Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joddy Tri Aprianto
Abstrak :
Relung adalah ceruk yang sengaja dibuat pada bangunan atau candi yang biasanya dipergunakan untuk menempatkan arca. Relung penjaga adalah relung yang ada di kanan-kiri pintu masuk ke ruang utama candi. Di dalam relung tersebut biasanya terdapat arca Mahakala dan Nandiswara yang digambarkan sebagai penjaga pintu yang berwujud raksasa. Penelitian ini dimaksud untuk melihat secara leih khusus relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah, guna membuat deskripsi tiap-tiap relung penjaganya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan terhadap masing-masing relung penjaga, kepustakaan, seriasi dan pembandingan. Metode penulisan atau penyajiannya ialah deskripsi dilengkapi foto dan gambar. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah memeiliki persamaan dan perbedaan letak, bentuk, dan hiasan. Melalui persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui bahwa relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah memperlihatkan suatu perkembangan, yaitu dari sederhana ke kompleks. Tetapi persamaan dan perbedaan tersebut belum dapat dipastikan mengacu kepada persamaan dan perbedaan waktu yang mutlak.
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S11742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lien Dwiari Ratnawati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian terhadap candi-candi yang ada di Pulau Jawa telah banyak dilakukan orang, baik mengenai asal-usulnya, gaya, maupun sejarah keseniannya. Candi Prambanan sebagai salah satu candi yang besar di Jawa Tengah tidak luput dari berbagai penelitian, tetapi khusus mengenai relief Kalpataru belum pernah dilakukan.

Relief Kalpataru adalah bagian dari apa yang disebut oleh van Erp sebagai motif Prambanan. Relief ini terdapat pada pa_nil.-panil di kaki keenam candi utama Prambanan, yaitu Brahma, Siwa, Visnu, Angsa B, Nandi, dan Garuda A. Relief ini berben_tuk sebuah pohon yang dihiasi dengan untaian manik-manik atau mutiara, dan diberi chattra (payung) di atasnya. Pohon ini diapit oleh berjenis-jenis binatang, antara lain kijang, rusa,.burung merak, kera, macan, angsa, kinara-kinari (makhluk Surga) , dan-lain-lain. Pohon ini mempunyai berbagai sebutan, antara lain pohon pengharapan, pohon kekayaan atau kemakmuran , pohon kehidupan dan pohon surga.

Pengamatan terhadap relief Kalpataru dilakukan untuk mencari sebab-sebab relief ini bervariasi, beberapa banyak variasi yang ada, adakah pola dasarnya, dan selanjutnya adakah ketentuan penempatan nya pada candi.

Metode penelitian yang dipakai adalah metode observasi, deskripsi, dan eksp1anasi, dibantu dengan metode pendekatan normatif untuk menjawab apakah relief Kalpataru ini memang mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga di_gunakan metode penalaran deduktif, yang secara operasional dilakukan lewat testing hypotheses.

Hasil dari penelitian ini memberi informasi bahwa relief Kalpataru yang dihasilkan oleh seniman itu mentaati ketentuan yang ada, sedangkan variasi terjadi antara lain karena perbe_daan ketrampilan, pengalaman, atau kebiasaan masing-masing seniman. Relief ini terbagi dalam 3 tipe dan 25 variasi, yaitu tipe I terdiri dari 5 variasi, tipe II terdiri dari 17 variasi, dan tipe III terdiri dari 3 variasi. Selain itu relief Kalpataru ini juga mempunyai pola dasar, tetapi tidak mempunyai ketentuan dalam penempatannya pada candi.
1985
S11751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmahenia
Abstrak :
ABSTRAK
Pemujaan terhadap Siva dalam agama Hindu aliran Saiva diwujudkan dalam berbagai bentuk sesuai dengan sifatnya sebagai dewa tertinggi. Salah satunya adalah sebagai Adhanarisyaca, yaitu bentuk gabungan Siva bersama saktinya (Parvati) dalam satu tubuh. Bagian kanan bersifat pria (Siva),dan bagian kiri bersifat wanita sakti/Parvati). Pulau Jawa pada abad tujuh hingga limabelas banyak dipengaruhi kebudayaan India, oleh karena itu dalam telaah ikonografi arca Ardhanarisvara di Jawa ini dibahas perbandingan arca Ardhanarivara di Jawa dan di India serta kesesuaian dan penyimpangannya dengan pokok ketentuan ikonografi berdasarkan sumber Hindu India. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri arca Adhanarisvara di Jawa dan di India yang juga merupakan penyimpangan dari pokok ketentuan ikonografi Hindu India serta hubungannya dengan penyebutan dalam kitab-kitab Jawa Kuno, dalam skripsi ini diajukan beberapa kemungkinan penyebabnya, antara lain karena adanya tradisi pengarcaan raja (bersama isterinya) yang telah meninggal sebagai arca perwujudan dalam bentuk Ardhanarisvara.
1986
S11924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani Retna Budiarti
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian tentang bangunan suci dan tempat suci pada abad 13-15 M dilakukan berdasarkan data relief candi dari abad 13-15 M, dengan tujuan melakukan identifikasi bangunan suci dan tempat suci pada masa itu melalui tinggalan relief candi yang masih dapat dilihat hingga sekarang. Kajian itu dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap bentuk arsitektur dari bangunan suci dan tempat suci yang terdapat dalam relief. Dalam hal ini pengamatan terhadap arsitektur tempat suci diwakili oleh komponen tempat suci tersebut, yang dalam relief digambarkan dengan meja sesaji, miniatur candi dan arca. Bangunan suci dalam relief tersebut dapat dibagi menjadi dua berdasarkan konstruksinya, yaitu bangunan, konstruksi kayu dan bangunan konstruksi batu. Bangunan dan komponen dalam relief tersebut kemudian dibandingkan dengan bangunan suci dan komponen tempat suci dari masa 13-15 M pula, yang masih dapat diamati hingga saat ini. Untuk bangunan suci konstruksi kayu diupayakan mencari keterangan lain pada bangunan kayu dari mesa sekarang, yaitu bangunan yang terdapat di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukken bahwa bangunan dan komponen dalam relief yang diperkirakan sebagai bangunan dan komponen tempat suci pada umumnya memiliki kemiripan dengan bangunan dan komponen tempat suci dari masa Hindu-Buddha yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Bentuk bangunan suci konstruk_si kayu dari abad 13-15 M itu tidak berbeda dengan bentuk bangunan profannya. Hal itu karena tidak adanya ketentuan tentang bentuk bangunan suci, kayu, sehingga masyarakat me_ngambil bentuk arsitektur yang telah mereka kenal pada saat itu. Meskipun tidak terdapat ketentuan, tetapi terdapat keteraturan penggunaan bentuk arsitektur tertentu sebagai bangunan sakral. Keteraturan tersebut tampaknya masih berlangsung hingga masa Islam dan pada masyarakat tradisional saat ini. Adapula bentuk bangunan kayu yang tidak terda_pat pada masyarakat Jawa saat ini, karena bangunan tersebut sudah tidak berfungsi di masyarakat. Janis bangunan itu masih dapat ditemui di Bali, berfungsi sebagai pelinggih. Bangunan konstruksi batu dalam relief mempunyai persa-maan bentuk dengan bangunan candi di :lawn Timur yang masih ada saat ini. Bentuk arsitektur bangunan-bangunan konstruksi batu dalam relief pada umumnya dapat digolongkan dalam klasi_fikasi yang telah diajukan oleh Hariani Santiko. Komponen tempat suci dalam relief yang berupa meja sesaji mempunyai persamaan dengan altar, sedangkan miniatur candi, serupa dengan pedupaen atau menara teras dan tugu. Komponen-komponen tersebut biasa dijumpai pada tempat suci yang berupa pertapaan. Tempat suci pada abad 13-15 M, berda_sarkan karya sastra, terdiri dari beberapa macam. Dalam tempat suci tersebut biasa dijumpai bangunan suci atau kompo_nen suci, atau pun keduanya.
1996
S11963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Handoko
Abstrak :
Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai korelasi/ hubungan antara bentuk-bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks keraton. Gapura merupakan bangunan pintu gerbang yang keberadaannya tidak terbatas hanya pada kompleks keraton saja, tetapi dapat juga berada pada kompleks pemakaman, mesjid, candi dan sebagainya. Data berupa gapura keraton diambil sebagai objek penelitian ini mengingat keraton memiliki berbagai simbol kekuasaan yang diungkapkan antara lain lewat arsitekturnya. Dari deskripsi gapura-gapura pada keraton-keraton di Cirebon (Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacerbonan), dapat dilihat banyaknya variasi-variasi bentuk gapura, meskipun pada dasarnya tetap merupakan 2 tipe, candi bentar dan paduraksa. Pengaruh arsitektur Hindu (pra-Islam) masih tampak pada gapura-gapura tersebut. Misalnya dari ragam hiasnya serta adanya komponen-komponen pelengkap gapura yang biasanya terdapat pada candi, yaitu pipi-tangga, menara sudut pipi-tangga dan kemuncak. Pola dasar peletakan gapura-gapura di kompleks keraton pun masih menampakkan pola lama. Seperti yang terlihat di Keraton Kasepuhan dan Kanoman dimana gapura-gapura candi bentar ditempatkan pada halaman luar dan gapura-gapura paduraksa pada halaman dalam.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Purnaeni
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian mengenai ragam hias kain dilakukan berdasarkan ragam hias kain pada arca-arca batu di Museum Nasional Jakarta ( MNJ ). Tidak seluruh dari arca batu koleksi museum ini yang mempunyai ragam hias pada kainnya, hanya beberapa kain arca batu yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai ragam hias. Hal inilah yang menjadi satuan pengamatan pokok.

Dari hasil pengamatan terhadap ragam hias yang terdapat, diketahui ada beberapa tipe dan variasinya. Meskipun demikian masih dapat terlihat persamaan pada bentuk dasarnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada kaitan antara ragam hias pada kain arca dengan ragam hias batik, untuk mengetahui ragam hias apa saja yang digambarkan atau dipahatkan pada arca dan juga untuk mengetahui simbol atau lambang apa yang terkandung pada ragam hias dan kaitannya dengan status seseorang.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi, yang bertujuan untuk membentuk tipe dan kemudian menggunakan data kepustakaan hal ini disesuaikan dengan apa yang terdapat pada kain batik.

Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa ragam hias yang terdapat pada kain arca setelah disesuaikan dengan ragam hias pada kain batik ternyata mempunyai persamaan dalam penggambaran bentuk pola dasarnya.

Dari bentuknya, ragam hias ini mempunyai persamaan dengan ragam hias jenis kawung, ceplokan, swastika (banji), ragam hias pinggiran tumpal dan udan liris pada kain batik. Ragam-ragam hias ini mengandung suatu arti perlambang (simbol) yang penting, sehingga kain dengan ragam hias ini khusus dipahatkan pada arca yang merupakan perwujudan seseorang. Pemakaian kain dengan ragam hias tertentu ini disebut ragam hias larangan pada kain batik. Di mana hanya kaum ningrat saja yang boleh memakainya, karena perkembangan zaman tirnbul hal yang menyebabkan teriadinya pergeseran di mana arti perlambang tidak lagi dianggap penting sehingga siapa saja baleh memakai ragam hias tertentu tanpa ada peraturan yang melarangnya.
1990
S11915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Riawan
Abstrak :
Dalam agama Hindu dewa Astadikpala merupakan salah satu kelompok dewa penjaga penjuru dunia. Penggambaran dewa Astadikpalaka cadi Siwa Pranbanan berbeda dengan di India, terutama penampilannya yang diwujudkan dalam dua sifat, yaitu aspek saumya dan ugra pada tiap sisi dari penjuru mata angin. Di India penggambarannya dalam wujud dua sifat tidak ditemui, walupun ada hanya diwujudkan dalam bentuk dua kepala pada satu badan. Bertitik tolak dari alasan bahwa masalah penggambaran dewa Astadikpalaka candi Siwa Prambanan berbeda dengan di India, maka penulis memutuskan untuk memilih subyek ini. Adapun hasil yang dicapai adalah, bahwa peranan dari para seniman candi Prambanan dalam membuat relief dewa Astadikpalaka sangat besar sekali. Berdasarkan atas penelitian terhadap komponen kepala (rambut, ekspresi wajah, perhiasan yang dipakai), sikap badan, sikap tangan dan laksana. Mengenai perubahan dan perbedaan konsep penggambaran dewa Astadikpalaka candi Siwa Prambanan diduga karena adanya kebebasan para seniman dalam mewujudkan sesuatu yang akan digambarkannya sesuai dengan visualisasinya.
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Setyowati
Abstrak :
Genta pendeta merupakan jenis genta yang digunakan oleh seorang pendeta sebagai salah satu alat perlengkapan, upacara agama, khususnya agama Hindu dan Buddha. Ciri umum genta ini menurut Anom terdiri atas tiga bagian yaitu: bagian bawah berbentuk setengah bulatan, bagian tengah berupa susunan lingkaran-lingkaran, dan bagian atas (puncak) terdiri dari berbagai macam hiasan. Bentuk genta pendeta yang terdapat pada koleksi benda-benda perunggu Museum Nasional Jakarta tampak menunjukkan keanekaragaman bentuk, hiasan, dan ukuran. Keanekaragaman tersebut merupakan Masalah utama yang dibahas di dalam penelitian ini. Masalah lain yakni berkenaan dengan pemakaian genta di Jawa pada masa Hindu-Buddha, Genta pendeta rupanya telah dikenal oleh masyarakat di Jawa pada masa Hindu-Buddha (sekitar abad VIII-XV Masehi), terbukti dari banyaknya bukti sejarah di Jawa yang menunjukkan pemakaian genta pada masa itu, di antaranya relief dan naskah-naskah Jawa kuno. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai data utama adalah genta pendeta koleksi Museum Nasional Jakarta yang berjumlah 170 genta, sedangkan relief digunakan sebagai data Bantu. Analisa genta dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi yaitu suatu klasifikasi yang memusatkan perhatiannya pada sejumlah atribut, dan atribut-atrihut tersebut digunakan sebagai indikator di dalam pembentukan tipe. Tipe yang dihasilkan berupa tipe deskriptif yaitu tipe yang menunjukkan keadaan alamiah artefak. Pengamatan adegan-adegan pada relief dimaksudkan untuk mengetahui peranan genta pada masa lalu. Hasil analisa genta menunjukkan adanya 25 tipe genta pendeta, dan dari ke-25 tipe tersebut, tipe yang memiliki bentuk bagian bawah membulat, bagian tengah berupa susunan lingkaran-lingkaran, dan puncak berhias vajra serta berukuran kecil, merupakan tipe yang popular dari koleksi Museum Nasional Jakarta, Bentuk genta serupa ditemukan pula di dalam beberapa adegan relief. Selain itu dari relief diketahui pula fungsi genta pendeta di Jawa pada masa lalu yakni di samping digunakan, sebagai alat pengiring puji-pujian, kemungkinan digunakan pula sebagai benda persembahan.
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Haryosoedigdo
Abstrak :
Penelitian terhadap motif hias tumpal yang terdapat pada pipi tangga candi-candi di Jawa Timur. Dari 23 buah bangunan candi yang terdapat 43 pasang pipi tangga atau 86 pipi tangga, terpahatkan 140 buah motif hias tumpal yang diambil sebagai data utama. Data tersebut diteliti berdasarkan morfologi, tipologi dan stilistiknya. Tujuannya untuk mengetahui dan mengenali tipologi tumpal, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya variasi, dan mengungkapkan maksud ditempatkannya motif hias tumpal pipi tangga candi. Pengumpu1an data dilakukan melalui sumber tertulis dan pengamatan langsung di lapangan dengan cara pencatatan, pengukuran, penggambaran, dan pemotretan. Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi taksonomi berdasarkan atribut bentuk dan hiasannya, juga menggunakan data bantu berupa sumber tertulis. Hasilnya menunjukkan adanya 15 macam tipe tumpal yang dapat dibagi lagi ke dalam tipe pasangan tumpal dalam pipi tangga, yaitu 18 tipe pasangan tumpal. Tetapi perbadaan tipe-tipe tersebut ternyata tidak merubah makna dari tumpal atau segi tiga yang mempunyai konsep Hiranya Gabha (rahim emas) sebagai lambang kesuburan dan kehidupan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library