Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radeva Tiffany Zalaya
"Penelitian ini bertujuan mengevaluasi strategi personal branding Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2024 dengan fokus pada preferensi pemilih muda. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan analisis literatur. Sebagai alat analisis utama, digunakan kerangka "Six Stages of Evaluating Personal Political Brands" yang dikembangkan oleh Armannsdottir, Carnell, dan Pich (2020), yang merujuk Philbrick dan Cleveland (2015) dan kemudian disesuaikan dengan single-stakeholder evaluation, dengan target grup pemilih muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal branding Prabowo telah mengalami transformasi signifikan sejak tahun 2014 untuk menarik perhatian pemilih muda. Fenomena personal branding ini awalnya tumbuh secara organik melalui interaksi alami dan viralitas di media sosial, khususnya melalui fenomena gemoy. Fenomena tersebut kemudian diperkuat oleh TKN melalui strategi yang terintegrasi. Strategi ini mencakup penggunaan media sosial seperti TikTok dan Instagram, penekanan pada nilai-nilai nasionalisme dan kemandirian ekonomi, serta adopsi citra humanis dan relatable. Kampanye offline juga menjadi elemen penting, dengan pendekatan langsung yang memperkuat kedekatan emosional antara kandidat dan pemilih. Melalui strategi ini, Prabowo Subianto berhasil menjembatani perbedaan antara harapan pemilih muda akan perubahan dan prinsip keberlanjutan yang diusungnya. Penelitian ini menekankan pentingnya adaptasi strategi kampanye terhadap preferensi generasi muda, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital dan pendekatan personal untuk membangun citra politik yang relevan.

This study aims to evaluate Prabowo Subianto's personal branding strategy in the 2024 Presidential Election, focusing on the preferences of young voters. Using a descriptive qualitative approach, data were collected through in-depth interviews and literature analysis. The main analytical tool used is the "Six Stages of Evaluating Personal Political Brands" framework developed by Armannsdottir, Carnell, and Pich (2020), which refers to Philbrick and Cleveland (2015) and is then adapted to a single-stakeholder evaluation, targeting young voters. The results show that Prabowo's personal branding has undergone significant transformation since 2014 to capture the attention of young voters. This personal branding phenomenon initially grew organically through natural interactions and virality on social media, particularly through the gemoy phenomenon. It was later reinforced by the TKN (National Campaign Team) through an integrated strategy. This strategy includes the use of social media platforms like TikTok and Instagram, emphasizing nationalism and economic independence values, and adopting a humanized and relatable image through the gemoy phenomenon. Offline campaigns also play a key role, with direct approaches that strengthen the emotional connection between the candidate and voters. Through an integrated strategy, Prabowo Subianto successfully bridges the gap between young voters' expectations for change and the principles of sustainability he advocates. This study highlights the importance of adapting campaign strategies to the preferences of the younger generation, particularly in leveraging digital technology and personal approaches to build a relevant political image."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Bani Azyra
"Penelitian ini berfokus pada manuver politik Hun Sen dan Joko Widodo yang berhasil membangun dinasti politik di negaranya masing-masing. Hun Sen menaikkan putranya, Hun Manet, sebagai perdana menteri melalui sejumlah manuver politik seperti dominasi Cambodia People Party (CPP), diskualifikasi partai-partai oposisi, pemberian posisi strategis kepada pada petinggi partai yang pernah kritis terhadapnya, dan penggunaan kekuatan militer. Joko Widodo juga berhasil mengangkat putranya Gibran Rakabuming, sebagai wakil presiden dengan berbagai manuver seperti konsolidasi partai politik di sekelilingnya, pembagian sembako sebagai program populis, dan menempatkan sejumlah loyalisnya di posisi strategis. Fenomena ini ditelaah melalui teori neopatrimonialisme yang menyusupkan pengaruh pada hukum dan kelembagaan sehingga politik dinasti dapat ditempuh melalui mekanisme prosedural. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini mengomparasikan manuver politik Hun Sen dan Joko Widodo dalam membangun dinasti politik. Meski Kamboja dan Indonesia memiliki konteks politik yang berbeda,tetapi melalui manuver politik yang dilakukan Hun Sen dan Joko Widodo, keduanya sama-sama berhasil membangun dinasti politik.

This research focuses on the political maneuvers of Hun Sen and Joko Widodo who succeeded in building political dynasties in their respective countries. Hun Sen appointed his son, Hun Manet, as prime minister through a number of political maneuvers such as domination of the CPP, disqualification of opposition parties, giving strategic positions to party officials who have been critical of him, and the use of military force. Joko Widodo also succeeded in appointing his son, Gibran Rakabuming as vice president with various maneuvers such as consolidating political parties around him, distributing basic necessities as a populist program, and placing a number of his loyalists in strategic positions. This phenomenon is explored through the theory of neopatrimonialism, which influences laws and institutions so that political dynasty can be achieved through procedural mechanisms. Using qualitative methods, this research compares the political maneuvers of Hun Sen and Joko Widodo in building political dynasties.Even though Cambodia and Indonesia have different political contexts, through the political maneuvers carried out by Hun Sen and Joko Widodo, both havesucceeded in building political dynasties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Sulwa Sascia
"Implementasi Pasal 53 (1) UU No.8/2016 yang mewajibkan perusahaan formal, termasuk perbankan, untuk menyerap pekerja difabel paling sedikit 2% untuk BUMN dan 1% pada perusahaan swasta masih menuai hambatan di berbagai tingkatan. Meskipun begitu, kegagalan ini masih dapat ditoleransi karena tidak sepenuhnya menghambat tujuan dasar kebijakan merujuk pada dimensi program dari Policy Failure (Kegagalan Kebijakan) milik Allan McConnell. Penelitian ini mengambil studi kasus sektor perbankan di Jakarta tahun 2023 dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dari data 2 (dua) bank BUMN, wawancara mendalam dengan 2 (dua) bank swasta, Kementerian Ketenagakerjaan, dan pekerja difabel di sektor Perbankan. Hasil penelitian dengan menggunakan tiga variabel dimensi program Poilcy Failure menunjukkan kegagalan dalam mencapai target disebabkan oleh tiga hal: 1) beberapa perusahaan perbankan di Jakarta kurang memahami visi, misi, dan tujuan UU No.8/2016; 2) pemerintah belum mendorong secara eksplisit dan tegas perusahaan perbankan untuk menyerap pekerja difabel minimal 2% untuk BUMN dan 1% untuk perusahaan swasta; 3) kelompok difabel sebagai kelompok target undang-undang ini belum mendapat manfaat yang optimal.

The implementation of Article 53 (1) of Law No.8/2016, which requires formal companies, including banks, to absorb workers with disabilities at least 2% for BUMN and 1% in private companies, still faces obstacles at various levels. Even so, this failure is still tolerable because it does not completely hamper the basic objectives of the policy referring to the program dimension of Allan McConnell's Policy Failure. This research takes a case study of the banking sector in Jakarta in 2023 using a qualitative approach through literature studies data from 2 (two) state-owned banks, in-depth interviews with 2 (two) private banks, the Ministry of Manpower, and workers with disabilities in the banking sector. The results of the study using the three dimensional variables of the Policy Failure program show that the failure of Article 53 (1) of Law No.8/2016 to reach the target is caused by three things: 1) some banking companies in Jakarta do not understand the vision, mission, and objectives of Law No.8/2016; 2) the government has not explicitly and firmly encouraged banking companies to absorb disabled workers at a minimum of 2% for BUMN and 1% for private companies; 3) the disabled group as the target group of this law has not received optimal benefits.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library