Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farkhatul Muyassaroh
Abstrak :
Skripsi ini membahas materi muatan kebijakan hak dan kewajiban pasien yang terdapat dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik kedokteran, Undang-Undang No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dengan melihat adakah materi muatan yang sama antara peraturan tersebut. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan metode pengambilan data menggunakan deskriptif kualitatif kemudian dianalisis menggunakan segitiga kebijakan. Data yang didapatkan menggunakan jenis data sekunder berupa undang-undang, risalah, rancangan undang-undang dan naskah akademik. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya pengulangan hal yang sama dengan makna yang sedikit berbeda pada materi muatan kebijakan hak dan kewajiban pasien dalam tiga undang-undang tersebut. Diperlukan adanya tataurutan perundangan yang seharusnya dilakukan sesuai pedoman pembentukan perundang-undangan sehingga tercipta konsistensi dan sinkronisasi antar peraturan. Selain itu, untuk meminimalkan pengulangan hal yang sama maka dalam proses pembuatan perundang-undangan diperlukan analisis kemiripan. ......This thesis discusses about patient's rights and obligations in regulation of law No. 29 in 2004 about Medical Practice, law No. 38 in 2014 about Nursing, and law No. 44 in 2009 about Hospital by looking overlapping material between regulations. This study uses library research, using qualitative on data collection method descriptive base with triangle policy. Use secondary data types. The results of the study is that there are overlap in the material content of the patient's rights and obligations in the law. Required rules of legislation that should be carried out using guidelines for establishing legislation so as to create consistency and synchronization between regulations. to minimize repetition of the same thing, in the process of making legislation analysis of similarities is needed.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmahwati
Abstrak :
Kebijakan Telemedicine yang dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran menjadi topik yang menarik sebab kekuatan hukum dari surat edaran yang lemah serta belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai telemedicine dalam bentuk layanan konsultasi klinis langsung antara dokter dan pasien sebelumnya. Selain itu, hasil survey menunjukkan masyarakat lebih percaya dengan telemedicine yang diselenggarakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara, pemerintah DKI Jakarta belum secara langsung memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada dalam naungannya untuk memberikan layanan telemedicine. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan telemedicine untuk mencegah penyebaran COVID-19 oleh pemerintah DKI Jakarta. Penelitian kualitatif dengan desain studi kasus kebijakan ini menggunakan data primer yang berasal dari wawancara mendalam dan data sekunder yang berasal dari telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk surat edaran ini tidak dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Salah satu faktornya adalah bentuk produk hukum yang hanya berupa surat edaran menciptakan pilihan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan. Kondisi ini juga didukung dengan keterbatasan kecepatan internet di fasilitas pelayanan kesehatan dibawah pemerintah DKI Jakarta serta tidak dilibatkannya pemerintah DKI Jakarta saat perumusan kebijakan. Selain itu, masih terdapat permasalahan etik dan kewenangan klinis yang masih abu-abu yang membuat pemerintah DKI Jakarta belum menerapkan kebijakan ini. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk segera dibentuknya peraturan gubernur sebagai kebijakan lingkup daerah. Untuk lingkup nasional, disarankan untuk membentuk satu peraturan baru mengenai standar pelayanan kesehatan telemedicine, revisi beberapa peraturan perundang-undangan terkait dan penambahan aturan telemedicine dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. ......The telemedicine policy which was issued in the form of a circular letter, is an interesting topic, because the legal power of circular letter which weak and previously there were no legislation regulating telemedicine in the form of direct clinical consultation services between doctors and patients. On the other hand, current survey showed that people has more confidence using telemedicine which is organized by healthcare service facilities. Meanwhile, the government of DKI Jakarta has not directly utilized the healthcare service facilities under its auspices to provide telemedicine services. This study aims to analyze the implementation of telemedicine policies to prevent the spread of COVID-19 by the government of DKI Jakarta. This is qualitative research with case study design using primary data from in-depth interviews and secondary data from document review. The results show that the policy issued in the form of a circular letter is not implemented because the form of the legal product chosen creates the choice to be implemented or not implemented. This condition is also supported by limited internet speed in healthcare service facilities under the government of DKI Jakarta and DKI Jakarta government are not involved on the formulation steps. In addition, there were still ethics issues and uncertainity of clinical authority that made DKI Jakarta government not implement this policy. Therefore, researchers suggest that the governor's regulation need to be formed as a regional policy. For the national scope, it is recommended to formulate a new regulation regarding telemedicine healthcare service standards, revise several related laws and regulations and addition of telemedicine regulations in the Indonesian Medical Code of Ethics.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachmi Adi Pratama
Abstrak :
Penatagunaan antibiotik merupakan salah satu strategi penting dalam mengurangi resistensi antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2021. Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan di rumah sakit, observasi, dan telaah dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta masih menghadapi beberapa tantangan. Meskipun struktur dan proses kebijakan telah diimplementasikan, kepatuhan terhadap pedoman penggunaan antibiotik masih perlu ditingkatkan. Faktor-faktor seperti kurangnya sosialisasi dan partisipasi dalam sosialisasi, serta kebutuhan untuk meningkatkan wewenang apoteker dalam memberikan rekomendasi terkait pemakaian antibiotik, menjadi kendala utama dalam penerapan kebijakan ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun penerapan kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta sudah berjalan, masih diperlukan upaya peningkatan dalam hal sosialisasi dan perluasan kewenangan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah meningkatkan pelatihan dan sosialisasi mengenai kebijakan penggunaan antibiotik, memperkuat peran apoteker klinis, dan memperbaiki sistem insentif bagi tenaga medis. ......Antibiotic stewardship is an important strategy in reducing antimicrobial resistance. This research aims to implement the antibiotic use policy at the Tarakan Hospital, Jakarta, based on Minister of Health Regulation Number 28 of 2021. This study uses a qualitative descriptive method with a case study approach. Data was obtained through in-depth interviews with various stakeholders in the hospital, observations, and review of related documents. The research results show that the implementation of the antibiotic use policy at the Tarakan Hospital, Jakarta, still faces several challenges. Although policy structures and processes have been implemented, compliance with antibiotic use guidelines still needs to be improved. Factors such as lack of outreach and participation in outreach, as well as the need to increase official pharmacists in providing recommendations regarding antibiotic use, are the main obstacles in implementing this policy. This research concludes that although the antibiotic use policy at the Tarakan District Hospital in Jakarta is already in progress, there is still a need for increased efforts in terms of socialization and expansion of permits. Recommendations from this research are to increase training and outreach regarding antibiotic use policies, strengthen the role of clinical pharmacists, and improve the incentive system for medical personnel.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Setya Budi
Abstrak :
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan. ......Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library