Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Daniel P.
"Ernesto Laclau membuka cakrawala baru dalam memahami yang-politis, saat politik dipahami semata-mata sebagai perkara administrasi, birokrasi dan teknokrasi. “Politik” direduksi menjadi sekadar “politik kepentingan”, artinya pencapaian kepentingan berbeda-beda yang ditentukan sebelumnya dan terpisah dari kemungkinan artikulasinya dalam diskursus-diskursus alternatif yang berkompetisi satu sama lain. Dengan cara berpikir demikian, maka konflik, antagonisme, relasi kekuasaan, bentuk-bentuk subordinasi, dan represi yang menjadi kekhasan wilayah politik menjadi hilang. Menurut Laclau, yang-politis hanya bisa dipahami di dalam logika populisme. Laclau memosisikan populisme justru sebagai jalan paling baik untuk memahami pembentukan ontologis dari yang-politik. Yang-politis hanya bisa dipahami dalam logika populisme. Laclau memahami populisme sebagai usaha unifikasi simbolik kelompok di seputar individu bagai suatu yang inheren untuk membentuk kesatuan “orang-orang”. 

Ernesto Laclau has opened up a new horizon in understanding the concept of the political in a system that understood politics merely as administrative, bureaucratic and technocratic issues. The term “politics” has been reduced merely to ‘political interest’, which means that achieving these interests is different and determined in advance and separated from its possible articulation among competing discourses. Therefore, according to this reasoning, the specific characteristics of the political arena, namely conflicts, antagonisms, power relations, forms of subordination and repression, disappear from the equation. According to Laclau, the political can be understood only through the logic of populism. Laclau viewed populism as the best way to understand the ontological formation of the political. For Laclau, the symbolic unification of the group around an individuality is inherent to the formation of a “people”."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D2797
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfindra Primaldhi
"ABSTRAK
Partisipasi warga dalam pemilu di Indonesia cukup tinggi. Sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2014, tingkat partisipasi di atas 70 . Namun, dalam kurun waktu yang sama, pemilihan oleh warga tampak tidak konsisten. Tiga partai politik yang berbeda memenangi tiga pemilu legislatif di tahun 2004, 2009, dan 2014. Selain itu perolehan suara pasangan presiden-wakil presiden yang menjadi pemenang pilpres cenderung tidak sejalan dengan perolehan suara partai dalam koalisi yang mengusung pasangan itu. Untuk menjelaskan tingkah laku memilih warga yang tampak tidak konsisten, penelitian ini menggunakan pendekatan moral intuisionisme Haidt, 2001 , Moral Foundation Theory Haidt Graham, 2007 , dan gairah harmonis Vallerand, 2008, 2015 . Studi ini menggunakan tiga penelitian dengan pendekatan kuantitatif sebagai dukungan empiris. Penelitian pertama menggunakan metode survei pada 903 pemilih di 34 provinsi; penelitian kedua menggunakan metode kuasi-eksperimental pada 165 partisipan masyarakat umum; dan penelitian ketiga menggunakan metode eksperimental pada 179 partisipan masyarakat umum. Hasil studi pertama menunjukkan pada Pilpres 2014 profil moral pemilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berbeda dengan profil moral pemilih Prabowo-Hatta, dan perbedaan dukungan terhadap fondasi moral keadilan, kepedulian, kesetiaan, dan kepatuhan, serta gugus moral individualizing mengarahkan pemilih pada pasangan kandidat yang berbeda. Selanjutnya, hasil studi kedua, menunjukkan profil moral pemilih berhubungan langsung dengan tingkah laku memilih kandidat presiden fiktif. Pemilih cenderung memilih kandidat presiden yang memiliki fondasi moral dominan yang sama dengan dirinya. Hasil studi ketiga menunjukkan hubungan tersebut bergantung pada gairah politik pada pemilih. Semakin besar gairah politik semakin kuat pengaruh fondasi moral dominan dalam mengarahkan pilihan kandidat presiden. Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan walaupun tampak tidak konsisten, pada dasarnya warga memilih kandidat presiden yang sejalan dengan fondasi moral dominan dalam dirinya, dengan dimoderasi oleh gairah politik Kata-kata kunci: intuisi moral, fondasi moral, gairah politik, tingkah laku memilih, Moral Foundation Theory, Social Intuisionist Model

ABSTRACT
Citizen participation in Indonesian General Election is quite high. Voters turnout are consistently above 70 since 2004 election to the last election in 2014. However, voters seem inconsistent in casting their vote. Three different political parties have won in three legislative elections in 2004, 2009 and 2014. Further, the total vote for the winning presidential-vice presidential pair does not correspond to the overall vote for the coalition of political parties which they represent. To address this seemingly inconsistent voting behavior, this study use a combination of moral intuitionist approach Haidt, 2001 , Moral Foundation Theory Haidt Graham, 2007 , and harmonious passion Vallerand, 2008, 2015 . Three studies with quantitative approach were conducted. The first study surveyed 903 voters in 34 provinces; the second study is a quasi experimental design with 165 participants from the general public; and a third study is an experimental design with 179 participants from the general public. Results from the first study show that overall, in the 2014 presidential election, moral profile of voters for Joko Widodo-Jusuf Kalla is different from voters for Prabowo-Hatta. Further, differing support for fairness, care, loyalty, and authority moral foundations, and individuallizing moral dimension among voters are correlated to different candidate pair choice. Results from the second study, show voter 39;s moral profile is directly related to their hypothetical presidential candidate choice. Voters 39; tend to vote for a presidential candidate who share the same dominant moral foundation with them. Results from the third study show that this relationship depends on voters political passion. The greater the political passion the stronger the influence of the dominant moral foundation in directing presidential candidate choice. Overall these studies show that although voters seem inconsistent, their voting preference are directed by their dominant moral foundation, and moderated by political passion. Keywords: moral intuition, moral foundation, political passion, voting behavior, , Moral Foundation Theory, Social Intuisionist Model "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2499
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library