Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifandi Septiawan Nugroho
"Kamp interniran merupakan ruang pengasingan penduduk sipil Eropa yang dipakai oleh Jepang sejak menduduki Indonesia pada Maret 1943. Kamp interniran dibuat dengan menduduki dan meminjam ruang-ruang yang sudah ada sebagai media politik ingatan Jepang, dengan memisahkan penduduk lokal dari pengaruh Belanda pada ruang sosial sehari-hari. Di Kesilir, Jepang membuat kamp interniran dengan mengubah wilayah perkampungan dan perkebunan era kolonial sebagai eksperimen desa mandiri untuk penduduk Eropa. Perubahan ruang eksisting ke kamp interniran menjadikan ruang sosial kamp interniran Kesilir sebagai ruang liminal, yakni ruang di antara dua keadaan: lama dan baru, pemisahan dan penggabungan, temporer dan permanen. Studi ini bertujuan melihat hubungan antara arsitektur, politik ingatan, dan liminalitas di kamp interniran Kesilir. Sebagai tempat persilangan penduduk di masa akhir kolonial, kamp interniran Kesilir menjadi arena tumbuhnya subjektivitas dan ambiguitas ingatan kolektif. Kamp interniran Kesilir menjadi instrumen penting untuk mengidentifikasi arsitektur dalam konteks dinamika perubahan sosial penduduk pada masa akhir kolonial di Indonesia. Arsitektur kamp interniran Kesilir berperan sebagai aparatus pemisahan, pendisiplinan, dan kontrol, di saat yang bersamaan menjadi tempat interaksi sosial, transaksi, dan negosiasi. Penelusuran memori di kamp interniran membutuhkan analisis gambaran lingkungan visual, kehidupan sosial, dan politik propaganda Jepang yang terjadi baik di dalam maupun luar kamp interniran. Untuk melakukan itu, penelitian ini mencoba menggabungkan studi arsip arsitektur, studi lapangan, dan studi literatur teori memori kolektif dan ruang liminal.

The internment camp was an exile space for European civilians used by the Japanese military government when occupying Indonesia in March 1943. The internment camp was created by occupying and borrowing existing spaces as a medium for Japanese's politics of memory, by separating the residents from the Dutch influence on everyday social space. In Kesilir, the Japanese created internment camps by converting colonial-era settlements and plantations into self-sufficient village experiments for European residents. The change from the existing space to an internment camp makes the social space of the Kesilir internment camp a liminal space, the space in between two conditions: old and new, separation and incorporation, temporary and permanent. This study examines the relationship between architecture, memory politics, and liminality in the Kesilir internment camp. As an intersection place of people in the late colonial period, the Kesilir internment camp became an arena for the extension of subjectivity and ambiguity of collective memory. The Kesilir internment camp became an important instrument for identifying architecture in the context of the dynamics of social change in the population during the late colonial period in Indonesia. The architecture of the Kesilir internment camp acts as an apparatus of separation, discipline and control, at the same time as a place of social interaction, transactions and negotiations. Tracing memories in internment camps requires an analysis of the visual environment, social life, and Japanese propaganda politics that took place both inside and outside the internment camp. Thus, this research combines architectural archival studies, field studies, and literature studies of the theory of collective memory and liminal space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikrar Raksaperdana
"Arsitektur dan karantina idealnya saling melengkapi untuk membentuk sebuah tujuan medis dan/atau terapeutik. Namun terdapat kondisi khusus dalam Pusat Karantina Pulau Onrust, di antaranya adalah tensi tinggi antara pihak pengawas karantina (orang Eropa) dan yang dikarantina (jemaah haji), ditambah dengan kebijakan ibadah haji Hindia Belanda yang mengawasi seluruh aspek dari ibadah haji, termasuk aspek non-medis dari jemaah haji. Kondisi ini tentunya berpengaruh terhadap gubahan arsitektural di Pusat Karantina Pulau Onrust, yang akhirnya memerlukan "Disiplin dan Hukuman" (Foucault, 1977) sebagai payung teoritis utama, untuk melihat apakah disiplin dan hukuman mendominasi fungsi utama (karantina) dari arsitektur Pusat Karantina Pulau Onrust? Bagaimana disiplin dan hukuman tercermin dalam arsitektur Pusat Karantina Pulau Onrust? Disiplin dan hukuman dalam arsitektur mencoba melakukan identifikasi pada pembentukan sebuah "ruang pengawasan" dalam rangka melancarkan mekanisme disiplin dalam sebuah institusi. Tesis ini menemukan bahwa penerapan disiplin dan hukuman dalam arsitektur dan ruang pengawasan di Pusat Karantina Pulau Onrust dapat teridentifikasi dari gubahan ruang pada skala makro hingga mikro; dari pembentukan pelingkup ruang, penciptaan partisi ruang yang memisahkan setiap pengguna, hingga modifikasi visibilitas ruang di setiap zona. Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan bahwa disiplin dan hukuman lebih mendominasi fungsionalitas dan fitur-fitur medis dalam arsitektur Pusat Karantina Pulau Onrust. 

Architecture and quarantine ideally complement each other to form a medical and/or therapeutic purpose. However there were special conditions in the Onrust Island Quarantine Station, among them were high tension that happened between quarantine supervisors (Europeans) and those who were quarantined (hajj pilgrims), coupled with the Dutch East Indies pilgrimage policy that supervised every aspects of the pilgrimage including the pilgrims non-medical aspects. This condition certainly affected the Onrust Island Quarantine Station architectural composition, thus eventually requires "Discipline and Punish" (Foucault, 1977) as the main theoretical basis, to see whether discipline and punish dominated the main (quarantine) function of the Onrust Island Quarantine Station architecture? How were discipline and punish reflected in the architecture of the Onrust Island Quarantine Station? In context of architecture, discipline and punish attempt to identify the establishent of a "surveillance space" in order to expedite the disciplinary mechanism in an institution. This thesis finds that the application of discipline and punish in the architecture and the surveillance space of the Onrust Island Quarantine Station can be identified from the spatial composition in macro to micro scales; from the creation of space enclosures, the creation of spatial partitions that separated each users, up to the modifying of space visibility in each zone. The result of overall analysis shows discipline and punish domination over functionality and medical features in the architecture of the Onrust Island Quarantine Station. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library