, West Java, and Social Learning Theory to understand the implications. Research on terrorist regeneration through educational institutions is still limited, so it is hoped that it can provide input in overcoming terrorism. This research found regeneration through educational institutions by ISIS in Pantura, West Java, experienced a metamorphosis, including from a pattern of centralization to decentralization, from formal to non-formal institutions, and camouflage, making it more difficult to control. In addition, educational institutions become a social environment where observational learning processes occur for members of terrorist groups. To overcome this problem, research recommends a collaboration strategy involving various elements, from government institutions to the community."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Achmad Zainal Huda
"Tingkat residivisme teroris di Indonesia yang mencapai 3.9% menunjukkan masih terdapat permasalahan dalam pengawasan dan pembinaan eks Napiter. Sekalipun
persentase kasus residivis teroris menunjukkan angka yang rendah, namun ancaman yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki
lembaga khusus yang bertanggungjawab terhadap pengawasan dan pembinaan terhadap eks Napiter untuk mencegah terjadinya residivisme. Oleh karena itu, intelijen dapat mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi intelijen untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori intelijen dan teori pencegahan kejahatan untuk menganalisis strategi intelijen yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dalam melakukan pencegahan terhadap residivisme teroris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BIN menggunakan strategi cut out dengan model yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan dinamika di lapangan. Strategi ini memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri yang menjadikan upaya pencegahan BIN lebih efektif.
The level of terrorist recidivism in Indonesia, which reaches 3.9%, shows that the monitoring and fostering efforts towards former terrorist convicts are still problematic. Although the percentage of terrorist recidivist cases shows a relatively low number, the threat posed is far more dangerous. Thus far, Indonesia does not yet have a particular institution that is responsible for monitoring and fostering former terrorist convicts to prevent recidivism. Therefore, intelligence agency can fill this gap in accordance with its functions to conduct early detection and early warning system. This thesis is a descriptive-analysis research with qualitative approach. Using intelligence theory and crime prevention theory the author analyses intelligence strategy conducted by the State Intelligence Agency (BIN) in preventing terrorist recidivism. The results showed that BIN used cut out strategy with different models which adjusted to the dynamics situation in the field. This strategy has its own advantages which makes BIN prevention efforts more effective"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55245
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tan Evi
"Terorisme masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia. Penanggulangan terorisme di Indonesia dengan metode deradikalisasi yang efekif telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini dikarenakan masih adanya tindakan teror oleh para pelaku baru dan lama yang terkait dengan jaringan atau kelompok. Teori identitas sosial dipilih untuk mengkaji bagaimana proses seorang teroris meninggalkan jalan terornya dan bahkan menjadi aktor perubahan yang turut terlibat melakukan program deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, studi kasus, survei lapangan, wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Penulis mengkaji seorang mantan narapidana teroris yang menyadari kesalahannya sebagai seorang teroris. Mantan Narapidana tersebut bernama Khairul Ghazali. Sejak keluar dari penjara, Khairul Ghazali mendirikan Pondok Pesantren Al-HIdayah khusus untuk anak-anak dari napiter dan mantan napiter di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Medan. Sumatera Utara. Murid-murid di Pesantren ini selain dihuni oleh santri dan santriwati dari anak-anak mantan narapidana terorisme juga ada murid-murid dari lingkungan setempat. Yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya adalah “Kurikulum Deradikalisme”. Tujuannya menerima murid selain anak-anak dari teroris dan mantan teroris adalah agar mereka dapat berbaur dengan lingkungan. Hal ini menjadi salah satu langkah untuk menghilangkan trauma sebagai anak mantan teroris. Penulis berhipotesa bahwa keberhasilan dari deradikalisasi Khairul Ghazali adalah dari kurikulum “deradikalisme”. Mereka dapat menangkal paham-paham radikal sehingga tidak mengikuti jejak orang tuanya.
Terrorism is still a threat to the world community, including Indonesia. Counter terrorism in Indonesia with an effective method of deradicalization has become a very urgent need. This is because there are still acts of terror by new and old perpetrators related to the network or group. Social identity theory was chosen to examine how the process of a terrorist leaves the path of terror and even becomes an agent of change who is involved in the de-radicalization program. This research uses qualitative research methods, case studies, surveys, interviews, documentation and literature studies. Researcher examine an Ex-terrorist convict who realized his mistake as a terrorist. The Ex-terrorist was named Khairul Ghazali. Since being released from prison, Khairul Ghazali established Al-Hidayah Islamic Boarding School specifically for children from terrorists or ex-terrorists in Sei Mencirim Village, Kutalimbaru District, Deli Serdang, Medan. North Sumatra. Students in the Pesantren are not only inhabited by female and female students of children of ex-convicts of terrorism, there are also students from the local environment. What distinguishes this pesantren from other pesantren is the "Deradicalism Curriculum". The purpose of accepting students other than children from terrorists and ex-terrorists is so that they can blend in with the environment. This is one step to eliminate trauma as a child of a former terrorist. Researchers hypothesize that the success of Khairul Ghazali's deradicalization is from the curriculum of "deradicalism". They can ward off radical notions so they don't follow their parents."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nidia Masithoh
"Reintegrasi mantan narapidana terorisme harus dilakukan secara terintegrasi mulai dari intervensi pembinaan dan pemberdayaan dalam Lapas dengan inisiatif program paska-rilis. Keterlibatan inisiatif mantan narapidana teror dalam reintegrasi luar Lapas mendapat atensi cukup besar beberapa tahun terakhir. Pelibatan yayasan mantan narapidana teror dalam skema asistensi dan supervisi dilakukan untuk membangun ruang dukungan sosial sebagai upaya pencegahan residivisme. Umumnya mantan narapidana teror mengalami risiko dan tantangan paska-rilis yang melekat seperti stigmatisasi, ketidakpercayaan dan ekslusi terhadap akses sosioekonomi. Mengingat hal ini, periode transisi menjadi masa krusial dalam menentukan keberhasilan program pencegahan. Yayasan mantan narapidana teror menginisiasi program pendampingan dan pengawasan berbasis komunitas dengan mendorong kemandirian finansial, mengubah cara pandang ke arah moderat melalui kajian dan dialog serta memastikan penerimaan komunitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menggambarkan intervensi yayasan mantan narapidana teror dalam skema reintegrasi lanjutan dengan menekankan pada risiko krusial periode transisi sebagai urgensi keterlibatan inisiatif yayasan. Teori Ikatan Sosial digunakan untuk mengetahui unsur pencegah kembalinya binaan melakukan kejahatan teror. Penelitian ini menemukan bahwa Yayasan Lingkar Perdamaian memberikan bantuan moril dan materil sebagai bentuk dukungan sosial bagi mantan narapidana teror yang menjalani masa Cuti Menjelang Bebas. Yayasan Lingkar Perdamaian juga memastikan penerimaan komunitas terhadap reintegrasi mantan narapidan teror di wilayahnya.
Ex-terrorist reintegration must be carried out in an integrated way from in-prison empowerments with post-release program initiatives. The involvement of formers in reintegration has received considerable attention in recent years. The involvement of formers foundations in the assistance and supervision is to build a social support to prevent recidivism. Usually, ex-terrorist experience inherent post-release risks and challenges such as stigmatization, mistrust and socioeconomic exclusions. Transition period is a crucial in determining the success of prevention program. Formers foundation initiates community-based assistance and supervision by encouraging financial independence, changing perspectives towards moderation through discussion and dialogue and ensuring community acceptance in the first place. This study uses a descriptive qualitative method to describe the intervention of formers foundation in reintegration scheme by emphasizing the crucial risks of the transition period. Social Bond Theory is used to find out the elements of preventing ex-terrorist from re-committing terrorism. This research found that Yayasan Lingkar Perdamaian as formers foundation provides assistance on moral and material for ex-terrorist on their conditional release. Yayasan Lingkar Perdamaian also ensures acceptance of community for ex-terrorist reintegration in their area."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Abdul Muchzin Guntur Muarif
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan modus operandi residivis terorisme kasus bom Thamrin dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah teori jejaring aktor dan differential association theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian ini dikumpullkan melalui wawancara secara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi. Adapun sumber informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 8 (delapan) sumber informan meliputi Pelaku residivis terorisme kasus bom Thamrin, Pihak Lapas, BNPT, Densus 88 Anti Teror, dan teman pelaku, serta peneliti yang pernah meneliti kedua pelaku residivis terorisme. Teknik analisis data penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis data kualitatif meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi data. Hasil dari penelitian ini adalah modus operandi yang dilakukan dalam kasus bom Thamrin adalah melakukan penyerangan langsung dan melakukan aksi bom bunuh diri yang sasaran utamanya adalah Pemerintah dan Kepolisian yang dianggap sebagai anshar thogut serta masyarakat yang mereka anggap bertentangan dengan paham dan keyakinan kelompok mereka. Adapun faktor yang mempengaruhi fenomena residivis terorisme dalam kasus bom Thamrin adalah faktor ideologi. Disamping itu para pelaku residivis terorisme ini menolak dengan tegas untuk mengikuti program deradikalisasi sehingga pemahaman dan keyakinan mereka selama di dalam Lapas tidak berkurang sehingga melakukan kembali aksi teror
This study aims to explain the modus operandi of recidivism in terrorism in the Thamrin bombing case and identify the factors that influence it. The theory used as an analysis tool in this research is actor network theory and differential association theory. This study uses a qualitative approach. The data for this research were collected through in-depth interviews, documentation studies, and observation. The sources of informants in this study were 8 (eight) sources of informants including recidivists of terrorism in the Thamrin bombing case, Penitentiary, BNPT, Densus 88 Anti-Terror, and friends of the perpetrators, as well as researchers who had studied the two recidivists of terrorism. The data analysis technique of this research was carried out using qualitative data analysis techniques including data reduction, data presentation, and drawing conclusions/data verification. The result of this study is that the modus operandi used in the Thamrin bombing case was to carry out direct attacks and carry out suicide bombings whose main targets were the Government and the Police who were considered as anshar thogut and the people who they considered contradicted their group's understandings and beliefs. The factor influencing the phenomenon of recidivism in terrorism in the Thamrin bombing case is the ideological factor. Besides that, these recidivists of terrorism firmly refuse to take part in the deradicalization program so that their understanding and belief while in prison is not reduced so that they commit acts of terror again."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Warapsari Jihadtullah Tanara
"Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang aktivitas terorismenya sangat dinamis walaupun perjanjian perdamaian Malino telah ditandatangani. Akar permasalahan konflik horizontal yang belum terselesaikan, menyebabkan aktivitas terorisme di Sulawesi Tengah masih terjadi. Yayasan Wisdom Institute yang berlokasi di Palu Sulawesi Tengah adalah sebuah lembaga yang fokus kegiatannya adalah melakukan pembinaan terhadap mantan narapidana terorisme yang berada di wilayah Sulawesi Tengah. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk merubah pemahaman para mantan narapidana teroris yang berpaham Islam-Jihadis-Radikal menjadi Islam Washathiyah-Moderat. Selanjutnya Yayasan Wisdom Institute menggunakan konsep pembinaan 3H (Heart, Hand, Head), Yayasan Wisdom Institute juga mengajak para mantan narapidana teroris untuk menjadi pejuang perdamaian. Kafilah Pejuang Perdamaian adalah sebuah komunitas yang di bentuk sebagai wadah para mantan narapidana terorisme di Sulawesi Tengah untuk berkumpul dan menyuarakan perdamaian di Sulawesi Tengah. Untuk masyarakat umum, Yayasan Wisdom Institute mengadakan seminar-seminar kebangsaan dan melakukan kegiatan pembinaan mental spiritual. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis menggunakan teori peran (role theory dan SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). Penelitian ini mendeskripsikan strategi Yayasan Kemanusiaan dalam hal ini Yayasan Wisdom Institute dalam upaya Counter Violent Extremism. Berubahnya peran mantan narapidana terorisme dari pelaku kejahatan menjadi pejuang perdamaian menunjukkan keberhasilan dari Yayasan Wisdom Institute. Dari istilah Pejuang Perdamaian yang merupakan identitas baru yang mereka maknai dan identifikasi sendiri setelah mengalami proses transformasi identitas maka lahirlah komunitas baru dengan nama Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). Untuk penelitian selanjutnya direkomendasikan perlu mendapatkan informasi yang utuh tentang karakter dan pergaulan kehidupan sehari-hari mantan narapidana teroris Poso (mantan Jihadis Poso) sebelum dan sesudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan sampai akhirnya bergabung dengan Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), dan perlu digali lebih mendalam lagi tentang nasib dan harapan masa depan para narapidana teroris (mantan Jihadis Poso) dan keluarganya.
Central Sulawesi is a province with very dynamic terrorism activities despite the signing of the Malino peace agreement. The root cause of the unresolved horizontal conflict has caused terrorism activities in Central Sulawesi to still occur. Wisdom Institute Foundation, located in Palu, Central Sulawesi, is an organisation that focuses its activities on fostering former terrorism prisoners in the Central Sulawesi region. Coaching is carried out with the aim of changing the understanding of former terrorist prisoners who hold the Islamic-Jihadist-Radical ideology into Washathiyah-Moderate Islam. Furthermore, the Wisdom Institute Foundation uses the concept of 3H coaching (Heart, Hand, Head), the Wisdom Institute Foundation also invites former terrorist prisoners to become peace fighters. The Caravan of Peace Fighters is a community formed as a forum for former terrorism prisoners in Central Sulawesi to gather and voice peace in Central Sulawesi. For the general public, the Wisdom Institute Foundation organises national seminars and conducts mental and spiritual development activities. This research is a type of qualitative research, with a descriptive approach. Data collection techniques used in this research are through in-depth interviews and documentation. Furthermore, it was analysed using role theory and SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). This research describes the strategy of the Humanitarian Foundation, in this case the Wisdom Institute Foundation, in its Counter Violent Extremism efforts. The changing role of former terrorism prisoners from criminals to peace fighters shows the success of the Wisdom Institute Foundation. From the term Peace Fighter which is a new identity that they interpret and identify themselves after experiencing the identity transformation process, a new community was born under the name Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). For further research, it is recommended that it is necessary to obtain complete information about the character and daily life of former Poso terrorist prisoners (former Poso Jihadists) before and after leaving the Penitentiary until finally joining the Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), and it is necessary to explore more deeply the fate and hopes for the future of terrorist prisoners (former Poso Jihadists) and their families."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Christo Febi Cahya Manafe
"Serangan dan ancaman dari kelompok terorisme dengan target Very Very Important Person (VVIP) beberapa kali terjadi di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, evaluasi terhadap sistem pengamanan VVIP menjadi hal yang wajib, agar terulang VVIP yang menjadi korban serangan teroris. Kelalaian petugas pengaman VVIP khususnya tim Pengamanan Pribadi (PAM PRI) menjadi kesuksesan serangan teroris terhadap VVIP. Sanksi kelalaian dalam penerapan SOP sistem pengaman VVIP yang menjadi keharusan agar tidak terulang serangan teroris terhadap VVIP. Penyerangan terhadap objek pengamanan dikarenakan adanya kurang optimalnya strategi pengamanan pribadi yaitu Pertama, terdapat prosedur pengamanan yang tidak dilakukan secara optimal saat objek pengamanan tiba dilokasi kejadian, dimana personel pengamanan seharusnya tiba dilokasi dan mendekati objek sebelum objek turun dari kendaraan. Kedua, kurangnya sinergi antar instasi pengamanan dalam menganalisa situasi dan kondisi diarea kejadian, dimana setelah ditelurusi dan ditelaah bahwa wilayah tersebut terindikasi adanya teroris yang masuk kedalam. Daftar pencarian orang (DPO) . Dalam teori intelijen, teori strategi dan teori aktivitas rutin yang baik dan tepat, tentunya akan dapat menghindari seseorang menjadi target dari kejahatan (terrorism).
Very Very Important Persons (VVIP) targeted of attacks and threats by terrorist in a several times. Based on the situation, evaluation of VVIP security system is the important things to mitigate the risk of attacks and threats by terrorist. The negligence of VVIP security officers, especially the Personal Security Team (PAM PRI), was the success of the terrorist attack on VVIP. Sanctions for negligence in implementing the SOP for the VVIP security system are a must so that terrorist attacks against VVIPs are not repeated. The attack on the security object was due to the lack of optimal personal security strategy, namely First, there were security procedures that were not carried out optimally when the security object arrived at the incident location, where security personnel should have arrived at the location and approached the object before the object got off the vehicle. Second, there is a lack of synergy between security agencies in analyzing the situation and conditions in the incident area, where after being traced and reviewed, there are indications of terrorists on the wanted list (DPO). In intelligence theory, strategy theory and routine activity theory that is good and right, of course, will be able to prevent someone from becoming a target of crime (terrorism)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alfredo Benhard Pattiwaellapia
"Ancaman terorisme yang berbasiskan ideologi transnasional telah masuk melalui penetrasi atau infiltrasi budaya dan agama. Dalam upaya pencegahan radikalisasi, Pemerintah Indonesia mengembangkan program deradikalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi deradikkalisasi Densus 88 AT Polri terhadap para mantan pelaku tindak pidana terorisme pada yayasan HWI 19. Program deradikalisasi di Indonesia memiliki empat pendekatan utama, yaitu re-edukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi. Program deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus 88 AT Polri pada Yayasan HWI 19 tersebut maka akan berimplikasi pada penurunan angka ancaman terorisme di Indonesia. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan kerjasama seluruh
stakeholder terkait guna bisa mewujudkan re-integrasi dan re – sosialisasi kepada eks narapidana terorisme untuk bisa diterima kembali ditengah – tengah masyarakatPenelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa pihak – pihak yang berkompeten dalam upaya program deradikalisasi oleh Densus 88 AT pada yayasan HWI 19
The threat of transnational ideological-based terrorism has entered through the penetration or infiltration of culture and religion. In an effort to prevent radicalization, the government of Indonesia is assigned to develop deradicalization programs. This research aims to analyze the deradicalization strategies of Densus 88 AT (Special Counterterrorism Unit) of the Indonesian National Police towards former perpetrators of terrorism crimes at the HWI 19 Foundation. Deradicalization programs in Indonesia have four main approaches: re-education, rehabilitation, resocialization, and reintegration. The deradicalization program conducted by Densus 88 AT of the Indonesian National Police at the HWI 19 Foundation will have implications for reducing the threat of terrorism in Indonesia. However, this must be accompanied by the collaboration of all relevant stakeholders in order to achieve reintegration and resocialization of former terrorism convicts to be accepted back into society. This research uses a qualitative research method with data collection techniques such as interviews with several competent parties involved in the deradicalization program by Densus 88 AT at the HWI 19 Foundation"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Eko Setyo Utomo
"Aksi yang mengarah pada ekstremisme dan teror yang melibatkan Aparatur Negara adalah bagian dari fenomena puncak akibat dari paparan paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Beberapa Anggota TNI, Polri, PNS/ASN terbukti terlibat tindak pidana terorisme dan telah diputuskan bersalah oleh Pengadilan serta menjalani hukuman. Maraknya kasus radikalisme Aparatur Negara ini memberi peringatan akan bahaya radikalisme sehingga perlu dilakukan analisis mendalam serta evaluasi terhadap upaya pencegahan radikalisme yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Penelitian ini melakukan analisis terhadap praktik radikalisme Aparatur Negara, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN) serta memberikan hasil analisis atas relevansi teori terhadap strategi pencegahan radikalisme ASN di Indonesia. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory), Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), Teori Pencegahan Kejahatan Sosial (Social Crime Prevention Theory) dan Teori Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini, diketahui bahwa praktik radikalisme pada Aparatur Negara masih terjadi walaupun sudah diterbitkan Surat Keputusan Bersama 11 Kementerian. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Indonesia dituntut melaksanakan strategi pencegahan yang komprehensif, diantaranya melalui penegakan hukum, pelibatan tokoh agama, kontra terorisme, kolaborasi antar instansi dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, memperkuat demokrasi dan counter-messaging (kontra narasi)
Actions that lead to extremism and terror involving State Apparatus are part of the peak phenomenon due to exposure to radicalism and terrorism in Indonesia. Several members of the TNI, Polri, and PNS/ASN have been proven to be involved in criminal acts of terrorism and have been found guilty by the Court and are serving their sentences. The rise of cases of radicalism by the State Apparatus warns of the dangers of radicalism, so it is necessary to carry out an in-depth analysis and evaluation of the efforts to prevent radicalism by the Government of Indonesia. This study analyzes the practice of State Apparatus radicalism, especially the State Civil Apparatus (ASN). It provides analysis results on the relevance of theory to the strategy of preventing ASN radicalism in Indonesia. The main theories used in this research are Social Identity Theory, Social Learning Theory, Social Crime Prevention Theory, and Human Resource Management Theory. The method used in this study uses a qualitative approach. The results of this study show that the practice of radicalism in the State Civil Apparatus still occurs even though the Joint Decrees of 11 Ministries have been issued. To resolve the issue, the Government of Indonesia is required to implement a comprehensive prevention strategy, including law enforcement, involvement of religious leaders, counter-terrorism, a collaboration between agencies and the intelligence community as well as the active participation of all components of society, strengthening democracy and counter-messaging (counter-narrative)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library