Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefanus Satria Sumali
"ABSTRAK
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter seorang anak kurus, normal, gemuk ataupun obese. Kegiatan anak mempengaruhi kadar lemak tubuh karena konsumsi karbohidrat yang berlebihan tanpa disertai aktivitas yang seimbang menyebabkan penumpukan lemak sebaliknya bila energi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan maka lemak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang mengakibatkan berkurangnya kadar lemak tubuh. Demikian juga dengan distribusi tekanan plantar karena anak obese dengan aktivitas rendah, tekanan plantar lebih tinggi dibandingkan anak obese dengan aktifitas tinggi sehingga aktifitas subyek penelitian harus dihomogenisasi untuk memperoleh hasil yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan IMT (kurus, normal, gemuk dan obese) dengan lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan pada anak usia 8-10 tahun. Metode : desain penelitian adalah observasional cross sectional / potong lintang dengan jumlah 33 anak sebagai subyek penelitian dengan lifestyle sedentary karena aktifitas mempengaruhi kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar. Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar lemak tubuh menggunakan timbangan Tanita dan puncak tekanan (peak pressure) dengan menggunakan alat Matscan. Tekanan plantar diukur saat berdiri dan berjalan. Hasil :. Anak dengan IMT gemuk mempunyai korelasi yang kuat dengan lemak tubuh (r=0,6333) dan anak dengan IMT obese mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap lemak tubuh (r=0,8) sedangkan anak dengan IMT kurus juga mempunyai korelasi terhadap lemak tubuh tetapi korelasinya lemah (r=0,2582). IMT juga berhubungan dengan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan terutama daerah midfoot sedangkan untuk anak kurus ditemukan adanya peningkatan tekanan pada daerah hindfoot sewaktu heelstrike. Kesimpulan : IMT berhubungan dengan kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar terutama pada anak dengan IMT gemuk dan obese

ABSTRACT
Body Mass Index (BMI) is a parametric to know wheather a child is underweight, normal, overweight or obese. Children activity affects fat body percentage because consumption excessive carbohydrate with less activity will increase fat deposit. In other words if the energy cannot provide children activity then fat will be used as energy and this will decrease the fat deposit. And so with the plantar pressure distribution because obese children with lower activity , their plantar pressure are higher than obese children with high activity and therefore research subjects had to be homogenized to get an accurate result. This research aims are to know the relation between BMI (underweight, normal, overweight or obese) and plantar pressure distribution during standing and walking in children with age 8-10 years old. Methode: Design of this research is cross sectional with 33 children as research subjects with lifestyle sedentary. The research was done with Tanita’s weigher to measure fat body percentage and Matscan to meassure the peak pressure during standing and walking. Result : overweight children has a stong correlation with fat body (r=0.6333) and obese chidren has a very strong correlation with fat body (r=0.8). Underweight children also has a correlation with fat body but it’s a weak correlation (r=0.2582). BMI also has correlation with plantar pressure distribution during standing and walking expecially midfoot while underweight children has an increase peak pressure at the hindfoot while Conclussion : BMI influence both fat body and plantar pressure distribution expecially in overweight and obese children"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hindun Saadah
"ABSTRAK
Latar belakang : Aktifitas dengan posisi berdiri lama merupakan salah satu penyebab terjadinya kelainan pada tungkai bawah dan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penyangga lengkung longitudinal medial terhadap distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan, kekuatan otot triceps surae dan tinggi lengkung longitudinal medial setelah berdiri lama.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan desain penelitian sebelum dan setelah dalam satu kelompok, yang masing-masing unit eksperimennya berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri . Subjek penelitian sebanyak 16 orang satuan pengaman yang sebelumnya diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi . Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tekanan plantar dengan variabel yang diukur adalah kontak area dan puncak tekanan dengan menggunakan alat Mat-scan, pengukuran dilakukan pada saat berdiri dan berjalan. Kedua dilakukan pengukuran kekuatan otot triceps surae dengan menggunakan hand held dynamometer, sebelum dan setelah menggunakan penyangga lengkung longitudinal medial, serta pengukuran tinggi lengkung longitudinal medial dengan menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah bekerja dengan posisi berdiri lama dengan waktu berdiri sekitar 7 jam menggunakan penyangga lengkung longitudinal medial yang disisipkan pada sepatu.
Hasil :Hasil penelitian pada puncak tekanan saat berdiri dan berjalan menunjukan adanya perbedaan bermakna dengan p value <0.05 yang ditunjukan dengan penurunan nilai puncak tekanan. Sementara pada kontak area menunjukan adanya perbedaan bermakna saat berdiri dengan p value < 0.05 yang ditunjukan dengan penurunan luas kontak area. Pada tinggi lengkung longitudinal medial menunjukan perbedaan bermakna dengan p value <0.05 ditunjukan dengan peningkatan tinggi lengkung longitudinal medial. Sementara pada kekuatan otot triceps surae tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Kesimpulan :Terdapat pengaruh penyangga lengkung longitudinal medial terhadap distribusi tekanan plantar dengan adanya penurunan puncak tekanan saat berdiri dan berjalan dan penurunan luas kontak area pada saat berdiri serta meningkatkan tinggi lengkung longitudinal medial setelah berdiri lama.

ABSTRACT
Background :Activity of prolonged standing position is one of the cause abnormalities in the lower leg and foot. This study to indicate the influence of the medial longitudinal arch support to the plantar pressure distribution, triceps surae muscle strenght, and height arch when standing and walking activity after prolonged standing.
Methode :The research methode use was a quasi experimental with research design pre and post in one group, participant as many as 16 poeple were selected in inclusion criteria. The first step is to measure plantar pressure distribution in peak pressure and contact area . Measurement were taken while standing and walking. The second step is to measure the strenght of triceps surae muscle using hand held dynamometer before and after using arch support, and the last measure height of medial longitudinal arch. Measurement techniques performed when the participant going to work with prolonged standing and after work as well as using the medial longitudinal arch support in their shoes.
Result :The result of the research showed that can decrease of peak pressure when standing and walking with statistically significant difference with p value<0.05, and decrease of area contact o when s with p value <0.05. Meanwhile height of medial longitudinal medial showed increase and statistically significant difference with p value <0.05. Meanwhile on triceps surae muscle strenght no statistically difference.
Conclusion :Influence of the medial longitudinal arch support to decrease the peak pressure during standing and walking and decrease contact area when standing in distribution of plantar pressure and significant in increase the height medial longitudinal arch."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Margiana
"Pendahuluan: Perubahan fisiologi paru pascanatal berkaitan dengan berbagai perubahan mikroskopik paru, terutama jaringan alveolar paru, baik pada komponen interstisial maupun epitelnya. Interstisial paru akar mengalami penebalan yang diduga disebabkan oleh perubahan komposisi serat-seratnya, terutama kolagen. Namun, perubahan tersebut masih dalam perdebatan dan proses yang mendasarinya masih belum jelas. Komponen epitelium yang mengalaml perubahan adalah pneumoslt II. Rasio pneumosit II terhadap pneumosit I diduga menurun dengan bertambahnya usia. Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada fungsinya dalam menjaga ketersediaaan surfaktan paru. Untuk memelihara fungsi vital dan normal sintesis surfaktan, jaringan paru juga bergantung pada ketersediaan glukosa karena glukosa merupakan komponen pembentuk batang tubuh gliserol (glycerol backbone) surfaktan. Pada proses penuaan, telah dilaporkan terjadinya akumulasi glikogen pada otak, otot rangka dan ginjal, sehingga ada pendapat bahwa glikogen merupakan penanda sel yang menua (senescence cell). Meskipun demikian, penelitian tentang akumulasi glikogen pada jaringan paru yang menua belum pemah dilaporkan. Penelltian ini bertujuan untuk mengamati perubahan gambaran" mikroskopik parenkim paru, terutama jaringan interstisial dan pneumosit II pada tikus Sprague-dawley berbagai kelompok usia pascanatal. Desaln: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional untuk mengetahui korelasi antara usia dengan ketebalan jaringan interstisial, jumlah serat kolagen interstisial, penumpukan glikoprotein dan glikogen dalam jaringan interstisial, rasio pneumositll terhadap pneumosit I, dan akumulasi glikogen dalam pneumosit II. Uji korelasi dilakukan dengan uji korelasi Spearman ~0,05) dengan bantuan program SpSS 17. Metode: Penelitian dilakukan pada tikus Sprague-dawley usia 2 han (n=6) , 4 hari (n=6), 10 hari (n=6), 16 hari (n=6), 3-4 bulan (n=6) dan lebih dan 12 bulan (n=6). Setelah difiksasi, jaringan paru dipotong dengan ketebalan 5~m dan dlwama dengan trichrome Mason untuk memvisualisasikan kolagen dan dengan periodic acid Schiff untuk memvisualisasikan glikoprotein dan glikogen. Hasll: Terdapat korelasi kuat antara usia dengan penumpukan glikoprotein dan glikogen dalam interstisial (r=0,712), korelasi sedang antara usia dan jumlah serat kolagen interstisial (r= 0,687) dan korelasi lemah antara usia dengan ketebalan jaringan interstisial (r=0,291 pada sediaan trichrome Mason, dan r=O,365 pada sediaan PAS), dan akumulasi glikogen dalam pneumosit II (r=O,266). Namun, tidak ada korelasi antara usia dan rasio pneumosit " terhadap pneumosit I (r=0,123). Keslmpulan: Dengan bertambahnya usia, maka pada jaringan interstisial paru akan terjadi peningkatan ketebalan, peningkatan serat-serat kolagen, serta penumpukan glikoprotein dan glikogen. Sedangkan pada epitel paru, terdapat akumulasi glikogen dalam pneumosit II, tetapi tidak terbukti adanya penurunan rasio pneumosit " terhadap pneumosit I.
.....Background: Physiological changes in postnat4nQ'Are associated with a variety of microscopic changes in the lung, especially th~lar lung tissue, both in the interstitial and epithelial component. The thickness of interstitial tissue will increase, which is supposed to be due to changes in the fiber composition, particularty collagen. However, that change is still in debate and the underlying process is stili unclear. The epithelial component changes in its pneumocyte II. The ratio of pneumocyte II against pneumocyte I is supposed to decline with age. This decrease will certainly affect their function in maintaining the supply of pulmonary surfactant. To maintain normal vital function and synthesis of surfactant, lung tissue depends on the availability of glucose because glucose is the building blocks of surfactnanfs glycerol backbone. In the aging process, glycogen accumulation in th~ brain, skeletal muscle and kidney has been reported. This leads to the idea that, glycogen is a marker for senescenCe cells. Nevertheless, studies on glycogen accumulation in aging lung tissue have not been reported yet. This study aims to observe the microscopic changes of the lung tissue, both the interstitial tissue and pneumocyte II of various postnatal ages groups of Sprague-dawley rats. Design: This was an observational analytical study to analyze the correlation between age and the thickness of the interstitial tissue, the thickness of interstitial collagen fibers, glycoprotein and glycogen accumulation in the interstitial, pneumocyte 1111 ratio, and glycogen accumulation in pneumosit II. Correlation tests were performed with Spearman correlation test (p ~ 0.05) using SPSS 17 for Windows. Methods: The study was conducted on 2 days (n = 6), 4 days (n = 6),10 days (n = 6), 16 days (n = 6), ~ months (n = 6) and more than 12 months (n = 6) Spraguedawley rats. Lung tissue was fixed, cut with a thickness of 5JJm and stained with Mason's trichrome to visualize collagen and with periodic acid Schiff to visualize glycoprotein and glycogen. Results: There was a high correlation between age and glycoprotein and glycogen accumulation in the interstitial (r=0.712), a moderate correlation between age and the amount of interstitial collagen fibers (r = 0.687), and a low correlation between age and the thickness of the interstitial tissue (r = 0.291 for the trichrome Mason preparation and 0.365 for the PAS preparation) and glycogen accumulation in pneumocyte II (r = 0.266). However, there was no correlation between age and pneumocyte 1111 ratio (r=0.123). Conclusion: With increasing age, the interstitial lung tissue will Increase in its thickness, collagen fibers, and glycoprotein and glycogen accumulation. Wlereasin the lung epithelium, there is an accumulation of glycogen in pneumocyte II, but there is no evidence of pneumositlill ratio decline."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T58024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library