Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arlyana Abubakar
Abstrak :
ABSTRAK Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, hampir seluruh negara melakukan stimulasi kegiatan fiskal. Oleh karena itu, tantangan dalam situasi perekonomian saat ini adalah bagaimana menciptakan ketersediaan ruang fiskal yang cukup untuk menstimulasi kegiatan perekonomian. Selama ini, Indonesia terus berupaya mengatasi keterbatasan ruang fiskal, baik dengan meningkatkan penerimaan maupun melakukan efisiensi pengeluaran. Jika upaya ini berhasil, maka Indonesia akan dapat mengurangi ketergantungan pada utang. Batasan utang maksimum sangatlah penting. Jika terlewati, negara harus melakukan perubahan kebijakan mendasar dalam menyesuaikan penerimaan dan pengeluaran. Disertasi ini akan mengetahui batasan rasio utang yang tepat serta mengetahui kondisi kesinambungan utang dimasa lalu dan masa depan dalam berbagai scenario perubahan. Ruang lingkup utang adalah utang pemerintah, baik utang domestik maupun utang luar negeri. Pengukuran batasan utang maksimum akan menggunakan model Mendoza-Oviedo (2004) yang didasarkan pada hipotesa intertemporal budget contraints dengan asumsi Non-Ponzi Game. Untuk pengukuran stabilitas utang masa depan, akan digunakan model Ley (2010) melalui dekomposisi variable utang, penerimaan serta pengeluaran. Selanjutnya, akan dilakukan analisa interaksi utang dengan perubahan kebijakan serta dampaknya terhadap ketersediaan ruang fiskal. Pengukuran ruang fiskal dengan adanya dinamika utang akan menggunakan Model Gosh (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kasus Indonesia, batasan rasio utang lebih rendah dari 60% dan kebijakan fiskal yang dilakukan selama ini sudah mempertimbangkan kesinambungan utang. Sementara itu, proyeksi dan simulasi menghasilkan bahwa penurunan rasio utang hanya terjadi saat tercapai surplus primer dan peningkatan porsi utang luar negeri akan meningkatkan rasio utang. Selain itu, perubahan harga minyak, kebijakan subsidi BBM dan penerimaan non migas akan mempengaruhi ketersediaan ruang fiskal. Untuk meningkatkan ruang fiskal, kebijakan pengurangan subsidi BBM perlu diikuti dengan peningkatan penerimaan non migas secara bersamaan.
ABSTRAK To promote economic growth, almost all countries stimulate their fiscal activities. Therefore, the challenging in the current economic situation is how to create the availability of adequate fiscal space to stimulate economic activites. Going so far, Indonesia has attempted to overcome fiscal space limitation, both by increasing revenues and expenditure efficiency. If the attemption is successful, then Indonesia will be able to reduce the reliance on debt. The maximum debt limit is crusial. If passed, the country must undertake the fundamental changes in revenues and expenditures adjustment policies. This dissertation will determine the appropriate debt limit and debt sustainability conditions in the past and the future, given the variety of scenarios. The scope of the debt is government debt, both domestic and foreign debt. In determining the maximum debt limit, the Mendoza-Oviedo?s model (2004) will be used based on intertemporal budget contraints hypothesis and non-Ponzi game assumption. Ley?s model (2010) will be used for future measurements of debt sustainability by decomposing variable of debt, revenues and expenditures. Furthermore, there will be analysis interactions of debt with policy changes and its impact on the availability of fiscal space. Gosh?s model (2011) will be used in determining the fiscal space availability. The results showed that in Indonesia, the debt ratio is lower than the limit of 60 % and the fiscal policies carried out so far has maintained debt sustainability. Meanwhile, projections and simulations showed that the decreasing of debt ratio can be achieved only under primary surplus condition while the raising of foreign debt portion will increase debt ratio. In addition, oil price changes, fuel subsidy policy and non-oil revenues will affect the availability of fiscal space. In improving fiscal space, reducing fuel subsidy should be accompanied simultaneously by increasing non-oil revenue policy.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
D1479
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Zetha Rahman
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
D1536
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syarkawi Rauf
Abstrak :
Secara teoritis, integrasi keuangan dapat dijelaskan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu: (1) Pendekatan volume based dengan data external asset dan liabilities suatu negara. (2) Pendekatan asset price based dengan kriteria konvergensi pada asset return. Dan (3) Pendekatan international risk sharing dengan data konsumsi yang digunakan dalam penelitian ini. International risk sharing (IRS) adalah pembagian risiko secara internasional antar negara dalam suatu kawasan atau kawasan berbeda yang disebabkan oleh adanya shack terhadap suatu perekonomian (fluktuasi pendapatan) yang dapat menyebabkan konsumsinya berfluktuasi (Sorensen dan Yosha, 1998), Sementara integrasi keuangan pada intinya adalah menghapus hambatan Ialu lintas arus keuangan antar negara dalam kawasan, mengembangkan infrastruktur keuangan regional untuk mendukung kelancaran dan meningkatkan transaksi keuangan antar negara, serta memelihara stabilitas keuangan di dalam suatu kawasan (BI, 2007). Secara umum, pendekatan IRS menyatakan bahwa semakin besar darajat IRS dalam suatu kawasan maka semakin hesar derajat integrasi keuangan dalam kawasan tersebut. Sebaliknya, semakjn kecil derajat IRS rnaka semakin kecil pula derajat integrasi keuangan dalam kawasan tersebut. Penelitian ini difokuskan pada studi empiris di negara ASEAN-S. Beberapa pertanyaan penelltian yang diajukan berkenaan dengan hal di atas adalah: (1) Apakah kondisi full risk sharing berlaku dalam kasus ASEAN-5? Berapa besar shock terhadap GDP yang diabsorbsi melalui pasar modal dan pasar kredit di negara ASEAN-5? (2) Bagaimana dinamika respon pasar modal dan pasar kredit dengan adanya shock terhadap GDP? (3) Berapa besar manfaat potensial IRS yang diterima oleh masing-masing negara ASEAN-5 jika IRS dilakukan dengan ASEAN-5 dan kelompok negara lainnya? Penelitian IRS dan integrasi keuangan ASEAN-5 bertujuan untuk: ( 1) Menguji hipotesa full risk sharing di negara ASEAN-5 dan menghitung besarnya persentase shack terhadap GDP yang diabsorbsi oleh pasar modal dan pasar kredit. (2) Melakukan estimasi dinamika respon setiap jalur IRS. (3) Melakukan simulasi manfaat potensial yang dapat diperoleh oleh negara ASEAN-5 jika IRS dilakukan dengan ASEAN -5 dan negara lainnya di luar ASEAN-5. Sementara hipotesa penelitian ini adalah: (1) IRS dalam kasus ASEAN-5 belum bersifat full risk sharing. (2) Dinamika respon jalur IRS melalui saving atau disebut jalur pasar kredit Iebih besar dibandingkan dengan dinamika respon factor income flaw atau disebut jalur pasar modal. (3) Besarnya manfaat potensial dari IRS sangat tergantung pada nilai parameter Consiam Relative Risk Aversion (CRRA), di mana semakin besar paramater CRRA (semakin risk averse) maka semakin besar manfaat potensial dari IRS. Implementasi pendekatan IRS seoara empiris dilakukan dengan menggunakan data proksi untuk pasar modal yaitu factor income flow sebagai selisih antara GDP dengan GNP dan pasar kredit direpresentasi oleh selisih antara GNP dengan total konsumsi. Metode yang digunakan adalah Metode Korelasi, Model Statis Panel Data, Model Dinamis Panel Vector Autoregressive (PVAR), dan analisis sensitivitas. Secara umum, kesimpulan hasil estimasi IRS menunjukkan bahwa IRS dalam kasus ASEAN-5 masih jauh dari kondisi optimal yaitu kondisi full risk sharing. Atau dengan kata lain, derajat integrasi keuangan (integrasi pasar modal dan pasar kredit) di ASEAN-5 masih relatif kecil. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memberikan perspektif baru mengenai mekanime IRS yang optimal bagi negara-negara ASEAN-5 dalam rangka menuju integrasi keuangan dan penyatuan mata uang di masa yang akan datang. Panel Vector Autoregression;Financial integration can be explained theoretically using three approaches such as: (1) Volume based approach by external asset data and country liabilities. (2) Asset price based approach by convergence criterion of asset retum, and (3) lntemational risk sharing approach by consumption data which is used in this research. International Risk Sharing (IRS) is risk sharing internationally, inter-states at the same region or difference region which will caused of shock to economy (income fluctuation) which will cause fluctuation consumption (Sorensen and Yosha, 1998). While financial integration at the core is vanishing resistance of financial flow inter-states in region, developing of regional financial infrastructure for supporting fluency and increasing inter-states financial transaction, and also looking after financial stability in a region (Bl, 2007). In general, IRS approach indicates that the greatest IRS level in a region is the greatest financial integration level in the region. The other side, smallest IRS level is smallest financial integration level in the region. This research is focused at empirical study in 5th ASEAN country. Some research questions which are asked above such as: (1) Does full risk sharing condition apply in 5th ASEAN cases? How big shock to GDP which is absorpted by capital market and credit market in 5th ASEAN country? (2) How respon dynamics of capital market and credit market by the existence of shock to GDP? (3) How big potential benefit of IRS which is received by each 5th ASEAN country if IRS is done by 5th ASEAN and other country ? Research purpose of [Rs and financial integration in 5th ASEAN: (1) Testing hypothesize of full risk sharing in Sm ASEAN country and calculating percentage shock level to GDP which is absorpted by capital market and credit market. (2) Doing estimation of' respon dynamics for every IRS line. (3) Doing simulation of potential benefit which can be phmihpd by 5th ASEAN Country if IRS is done p by 5th ASEAN country and other countries out of 5th ASEAN. While this research hypothesize are: (1) IRS that is in Sm ASEAN case do not have character of full risk sharing yet. (2) Response dynamics of IRS line by saving or it is called as credit market line is bigger than response dynamics of factor income flow or it is called as capital market line. (3) Potential benefit of IRS based on parameter value of Constant Relative Risk Aversion (CRRA), where CRRA parameter is bigger (risk averse progressively) so potential benefit of IRS is bigger. Implementation of IRS approach empirically is done by using proxy data for capital market including factor income flow as differences between GDP and GNP and credits market is represented by differences between GNP and totals consumption. Method which is used including correlation method, static model of data panel, dynamic model of Panel Vector Autoregressive (PVAR), and sensitivity analysis. In general, conclusion of IRS estimation result indicated that IRS which is in 5th ASEAN case was so far from optimal condition including full risk sharing condition. Monetary integration level (capital market and credit market integration) which was in 5th ASEAN was still low relatively. This research was expected to give contribution of new perspective concerning an optimal IRS mechanism for Sm ASEAN countries for the agenda of financial integration and currency union in the future.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
D930
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Irawan
Abstrak :
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadinya krisis keuangan, perhatian pemerintah di berbagai negara terhadap financial instability semakin besar. Perhatian tersebut antara lain karena semakin disadari arti penting dan peran strategis sektor perbankan pada umumnya dan sistem keuangan pada khususnya dalam suatu perekonomian, dan terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan financial instability selama 30 tahun baik di negara berkembang maupun negara maju. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Swedia dan Finlandia, telah mengalami krisis keuangan atau resesi yang biasanya diiringi dengan menurunnya harga aset-aset dan berbagai permasalahan di sektor perbankannya. Hal ini telah diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Borio, Kennedy dan Prowse (1994), Bank for International Settlements (1998) dan IMF (2000). Dalam World Economic Outlook tahun 1998, IMF memberikan gambaran tentang biaya yang harus ditanggung oleh perekonomian sebagai akibat krisis keuangan. Pada saat terjadi krisis mata uang, secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi kembali ke trendnya dalam jangka waktu sekitar I-1,5 tahun, dan kumulatif output lost untuk setiap krisis sekitar 4,25%. Untuk krisis mata uang yang parah output lost-nya bahkan mencapai sekitar 8.25%. Sementara Krisis Perbankan, relatif membutuhkan waktu recovery yang lebih Iama dan output lost yang lebih banyak dibandingkan currency crisis: secara rata- rata membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk pertumbuhan output kembali ke trendnya, dan ourpur loss yang terjadi bisa mencapai sekitar 1 l,5%. Apa yang diuraikan di atas sangat relevan untuk dipertimbangkan dalam menganalisis berbagai pemasalahan ekonomi yang terjadi di Indonesia pada saat terjadi krisis keuangan menghantam pada tahun 1997. Dari peristiwa-peristiwa yang terjadi selama krisis ekonomi, penulis melihat dua fenomena yang menarik untuk diteliti, yang berkaitan tentang keterkaitan antara upaya untuk mencapai stabilitas harga dengan stabilitas sistem keuangan. Fenomena pertama, upaya pemerintah untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan dengan memberikan batuan likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas telah mendorong meningkatnya laju inflasi. Dengan kata lain upaya untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan telah mengorbankan stabilitas harga. Fenomena kedua, upaya bank Sentral dalam mengendalikan inflasi telah menyebabkan terjadinya fenomena credit crunch di Indonesia. Dengan kata lain, upaya untuk mencapai stabilitas harga telah menyebabkan stabilitas sistem keuangan menjadi terganggu. Diskusi tentang bagaimana keterkaitan antara kebijakan moneter dalam mencapai stabilitas harga serta dampaknya pada stabilitas sistem keuangan sebenarnya sudah terjadi antara pengambil kebijakan dengan ekonom dan antar ekonom sendiri, misalnya Svensson (1996), Taylor (1996), Bean (1998) dan Goodfriend (2001) juga Bernanke dan Gertler(1999). Sehubungan dengan uraian di atas, tulisan ini mencoba meneliti beberapa pertanyaan yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Pertama, pengaruh shock pada tingkat suku bunga, dalarn upaya untuk mencapai stabilitas harga, pada peningkatan financial instability Indonesia. Kedua, pengaruh shock yang berasal dari pertumbuhan kredit, saat terjadi ganguan stabilitas harga, pada peningkatan financial instability Indonesia. Ketiga, pengaruh shock pada harga pada peningkatan financial instability Indonesia. Keempat, meneliti konsistensi antar stabilitas harga sebagai suatu sasaran akhir kebijakan moneter dengan upaya untuk menghindari financial instability. Kelima, meneliti meneliti apakah terdapat pengaruh yang asymmetric pada hubungan antara tingkat suku bunga, harga dan kredit dengan financial instability. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, dibangun model VAR yang biasa dipergunakan dalam analisis kebijakan moneter secara quatitatif dengan memasukkan variabel yang mengukur financial instability. Berdasarkan model tersebut di dapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: Shock positif yang berasal dari suku bunga, kredit dan harga memberikan pengaruh pada meningkatnya financial instability Indonesia. Peningkatan suku bunga sebagai instrumen yang dipergunakan untuk mengendalikan harga merupakan komponen terbesar yang menjadi sumber peningkatan financial instability. Price stability dan financial stability merupakan dua hal yang dapat sekaligus dicapai sebagai sasaran dalam pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Kenaikan yang berasal dari variabel harga, tingkat suku bunga dan kredit memberikan magnitude yang relatif lebih besar pada peningkatan derajat financial instability dibandingkan dengan penurunan ketiga variabel tersebut terhadap penurunan derajat financial instability. Atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang asymmetric pada hubungan antara tingkat suku bunga, harga dan kredit dengan financial instability.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
D668
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni Swastanto
Abstrak :
Perbankan Indonesia merupakan industri yang berkembang dengan cepat. Namun pertwnbuhan cepat industri perbankan ternyata tidak diikuti dengan dulcungan infrastruktur perbankan yang memadai. Krisis ekonomi telah menurunkan peran perbankan swasta mulai tahun 1998 karena flight to quality. Selama terjadi krisis ekonomi di Indonesia, variabel makro ekonomi utama, yaitu suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar dan PDB telah berubah dengan drastis. Perubahan ini telah berpengaruh besar terhadap kegiatan ekonomi pada umumnya dan operasional perbankan pada khususnya. Perbankan di negara berkembang biasanya sangat dilindungi (protected industry) dan menikmati spread yang tinggi. Namun pasar global dan perubahan teknologi, serta krisis perbankan telah mendorong industri perbankan untuk melakukan konsolidasi. Krisis perbankan juga menimbulkan pergeseran pada kepemilikan bank karena program rekapitalisasi dan program privatisasi. Kerangka berpikir disertasi adalah sebagai berikut. Konsolidasi bank dimaksudkan untuk memperoleh industri perbankan yang sehat dengan modal yang kuat. Untuk memenuhi modal tersebut, bank: (1) harns menciptakan laba, (2) mengundang investor, (3) melakukan merger. Jika alternatif merger yang dilakukan, maka jumlah bank dalam industri akan menurun. Bagi bank yang sebat, pilihan yang paling baik untuk bisa berkembang ke depan adalah pilihan (1), yaitu mampu menciptakan laba sehingga dapat menambah modal secara organik. Yang menjadi pertanyaan adalah kemampuan bank dalam memenuhi modal melalui penciptaan laba. Konso lidasi perbankan akan berjalan jika bank bisa memenuhi ketentuan modal secara organik, yaitu melalui penciptaan laba. Kar~na itu, kemampuan bank untuk memperoleh laba menjadi penting untuk diteliti. Kemampuan bank dalam menciptakan laba dipengaruhi oleh keadaan internal bank, industri perbankan dan kondisi makro fundamental. Pertanyaan penelitian yang diajukan, yaitu: (1) Seberapa jauh kondisi internal bank, industri perbankan dan makro fundamental berpengaruh pada perolehan laba bank? (2) Apa yang menjadi faktor terpenting dari kondisi internal bank, industri perbankan dan makro fundamental dalam kaitannya dengan kinerja perbankan? (3) Bagaimana implikasi perolehan laba bank terbadap konsolidasi? Dari hasil estimasi, untuk menjawab pertanyaan penelitian pertarna, beberapa variabel internal bank, yaitu laba yang lalu, modal, rasio LDR, efisiensi dan kredit macet berpengaruh terhadap laba bank. Dari sisi industri, variabel utama yang mempengaruhi laba adalah market share Sementara itu, variabel faktor fundamental yang berpengaruh, yaitu nilai tukar dan indeks produksi. Melihat signifikansi dari variabel yang mempengaruhi, ROA merupakan proxy laba yang paling bisa dijelaskan oleh independent variabel. Dari koefisien speed of adjustment untuk ROA, sifat industri perbankan mempunyai perilaku yang kompetisi monopolistik. Sementara itu, untuk FBI menunjukkan struktur pasar oligopoli. Untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua jika dilihat secara bersama-sarna, faktor makro fundamental secara dominan mampu mempengaruhi laba bank. Apabila dilihat setiap faktor, dapat dikatakan bahwa dari internal bank modal dan efisiensi menjadi terpenting dalam mempengaruhi laba. Dari sisi industri perbankan, yang dominan mempengaruhi laba adalah market share bank. Dari faktor makro fundamental yang mempengaruhi laba adalah nilai tukar dan pertwnbuhan ekonorni. Untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga, dari hasil estimasi laba terbadap CAR disimpulkan model CAR secara signifikan dapat digunakan untuk memproyeksikan CAR tahun 2010. Rata-rata CAR perbankan akhir tahun 2010 adalah sebesar 12.4% dengan CAR terendah -0.3% dan tertinggi 25.9%.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
D1530
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library