"Kemitraan kota kembar
(sister city) pertama kali diusung setelah Perang Dunia II dengan tujuan untuk meningkatkan rasa saling pengertian dan meningkatkan perdamaian internasional pasca perang. Kemitraan
sister city dapat dikategorikan sebagai bentuk dari Diplomasi Publik dari suatu negara. Pada era modern, kemitraan
sister city memiliki tujuan yang lebih luas, seperti pengembangan perekonomian, pertukaran teknologi, dan pertukaran budaya. DKI Jakarta dan Beijing menandatangani MoU mengenai kemitraan
sister city pada 4 Agustus 1992, sejak saat itu kedua kota secara aktif melakukan kerja sama di berbagai bidang. Dengan terjalinnya
sister city antara DKI Jakarta dan Beijing tentu membuka peluang terhadap adanya kontak langsung antar masing-masing penduduk, hal inilah yang disebut dengan
people-to-people contact. Artikel ini menganalisis peluang dan tantangan yang ada dalam kemitraan
sister city Jakarta-Beijing, sebagai bentuk dari Diplomasi Publik Cina. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
people-to-people contact dalam
sister city Jakarta-Beijing berperan secara efektif dalam Diplomasi Publik Cina, dan mengidentifikasi apa saja peluang dan hambatan dari kemitraan ini. Penulis menggunakan metode kualitatif serta melakukan teknik pengumpulan data dengan wawancara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
people-to-people contact dalam
sister city Jakarta-Beijing, belum efektif dalam dan berperan signifikan dalam mendorong hubungan masyarakat dari kedua kota.
Sister city first coined after World War II with an aim to enhance mutual understanding and post-war international peace. Sister city can be categorized as a form of public diplomacy of a country. In the modern era, sister city has a wider purpose, such as economy development, technological exchange, and cultural exchange. DKI Jakarta and Beijing signed an MoU regarding to
sister city on August 4
th, 1992 and since then both cities actively cooperate in many fields. With the establishment of
sister city between DKI Jakarta and Beijing, it provides an opportunity towards direct contact between each citizen, and this is called as people-to-people contact. This article reanalyses the opportunity and challenges that appear from the Jakarta-Beijing
sister city as a form of China Public Diplomacy. The purpose of this study is to find out the effectiveness of
people-to-people contact in Jakarta-Beijing sister city within China Public Diplomacy and to identify what are the opportunities and challenges within this partnership. Qualitative is the method of this study and interviews are used to gather the data. This study concludes that people-to-people contact in the sister city of Jakarta-Beijing has not been effective in and has not played a significant role in promoting public relations between the two cities."