Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noerid Haloei R
Abstrak :
ABSTRAK
Kebudayaan terbentuk dan berkembang sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan yang timbul dalam proses adaptasi dengan lingkungannya. Tanggapan tersebut didasari oleh berbagai kebutuhan dasar yang terkelompokkan ke dalam kebutuhan biologis, sosial dan spiritual. Secara terinci kebutuhan dasar itu meliputi makan dan minum, keturunan, kenyamanan jasmaniah, rasa aman, rasa senang dan santai, bergerak dan berhubungan dengan orang lain, dan perkembangan yang lebih meningkat. Dalam menanggapi tantangan tersebut, manusia atau sekelompok orang mengembangkan sistem mata pencaharian dan sosial, dan yang bersama-sama dengan pengembangan aspek lainnya seperti bahasa, seni, religi, peralatan dan perlengkapan hidup, serta pengetahuan, terbentuklah kebudayaan manusia yang menyeluruh. Sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap lingkungan, kebudayaan oleh Leslie A.White dirinci dalam sistem teknologi , sistem sosial dan sistem ideologi. Sistem teknologi terdiri dari sejumlah peralatan material, mekanis, fisik dan peralatan kimia yang termanifestasikan dalam rupa alat-alat untuk memproduksi, mendirikan bangunan dan tempat tinggal, dan alat-alat untuk mempertahankan diri maupun untukmenyerang. Sistem sosial meliputi sekalian hubungan antarpribadi yang termanifestasikan ke dalam pola-pola tingkah laku tertentu baik yang coraknya individual maupun kolektif. Dalam hal ini disebutkan antara lain organisasi kemasyarakatan, ekoncmi, politik, etika, pertahanan (military), jabatan dan rekreasi. Sistem ideologi terdiri dari sekalian cita, keyakinan, pengetahuan yang termanifestasikan ke dalam bahasa dan tindakan bolis lainnya. Mitologi, theologi, dongeng, filsafat, ilmu pengetahuan (science) dan kebijakan tradisional (folkwisdom) termasuk ke dalam kategori ini. Ketiga sistem teknologi, sosial dan iedologi itu pada dasarnya berkedudukan sama dan saling menunjang. Hanya pada arena-arena tertentu dan pada waktu-waktu tertentu pula kelihatan salah satu sistem lebih menonjol peranannya daripada yang lain. Pada suatu ketika, seperti dikedap perkembangan sistem lainnya. Akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi kemungkinan sistem ideologi khususnya religi mempengaruhi sistem sosial dan perkembangan teknologi secara amat dominan pula.
1987
D274
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Priatmodjo
Abstrak :
ABSTRAK
Kehilangan kekuasaan politik sejak tahun 1950, Keraton Kasunanan Surakarta menjalani masa survival untuk mempertahankan eksistensi kerajaan yang dibangun pada tahim 1745 ini. Setengah abad kemudian tampak bahwa usaha keraton mulai menuai basil. Tradisi-tradisi yang semula hilang bangkit kembali, dan upacara-upacara ad at Jawa semakin marak dijalankan baik di dalam maupun di luar keraton. Gelar kebangsawanan dikejar oleh berbagai kalangan pada skala nasional; dari orang biasa, usahawan, sampai pejabat tinggi pemerintah.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan Keraton Kasunanan dapat dipertahankan karena peran sentral Raja Paku Buwono XII dalam melestarikan tradisi dan memelihara ritual keraton. Dari sudut pandang antropologi politik, upaya sang raja ini dapat diartikan sebagai bentuk strategi peneguhan kekuasaan melalui pemeliharaan dukungan, legitimasi, dan otoritas. Pemeliharaan tradisi dan ritual yang sarat dengan makna simbolik (bila perlu menciptakan tradisi baru yang tampak seolah tradisi kimo) berperan besar dalam meneguhkan legitimasi kekuasaan. Di samping itu, keraton juga menggimakan basis sakral sebagai strategi politik. Konsep keraton sebagai jelmaan alam semesta {imago mundi) dan raja sebagai pusat alam semesta {axis mundi) dipakai sebagai alat untuk meneguhkan eksistensi kerajaan yang sesungguhnya tidak lagi memiliki kekuasaan politik.

Dari sudut pandang antropologi perkotaan, strategi survival berbuah pada bentukbentuk kompromi penggunaan ruang dan tata ruang keraton berumur 250 tahun ini. Di sini dapat dilacak pola perubahan dan konstansi tata ruang, yang menyangkut elemenelemen tetap, setengah-tetap, dan tidak tetap.

Di balik kisah kebangkitan keraton yang tampak fenomenal ini, jika ditempatkan pada skala yang lebih luas (skala kota Surakarta atau negara Indonesia), geliat Keraton Kasunanan masa kini masih terlihat bagaikan "negara teater" yang mengandalkan suguhan tradisi sebagai menu utamanya. Semangat mendukung keberadaan keraton nampaknya masih merupakan minat individual.
ABSTRACT
Losing its political power in 1950, Keraton Kasunanan Surakarta has endured a survival period in preserving the existence of this kingdom that was established in 1745. Half a century later, seems that the kingdom has gained a considerable success. Vanishing traditions have restored, while the practice of old Javanese rituals have blossoming both inside and outside the kingdom wall. Nobility titles have been demanded by broad range of people in nation-wide; from ordinary people, businessmen, until highrank government officers.

The research reveals that the existence of Keraton Kasunanan has survived because of the central role of King Paku Buwono XII in preserving traditions and maintaining keraton's rituals. From the viewpoint of political anthropology, all the king's efforts can be meant as strategy of strengthening the power by maintaining supports, legitimacy, and authority. Maintenance of traditions and rituals, which full of symbolic meanings (and if necessary, inventing new tradition that looks like ancient tradition), takes an important role in building up power legitimacy. The kingdom has also made use of sacred base as political strategy. The idea that puts the palace complex as representation of the universe (imago mundi), and the king as center of the universe (axis mundi) has been used as a tool to strengthen the existence of the kingdom that in fact has no more political power.

From the viewpoint of urban anthropology, the strategy of survival has resulted in the compromise in the use of space and the spatial order of this 250-year old kingdom. Here can be traced the change and constancy of urban order, which cover the fixed-feature, semifixed-feature and nonfixed- feature elements.

Behind the revival story of the kingdom that looks phenomenal, ifplaced in larger scale (city-wide Solo, or country-wide Indonesia), the struggle of Keraton Kasunanan today appears no more than a "theater state " that relies on performing tradition as its main menu. The spirit of supporting kingdom's existence seems to be individual interests.
2004
D834
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haswinar Arifin
Abstrak :
Tesis ini mengenai kehidupan Orang miskin, khususnya tentang potensi dan kemampuan Orang miskin untuk melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya sehingga dapat keluar dari kondisi miskinnya. Di dalam antropologi, Oscar Lewis merupakan salah satu tokoh yang banyak mengkaji masalah kemiski.nan. Kajiannya menghasilkan konsep kebudayaan kemiskinan, yaitu suatu sistem yang terdiri dari serangkaian cara atau disai untuk hidup dan seperangkat pemenuhan terhadap masalah-masalah kehidupan dan karenanya mempunyai fungsi yang bersifat adaptif bagi pemiliknya (Lewis, 1975:392). Karena bersifat adaptif, menurut Lewis kebudayaan kemiskinan cenderung untuk dipelihara dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi di dalam keluarga. Walaupun bersifat adaptif untuk menghadapi kondisi kemiskinan, kebudayaan kemiskinan juga menyebabkan para pelaku yang menggunakannya sulit keluar dari kemiskinannya karena cara-cara hidup tersebut (seperti sikap fatalistik, kebiasaan berhutang, kehidupan komuniti yang tidak teratur (disorganized), misalnya) menghambat terjadinya mobilitas ekonomi di dalam kehidupan pars pemiliknya. Walaupun demikian, pendapatya itu mendapatkan banyak kritik. Dari berbagai hasil penelitian yang mengkaji kehidupan Orang miskin di sektor informal, misalnya, dapat dilihat bahwa pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Temuan-temuan penelitian tentang kehidupan warga kota yang melakukan kegiatan ekonomi informal memperlihatkan bahwa peningkatan taraf hidup bisa terjadi walaupun tadinya mereka hidup di dalam kemiskinan yang lebih kurang sama dengan apa yang digambarkan oleh Oscar Lewis. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam tesis ini adalah mengapa dan bagaimana peningkatan taraf hidup itu bisa terjadi di dalam kehidupan Orang miskin ? Tesis yang dikemukakan di dalam tulisan ini adalah bahwa peningkatan taraf hidup Orang miskin merupakan suatu proses yang dimungkinkan karena di dalam dan di sekitar pemukiman kumuh terdapat peluang-peluang untuk memperoleh sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan dan mengembangkan kegiatan yang mendatangkan penghasilan. Peningkatan taraf hidup dapat dicapai oleh warga miskin yang hanya menggunakan kebudayaan kemiskinan sebagai pedoman hidup yang bersifat situasional dan yang memiliki tingkat pencapaian (creed for achievement) yang kuat untuk memperbaiki kehidupannya. Melalui keterlibatannya di dalam pranata-pranata ekonomi yang berpedoman pada kebudayaan anti kemiskinan, warga miskin yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk mempelajari cara-cara kerja yang efisien dan cara-cara mengakumulasi keuntungan untuk modal usaha, sehingga mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya dan keluar dari kemiskinannya.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library