Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransiscus Januar Widjaja
"Awak pesawat memiliki lingkungan kerja yang dapat meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggung bawah (NPB). Tujuan dari studi ini adalah untuk mencari tahu apakah lama bekerja seorang awak pesawat komersial berpengaruh terhadap NPB. Studi ini adalah sebuah laporan kasus berbasis bukti, dengan pencarian literatur yang dilakukan pada database PubMed, Cochrane, dan Ingenta. Kriteria inklusi dalam pencarian ini adalah literatur dengan subyek penelitian awak pesawat dan adanya kejadian NPB. Penilaian kritis dilakukan sesuai dengan metode pada literatur yang diperoleh. Seleksi literatur mendapatkan tiga literatur. Ketiganya adalah studi prevalensi dengan metode potong lintang. Berdasarkan penilaian kritis, hanya ada satu studi yang memiliki kualitas yang paling baik, dimana hasil studi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan jumlah penderita NPB pada periode lama bekerja 10-24 tahun (Rasio Odds: 0,93 dan Interval Kepercayaan 95%: 0,78-1,03). Bukti-bukti yang kami dapatkan masih belum cukup untuk membuktikan bahwa semakin tinggi lama bekerja seorang awak pesawat berpengaruh terhadap kejadian NPB, karena level of evidence dari semua studi yang kami dapatkan adalah rendah.

Flight crew has a work environment that can increase the risk of low back pain (LBP). The aim of this study is to find out whether the length of work resulted in commercial flight crews suffering from LBP. This study is an evidence-based case report, with literature searches conducted in the PubMed, Cochrane, and Ingenta databases. The inclusion criteria in this search were literature with research subjects as crew members and the presence of LBP. Critical appraisal was carried out in accordance with the methods in the articles. We found three literatures after selecting literatures based on inclusion and exclusion criteria. The selected articles applied cross-sectional method. Only one study has the best quality, where the results of the study showed that there was no increase in the number of LBP sufferers within the 10-24 years working period (Odds Ratio: 0.93 and 95% Confidence Interval: 0.78-1.03). These evidences are still insufficient to prove that the longer length of work increases the risk of LBP in commercial flight crews, because the articles were low level of evidence."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mirwan
"Latar belakang. Hubungan antara hormon estrogen pramenopause dan reseptor estrogen masih belum diketahui. Hormon estrogen memiliki faktor risiko penyebab kanker payudara. Sedangkan reseptor estrogen berperan dalam menentukan rencana pengobatan lebih lanjut pada pasien kanker payudara. Pasien dengan reseptor estrogen tinggi memiliki prognosis yang lebih baik. Jika hormon estrogen pramenopause dapat mempengaruhi reseptor estrogen, maka hormon estrogen dapat dimanipulasi untuk mendapatkan prognosis yang lebih baik.
Metode. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Onkologi Departemen Bedah FK UI - RSCM dari bulan Desember 2021 sampai Mei 2022. Jenis penelitian ini adalah studi potong lintang, dengan sampel sebanyak 32 subjek. Subyek penelitian diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu data dikumpulkan dan dilakukan analisis menggunakan SPSS dengan uji korelasi Pearson jika berdistribusi normal dan Spearman jika berdistribusi tidak normal.
Hasil. Estradiol subjek memiliki kisaran 15,3-89,8 pg/mL. Reseptor estrogen memiliki kisaran luas 10-90%. Uji korelasi Spearman antara estradiol dan reseptor estrogen menunjukkan nilai p = 0,864 dan koefisien korelasi negatif 0,032.
Kesimpulan. Hormon estrogen secara statistik tidak berhubungan dengan reseptor estrogen pada pasien kanker payudara pramenopause, sehingga menggambarkan bahwa prognosis pasien kanker payudara tidak berhubungan dengan hormon estrogen yang diproduksi oleh tubuh.

Background. The relationship between the premenopausal estrogen hormone and estrogen receptors is still not known. The hormone estrogen has a risk factor for causing breast cancer. Meanwhile, the estrogen receptor plays a role in determining further treatment plans in breast cancer patients. Patients with high estrogen receptors have a better prognosis. If the premenopausal estrogen hormone can affect the estrogen receptor, then the estrogen hormone can be manipulated to get a better prognosis.
Method. This research was conducted at the Oncology Division of the Department of Surgery, FK UI - RSCM from December 2021 to May 2022. This was cross-sectional study research, with a sample of 32 subjects. Research subjects were taken based on inclusion and exclusion criteria. After that, the data was collected and analysis was done using SPSS with the Pearson correlation test if the distribution was normal and Spearman if the distribution was not normal.
Results. The estradiol of the subjects has a range of 15.3 − 89.8 pg/mL. Estrogen receptors ​​have a wide range of 10-90%. The Spearman correlation test between the estradiol and the estrogen receptor showed a p-value = 0.864 and a negative correlation coefficient of 0.032.
Conclusion. Estrogen hormone is not statistically associated with estrogen receptors in premenopausal breast cancer patients, thus illustrating that the prognosis of breast cancer patients is not related to the estrogen hormone produced by the body.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kenneth
"Latar belakang. Neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) dan platelet-lymphocyte ratio (PLR) merupakan pemeriksaan indikator inflamasi yang sederhana, yaitu hanya membutuhkan pemeriksaan darah perifer lengkap dengan menghitung jenis leukosit absolut. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa peningkatan NLR dan PLR berasosiasi dengan keluaran yang lebih buruk pada subjek dengan kanker payudara. Sampai saat ini, studi yang meneliti peran NLR dan PLR sebagai penanda biologis keganasan dan indikator penilaian risiko terhadap kanker payudara masih sangat sedikit, sehingga bukti ilmiah yang ada belum konklusif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara NLR dan PLR terhadap risiko kanker payudara di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode. Studi potong lintang dilakukan di RSCM dengan melibatkan perempuan dewasa dengan atau tanpa diagnosis kanker payudara yang belum pernah menerima kemoterapi, terapi radiasi, dan pembedahan. Usia, stadium kanker payudara, subtipe molekuler kanker payudara, indeks massa tubuh (IMT), komorbiditas, NLR, dan PLR merupakan variabel yang diteliti terhadap kejadian kanker payudara.
Hasil. Pada penelitian ini, didapatkan sebanyak 65 subjek dengan kanker payudara dan 70 subjek tanpa kanker payudara. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara NLR tinggi dengan risiko kejadian kanker payudara dengan OR(IK95%) = 5,47 (2,39-12,52) dan p <0,001. Selain itu, didapatkan hubungan bermakna antara PLR tinggi dengan peningkatan risiko kejadian kanker payudara dengan OR(IK95%) = 4,67 (2,18-10) dan p <0,001. Dari uji multivariat didapatkan NLR dan PLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan bermakna secara statistik (p = 0,001) dengan terjadinya kanker payudara dibandingkan dengan faktor-faktor lain.
Kesimpulan. Terdapat asosiasi antara NLR dan PLR tinggi dengan peningkatan risiko kanker payudara.

Background. The neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) and platelet-lymphocyte ratio (PLR) are simple inflammatory indicator tests, which only require a complete peripheral blood count by calculating the absolute leukocyte type. Several studies have shown that increased NLR and PLR are associated with poorer outcomes in subjects with breast cancer. To date, there have been very few studies examining the role of NLR and PLR as biological markers of malignancy and risk assessment indicators for breast cancer, so that the scientific evidence is not conclusive. The purpose of this study was to analyze the relationship between NLR and PLR on the risk of breast cancer at dr. Cipto Mangunkusumo.
Methods. A cross-sectional study was conducted at RSCM involving adult women with or without a diagnosis of breast cancer who had never received any chemotherapy, radiation therapy, and surgery. Age, stage of breast cancer, molecular subtype of breast cancer, body mass index (BMI), comorbidities, NLR, and PLR are the variables studied on the incidence of breast cancer.
Results. In this study, there were 65 subjects with breast cancer and 70 subjects without breast cancer. The results showed that there was a significant association between high NLR and the increased risk of breast cancer with OR(95% CI) = 5.47 (2.39-12.52) and p <0.001. In addition, a significant association was found between high PLR and an increased risk of breast cancer with OR (95% CI) = 4.67 (2.18-10) and p <0.001. From the multivariate test, it was found that only increased NLR and increased PLR were independent factors that were statistically significant (p = 0.001) related to the occurrence of breast cancer compared to other factors.
Conclusion. High NLR and PLR are associated with an increased risk of breast cancer
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adre Dwi Wiratama
"Keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama dalam operasional penerbangan di seluruh dunia. Namun, kecelakaan fatal penerbangan sipil masih sering terjadi di Indonesia. Kecelakaan fatal pada penerbangan umumnya tidak hanya melibatkan satu faktor, tapi terjadi melalui berbagai faktor yang terakumulasi dan saling berinteraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan kecelakaan fatal pada penerbangan sipil di Indonesia. Penelitian menggunakan desain potong lintang yang dilakukan pada bulan Juli 2023 dengan mengambil seluruh data dalam bentuk final report kecelakaan pesawat sayap tetap yang dipublikasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia dari tahun 2007-2019. Didapatkan total 36 insidensi kecelakaan fatal penerbangan sipil di Indonesia selama periode tersebut. Didapatkan total 36 insidensi kecelakaan fatal penerbangan sipil di Indonesia selama periode tersebut. Setelah eksklusi dan analisis bivariat dengan metode uji chi-square dan Fisher’s exact, faktor-faktor yang ditemukan berhubungan dengan kecelakaan fatal penerbangan komersial adalah jenis lisensi pilot, tipe kabin pesawat, jumlah engine pesawat, maximum takeoff weight (MTOW) pesawat, hari kecelakaan, lokasi kecelakaan terhadap bandara, keterlibatan api, kategori kecelakaan dan fase penerbangan. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada seluruh faktor yang diabalisis terhadap kecelakaan fatal penerbangan umum.

Aviation safety is a priority in aviation operations throughout the world. However, fatal civil aviation accidents still occur frequently in Indonesia. Fatal aviation accidents generally do not only involve one factor but occur through various factors that accumulate and interact with each other. This research aims to identify factors that are related to fatal accidents of civil aviation in Indonesia. The research used a cross-sectional design which was carried out in July 2023 by including all final reports on fixed-wing aircraft accidents published by the Indonesian National Transportation Safety Committee (KNKT) from 2007-2019. There were a total of 36 fatal civil aviation accidents in Indonesia during the period. After exclusion and bivariate analysis using the chi-square and Fisher's exact test methods, the factors found to be associated with fatal commercial aviation accidents were type of pilot license, aircraft cabin type, number of aircraft engines, maximum takeoff weight (MTOW) of the aircraft, day of the accident, accident location relative to airport, fire involvement, accident category and flight phase. There was no significant association found between all factors that responded to fatal general aviation accidents."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Armyn Trimulia Atmadja Tunggawidjaja
"Latar belakang. Belum diketahui apakah ada hubungan antara usia penerbang, obesitas sentral, kebiasaan merokok, riwayat penyakit metabolik, dan jam terbang total dengan kejadian sindroma metabolik pada penerbang sipil pesawat sayap tetap.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol, yang dilakukan pada bulan Desember 2022. Penerbang sipil laki-laki pesawat sayap tetap yang menjalani pemeriksaan kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan pada periode Juni – November 2022 diinklusi dalam studi. Variabel bebas yang diteliti adalah jam terbang, usia, status obesitas, merokok, dan riwayat DM tipe II keluarga.
Hasil. Terdapat dua ratus enam puluh dua penerbang sipil pesawat sayap tetap yang diinklusi dalam studi ini, dengan 131 (50%) penerbang dengan sindrom metabolik dan 131 (50%) lainnya tidak memiliki sindrom metabolik. Rerata usia pasien dalam penelitian adalah 38,70 ± 10,54 tahun, dengan 57,6% penerbang berusia ≤ 40 tahun. 59,2% subjek memiliki jam terbang ≥ 5000 jam, dengan median jam terbang keseluruhan subjek adalah sebesar 5600 (45¬27700) jam. Sebagian besar subjek (64,5%) memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang termasuk dalam kategori obesitas. Hanya usia > 40 tahun dan IMT ≥ 25 kg/m2 yang ditemukan berhubungan dengan sindrom metabolik (p < 0,001), dengan rasio odds masing-masing sebesar 5,90 (IK 95%, 2,79–12,45) dan 6,24 (IK 95%, 3,25–12,00). Setelah menghilangkan faktor usia, jam terbang ≥ 5000 jam memiliki risiko 3,33 (IK 95%, 1,87–5,94) kali lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik.
Simpulan. Usia ≥ 40 tahun dan status obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko sindrom metabolik di kalangan penerbang sipil pesawat sayap tetap laki-laki.

Background. It is not yet known whether there is a relationship between pilot age, central obesity, smoking habits, history of metabolic disease, and total flight hours with the incidence of metabolic syndrome in civil fixed-wing aircraft pilots.
Methods. This research is a case control study, which was conducted in December 2022. Male civil pilots of fixed wing aircraft who underwent medical examinations at the Balai Kesehatan Penerbangan in the period June – November 2022 were included in the study. The independent variables studied were flight hours, age, obesity status, smoking, and family history of type II DM.
Results. Two hundred and sixty-two fixed-wing civil aviation pilots were included in this study, of which 131 (50%) pilots had the metabolic syndrome and 131 (50%) did not have the metabolic syndrome. The mean age of the patients in the study was 38.70 ± 10.54 years, with 57.6% of the pilots aged ≤ 40 years. 59.2% of the subjects had flight hours ≥ 5000 hours, with the median flight hours of all subjects being 5600 (45¬27700) hours. Most of the subjects (64.5%) had a body mass index (BMI) which was included in the obesity category. Only age > 40 years and BMI ≥ 25 kg/m2 were found to be associated with the metabolic syndrome (p < 0.001), with odds ratios of 5.90 (95% CI, 2.79–12.45) and 6, respectively. 24 (95% CI, 3.25–12.00). After removing the age factor, flying hours ≥ 5000 hours had a 3.33 (95% CI, 1.87–5.94) times higher risk of experiencing metabolic syndrome.
Conclusion. Age ≥ 40 years and obesity status are associated with an increased risk of metabolic syndrome among male civil fixed-wing aircraft pilots.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aflah Dhea Bariz Yasta
"Latar belakang: Basis data bagian Bedah Jantung Anak RSPJNHK menunjukkan terdapat 133 pasien TGA IVS yang dilakukan ASO primer. Terdapat mortalitas tinggi yaitu 9% dibandingkan dengan mortalitas yang pernah dilaporkan sebelumnya yaitu 5%. Telah banyak penelitian yang memperlihatkan faktor risiko yang memengaruhi keluaran ASO primer pada TGA IVS late presenter, tetapi belum terdapat penelitian yang melaporkan keluaran prosedur tersebut di Indonesia. Jumlah kasus yang banyak di Indonesia dan tingkat mortalitas operasi yang masih tinggi menjadi alasan untuk mencari faktor risiko yang memengaruhi keluaran tersebut. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif yang melibatkan pasien TGA-IVS late presenter yang menjalani ASO primer pada tahun 2015-2022 di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RSPJNHK). Variabel yang dinilai meliputi faktor praoperasi seperti usia, indeks massa ventrikel kiri, diameter dinding posterior ventrikel kiri serta faktor intraoperasi seperti lama penggunaan CPB dan klem silang aorta. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk menilai hubungan faktor risiko tersebut dengan kejadian mortalitas dini. adjusted Odds Ratio (aOR) dinilai untuk mengidentifikasi seberapa besar pengaruh faktor risiko tersebut apabila faktor lain disamakan (adjusted) Hasil: Terdapat 88 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Median usia subjek adalah 7,2 (4-365) minggu. Kejadian morbiditas dini dialami oleh 11,7% subjek. Indeks massa ventrikel kiri merupakan faktor risiko independen yang memengaruhi keluaran mortalitas dini pasien TGA IVS late presenter yang menjalani ASO primer dengan nilai p = 0,003 serta aOR 14,02 (2,4-83,8). Lama penggunaan klem silang aorta dan mesin CPB memengaruhi keluaran mortalitas dini dengan nilai p 0,035 dan 0,011. Usia dan diameter dinding posterior ventrikel kiri tidak memengaruhi keluaran mortalitas dini pasien TGA IVS late presenter yang menjalani ASO primer. Kesimpulan: Indeks massa ventrikel kiri merupakan faktor independen yang memengaruhi mortalitas dini pada pasien TGA-IVS late presenter yang dilakukan ASO primer. Sedangkan lama penggunaan klem silang aorta dan lama penggunaan mesin CPB menjadi faktor risiko yang memengaruhi mortalitas dini untuk ASO primer pada Transposition Great Arteries–Intact Ventricular Septum late presenter.

Background: The Pediatric Cardiac Surgery database of RSPJNHK showed that there were 133 TGA-IVS patients who underwent primary ASO. There was a high mortality rate of 9% compared to the previously reported mortality rate of 5%. There have been many studies showing risk factors affecting the outcome of primary ASO in TGA IVS late presenters, but there are no studies reporting the outcomes of the procedure in Indonesia. The large number of cases in Indonesia and the high operative mortality rate are the reasons to search for risk factors affecting the outcomes. Methods: This study was a retrospective cohort study involving the Primary Arterial Switch Operation for Late Presentation of Transposition of the Great Arteries With Intact Ventricular Septum between 2015 and 2022 at Harapan Kita National Heart Center Hospital (RSPJNHK). The variables assessed included preoperative factors such as age, left ventricular mass index, and left ventricular posterior wall diameter, and intraoperative factors like the duration of CPB use and aortic cross-clamp time. Bivariate and multivariate analyses were conducted to evaluate the association of these risk factors with the incidence of early mortality. The adjusted Odds Ratio (aOR) was calculated to determine the extent of influence these risk factors had when other variables were controlled for. Results: A total of 88 subjects were included in this study. The median age of the subjects was 7.2 (4-365) weeks. Early morbidity events were experienced by 11.7% of subjects. Left ventricular mass index was an independent risk factor affecting early mortality outcomes of late presenter TGA IVS patients undergoing primary ASO with a p value = 0.003 and aOR 14.02 (2.4-83.8). Length of use of aortic cross clamp and CPB machine influenced early mortality outcomes with p values of 0.035 and 0.011. Age and left ventricular posterior wall diameter did not affect early mortality outcomes of late presenter TGA IVS patients undergoing primary ASO. Conclusion: Left ventricular mass index, is an independent risk factor that affect early mortality of patient with TGA-IVS late presenter underwent primary ASO. While duration of aortic cross clamp use, and duration of CPB machine use are risk factors that affect early mortality of the Primary Arterial Switch Operation for Late Presentation of Transposition of the Great Arteries With Intact Ventricular Septum."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretta
"Latar belakang: Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu kondisi heterogen dengan gejala yang bervariasi disebabkan berbagai etiologi, dan komorbiditas yang berdampak pada defisit komunikasi sosial, gangguan perilaku berulang dan minat terbatas. Sudah banyak penelitian yang mengaitkan ASD dengan variasi gambaran pemanjangan masa laten gelombang dan antar gelombang pada Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Beberapa penelitian menghubungkan BERA dengan derajat keparahan ASD berdasarkan The Childhood Autism Rating Scale (CARS), namun masih kontroversi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara masa laten gelombang III dan V serta masa laten antar gelombang III-V BERA Click dengan derajat keparahan ASD berdasarkan skoring CARS anak usia 3-8 tahun dengan pendengaran normal. Metode: Studi potong lintang ini terdiri dari 26 subjek ASD yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penilaian derajat keparahan subjek dilakukan menggunakan skoring CARS dan pemeriksaan BERA. Pengolahan data dilakukan dengan analisis uji korelasi masa laten absolut dan masa laten antar gelombang BERA dan CARS. Hasil: Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara masa laten absolut gelombang III dan V serta masa laten antar gelombang III-V BERA Click dengan CARS (r<0,3 dan p>0,05). Namun berdasarkan analisis deskriptif, terdapat pemanjangan masa laten gelombang III dan V serta masa laten antar gelombang I-III pada anak ASD dengan pendengaran perifer normal. Kesimpulan: Anak ASD dengan pendengaran perifer normal menunjukkan karakteristik BERA abnormal. Hal ini menunjukkan potensi BERA sebagai alat objektif untuk mengevaluasi perkembangan ASD di masa depan namun diperlukan penelitian lebih lanjut.

Background: Autism Spectrum Disorder (ASD) is a heterogeneous condition with variable symptoms due to various etiologies, and comorbidities that result in social communication deficits, repetitive behavioral disorders and restricted interests. Many studies have linked ASD to variations in the latent wave and inter-wave lengthening images on Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Some studies have linked BERA to ASD severity based on The Childhood Autism Rating Scale (CARS), but it is still controversial. Aim: This study aims to determine whether there is a correlation between latencies of waves III and V, as well as interpeak latencies of waves III-V BERA Click and ASD severity based on CARS scoring in children aged 3-8 years with normal hearing. Methods: This cross-sectional study consisted of 26 subjects with ASD met the inclusion and exclusion criteria. Subjects were assessed for severity using CARS scoring and BERA examination. Data processing was done by correlation test analysis between latencies of waves III and V BERA and CARS waves. Results: There was no significant relationship between the latencies of waves III and V and interpeak latencies of waves III-V and interpeak latencies of waves III-V BERA Click with CARS (r < 0.3 and p>0.05). However, based on descriptive analysis, there was a lengthening of the latency of waves III and V and interpeak latency of waves I-III in ASD children with normal peripheral hearing. Conclusion Children with ASD display abnormal ABR characteristics. This shows the potential of BERA as an objective tool to evaluate ASD development in the future but further research is needed"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library