Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Prathama
Abstrak :
Latar belakang: Mata merupakan indera yang sangat penting dalam penerbangan. Salah satu fungsi untuk menentukan perkiraan jarak, sehingga diperlukan fungsi kedua mata yang baik. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya identifikasi pengaruh jam terbang total terhadap risiko miopia ringan pada pilot sipil di Indonesia. Metode: Studi potong lintang dengan purposif sampel pada pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dengan rentang waktu 27 April sampai dengan 13 Mei 2015. Definisi miopia ringan jika mata memerlukan koreksi penglihatan jauh dengan lensa < -3 dioptri. Data karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan diperoleh dari kuesioner. Data tajam penglihatan dan kadar gula darah puasa didapatkan dari rekam medis Balai Kesehatan Penerbangan. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu konstan. Hasil: 690 pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan, 428 subjek bersedia menjadi responden. Subjek terpilih untuk dianalisis berjumlah 413 pilot dan 15 pilot lainnya menderita miopia berat. Dari 413 pilot, 141(34,1%) miopia ringan dan 272 (65,8%) normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi miopia ringan adalah ras, status perkawinan dan jam terbang total secara signifikan. Subjek dengan ras selain Asia dibandingkan dengan ras Asia berisiko 2,1 kali lipat lebih besar menderita miopia ringan [risiko relatif suaian (RRa)=2,19; p=0,030]. Dibandingkan dengan subjek tidak menikah, subjek yang menikah berisiko 3,8 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=3,80; p=0,000). Selanjutnya, dibandingkan subjek dengan jam terbang total 16-194 jam, subjek dengan jam terbang total 195-30285 jam mempunyai risiko 4,5 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=4,56; p=0,000). Kesimpulan: Subjek yang menikah, ras non Asia dan yang memiliki 195 atau lebih jam terbang total mempunyai risiko lebih tinggi menderita miopia ringan di Indonesia.
Background: Eye is very important organ in aviation?s operation. One of the functions is to estimate distance where both healthy eyes are needed. The purpose of this study was to identify the influence of total flight hours on the risk of mild myopia among civilian pilots in Indonesia. Methods: Study design was cross-sectional with purposive sampling among pilots those who got medical examinations at Civil Aviation Medical Center on April 27th - May13th, 2015. Mild myopia is condition the eyes need negatif lens corection for distance visual acuity less than -3 diopters. Demographic characteristic, occupational characteristic, ranking characteristics, and habits were obtained from questionnaire. Visual acuity and fasting blood sugar levels data were obtained from medical records in Aviation Medical Board. Data were analysed with Cox regression. Resulted: 690 civilian Indonesia?s pilots who conducted medical examination, 428 subjects were willing to participate. Total subjects to be analyzed were 413 pilots and 15 pilots were not involved since severe myopia. Amongst of 413 pilots, 141 (34,1%) mild myopia and 272 (65,8%) normal. Factors influencing mild myopia were race, marital status and total flight hours. Non-Asian subject had 2.1-fold risk of mild myopia compared to Asian race subject [adjusted relative risk (RRa)=2.19; p=0.030]. Subjects who were married had 3.8-fold risk of mild myopia compared with subjects who were not married (RRa=3.80; p=0.000). Subjects who had total flight hours 195-30285 hours had 4.5-fold risk to be mild myopia compared with subjects 194 or less total flight hours (RRa=4.56; p=0.000). Conclusion: Married subject, non-Asian race and those who have 195 or more total flight hours constitute a higher risk of suffering mild myopia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasti Anditiarina
Abstrak :
Latar belakang: Stres kerja pada pramugari mengurangi tingkat konsentrasi dan kinerja dalam tugas terbang,serta menimbulkan gangguan fisiologis berupa gangguan siklus haid. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi stres kerja dan faktor lainnya terhadap risiko gangguan siklus haid pada pramugari. Metode: Desain potong lintang dengan sampling purposif pada pramugari usia 19-50tahun yang melaksanakan pengujian kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dan Garuda Sentra Medika tanggal 18-29 Mei 2015. Data untuk gangguan siklus haid dikumpulkan melalui kuesioner. Stres kerja diidentifikasi dengan National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands. Hasil: Di antara 521 pramugari yang melaksanakan pengujian kesehatan, tersedia 251 subyek yang terpilih. Stres kerja, jenis penerbangan long haul dan pernah merokok merupakan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan gangguan siklus haid. Subyek dengan stres kerja berisiko 2 kali lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid [risiko relatif suaian (RRa)= 2,03; p= 0,104]. Subyek dengan jenis penerbangan jarak jauh 1 tahun terakhir berisiko 79% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,79; p= 0,041). Subyek yang pernah merokok berisiko 70% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,70; p= 0,072). Kesimpulan: Pramugari penerbangan sipil dengan stres kerja, jenis penerbangan jarak jauh dalam 1 tahun dan pernah merokok, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid. ...... Background: Job stress among female flight attendants reduce level of concentration and flight duty performance, also cause physiological disorder such as menstrual cycle disorder. This study aimed to identify risk factors related to menstrual cycle disorder on female flight attendants. Methods: A cross-sectional with purposive sampling was conducted on female flight attendants age 19-50 years who underwent periodic medical examination at Civil Aviation Medical Center and Garuda Sentra Medika on May 18-29,2015. Menstrual cycle disorder data collected with questionnaire. Job stress was identified by using National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands. Results: Among 521 flight attendants, 251 subjects to analyze. Job stress,flight type and ever smoked were the risk factors related to menstrual cycle disorder. Subjects who had job stress had 2 times higher risk to menstrual cycle disorder [adjusted relative risk (RRa)= 2.03; p= 0.104]. Subject who had long haul flight had 79% higher risk to menstrual cycle disorder (RRa= 1.79; p= 0.041). Subject who ever smoke had 70% higher risk to be menstrual cycle disorder (RRa= 1.70; p= 0.072). Conclusions: Female civilian flight attendant who had job stress, long haul flight within the last one year, and who ever smoked had higher risk to be menstrual cycle disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Indah Imelda R.H.
Abstrak :
Latar belakang: Kebiasaan makan protein yang berlebihan dapat berdampak terhadap timbulnya penyakit ginjal, hati dan risiko tinggi penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan terjadinya inkapasitasi pada pilot. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor sosiodemografi dan faktor lainnya terhadap kebiasaan makan protein berlebih pada pilot sipil di Indonesia. Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder Survei kebiasaan makan, minum dan latihan fisik pada pilot sipil di Indonesia 2016. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik demografi, kebiasaan latihan fisik, pengetahuan, indeks massa tubuh dan karakteristik penerbangan. Analisis regresi cox dipakai untuk menganalisis faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan kebiasaan makan protein berlebih. Hasil: Di antara 528 pilot yang berusia 19-64 tahun, kebiasaan makan protein berlebih ditemukan pada 194 (36.74%) pilot. Lama masa kerja dan indeks massa tubuh menjadi faktor risiko dominan yang berkaitan dengan kebiasaan makan protein berlebih pada pilot. Jika dibandingkan dengan pilot dengan lama masa kerja 1 - 9 tahun, pilot dengan masa kerja 10 ? 40 tahun berisiko 35% lebih kecil memiliki kebiasaan makan protein berlebih (RRa = 0.65 ; 95% CI 0.49 ? 0.87). Jika dibandingkan dengan pilot dengan indeks massa tubuh normal, pilot yang overweight berisiko 34% lebih kecil memiliki kebiasaan makan protein berlebih (RRa = 0.66 ; 95% CI 0.47 - 0.93). Kesimpulan: Lama masa kerja dan overweight memiliki risiko lebih rendah kebiasaan makan protein berlebih. ...... Background: Excessive protein eating habits can have an impact on the incidence of kidney disease, liver and high risk of cardiovascular disease that can cause incapacity on the pilot. The purpose of this study was to identify sociodemographic factors and other factors on eating proteins habits in civilian pilots in Indonesia. Methods: A cross-sectional study using secondary data from Survey of eating habits, drinking and physical exercise on a civilian pilot in Indonesia in 2016. Data were collected on demographic characteristics, physical exercise habits, smoking habits, knowledge, body mass index and flight characteristics. Cox regression analysis was used to analyze the dominant factors associated with protein eating habits. Results: Among the 528 pilots aged 19-64 years, the eating habits of excessive protein found in 194 (36.74%) pilots. Long working periode and body mass index was the dominant risk factors associated with protein eating habit in the pilot. When compared to the pilot with working 1-9 years, pilot with working periode 10-40 years 35% lower risk of eating habits of excess protein (RRA = 0.65; 95% CI 0:49 - 0.87). When compared to normal body mass index, pilot overweight had 34% lower risk of eating habits of excess protein (RRA = 0.66; 95% CI 0:47 - 0.93). Conclusion: longer working periode and overweight have a lower risk of excessive protein eating habits.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library