Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuram Mubina
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pemberian teknik Acceptance And Commitment Therapy (ACT) yaitu Acceptance, Cognitive Defusion, Mindfulness, Observing Self, Values, dan Commitment dalam menurunkan experiential avoidance pada dewasa muda. Penelitian ini melibatkan tiga partisipan yang memenuhi kriteria penelitian dan bersedia mengikuti lima kali sesi ACT yaitu dua orang perempuan dan satu orang laki-laki. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest and posttest, dimana peneliti akan melihat perubahan melalui hasil wawancara dan observasi serta skor partisipan saat pretest dan posttest menggunakan The Acceptance And Action Questionaire (AAQ-2R) dan White Bear Suppression Inventory (WBSI). Hasil kuantitatif dan kualitatif dari penelitian ini menunjukkan bahwa ACT terbukti efektif dalam menurunkan tingkat experiential avoidance dan thought suppression pada dewasa muda dengan pengalaman negatif terhadap figur ayah. ...... This study is aim to evaluate the effectivity of Acceptance Commitment Therapy (ACT) that is Acceptance, Cognitive Defusion, Mindfulness, Observing Self, Values, and Commitment in reducing experiential avoidance in young adulthood?s with negative event of father. Researcer used The Acceptance And Action Questionaire (AAQ-2R), White Bear Suppression Inventory (WBSI), and observation and brief interview in screening process. Through sreening process, researcher got three participants (1 man and 2 women) who was willing to attend five sessions of ACT. Researcher used before-after study design to find out if Acceptance Commitment Therapy could reduce experiential avoidance. Result suggest that ACT reduced experiential avoidance and thought suppression of young adulthood?s with negative event of father.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildzah Rudyah Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Perilaku perundungan atau bullying di Indonesia sampai saat ini terus mengalami peningkatan. Pola asuh orang tua dianggap sebagai salah satu faktor kuat dalam membentuk perilaku tersebut, terutamanya pola asuh otoriter menjadi faktor yang paling kuat dalam membentuk perilaku perundungan. Dalam penelitian ini, pola asuh yang akan diuji hanya difokuskan pada pola asuh otoriter. Perundungan juga dipengaruhi oleh faktor internal, seperti kepribadian. Dalam penelitian ini, faktor internal yang diujikan akan difokuskan pada trait callous-unemotional, yaitu trait kepribadian yang memiliki karakteristik kurangnya empati. Sampel yang digunakan terdiri dari 272 orang (59,6% perempuan dan 40,4% laki-laki). Responden pada penelitian ini difokuskan pada kelompok usia remaja dengan rentang usia 16 hingga 19 tahun. Berdasarkan hasil analisis regresi pada model Hayes, diketahui bahwa pola asuh otoriter secara signifikan terbukti mempengaruhi perilaku perundungan. Trait callous-unemotional juga secara signifikan terbukti mempengaruhi perilaku perundungan. Namun ketika diuji menggunakan analisis mediator, trait callous-unemotional diketahui tidak menjadi mediator dalam penelitian ini. Pola asuh otoriter mampu membentuk dan mempengaruhi perundungan secara langsung, tanpa membutuhkan mediasi trait callousunemotional. Hasil yang diperoleh tersebut diduga disebabkan belum stabil dan matangnya kepribadian remaja. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan pada kelompok usia yang sudah memiliki kepribadian yang lebih matang, seperti emerging adulthood.
ABSTRACT
Bullying behaviour has been increasing in Indonesia. Parenting styles are considered as one of the strongest factor in shaping the behaviour, especially authoritarian parenting style. It is the most powerful factor in shaping bullying behaviour. So, in this study, we would tested the influences of authoritarian parenting style in bullying behaviour. Bullying is also influenced by internal factors, such as personality. In this study, we would tested the effect of callous-unemotional trait, it was the personality trait that had the characteristic of lack of empathy. Participants in this study were 272 people (59,6% female and 40,4% male). Participants were adolescents with age ranged from 16 to 19 years old. Based on the results of regression analysis on Hayes model, it was known that authoritarian parenting was significantly influenced bullying behaviour. Callousunemotional traits was also significantly influenced bullying behaviour. But, when it was tested by using mediator analysis, callous-unemotional was not a mediator in this study. Authoritarian parenting are capable to form and influence bullying behaviour directly, without the mediation of the callous-unemotional trait. These results were thought to be due to unstable and immature teenage personality. So for the next research, we recommended to test it in the age group that already has been in a more mature personality, such as emerging adulthood.
2018
T50364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosliyanti
Abstrak :

Efikasi diri keputusan karier sangat dibutuhkan oleh remaja dalam rangka membuat keputusan karier. Namun demikian, perubahan yang terjadi ditengah perkembangan informasi dan teknologi dapat membuat remaja yang memiliki kecenderungan thinking style tipe II kesulitan untuk beradaptasi dan fleksibel sehingga menyebabkan mereka ragu dalam pembuatan keputusan karier. Oleh sebab itu, remaja diharapkan dapat menggunakan planned happenstance skills untuk membantu mereka dalam proses eksplorasi diri dan kemudian dapat memiliki efikasi diri yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh thinking style tipe II terhadap efikasi diri keputusan karier melalui mediasi planned happenstance skills pada remaja. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang melibatkan 720 orang partisipan dari tiga sekolah unggulan di Jakarta. Data penelitian didapatkan dengan menggunakan tiga  skala: Career Decision Self-Efficacy-Short Form (CDSE-SF), Thinking Style Inventory – Revised II (TSI-RII), dan Planned Happenstance Career Inventory (PHCI) yang telah diadaptasi oleh peneliti ke dalam bahasa Indonesia. Data penelitian dianalisis menggunakan macro PROCESS. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa thinking style tipe II dapat berpengaruh secara langsung terhadap efikasi diri keputusan karier maupun tidak langsung melalui planned happenstance skills. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan jika siswa memiliki planned happenstance skills yang baik, maka keterampilan tersebut dapat membantu siswa yang cenderung memiliki thinking style tipe II untuk dapat memiliki efikasi diri yang baik.

 


Career decision self-efficacy is needed by teenagers in making career decision. However, the changes that happens in the midst of globalization can make teenagers who have type II thinking style face some difficulties in making career decision. Therefore, adolescents who have type II thinking style are expected to be able to use planned happenstance skills which can help them in the process of self exploration and help them to improve their career decision self-efficacy. This study aimed to examine the influence of type II thinking style on career decision self-efficacy through mediation of planned happenstance skills in adolescence. This is quantitative study by using of 720 students from three excellent schools in Jakarta. The data were collected by using three scales: Career Decision Self-Efficacy Scale-Short Form, Thinking Style Inventory – Revised II, and Planned Happenstance Career Inventory, that have been adapted to Indonesian version by the researcher. Researcher were used macro PROCESS to analyzed the data. The result showed that type II thinking style can affect career decision self- efficacy directly, also indirectly. Based on the result of this study, researcher concluded when adolescents have good planned happenstance skills, these skill can help adolescence who have type II thinking style have a good career decision self-efficacy.

2019
T53249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Dwi Monica
Abstrak :
Kepuasan hubungan pacaran jarak jauh merupakan hal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya adalah attachment dan dyadic coping. Individu dengan anxiety attachment relatif sulit mencapai hubungan yang memuaskan, terlebih dalam kondisi terpisah oleh jarak. Penelitian dilakukan untuk melihat apakah common dan negative dyadic coping memiliki peran moderasi di dalam hubungan antara anxiety attachment dengan kepuasan berpacaran. Data diperoleh dengan menggunakan Experience in Close Relationship-Revised untuk mengukur anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory  untuk mengukur common dyadic coping dan negative dyadic coping, serta Relationship Assessment Scale untuk mengukur kepuasan hubungan pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Penelitian pada 270 dewasa muda menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan negatif antara anxiety attachment dan kepuasan pacaran jarak jauh (r= -0.51, p<.01). Akan tetapi, tidak ditemukan adanya efek moderasi dari common dan negative dyadic coping di dalam hubungan tersebut (p>0.05). Perkembangan attachment, konteks hubungan pacarana serta keterpisahan jarak dinilai merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
Satisfaction in long distance relationships is influenced by various factors, including attachments and dyadic coping. Individuals with anxiety attachment are relatively difficult to achieve a satisfying relationship, especially in the condition when their partner is separated by distance with them. The study was conducted to see whether common dyadic coping and negative dyadic coping have a moderating role in the relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction. Data is obtained using the Experience in Close Relationship-Revision (ECR-R) to measure anxiety attachment, Dyadic Coping Inventory (DCI) to measure common and negative dyadic coping, and Relationship Assessment Scale (RAS) to measure relationship satisfaction. Research conducted on 270 young adults found that there is a significant negative relationship between anxiety attachment and relationship satisfaction (r = -0.511, p <0.01). However, no moderating effects of common dyadic coping and negative dyadic coping are found in this research(p> 0.05). The duration of attachments, the status of the relationships, and separation with partner are considered to be factors that influence the result.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Nabilah Pratiwi
Abstrak :
Studi sebelumnya berusaha untuk menguji konsekuensi emosional yang mungkin timbul dari penggunaan media sosial. Salah satunya adalah efek pos positif orang asing pada pengaruh seseorang. Ada dua perspektif utama dalam menjelaskan hubungan antara penggunaan media sosial dan pengaruh, yaitu teori perbandingan sosial dan penularan emosional. Peneliti menguji variabel moderator untuk keberadaan makna dalam kehidupan untuk menjelaskan perbedaan hasil yang diperoleh dari melihat posting positif di Instagram dari orang asing pada pengaruh seseorang. Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan membagi peserta menjadi tiga kondisi, yaitu pos positif, pos netral, dan tidak ada pos. Makna variabel dalam hidup diukur dengan menggunakan Meaning in Life Questionnaire - Presence (MLQ-P) dan variabel yang mempengaruhi diukur menggunakan PANAS dan Efek Negatif Jadwal (PANAS). Hasil penelitian dari 111 siswa (36 siswa dalam kondisi pos positif, 34 siswa dalam kondisi pos netral, dan 41 siswa dalam kondisi pos tidak) menunjukkan bahwa makna kehidupan variabel memoderasi pengaruh melihat posting positif dari orang asing di pengaruh positif b = 0,447, p <0,05, tetapi tidak pada pengaruh negatif. Temuan ini menunjukkan bahwa makna hidup dapat melindungi pengaruh positif seseorang dari pemaparan pos positif orang asing.
Previous studies have tried to examine the emotional consequences that may arise from the use of social media. One of them is the positive postal effect of strangers on one's influence. There are two main perspectives in explaining the relationship between social media use and influence, namely social comparison theory and emotional contagion. The researcher tested the moderator variable for the existence of meaning in life to explain the difference in results obtained from seeing positive posts on Instagram from strangers on one's influence. This experimental study was conducted by dividing participants into three conditions, namely positive posts, neutral posts, and no posts. The meaning of variables in life is measured using Meaning in Life Questionnaire - Presence (MLQ-P) and influencing variables are measured using the HEAT and Negative Effects Schedule (HEAT). The results of 111 students (36 students in positive postal conditions, 34 students in neutral postal conditions, and 41 students in positive postal conditions) showed that the meaning of life variables moderating the effect of seeing positive posts from strangers on positive influences b = 0.447, p < 0.05, but not to a negative effect. This finding shows that the meaning of life can protect a person's positive influence from exposure to positive strangers' posts.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anadia Wanda Putri
Abstrak :
Sebagai mahasiswa, berada pada masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal dan memiliki berbagai tuntutan yang diemban dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan mental salah satunya yakni kecemasan. Fenomena kecemasan ini dapat berdampak buruk hingga fatal pada individu jika terus meningkat. Oleh karena itu, penting bahwasannya untuk mengetahui hal-hal yang berperan dalam menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa. Penelitian ini memiliki bertujuan untuk mengetahui apakah peran dari perceived social support terhadap kecemasan dimoderasi self-esteem. Variabel kecemasan diukur dengan 10 item dimensi kecemasan dari Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), perceived social support diukur dengan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), dan self-esteem diukur dengan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Sebanyak 747 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia merupakan responden dalam penelitian ini. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa perceived social support berhubungan secara negatif terhadap kecemasan, namun hubungan di antara keduanya tidak dimoderasi self-esteem. ......As a college student, being in the transition from late teenage to young adult and have a lot of role demands may leads to increase mental illness which one of them is anxiety. This anxiety phenomenon can bring bad impact up to fatalities if it keeps on escalating. Therefore, it is important to know the matters that have impact on reducing the anxiety level of college students. This research’s goal is to know the role of perceived social support to anxiety level and moderated by self-esteem. The anxiety variable was measured using 10 items anxiety dimension of Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25), the perceived social support was measured using Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), and the self-esteem was measured using Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Total of 747 college students from various colleges in Indonesia were respondents in this research. The result of this research indicates that perceived social support has a negative relationship to anxiety, but the relationship between both is not moderated by self-esteem.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Yuniarsih
Abstrak :
Di Indonesia, terdapat proses perkenalan sebelum menikah yang diatur berdasarkan nilai-nilai agama Islam, yaitu ta?aruf. Ta?aruf memiliki beberapa aturan tertentu, seperti adanya batasan durasi saat ta?aruf, interaksi pria dan wanita yang tidak boleh bersentuhan, dan harus dimediatori oleh pihak tertentu selama menjalani prosesnya. Individu yang menjalani proses ta?aruf diketahui merupakan individu yang mempunyai tingkat religiositas yang tinggi. Berdasarkan beberapa litelatur, religiositas memiliki hubungan yang positif dengan stabilitas pernikahan. Peneliti menduga bahwa tingkat religiositas yang tinggi pada individu yang menikah melalui ta?auruf juga akan memiliki hubungan yang positif dengan stabilitas perikahan. Maka, peneliti melakukan penelitian yang melihat hubungan antara religiositas dan stabilitas pernikahan pada 100 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiositas dan stabilitas pernikahan pada individu yang menikah melalui ta?aruf (r = 0.170, p < 0.05, one tailed).
In Indonesia, there is an acquaintanceship process before marriage regulated based on values of Islam, namely ta'aruf. Ta'aruf has some specific rules, such as limitation of ta?aruf duration, no physical contacts allowed during interaction between men and women, and the couples should be mediated by other party along the process. Individuals who practice ta'aruf process known as individuals who have a high level of religiosity. Based on some literatures, religiosity has a positive relationship with marital stability. Researcher speculated that high level of religiosity on individuals who are married through ta?aruf will also have a positive relationship with marital stability. Thus, researcher conducted a study to see the relationship between religiosity and marital stability in 100 individuals who are married through ta?aruf. The results showed that there is a significant positive relationship between religiosity and marital stability (r = 0170, p < 0.05, one-tailed).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Saraswati
Abstrak :
[ABSTRAKBR Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kualitas pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh, bercerai, dan menikah kembali. Resiliensi didefinisikan sebagai perwujudan kualitas pribadi atau kemampuan individu dalam melakukan coping untuk menghadapi dan dapat bertahan dari kesulitan atau perubahan. Kualitas pertemanan adalah penilaian individu terhadap seberapa baik teman dalam memenuhi fungsi-fungsi pertemanan. Pengukuran resiliensi dilakukan dengan menggunakan alat ukur Resiliency Attitudes and Skills Profile (RASP) yang dikembangkan oleh Hurtes dan Allen (2001). Pengukuran kualitas pertemanan dilakukan dengan menggunakan alat ukur McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) yang dikembangkan oleh Mandelson & Aboud (2012). Partisipan penelitian berjumlah 75 remaja akhir yang tinggal bersama keluarga kandung, bercerai, dan atau tiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dan kualitas pertemanan pada remaja akhir dari keluarga utuh, bercerai, dan menikah kembali. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya pemeliharaan kualitas pertemanan bagi remaja dalam mengalami perceraian atau pernikahan kembali orang tua untuk mengembangkan resiliensinya.;This research was conducted to find the relationship between resiliency and friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change. Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson & Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency., This research was conducted to find the relationship between resiliency and friendship quality among late adolescence. Resiliency defined as the manifestation of individual quality or the ability to cope and survive from adversity or change. Friendship quality is an individual judgement of the degree to which a friend fulfills friendship functions. Resiliency was measured by Resiliency Attitudes and Skills Profile (RASP) (Hurtes and Allen, 2001). Friendship quality is measured by McGill Friendship Questionnaire-Friends' Function (MFQ-FF) (Mandelson & Boud, 2012). Participants of this research were 75 late adolescents living with biological, divorced, or step family. Results shows a positive significant correlation between resiliency and friendship quality among late adolescence from intact, divorced, or remarried families. The implication of this study is the importance of maintaining a good friendship quality for late adolescence who has experienced parental divorce or remarriage in order to develop their resiliency.]
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Kurniati
Abstrak :
ABSTRAK
Meskipun pernikahan diketahui memberikan berbagai dampak positif bagi individu, kenyataan yang terjadi saat ini ialah meningginya tingkat kasus perceraian. Survei menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian antara relationship beliefs individu dengan kenyataan. Akibatnya, individu cenderung mengalami burnout pernikahan dan lebih lanjut dapat berujung pada perceraian. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan menunjukkan adanya perbedaan hasil. Selain itu, peneliti berniat mengetahui peran relationship beliefs pasangan terhadap hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan individu. Hasil penelitian yang dilakukan kepada 162 pasangan suami-istri menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan yang dialami pasangan suami-istri. Selain itu, diketahui tidak terdapat moderasi relationship beliefs pasangan terhadap hubungan antara relationship beliefs dan burnout pernikahan individu. Hal ini terjadi karena pengaruh tingkat pendidikan istri dan ideologi peran gender yang dianut oleh individu serta peran faktor lain yang turut memengaruhi hasil penelitian.
ABSTRACT
Despite the positive effects that marriage gives, the divorce rate is increasing. This is caused by the incongruency between individual‟s relationship beliefs and reality, resulting marital burnout. This research aimed to investigate deeper about the correlation between relationship beliefs and marital burnout among married couple owing to different results of the previous researches. Moreover, it also aimed to analyze the role of spouse‟s relationship beliefs to the correlation between individual relationship beliefs and marital burnout. Data from 162 marital couples shows a positive and significant correlation between relationship beliefs and marital burnout among married couple but shows no moderation of spouse‟s relationship beliefs to the correlation. It‟s explained by wives‟ educational background and individual gender role ideology as well as other various factors contributing to this result.
2016
S64295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina Kumala Sari
Abstrak :
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah kepribadian dapat memprediksi komitmen berpacaran pada individu berusia beranjak. Penelitian ini melibatkan 381 individu berusia beranjak dewasa yang telah menjalani hubungan pacaran selama minimal 6 bulan dengan cara mengisi kuesioner Investment Model Scale dan Big Five Inventory. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kepribadian berpengaruh positif terhadap komitmen berpacaran, atau dalam kata lain, kepribadian terbukti dapat memprediksi komitmen. Temuan lain dalam penelitian ini adalah bahwa hanya Extraversion yang berkontribusi secara signifikan terhadap komitmen berpacaran. Temuan tambahan dalam penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat hubungan antara durasi pacaran dengan komitmen berpacaran dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara komitmen berpacaran pada perempuan dan laki-laki. ...... The main purpose of this study is to determine whether personality can predict commitment in romantic relationship amongst emerging adults. The study involved 381 individuals who has undergone a courtship for at least 6 months by filling out the Investment Model Scale and Big Five Inventory questionnaires. The results of the regression analysis show that personality has a positive effect on commitment or in other words, personality is proven to predict commitment. Another finding in this study is that only Extraversion contributes significantly to commitment. An additional finding in this study is that there is no relationship between the duration of courtship to commitment and there is no significant difference between commitment in women and men.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>