Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sally Suciati Adiwardhana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1981
S2173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardyanti Kusumaningtyas
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3589
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
cover
cover
cover
Sri Razwanti S.
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kehidupan rumah tangga, sejak dulu pria diberi kepercayaan untuk meniadi kepala keluarga (Duvall & Miller, 1985). Dalam pandangan tradisional, sebagai kepala keluarga peran pria terbatas pada fungsi instrumental sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga (Strong & DeVault, 1995). Namun, sejalan dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini terjadi pergeseran dalam pandangn tradisional mengenai peran kepala keluarga. Kini peran pria tidak hanya terbatas sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga, melainkan juga dituntut untuk aktif dalam pengelolaan rumah tangga dan pengasuhan anak (Schaffer, 1993; UNICEF, 1997). Pada masa sekarang ini, baik peran mencari natkah maupun mengasuh anak, dapat dilakukan baik oleh pda maupun wanita (Thompson & Walker, 1989). Oleh karena itu, sebagai kepala keluarga sekarang pria berperan untuk mencari nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan, mengurus mmah tangga, mengasuh anak, memelihara hubungan kekerabatan dan membina hubungan yang harmonis dengan istrinya (Strong & DeVault, 1995; Duvall & Miller, 1985).

Keterlibatan pria dalam pengasuhan anak dan pengelolaan rumah tangga berdampak positif bagi perkembangan anak, ibu dan ayah sendiri (Kimmel, 1987; Schaffer. 1993). Untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan pengelolaan rumah tangga, pria perlu diperslapkan untuk perannya dengan diberikan bekal pengetahuan mengenai peran kepala keluarga (Soepangat, 1991; Trobisch, 1984; Sigit Side, 1993; |rwanto_ 1996).

Yang pallng berperan dalam mempersiapkan pria dewasa muda untuk menjadi kepala keluarga adalah ayahnya (Eligner, 1994; Trobisch, 1984). Ayah merupakan agen sosialisasi utama yang mempersiapkan puteranya menjadi kepala keluarga (Marsiglio, 1995; Anderson & Sabatelli, 1995). Sebagai agen sosialisasi utama, ayah harus memperkenalkan peran instrumental dan peran ekspresif seorang ayah dalam keluarga pada puteranya (Lamb, 1981). Umumnya pria mencontoh ayahnya dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga Apa yang diajarkan ayah mengenai peran kepala keluarga sedikit banyak menentukan pendapat pria dewasa muda mengenai seorang ayah, yang akan mempengaruhi pelaksanan perannya kelak sebagai kepala keluarga (Anderson & Sabalelli, 1995; Levy-Shiff 8. lsraelashvilli, 1988), maka perlu diketahui bekal pengetahuan yang diberikan ayah dalam mempersiapkan puteranya menjadi kepala keluarga.

Dengan mengetahui bekal pengetahuan yang diberikan, diharapkan ayah dapat lebih mempersiapkan puteranya menghadapi tahapan kehidupan berkeluarga. Bagi pria dewasa muda sendiri, diharapkan dapat menjadi masukan untuk mempersiapkan diri menjalankan peran kepala keluarga. Dengan demikian, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemberian bekal pengetahuan tentang peran kepala keluarga dari ayah pada puteranya yang berusia dewasa muda ?

Penelitian ini barsifat deskriptif. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur kekerapan pemberian bekal pengetahuan tentang peran kepala keluarga pada 144 orang ayah berpendidikan minimal SLTA yang memiliki putera berusia antara 20-30 tahun yang belum menikah.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bekal pengetahuan yang diberikan ayah pada puteranya adalah tentang semua peran kepala keluarga, yaitu bekal pengetahuan tentang peran mencari nafkah, melindungi keluarga, mengambil kaputusan, memelihara hubungan kekerabatan, mengurus rumah tangga, mengasuh anak dan membina hubungan yang harmonis dengan istri. Berkat pngetahuan yang menonjol diberikan adaiah tentang peran mencari nafkah, melindungi keluarga, mengambil keputusan dan memelihara hubungan kekerabatan. Sedangkan yang paling jarang adalah tentang peran membina hubungan harmonis dengan istri.

Untuk peran mencari nafkah, bekal yang diberikan umumnya adalah mengenai pentingnya pendidikan untuk mendapatkan kerja. Untuk peran melindungi keluarga, bekal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab menjaga nama baik keluarga dan tanggung jawab melindungi keluarga secara fisik dan psikologis. Untuk peran mengambil keputusan bekal yang diberikan umumnya tentang pentingnya berrnusyawarah, menetapkan rencana masa depan serta cara mengatasi masalah dan mengambil keputusan. Untuk peran memelihara hubungan kekerabatan, bekal yang diberikan adalah mengenai tata krama dalam menjalin hubungan sosial dan pentingnya silaturahmi. Untuk peran mengurus rumah tangga, ayah memberikan bekal mengenai pemeliharaan dan perawatan rumah, pentingnya kemandirian serta kesetaraan tanggung jawab suami dan istri dalam mengelola rumah tangga. Dalam peran mengasuh anak, ayah memberikan bekal mengenai peran untuk memberikan bekal agama dan contoh perilaku pada anak-anak. Sedangkan untuk peran membina hubungan harmonis dengan istri, bakal yang diberikan adalah mengenai tanggung jawab suami untuk membina keluarga sesuai ajaran agama serta persyaratan untuk menikah. Umumnya ayah hampir tidak pernah memberikan pendidikan seks pada puteranya.

Sesuai dengan hasil yang diperoleh, dapat disarankan pada ayah untuk menyeimbangkan bekal pengetahuan yang diberikan, baik untuk peran instrumental maupun peran ekspresif. Ayah juga disarankan untuk memberikan pendidikan mengenai reproduksi sehat dan mengkomunikasikan peran ayah dalam keluarga pada putranya. Sedangkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, disarankan untuk memperbesar sampel agar diperoleh gambaran lebih menyeluruh mengenai bekal pengetahuan yang diberikan ayah. Hal lainnya adalah disarankan untuk melakukan studi perbandingan antara ayah dan remaja putra serta ayah dan ibu dalam mempersiapkan puteranya untuk menjadi kepala keluarga.
1997
S2705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azalea Estella Tani
Abstrak :
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk melakukan adaptasi dari Detroit Test of Learning Aptitude-3 (DTLA-3). Sebagai baterai tes yang mengukur berbagai develop abilities^ DTLA-3 menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes-tes kemampuan mental umum konvensional yang sudah dikenal, yaitu dapat digunakan untuk ; 1. mengukur fungsi kognitif umum (general mental ability), meramalkan keberhasilan di masa yang akan datang (aptitude), menunjukkan penguasaan mated dan ketrampilan tertentu (achievement), tergantung kepada orientasi atau kebutuhan pengguna tes ini, 2. menentukan kekuatan dan kelemahan pada developed mental abilities yang penting dalam merencanakan program pendidikan, 3. mengidentifikasikan anak dan remaja yang secara signifikan berada di bawah kelompoknya dalam kemampuan bahasa, atensi, motorik, yang penting untuk keberhasilan akademik, dan 4 lebih menekankan pada kemampuan yang spesifik. Penelitian ini melibatkan 124 siswa sekolah dasar dengan rentang usia 6 tahun 0 bulan sampai 9 tahun 11 bulan. Pengutnpulan data dilakukan dengan cara memberikan DTLA-3 dan WISC-R secara individual. Pengolahan data dilakukan dalam dua cara. Pertama dianalisis berdasarkan seluruh kelompok; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Rumus yang digunakan dalam perhitungan indeks kesukaran item adalah indeks kesukaran rata-rata. Untuk menghitung indeks validitas item digunakan rumus korelasi point biserial dan Pearson Product Moment tergantung sifat dari variabel-variabel yang dikorelasikan. Sedangkan reliabilitas dihitung menggunakan rumus alpha. Untuk mendapatkan nilai validitas konstruk dipergunakan rata-rata untuk melihat adanya peningkatan skor kasar pada setiap kelompok usia dan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dalam melihat korelasi antar subtes DTLA-3 dan korelasi antar total subtes DTLA-3 dengan total subtes WISC-R. Belum tersedianya norma untuk anak-anak di Indonesia, maka skor mentah dari sampel penelitian ini diubah ke dalam standar skor dengan menggunakan rumus transformasi. Secara keseluruhan item-item kesebelas subtes DTLA-3 memiliki daya pembeda item, dalam arti item-item subtes ini dapat membedakan antara subyek yang kemampuannya tinggi dengan subyek yang kemampuannya rendah dalam aspek yang diukur oleh setiap subtes. Item-item pada kesebelas subtes DTLA-3 telah bervariasi dalam derajat kesukararmya, namun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya, kecuali pada pada subtes Design Sequences dan Reversed Letters. Ada konsistensi respon terhadap item-item pada subtes DTLA-3 karena item-item tersebut selaras mengukur kemampuan yang sesuai dengan tujuan pengukuran setiap subtes, kecuali pada subtes Basic Informations, Design Sequences, Story Sequences, dan Picture Fragments. Ada kesamaan pengukuran antara seorang penilai dengan penilai lainnya pada subtes Design Reproduction da/? Story Constructions ini. Dengan kata lain peniiaian pada dua subtes ini tidak bersifat subjektif. DTLA-3 terbukti valid mengukur konstruk kemampuan mental umum. Disarankan untuk melakukan modifikasi pada beberapa subtes dengan memperhatikan muatan budaya, urutan item, dan cara skoring. Agar dapat dilakukan generalisasi hasil penelitian, disarankan memperbanyak jumlah sampel penelitian, sampel yang diambil hendaknya mewakili populasi anak Indonesia.
1996
S2621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>