Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Chandra Mitha Nusatia
"Berbagai penelitian memperlihatkan angka resistensi kuman patogen meningkat dengan tajam, sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi nosokomial makin meningkat pula. Penyebab resistensi utama pada kuman Gram negatif antara lain adalah extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) pada Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli. Dalam pemilihan pengobatan empirik untuk infeksi nosokomial, klinisi perlu mempertimbangkan pola resistensi setempat.
Frekuensi kuman patogen dan pola resistensi dapat sangat berbeda antara satu negara dengan negara lain dan juga antar rumah sakit dalam suatu negara. Oleh karena itu surveilans setempat perlu dilakukan agar dapat menjadi pedoman pemberian terapi empirik dan tindakan-tindakan pengendalian infeksi.
Pada penelitian ini uji resistensi dilakukan terhadap Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan Escherichia colt penghasil ESBL dengan menggunakan metode Kirby-Bauer. Sejumlah 37 isolat Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan 35 isolat Escherichia coif penghasil ESBL diperoleh sejak bulan September 2003 sampai dengan Mel 2004 dari 3 laboratroium di Jakarta dan Karawaci.
Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah sebesar 33,03% dan Escherichia coli penghasil ESBL 20,11% Sensitivitas Kiebsiella pneumoniae penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktam, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% dan 72,97%. Dan sensitivitas Escherichia coli penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktarn, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% dan 60%.

Multiple surveillance studies have demonstrated that resistance among prevalent pathogen is increasing at an alarming rate, leading to greater patient morbidity and mortality from nosocomial infection. Important causes of Gram-negative resistance include extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) in Klebsiella pneumoniae and Escherichia coll. In selecting an empiric treatment for a nosocomial infection, one should consider the prevalent resistance patterns.
Pathogen frequency and resistance patterns may vary significantly from country to country and also in different hospitals within a country. Thus regional surveillance programs are essential to guide empirical therapy and infection control measures.
In this study antimicrobial susceptibility testing was performed using the Kirby-Bauer method against the ESBL producing K. pneumoniae and E. coli A total of 37 ESBL producing K. pneumoniae isolates and 35 ESBI producing E coil isolates were obtained from September, 2003 to May, 2004 from 3 laboratories in Jakarta and Karawaci.
The prevalence of ESBL producing K. pneumoniae was 33,03% and ESBL producing E. coil 20,11%. Susceptibility of ESBL producing K. pneumoniae isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillin/tazobactam, cefoperazonfsulbactam and cefepime was 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% and 72,97% respectively. And susceptibility of ESBL producing E. coil isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillinltazobactam, cefoperazonlsulbactam and cefepime was 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% and 60% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Soemiati
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Streptokok hemolitik beta grup A (SH-A) adalah kuman patogen pada manusia menyebabkan radang tenggorok dan kulit dengan sequelae demam rematik. SH-A mempunyai protein M pada dinding selnya yang menyebabkan kuman tersebut tahan terhadap fagositosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ampisilin subkadar hambat minimal (sub KHM) terhadap daya fagositosis makrofag. Kuman SH-A dicampur dengan ampisilin sub KHM (1/4 KHM dan 1/8 KHM) dengan makrofag dan diinkubasi selama 60 menit dan 120 menit. Penelitian ini menggunakan SH-A strain standar WHO (Ceko), dan ampisilin trihidrat diperoleh dari PT Kalbe Farma. Makrofag diambil dari peritoneal mencit strain CBR umur 4-8 minggu. Sebagai kontrol dilakukan terhadap kuman yang dibiakkan dalam kaldu Todd Hewitt yang mengandung ampisilin sub KHM tanpa dicampur makrofag.
Hasil dan Kesimpulan: Terdapat penurunan populasi kuman pada perbenihan yang mengandung makrofag tanpa ampisilin setelah diinkubasi 120 menit karena penurunan pH pada media. Populasi kuman menurun setelah kuman dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit dibandingkan dengan kontrol. Prosentase fagositosis makrofag dan indeks fagositosis makrofag terhadap kuman yang dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit meningkat. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa secara in vitro daya fagositosis makrofag meningkat setelah dicampur ampisilin sub KHM pada inkubasi 60 menit dan 120 menit.

ABSTRACT
Effect Of Ampicillin At Sub Mic On The Phagocytosis By Macrophage Of Streptococcus Hemolytic Beta Group AScope and Method of Study: Streptococcus beta-hemolyticus group A (SH-A) is pathogenic for man, the most usual causative agent for acute streptococcal upper respiratory tract and skin diseases with sequelae namely rheumatic fever. The bacterial cell wall contains protein M, a virulence factor, which is responsible for the resistance to phagocytic activity of macrophage. The aim of this research was study the phagocytosis of streptococci grown in subminimum inhibitory concentration (sub MIC) of ampicillin by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes. SH-A was obtained from Ceko Colaboratorium (standard strain of WHO), and ampicillin trihydrate was from Kalbe Farma. The mice were kindly supplied by Central Biomedical Research, Jakarta; age 4-8 weeks, were free from infections, and used as macrophage source.
Findings and Conclusions: The number of bacteria in the medium containing macrophage after incubation for 60 minutes increase, but after 120 minutes decreases, probably due to the low pH medium. The population of bacteria decreases in the medium treated with sub MIC of ampicillin after incubation for 60 and 120 minutes. Percentage of relative effect of phagocytosis and phagocytosis index of macrophage seem to be increasing after incubation of the whole component for 60 and 120 minutes. SH-A treated with sub MIC of ampicillin underwent rapid ingestion by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes. The result showed that the hypothesis of the rapid ingestion of SH-A treated with sub MIC ampicilin by macrophage after incubation for 60 and 120 minutes could be accepted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Widajati
"Tujuan
Untuk mengetahui peran resistensi mikroba pada infeksi saluran kemih komplikata yang sembuh setelah diobati dengan siprofloksa sin atau levofloksasin.
Cara kerja
Pada 152 sampel urin dari penderita infeksi saluran kemih komplikata diidentifikasi mikroba dan resistensinya terhadap fluorokuionolon (siprofloksasin atau Ievofloksasin) dan dibandingkan dengan tingkat keberhasilan terapinya secara klinis.
Lokasi
Bagian Urologi dan Nefrologi RSCM Bagian Nefrologi Rumah Sakit Islam Jakarta Departemen Mikrobiologi FKUI.
Sampel penelitian
Penderita infeksi saluran kemih komplikata dari Bagian Urologi dan Nefrologi RSCM dan Bagian Nefrologi Rumah Sakit Islam Jakarta sejak bulan Juni 2003 sampai bulan September 2004.
Pengobatan
Seratus lima puluh dua penderita ISK komplikata yang mikrobanya positif dibagi 2 secara acak, 76 penderita diberi terapi siprofloksasin, dan 76 diberi terapi levofloksasin.
Hasil Penelitian
Tujuh puluh enam pasien yang mendapat pengobatan dengan levofloksasin disebut kelompok levofloksasin dan 76 pasien yang diberi pengobatan dengan siprofloksasin disebut kelompok siprofloksasin. Rata-rata umur pasien pada kelompok siprofloksasin adalah 41,1 tahun dan pada kelompok levofloksasin adalah 45,3 tahun. Perbandingan pria dan wanita adalah satu banding tiga. Jervis mikroba utama yang diternukan pada penelitian ini adalah 33% Emil dan 20% Klebsiella sp, (66% didominasi oleh Klebsiella pneumonia) dan Staphylococus sejumlah 13%.Angka kesembuhan klinis yang didapat pada kelompok siprofloksasin dan levofloksasin adalah sama yaitu sebesar 77,6% , dengan angka perbaikan masing-masing 13,2% dan 19,7% serta angka kegagalan klinis masing-masing 9,2% dan 2,6%. Tetapi secara statistik kedua nilai tersebut tidak berbeda bennakna. Nilai eradikasi mikroba dari kelompok siprofloksasin 88,2% dan pada kelompok levofloksasin eradikasi sebesar 86,8%. Angka resistensi untuk siprofloksasin berkisar antara 20%-30% sedangkan untuk levofloksa sin berkisar antara 8%-15%. Pada pasien yang sembuh secara klinis dari kelompok siprofloksasin 19,2% kumannya resisters terhadap pengobatannya. Pada kolompok levofloksasin yang sembuh klinis tetapi mikrobanya resisten sebanyak 14,8%. Dari populasi yang mikrobanya resisten terhadap siprofloksasin terjadi kesembuhan klinis 83,3%, sedangkan pada populasi yang mikrobanya resisten terhadap levofloksasin terjadi kesembuhan klinis 88,9%.
Analisis Data
Pada kedua kolompok di ataa dilakukan uji atatistik untuk data nominal xi (2x2) jika tidak ada nilai ekspektasi <5 atau Fisher (2x2) bila ada nilai ekspektasi <5a dan untuk data ordinal digunakan uji 1t oimogorov-Smirnov.
Kesimpulan
Penderita ISK komplikata yang diobati dengan fluorokuinolon (siprofloksasin atau levofloksasin) yang dan secara klinis dinyatakan sembuh temyata 18,6% dan 13,8% bakteri penyebabnya resisten pada pengobatannya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldi
"Tuberkulosis dengan resisten ganda obat (MDR-TB) semakin meningkat dan menjadi perhatian kesehatan masyarakat di berbagai helahan dunia, terutama di negara berkembang dimana kasus ini banyak terjadi. Data dan 52 negara yang dilaporkan oleh WHO melalui glohal project on tuherculosis drug resistance surveillance menunjukkan prevalensi MDR -TB mempunyai median 1. 8 % (antara 0 sampai 18.1 %) dan 11.1 % (antara 2.9 sampai 40.8 %) untuk strain resisten pada setiap obat. Data mengenai resistensi Mycobacterium tuberculosis khususnya data MDR-TB di Indonesia masih terbatas. Metode standar untuk menguji kepekaan Mycobacterium tuberculosis seperti metode proporsi atau rasio resistensi telah banyak digunakan secara luas namun bergantung pada medium padat dan memakan waktu yang lama. Sedangkan metode BACTEC 460 memherikan hasil yang cepat namun memerlukan peralatan yang banyak dan biaya yang mahal. Pada penelitian ini kami menguji 41 isolat klinik dari pasien MDR-TB menggunakan metode DSCP. Metode DSCP menggunakan 25 sumur yang herisi medium Middlehrook 7HI0 yang mengandung obat antituberkulosis lini kedua dengan berbagai konsentrasi. Obat antituberkulosis lini . kedua : sikloserin (CYC), prothionamid (PAM), amikasin (AMK), siprofloksasin (CIF), klofazimin (CLZ), klaritromisin (CLM), rifabutin (RIB), dan ofloksasin (OFX). Hasil dan Kadar Hambat Minimum (KHM) obat dibaca antara hari ke 12 sampai 19. Hasil pengujian 41 isolat dengan metode DSCP didapatkan angka resistensi : Rifabutin (31.7 %), klaritromisin (2l.9 %), sikloserin (17.0 %), klofazimin (14.6 %), amikasin (12.1 %), prothionamid (9.7 %), siprofloksasin (9.7 %), dan ofloksasin (7.3 %) . . ? Resistensi primer MDR-TB 4 isolat (9.75 %), resistensi sekunder MDR-TB 37 isolat (90.75 %). Resistensi 1 jenis obat 6 isolat (14.2 %), resistensi 2 jenis obat 20 isolat (48.7 %), resistensi lebih dari 3 jenis obat 1 isolat (2.4 %). Metode DSCP memberikan basil yang jelas ,mudah distandarisasi, cepat dan menunjukkan KHM yang terinci.

Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) is an increasing public health concern in many parts of the world, especially in developing countries where most cases occur. Data from 52 countries in the World Health Organizations global project on tuberculosis drug resistance surveillance shows a median prevalence of 1.8 % (range 0 to 18.1 %) for MDR-TB strains and 11.1 % (range 2.9 to 40.8 %) for strains with any drug resistance. Data on drug resistance of Mycobacterium tuberculosis especially MDR-TB in Indonesia are very limited. Standard methods for drug susceptibility testing of Mycobacterium tuberculosis, such as the proportion method or resistance ratio method, are used generally but depend on culture on solid media and therefore time-consuming. The BACTEC 460 method is faster but demands costly equipment and expensive. In this study we examined 41 clinical isolates from patients with MDR-TB by Drug Susceptibility Culture Plate (DSCP) method. DSCP use 25 wells plate filled with Middlebrook 7HIO medium containing serial dilution of second line antituberculosis drugs. Second line antituberculosis drug: Cyclose~ne (CYC), Prothionamid (PAM), Arnikacin (AMK), Ciprofloxacin (ClP), Clofazimin (CIZ), Claritromycin (CLM), Rifabutin (RIB), and Ofloxacin (OFX). The result and MIC values are read within 12 - 19 days. Result from 41 isolates that have been tested by DSCP method showed resistance to : Rifabutin, claritromycin, cycloserine, clofazimin, amikacin, prothionamid, ciprofloxacin , and ofloxacin were 31.7%, 21.9%, 17.1%, 14.6%, 12.2%, 9.7%, 9.7%, and 7.3% respectively. Primary resistance MDR-TB was 4 isolates (9.75 %) and secondary resistance MDR-TB was 37 isolates (90.75 %). Resistance to 1 drug was 6 isolates (14.2 %), resistance to 2 drugs was 20 (48.7 %) and resistance more 3 drugs was 1 (2.4 %). DSCP method potentially gives better result as it can be very well standardized, faster and provides detailed MIC (Minimal Inhibitory Concentration) values."
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran, 2007
T59058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library