Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Yulita Masjhur
Abstrak :
Cangkang Mollusca, khususnya dari kelas Gastropoda dan Pelecypoda, sering ditemukan di situs-situs arkeologi. Cangkang yang terbuat dari kapur ini tidak mudah hancur, suatu hal yang menguntungkan bagi interpretasi arkeologi. Situs Saentis yang berada di pantai Timur Pulau Sumatra bagian Utara yang merupakan situs sampah dapur (kjokkenmoddinger) berupa cangkang Mollusca, diakui keberadaannya sebagai sampah dapur adalah dengan adanya temuan-temuan artefak. Mollusca dari kelas Gastropoda dan Pelecypoda yang cangkangnya ditemukan di situs Saentis, merupakan Mollusca yang hidup di laut, air payau, air tawar dan di darat. Dengan habitat-habitat seperti daerah pasang surut, muara sungai, hutan bakau, sungai, danau (bagi Mollusca yang hidup bukan di darat); dengan media seperti terumbu karang, pasir, lumpur, batu atau campuran antara pasir dan lumpur. Mollusca yang hidup di darat, media hidupnya adalah tumbuhan. Tidak semua Mollusca dari situs Saentis tersebut merupakan Mollusca pangan. Mollusca yang merupakan Mollusca pangan, ada yang beracun atau mengandung bisa yang mematikan. Sehingga perlu pengolahan khusus seperti masih yang dilakukan oleh masyarakat Irian. Umumnya Mollusca pangan sebelum dimakan dimatangkan terlebih dahulu dengan perebusan atau pembakaran seperti yang dilakukan oleh masyarakat Gindjingali yang hidup di tepi pantai Benua Australia bagian Utara. Tetapi ada yang dimakan tanpa dimatangkan dahulu; ada pula yang sebelum dimatangkan harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan racunnya. Dari situs Saentis ditemukan pula alat-alat batu yang mungkin ada hubungannya dengan penggunaan Mollusca sebagai pangan. Misalnya untuk melepaskan Mollusca dari media tempatnya hidup untuk mengeluarkan isinya (dengan memecahkan cangkangnya). Selain alat batu, ada kemungkinan digunakannya peralatan lain seperti lancipan atau sudip untuk membantu dalam perolehan dan pengolahan Mollusca. Meskipun peralatan yang terakhir ini tidak ditemukan di situs Saentis. Dalam akhir kajian dapat diperkirakan bagaimana lingkungan situs Saentis pada masa situs tersebut masih dihuni, yang merupakan sumber perolehan Mollusca pangan; dan bagaimana manusia masa lalu menggunakan lingkungan tersebut sebagai sumber pangan (hubungan antara lingkungan sebagai sumber pangan dengan situs sebagai sisa pangan).
1987
S11971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daruroh Sadadi
Abstrak :
DARUROH SADADI, (UM 0786030046, Kanal-kanal di Batavia abad ke-17 dan 18 : Sebuah Pendahuluan. (Dibawah bimbingan Bapak Ronny Siswandi, SS, MA). Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1992 (xiii + 198 hal, 7 tabel., 12 gambar, 30 peta, 2 foto udara, 49 foto). Kanal, merupakan jalur air yang dibuat oleh manusia dengan jalan memotong dan menggali daratan untuk berbagai keperluan. Berdasarkan fungsi, kanal terbagi atas (1) kanal irigasi dan (2) kanal navigasi. Berdasarkan keletakan, terbagi atas (1) kanal arterial dan (2) kanal lateral. Keberadaan kanal di masa lalu memegang peranan penting baiksecara ekonomi, sosial maupun politis. Di Batavia kanal-_kanal tersebut dibuat oleh VOC dengan mengi kuL i cara yang dilakukan di negara asalnya. Penelitian ini terbatas pada kanal-kanal yang dibuat di Batavia dan sekitarnya pada abad ke-17 dan 18 serta yang didukung oleh data-data otentik.Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui perkembangan bentuk kanal-kanal di Batavia dan sekitarnya pada abad ke-17 dan 18. (2) Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkembang_an tersebut (3) Merekonstruksi keberadaan kanal-kanal tersebut di masa kini. Metode yang digunakan adalah metode induktif dengan pendekatan sistemik, dan pendekatan sejarah kebudayaan. Pendekatan sistemik dilakukan untuk menjelaskan posisi kanal dalam suatu sistem perkotaan yang terbagi lagi dalam sub_sistem pertahanan dan transportasi. Pendekatan sejarah kebudayaan dipergunakan pada saat pendeskripsian kanal-kanal berdasarkan ruang dan waktu. Kedua pendekatan tersebut dilakukan dengan metode induktif yang sangat membantu pendeskripsian kanal-kanal berdasarkan dimensi ruang dan waktu, serta dimasukan ke dalam perkembangan kebudayaan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa ada dua perkembangan bentuk (1) teratur, terkotak-kotak dan saling berpotongan tegak lurus antara satu dengan yang lain; bentuk ini terjadi pada kanal-kanal dalam kota. (2) Tidak teratur, tergantung dari kebutuhan secara ekonomi; bentuk ini terjadi pada kanal-kanal luar kota. Sedangkan faktor-_faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut adalah (1) faktor fungsi dan keletakan, (2) faktor sosio-ekonomi, dan (3) faktor alam.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Asih Putrina Taim
Abstrak :
Keramik merupakan data arkeologi yang mempunyai sifat tidak cepat hancur meskipun lama tersimpan di dalam tanah. Sifat ini menguntungkan karena keramik itu sendiri mempunyai ciri-ciri yang dapat membantu untuk mengetahui penanggalan,dan tempat keramik tersebut berasal. Selain itu masih terdapat manfaat lain yang dapat diambil dari keramik sebagai salah satu data arkeologi. Di Pulau Sumatra,temuan keramik banyak terdapat di berbagai situs arkeologi, antara lain di Situs Kota Cina ( Mc Kinon 1973 dan 1974 ; Ambary 1977), di Samudra Pasai (Ambary 1978),; di Barus, Jambi ( Ambary 1977), dan di daerah Sumatra Bagian Selatan yaitu di sekitar Palembang dan di Situs Pugung Raharjo, Lampung ( Haris Sukendar I976a : 24- 25; Bronson 1973:90). Untuk daerah Palembang dan sekitarnya, temuan keramik di jumpai hampir merata di setiap situs, antara lain Situs Geding Suro, Situs Air Bersih, Situs Sarang Wati, serta di beberapa situs yang baru-baru ini diteliti yaitu Situs Talang Kikim, Situs Keramat Kayu Putih, Situs Tanjung Rawa, Situs Karang Anyar, dan Situs Musium Sultan Mahmud Badaruddin. Kelima situs terakhir yang disebutkan di atas, merupakan situs-situs yang menjadi obyek penelitian tahap V dari rangkaian penelitian yang dilakukan atas kerja sama antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,1'Ecole Francaise D_Extreme Orient, dan Ford Foundation. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1989 dengan menitik beratkan pada usaha untuk mencari batas-batas wilayah pemukiman masa lampau, terutama Sriwijaya, kesinambungan pemukiman dan adaptasi manusia terhadap lingkungan ( Budi Utomo 1989). Situs Musium Sultan Badaruddin merupakan salah satu situs yang di teliti pada penelitian tahap V ini. Situs ini terletak pada halaman musium Sultan Mahmud Badaruddin yang secara administratif terletak di kelurahan 19 Illir, kecatnatan Illir Timur I, kotamadya Palembang Sebenarnya Situs Musium Sultan Badaruddin merupakan situs bekas istana Kuto Lamo yang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I. Gedung musium yang sekarang berdiri di atas situs tersebut, sebelumnya berfungsi sebagai tempat tinggal komisaris Belanda yang didirikan oleh J.L Sevenhoven tahun 1825. Pada keletakannya sekarang, musium berbatasan di bagian utara dengan monumen perjuangan; bagian barat dengan Jalan RS.A.K.Gani dan benteng Kuto Basalt.; bagian timur dengan terminal; serta bagian selatan dengan Jalan Kedaton dan Sungai Musi. Penelitian dan penggalian yang dilakukan oleh tim Puslit Arkenas, EFEO, dan Ford Foundation berlokasi di halaman setelah barat musium. Pada penelitian tahun 1989, kotak yang dibuka terdiri dari 3 buah kotak uji dan 5 buah kotak ekskavasi. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kronologi vertikal situs tersebut berdasarkan temuan keramik. Kedalaman yang dicapai pada ekskavasi ini adalah 75 cm dari permukaan tanah dan terdiri dari 3 lapisan/layer. Pembukaan kotak dihentikan pada kedalaman tersebut setelah Tim berhasil menampakkan susunan atau struktur bata yang memanjang dengan orientasi barat laut - tenggara. Hasil sementara dan penelitian ini adalah dugaan bahwa struktur tersebut merupakan runtuhan keraton Kuto Lamo yang didirikan di atas runtuhan pemukiman sebelumnya ( Budi Utomo 1989). Pada penelitian tahun 1990 di situs yang sama, kotak ekskavasi yang di buka terdiri dari 7 buah, yaitu kotak Al, al, B1, b1, B2, Ib,dan-J5. Tujuan dari penelitian tahun 1990 ini adalah untuk melanjutkan penelitian tahun 1989 dengan memperdalam kotak guna melihat stratigafi lebih lanjut dari situs tersebut. Pada penelitian ini, kedalaman kotak diperdalam hingga mencapai 375 cm dari muka tanah dan terdiri dari 7 lapisan tanah ( Budi Utomo 1990). Hasil sementara ekskavasi 1990 meperlihatkan bahwa di bawah struktur bata, yang telah berhasil ditampakkan pada penelitian tahun 1989, ternyata masih banyak ditemukan temuan-_temuan lain dengan lapisan tanah yang berbeda, antara lain tiang/pasak-pasak kayu, lubang-lubang (diduga lubang untuk tiang atau pasak kayu), susunan bata, dan fragmen- fragmen seperti tulang, gerabah, genteng, dan keramik. Dari hasil yang telah disebutkan di atas, yaitu stratigrafi dan keaneka-ragaman temuan yang didapat, maka situs ini memperlihatkan kecendrungan adanya penempatan atau pemukiman yang lebih dari satu fase. Dalam hal ini temuan keramik merupakan salah satu temuan yang dominan di situs ini setelah temuan gerabah, tahun 1989 temuan keramik yang didapat sejumlah 689 buah dari 3 lapisan tanah dan pada tahun 1990 didapat sekitar,lebih dari 3000 pecahan keramik dari 7 lapisan tanah.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11852
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaini Eriawati
Abstrak :
Masalah pengenalan cara pakai peralatan masa lalu. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam penelitian arkeologi adalah masalah interpretasi cara pakai suatu peralatan masa lalu, yang merupakan bagian dari masalah yang lebih besar, yaitu tingkah laku manusia pada masa lalu. Menurut teori-teori dasar arkeologi, proses tingkah laku dalam kegiatan pakai ini digolongkan ke dalam teori pradeposisi yang memasalahkan hubungan sistematik antara benda sebagai hasil kebudayaan materi dan tingkah laku manusia dalam konteks sistem atau dalam masyarakat yang masih hidup. Salah satu sebab mengapa penelitian mengenai masalah interpretasi cara pakai peralatan pada masa lalu belum banyak dilakukan ialah sangat terbatasnya data yang diperoleh. Hampir semua temuan yang didapat keadaannya fragmentaris dan telah mengalami proses transformasi, baik kualitatif, kuantitatif, formal, maupun relasional.
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S11919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Yondri
Abstrak :
Sebagai obyek penulisan skripsi, pemilihan judul di atas didasarkan berbagai hal. Pokok pembahasan adalah menhir yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan megalitik di Indonesia. Benda yang dijadikan obyek penelitian adalah menhir yang ada di situs Bawahparit, Desa Kototinggi, Kecamatan Suliki Gunung Emas, Kabupaten Dimaruluhkoto , Propinsi Sumatra Barat. Pada menhir tersebut dilakukan deskripsi untuk mengetahui bentuk, ukuran, hiasan, bahan serta hasil penggaliannya dan juga klasifikasi serta tipologi. Selain itu juga dibahas mengenai teknologi pembuatan, sumber bahan serta fungsi menhir itu sendiri di situs Bawahparit. Pada bagian akhir diadakan tinjauan mengenai latar belakang religi dan sistim kemasyarakatan yang berkembang sejak masa megalitik.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S11779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library