Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marina Magdalena
Abstrak :
Hingga saat ini SLE (Systemic Lupus Erythematosus) masih belum populer di telinga masyarakat luas walaupun beberapa media massa telah memuat artikel mengenai penyakit ini. Jumlah penyandang SLE memang masih terhitung kecil bila dibandingkan jumlah penderita penyakit lainnya. SLE sendiri adalah penyakit autoimmune yang kronis atau berkepanjangan yang berakibat pada timbulnya peradangan pada berbagai sistem organ dan/atau jaringan tubuh seperti kulit, persendian, ginjal, paru-paru, dan lain-lain. Autoimmune adalah gangguan pada mekanisme pertahanan tubuh di mana antibodi dihasilkan untuk menyerang jaringan tubuh sendiri (Concise Medical Dictionary 1990). Padahal antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan kita untuk melindungi tubuh kita dari benda asing. Karena penyebab SLE belum diketahui secara pasti, hingga kini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan SLE (Wilson, et al., 1991). Oleh sebab itu yang dapat dilakukan saat ini adalah mempertahankan mana remisi (masa di mana SLE tidak aktif) selama mungkin sehingga penyandang SLE dapat hidup dengan normal. Dalam perawatannya, penyandang SLE tidak hanya membutuhkan dukungan medis tetapi juga dukungan psikologis seperti dukungan sosial. Dukungan sosial adalah informasi yang diperoleh dari orang lain bahwa seseorang itu dicintai, diperhatikan, dipercayai, dan dihargai (Cobb, 1976, dalam Taylor, 1995). Ada beberapa bentuk dukungan sosial, yaitu appraisal support, tangible assistance, emotional support, dan informational support (dalam Taylor, 1995). Namun bagi mereka yang menderita suatu penyakit yang cukup serius, dukungan emosional dan informasional dirasakan lebih penting (Wortman & Dunkel-Schetter, 1987, dalam Sarafino, 1994). Itulah sebabnya dukungan sosial yang diteliti pada penelitian ini difokuskan pada kedua dukungan tersebut. Pada penelitian ini ingin diperoleh gambaran mengenai dukungan sosial, emosional dan informasional, yang diterima penyandang SLE dmi lingkungan sosialnya, yaitu keluarga dan pasangan hidup, dokter, teman akrab, dan Iingkungan pergaulan. Yang dimaksud dengan lingakungan pergaulan di sini adalah lingkungan kerja, kuliah, sekolah, dan teman-teman lain selain teman akrab. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif; dengan menggunanakan teknik kuesioner dan wawancara. Subyek penelitian adalah penyandang SLE dalam usia subur dan pernah atau masih berkonsultasi dengan dokter. Penelitian kuantitatif dilakukan kepada 31 subyek sedangkan penelitian kualitatif dilakukan kepada lima subyek yang juga sudah mengisi kuesioner sebelumnya. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa sebagian besar subyek memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari keluarga dan pasangan hidup, dokter, dan teman akrab. Sedangkan subyek yang memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan emosional dan informasional yang diterima dari lingkungan pergaulan lebih sedikit dari pada subyek yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan yang diterima dari pihak-pihak lain. Pada umumnya keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membantu pengobatan, memberikan perhatian, memberikan kesempatan bagi subyek untuk menyampaikan keluhan dan masalahnya, juga memberikan informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga subyek yang disalahkan dan diangap aneh oleh keluarga, pasangan hidup, dan teman akrab. Dokter memberikan dukungan dengan mengerti, memberi semangat, memberikan perhatian, memberikan kesempatan buat subyek untuk menyampaikan keluhan dan pertanyaan, menenangkan subyek, bersikap sabar, tidak bersikap kaku (misalnya bercanda), juga memberikan penjelasan mengenai SLE (dengan cara yang dapat dipahami), memberikan kesempatan untuk bertanya jawab, dan memberikan saran-saran. Subyek yang berkonsultasi dengan dokter seperti di atas memiliki persepsi yang positif terhadap dukungan yang diterima dari dokter. Sebaliknya subyek yang berkonsultasl dengan dokter yang bersikap terburu-buru, lebih banyak diam, bersikap kaku, tidak memberikan penjelasan, memiliki persepsi yang negatif. Lingkungan pergaulan pun memberikan dukungan seperti mengerti, memberi semangat, membiarkan subyek bekerja seperti biasa, memberi perhatian, juga memberi informasi mengenai SLE dan saran-saran untuk subyek. Namun ada juga lingkungan pergaulan yang bersikap menyalahkan, menganggap subyek aneh, dan menanyai subyek terus menerus. Subyek dengan lingkungan pergaulan seperti ini memiliki persepsi yang negatif terhadap dukungan yang diterima dari lingkungan pergaulan. Saran untuk penelitian lanjutan adalah agar dapat diteliti hubungan antara persepsi penyandang SLE terhadap dukungan yang diterima dengan kondisi penyandang SLE, penelitian dilakukan dengan jumlah subyek yang lebih besar, menghindari pertanyaan yang mengarahkan subyek. Saran Iain adalah perlunya diberikan penjelasan mengenai penyakit kepada lingkungan sosial pasien, dan perlunya pemahaman bagi para dokter mengenai pendekatan psikologis dalam proses penyembuhan selain pendekatan media.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Indira R.
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat naskah kognitif siswa-siswi SMU kelas I dari dua sekolah yang memiliki indikasi terjadi peristiwa gencet-gencetan. Naskah kognitif dapat mempengaruhi kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan agresif (Huesmann, 1998) termasuk juga gencet-gencetan. Seseorang yang memiliki naskah kognitif mengenai gencet-gencetan akan cenderung melakukan perilaku tersebut dibandingkan yang tidak mempunyai naskah kognitif ini. Naskah kognitif adalah skema mengenai sebuah peristiwa (Schank & Abelson; Abelson, dalam Agoustinous & Walker, 1995), sedangkan gencet-gencetan adalah perilaku agresif yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban. Gencet-gencetan bisa disamakan dengan perilaku bullying karena melibatkan perilaku agresif dan terjadinya ketidaseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban. . Naskah kognitif mengenai gencet-gencetan akan terdiri dari orang-orang yang terlibat, urutan kejadian dan perilaku dari orang-orang yang terlibat, waktu dan tempat peristiwa, dan aturan berperilaku yang dimiliki seseorang mengenai peristiwa tersebut. Naskah kognitif siswa-siswi dilihat melalui kuesioner yang dikonstruk berdasarkan hasil elisitasi dengan siswa-siswi SMU dan literatur mengenai bullying. Subyek diambil dari dua sekolah dimana ada indikasi terjadinya peristiwa gencet-gencetan. Kedua sekolah juga berbeda dalam jenis kelamin siswa-siswinya. SMU P merupakan sekolah dengan siswi perempuan semua, sedangkan SMU M merupakan sekolah dengan siswa laki-laki semua. Dari hasil penghitungan chi-square terlihat ada beberapa perbedaan yang signifikan antara naskah kognitif subyek-subyek dari SMU M dengan subyek dari SMU P, perbedaan ini wajar karena mereka berasal dari lingkungan yang berbeda, sehingga mempelajari naskah yang berbeda. Gencet-gencetan merupakan perilaku agresif, sehingga perilaku yang terdapat di dalam naskah kebanyakan akan berupa perilaku agresif. Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan oleh seseorang dipengaruhi gendernya. Remaja laki-laki cenderung lebih banyak menggunakan perilaku agresif kontak fisik dibandingkan dengan remaja perempuan. Kedua kelompok subyek mempunyai gender yang berbeda, sehingga ada perbedaan dalam perilaku agresif dalam naskah mereka, hasil penghitungan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam perilaku agresif fisik, verbal, dan non-verbal. Perbedaan dalam perilaku agresif verbal berlawanan dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai gender dan perilaku agresif dimana remaja laki-laki dan perempuan dalam banyaknya perilaku agresif verbal yang digunakan. Dengan mengetahui naskah kognitif para subyek, diharapkan dapat membantu dalam program intervensi terhadap perilaku ini di sekolah-sekolah. Intervensi dapat dilakukan dengan mengubah naskah yang mereka miliki atau menggunakan naskah mereka sebagai panduan untuk menghentikan perilaku ini. Penggunaan naskah sebagai panduan misalnya diketahui dalam naskah subyek SMU P gencet-gencetan terjadi saat istirahat dan dilakukan secara berkelompok oleh siswi yang lebih senior, ada kemungkinan para subyek (saat mereka sudah mempunyai kekuasaan) akan menggencet dengan cara tersebut, sehingga saat seorang guru melihat sekelompok siswi senior sedang mengelilingi salah seorang siswi junior saat istirahat guru tersebut dapat langsung menghentikan peristiwa ini karena ada kemungkinan besar sedang terjadi gencet-gencetan.
2004
S3319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Ingrid
Abstrak :
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan, kini wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Wanita yang bekerja di luar rumah menjadi sorotan masyarakat ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Pandangan tradisional masyarakat menuntut wanita untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ada berbagai alasan mengapa seorang istri memutuskan untuk bekerja. Selain untuk memperoleh penghasilan (ekonomis) juga adanya kebutuhan untuk memperluas wawasan intelektual dan interaksi sosial (non-ekonomis). Keputusan istri untuk bekerja mendatangkan konsekuensi pada tiga aspek dalam lingkungannya, yaitu pada hubungan perkawinan, pada anak serta pada dirinya sendiri. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini cenderung berfokus pada konsekuensi negatif tanpa lebih dalam melihat pandangan obyektif, dari pihak istri dan suami. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran yang lebih mendalam mengenai persepsi kedua pihak terhadap tujuan dan konsekuensi istri yang bekerja penuh waktu. Adapun yang dimaksud persepsi adalah interpretasi secara selektif oleh individu untuk memberi arti pada Iingkungannya Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini ialah : Bagaimanakah persepsi suami dan istri terhadap istri yang bekerja sebagai karyawati penuh waktu ? Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Subyek penelitian ialah pasangan suami-istri yang bekerja penuh waktu sudah mempunyai anak, berpendidikan minimal SLTA. Istri berusia 22-45 tahun dan bekerja di instansi swasta. Hasil yang diperoleh dari 57 pasang suami-istri menunjukkan bahwa istri dan suami mempersepsi adanya tujuan ekonomis dan non-ekonomis dari bekerja. Adapun terhadap konsekuensi, suami mernpersepsi konsekuensi yang positif dari istri yang bekerja sedangkan istri mempersepsi adanya konsekuensi yang positif dan sekaligus negatif pada hubungan perkawinan, anak dan diri istri yang bersangkutan. Hasil tambahan menyatakan bahwa semakin positif persepsi suami terhadap konsekuensi istri bekerja semakin negatif persepsi istri, sebaliknya semakin positif persepsi istri semakin negatif persepsi suami. Hasil wawancara mendukung hasil di atas dan memberi data tambahan bahwa pasangan suami istri cenderung rnenjalankan peran tradisional. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa istri bekerja untuk tujuan ekonomis dan non-ekonomis, dimana hal ini dipersepsi sama pentingnya oleh suami maupun istri. Berkaitan dengan konsekuensi istri bekerja, ternyata persepsi suami Iebih positif dibandingkan dengan persepsi istri bekerja yang bersangkutan. Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pasangan suami-istri mempersepsikan peran masing-masing dalam rumah tangga yang masih cenderung tradisional.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Ceti Prameswari, suthor
Abstrak :
Kegemukan pada wanita merupakan salaii satu masaiah yang berhubungan dengan penampilan fisik, karena seiain mengganggu kesehatan, kegemukan juga dapat mengurangi daya tank fisik seseorang. Menurut Unger dan Crawford (1992), wanita cenderung dinilai berdasarkan penampilan fisiknya dan faktor tersebut dijadikan kriteria penting dalam memilih pasangan, terutama oleh kaum pria. Kondisi tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi wanita gemuk untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi pasangannya. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara awal terhadap beberapa wanita gemuk diketahui bahwa ternyata tidak sedikit wanita gemuk yang dipilih pria sebagai pasangan. Dengan latar belakang tersebut disusun suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur berupa dua buah kuesioner, untuk mengukur persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan kecenderungan memilih wanita gemuk sebagai pasangan. Subyek penelitian terdiri dari 52 pria lajang, berusia antara 25 sampai 33 tahun, berpendidikan minimal SMU, bekerja dan berdomisili di Jakarta. Metode analisa masaiah utama berupa penghitungan korelasi dengan rumus Pearson Product Moment dan dari hasil penghitungan diperoleh nilai r sebesar 0,3168 dengan p<0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. ini berarti subyek yang tidak menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif, tidak berkeberatan memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Sebaliknya, subyek yang menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Pada pengukuran persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk tidak ditemukan perbedaan frekuensi yang signifikan antara subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara negatif. Hasil lain yang juga diperoleh yaitu adanya perbedaan mean yang signifikan antara persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita langsing. Kemudian diketahui juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi subyek yang cenderung mau memilih dan frekuensi subyek yang cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Dari hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pria cenderung lebih menyukai wanita bertubuh langsing daripada wanita gemuk. Namun secara kualitatif diketahui bahwa tidak sedikit pria yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Untuk menambah bobot penelitian ini masih diperlukan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendaiam terhadap beberapa subyek.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Lifina Dewi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Ius Kartika Julianti
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penyesuaian diri dan prestasi belajar mahasiswa PPKB di fakultas-fakultas bidang studi Ilmu Sosial Universitas Indonesia yang berasal dari daerah di luar pulau Jawa. Memasuki dunia tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mahasiswa PPKB ini dihadapkan pada masalah Iain selain tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, yaitu adanya tuntutan menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya pergaulan yang berbeda dari lingkungan budaya yang sebelumnya ia miliki. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kelompok mahasiswa yang berpredikat ?siswa berprestasi? di tingkat pendidikan sebelunmya ini juga berprestasi baik di tingkat pendidikannya yang sekarang ? Pada kenyataannya, sebagian besar dari mereka memiliki prestasi belajar yang rendah atau bahkan ada pula yang harus dikenakan sistem ?drop-out? oleh pihak fakultas. Untuk menjelaskan dinamika permasalahan yang ada maka dalam penelitian ini dicantumkan teori-teori yang mendukung, yaitu Prestasi Belajar yang akan menjelaskan tentang pentingnya prestasi belajar sebagai ukuran keberhasilan mahasiswa PPKB di bidang akademis. Selain prestasi belajar, perubahan-perubahan sikap, tingkah laku dan perasaan yang terjadi selama proses penyesuaian diri adalah variabel yang akan dilihat gambarannya pada subyek. Karena penyesuaian diri sangat penting agar mahasiswa PPKB Iuar daerah dapat belajar hal-hal baru dari lingkungannya dan mengembangkan sikap-sikap yang positif dalam dunia perkuliahannya, maka dalam penelitian ini juga disertakan teori-teori tentang Penyesuaian Diri. Sebagai suatu studi awal dan dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu serta biaya, penelitian ini dibatasi pada mahasiswa PPKB bidang studi Ilmu Sosial meliputi Fakultas Hukum, Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Sastra dan Fakultas Ekonomi. Disamping itu, penelitian ini juga dibatasi pada mahasiswa PPKB yang brasal dari luar pulau Jawa dengan pertimbangan adanya perbedaan kondisi geografis, budaya serta kehidupan masyarakat yang diasumsikan dapat mempengaruhi penyesuaian diri mereka. Sebagai alat untuk memperoleh data-data yang dimaksudkan di atas, maka peneliti menggunakan tes APM untuk mengukur kapasitas intelektual mahasiswa dan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk survai opini tentang hal-hal yang mempengaruhi proses penyesuaian diri dan prestasi belajar. Untuk menggali hal-hal yang tidak tergali dari kuesioner, maka dilakukan wawancara pada beberapa subyek sebagai alat pelengkap pengumpulan data. Dalam pelaksanaannya, tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan tes APM secara massal dan pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 65 orang subyek dengan perincian 50 orang perempuan dan 15 orang laki-laki. Dari hasil penelitian tahap pertama ini, peneliti memilih lima orang dari jumlah seluruh subyek di atas dimana masing-masing dari mereka mewakili satu fakultas bidang Ilmu Sosial guna dilakukan wawancara mendalam. Untuk melihat dinamika perubahan perasaan yang timbul selama proses penyesuaian diri, dalam proses wawancara ini subyek diminta untuk membayangkan dan kemudian menggambarkan di secarik kertas mengenai kondisinya ketika masih di daerah asal, ketika saat pertama datang di Jakarta dan saat pengambilan tes dilangsungkan. Kesimpulan yang berhasil diperoleh dari penelitian ini cukup kaya. Secara umum kapasitas intelektual subyek tergolong cukup. Cukup banyak pula kapasitas intelektual subyek yang tergolong rendah bahkan ada yang tergolong kurang. Hanya sedikit yang tergolong baik. Dengan kondisi ini, Indeks Prestasi Semester mereka umumnya berkisar antara 2.00-2.45. Berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi selama masa penyesuaian dirinya, perasaan kehilangan orang tua dan tuntutan untuk mandiri dalam segala hal adalah beban terberat bagi mereka, terlebih lagi dengan adanya perasaan dibedakan dari mahasiswa lain atau perasaan rendah diri dengan kondisi yang mereka miliki, maka hal ini pun dapat mengganggu jalannya penyesuaian diri mereka. Melihat hasil penelitian ini, tampaknya bukan hanya persiapan dalam hal akademis yang harus dilakukan oleh pihak akademis yang berwenang, tapi persiapan mahasiswa PPKB sebagai pribadi pun perlu dipertimbangkan agar mereka dapat lebih siap menghadapi stres-stres yang akan dialaminya selama proses penyesuaian diri berlangsung, misalnya dengan memberikan pelatihan pengembangan pribadi ataupun membentuk suatu wadah yang dapat menampung aspirasi dan membantu mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2598
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library