Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Sriwati
Abstrak :
Balai Pemasyarakatan merupakan pranata yang sangat penting didalam peradilan pidana anak, namun keberadaannya kurang mendapat perhatian scolah - olah peranan yang banyak tampil dalam penaiganan anak yaug melakukan kejahaian ilu hanyalah nyidik, Jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan, pokok permasalahan. Studi ini adalah adanya fenomena mengenai peranan hasil lilmas dalam peincriksaan perkara pidana anak yang kurang dipergunakan baik dalam tahap pra ajudikasi yailu pemeriksaan pada tahap penyidikan, ajudikasi yailu pemneriksaan pada tahap kejaksaan dan post ajudikasi yaitu pcmeriksaan pada tahap pengadilan. Penelitian in dilakukan dengan mempergunakan metode diskriptif dengan pcndekalan kualiatif. pengumpulan data penelitian dilakukan melalui wawancara dengan informan kunci yaitu petugas PK dan informan pendukung yaitu pihak-piak yang terkail dalam proses pengadiian anak dan pendekatan yuridis normatif, agar dipcroleh hasil gambaran Lentang peranan laporan penelitian kemasyarakatan dalam pemeriksaan perkara pidana dalam sidang pengadilan anak. Teori yang digunakan dalam sludi ini adalah Teori Kontrol Sosial (Sosial Bonding) dari Travis Hirschi Hasil analisis dari studi ini adalah ditemukannya faktor-faktor kendala dalam pelaksanaan peranan s dalam pemeriksaan perkara pidana anak dalam sidang pengadilan a mcliputi terbatasnya anggaran, keterbatasan metode litmas,keterbatasan hukum dan implementasinya serta masih rendahnya kualitas pk dalam penyusunan litmas lemahnya keterikatan sosial pelaku (pelaku anak dibavvah umur) lerhadap umur keterikatan sosial yaitu Ahtachment, Commimmen. Ivotwmrent dan nycbabkan mcreka melakukan tindak pelanggaran lukum yang menycba harus dihadapkan denean proses hukum.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Agung
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai beberapa permasalahan hukum yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam penanganan tindak pidana perikanan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan wawanncara. Hasil penelitian adalah terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menangani kasus tindak pidana perikanan yaitu adanya kebijakan pengendalian tuntutan pidana, materi pasal ? pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka kebijakan penuntutan pengendalian tindak pidana perlu dihilangkan karena menimbulkan independensi Jaksa dalam menjalankan tugasnya serta perlunya revisi terhadap beberapa materi pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta perlunya perbaikan dalam mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti yang dipakai dalam melakukan tindak pidana perikanan tersebut.
This thesis discuss about some law problems that faced by Prosecutor in handling the illegal fishing crime or cases. This is a normative research with field interview. The result of this research that there are amount of problems that faced by Prosecutor in handling ilegal fishing crime/case, there are prosecution discresion, act number 31 year 2004 about illegal fishing, storing, handling and execution of the evidence. To solve that problems, prosecutors must have their own discretion about prosecution, so they have independency in working on their duty. The other that the act needed to rearrange some of the articles inside illegal fishing act, and at least there must be a renew about storing, handling and execution of the evidence that used to offense illegal fishing crime.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25649
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Agung
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai beberapa permasalahan hukum yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam penanganan tindak pidana perikanan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan wawancara. Hasil penelitian adalah terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menangani kasus tindak pidana perikanan yaitu adanya kebijakan pengendalian tuntutan pidana, materi pasal- pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti,. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka kebijakan penuntutan pengendalian tindak pidana perlu dihilangkan karena menimbulkan independensi Jaksa dalam menjalankan tugasnya serta perlunya revisi terhadap beberapa materi pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta perlunya perbaikan dalam mekanisme penyimpanan dan eksekusi barnng bukti yang dipakai dalam melakukan tindak pidana perikanan tersebut. ......This thesis discuss about some Jaw problems that faced by Prosecutor in handling the illegal fishing crime ot cases. This is a normative research with field interview. The result of this research that there are amount of problems that faced by Prosecutor in handling illegal fishing crime/case, there are prosecution discresion, act number 31 year 2004 about illegal, fishing, storing, handling and execution of the evidence. To solve that problems. prosecutors must have their own discretion about prosecution, so they have independency in working on their duty. The other that the act needed to rearrange some of the articles inside illegal fishing act, and at least there must be a renew about storing. handling and execution of the evidence that used to offense illegal fishing crime.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T 25596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Topik Gunawan
Abstrak :
Aktivitas pencucian uang merupakan modus tindak pidana yang semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Tindak pidana pencucian uang merupakan mata rantai dari suatu kejahatan dan memiliki dampak yang luar biasa. Salah satu kendala yang dihadapi adalah mengenai hukum acara, khususnya dalam hal pembuktian. Pembalikan beban pembuktian diatur di dalam UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003, tetapi tidak jelas maksud pembuktian tersebut apakah dalam konteks untuk menghukum orang yang bersangkutan atau untuk menyita harta kekayaan yang bersangkutan. Tulisan dengan judul Penerapan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Proses Peradilan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang, menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan empiris yang bersifat kualitatif. Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dasar pemikiran penerapan pembalikan beban pembuktian pada proses peradilan perkara tindak pidana pencucian uang di Indonesia adalah untuk memecahkan kesulitan Halam membuktikan masalah yang hanya diketahui oleh si pelaku, karena modus pencucian semakin kompleks dan canggih. Penerapan asas ini juga berdasarkan asumsi jika predicate erime belum diadili, sementara penegak hukum akan memproses perkara pencucian uang, maka konsekuensinya digunakanakan mekanisme pembalikan beban pembuktian. Secara politis Indonesia mengadopsi pembalikan beban pembuktian dalam UU TPPU karena adanya desakan dari FATF (Financial Action Task Force). Kesimpulan berikutnya adalah bahwa dalam praktek peradilan perkara tindak pidana pencucian uang di Indonesia, Pembalikan beban pembuktian belum pernah digunakan. Oleh karena itu, dalam kenyataannya peran jaksa dalam pembuktian perkara tindak pidana pencucian uang secara umum sama saja dengan pembuktian dalam perkara pidana lain. Perbedaannya tampak dalam penyusunan surat dakwaan dan pengajuan alat-alat bukti untuk mendukung pembuktian di persidangan. Di masa depan, pengaturan pembalikan beban pembuktian dalam proses peradilan perkara tindak pidana pencucian uang harus berangkat dari pendekatan mengejar uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan (follow the money), dengan maksud memupus motivasi seseorang untuk melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, kebijakan legislasi mengenai pengaturan pembalikan beban pembuktian tindak pidana pencucian uang hendaknya merupakan perpaduan antara criminal procedure (prosedur pidana) dan civil procedure (prosedur perdata). Di samping itu juga, dituntut peran hakim dalam menerapkan asas ini agar tujuan penegakan hukum anti pencucian uang dapat tercapai. ......Money laundering activity is crime modus that its increasingly complex by using technology and finance engineering that is complicated enough. Money laundering crime is link from a crime and has remarkable impact. One of constraint faced is criminal procedure, especially in the proof. Reversal burden of proof as arranged in Law No. 15/2002 as has been changed with Law No. 25/2003, but it doesn’t defined intended the proof in context to punish the persons or confiscate their properties. Article with title Application of Reversal Burden of Proof in juridical process of money laundering cases, applies research method of yuridis normatif and empiric having the character of qualitative. Applying rationale of reversal burden of proof at jurisdiction process of money laundering crime case in Indonesia is an effort to broke the difficulty to proving problem which only know by the criminal, because wash modus increasingly complex and sophisticated. Applying of this principle also based on assumption if predicate crime had not been judged, where as law enforcer will process money laundering case, so the consequence by using the reversal burden of proof mechanism. Politically Indonesia adopts reversal burden of proof in money laundering acts, caused by pressure from FATF (Financial Action Task Force). However, jurisdiction in action of money laundering crime case in Indonesia, reversal burden of proof have never been done. Therefore, the role of prosecutor in prove of money laundering crime case in general equal to prove in other criminal. The difference is seen in compilation of accusation and proffering of evidences to support verification in court. In the future, arrangement of reversal burden of proof in process of jurisdiction of money laundering crime case leaves from approach to pursue money or properties by obtained from result of crime (follow the money), extinctly motivated someone to do a crime. Therefore, policy of legislation about arrangement of reversal burden of proof in money laundering crime shall be solidarity between criminal procedure and civil procedure. Beside that, it is claimed the role of judge in applying this principle for the purpose of law enforcement on money laundering can be reached.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37124
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Yosua Roald
Abstrak :
Tesis ini membahas.pertanggunjawaban pidana maskapai penerbangan apabila terdapat indikasi keterlibatannya terhadap tetjadinya suatu kecelakaan pesawat udara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Undang-undang Penerbangan yang dalam hal ini sebagai aturan yang mengatur masalah penerbangan tidak mengenal subjek hukum pidana korporasi. Keterbatasan hukum yang teijadi di Undang-undang Penerbangan berkaitan dengan mengenai tidak dikenalnya korporasi sebagai subjek hokum pidana dapat diambil alih dengan menerapkan UUPK yang sudah mengenal korporasi sebagai pelaku tindak pidana. Dengan demikian, UUPK dapat dijadikan pintu masuk untuk dapat meminta pertanggungjawaban korporasi (maskapai penerbangan) bila terdapat indikasi keterlibatan perusahaan penyedia jasa penerbangan atas teijadinya kecelakaan pesawat udara. ......This thesis discusses the criminal liability of airlines if there are indications of their involvement in the occurrence of an aircraft accident. This research is a qualitative research with a descriptive design. The Aviation Law, which in this case is a rule that regulates aviation matters, does not recognize the subject of corporate criminal law. The legal limitations that occur in the Aviation Law relating to the unfamiliarity of corporations as subjects of criminal law can be taken over by implementing UUPK which already recognizes corporations as perpetrators of criminal acts. Thus, the UUPK can be used as an entry point to be able to hold corporations (airlines) accountable if there are indications of the involvement of aviation service providers in the occurrence of aircraft accidents.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Ismet
Abstrak :
Pokok permasalahan dalam studi ini adalah mengangkat tentang pemenuhan hak atas penelidikan bagi anak pidana eli dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tanggerang dan bagaimana pelaksanaan pembinaan penelidikan anak yang berada · eli dalam Lembaga Pemasyimlkatan. Penelidikan merupakan hak semua warganegara termasuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Hak-hak anak pidana tidak boleh dihapuskan walaupun status mereka sebangai anak pidana (terpidana). Tetap hak mereka harus dilindungi dan wajib untuk dilaksanakan. Dalam pemenuhan hak bagi anak pidana dilaksanakan melalui peberian penelidikan formal maupun informal. Pemenuhan hak penelidikan dan pengajaran bagi anak pidana eliperoleh melalui proses pembinaan yang pelaksanaannya secara teknis eliatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999. Dalam pemenuhan hak atas penelidikan bagi anak pidana diLembaga Pemasyarnkatan telah dilaksanakan, mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional namun dalam pelaksanaanya terdapat kelemahan-kelemahan dalam fungsi-fungsi penelidikan. Studi ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, mendiTesiskan data-data, juga menganalisanya. Pendekatan yang elipakai adalah pendekata.'l. kualitatif, dengan tekuik peugumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan stueli literatur dengan jumlah responden 23 orang. Informan yang elipilih adalah anak­ anak yang masih aktif sebagai anak elidik eli Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Dalam pencarian data terdapat temuan rendahnya kualitas pemenuhan hak atas pendidikan yang dilaksanakan diLembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Kualitas penelidikan elipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal Hasil analisis dari stueli ini menunjukkan bahwa pasilitas yang ada eli Lapas kurang memadai, elisamping itu faktor penelidik I guru yang tidak mempunyai, latar be1akang sarjana penelidikanlkeguruan memberikan anelil terhadap rendahnya kwalitas pendidikan yang ada di Lapas serta belum adanya aturan khusus yang mengatur pelaksanaan penyelidikan di Lembaga Pemasyarakatan. Dari basil penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa pemenuhan hak atas penyelidikan bagi anak pidana oleh Lembaga Pemasyimlkatan secara umum telah dilaksanakan namun masih terdapat kekurangan-kekurangan......The main issues raised in this study is about the fidfillment of the right to education for children in the Penitentiary tangerang male child and how the implementation of coaching education for the children who are in prison. Education is a right of all citizens including children - children in conflict with the law. The rights of criminal child should not be waived even though their status as criminal child (The accused). Permanently their right must be protected and obligatory to be carried out. In the fulfilment of the right for the criminal child was carried out through giving of formal education and informal. Fulfillment of the right to education and instruction for children in getting criminal through the coaching process, its implementation is technically stipulated in Government Regulation No. 31 year 1999. In fulfillment of the right to education for children of criminal in prison has been conducted based on the national education department curriculum but in practice there is a weakness, a weakness in the function's of education. This study uses descriptive type, describing data's, analyze ·it as well. The approach in use is qualitative, with data collection through in-depth interviews, observation and literature study with the number of respondents 23 people. Informants who were in the select is still active as a child protege at the correctional institution tangerang male child, there is data in the search for finding the low quality of education which is implemented in prisons. Quality education is influenced by internal and external factors. Results of analysis of this study indicate that the existing facilities in prisons are not appropriate in the conduct of education. In addition, factors educators I teachers who do not have the skills or background belakng graduate education contribute to poor quality of existing education in prisons. There has not been specified about the implementation of education in prisons.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library