Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Latif Sugandakusumah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
S2066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linawati Hambali
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1978
S2123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Oktavianto S.K.
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagian besar waktu dalam kehidupan manusia dilewatkan dalam sebuah keluarga. Keluarga, bag! kebanyakan orang merupakan lingkungan yang pertama yang ditemui dalam hidupnya sekaligus merupakan yang terdekat dan terpenting. Sejak dari bayi hingga menjadi dewasa mereka berada dalam keluarga. Membangun sebuah keluarga bermula dari upacara perkawinan. Perkawinan merupakan aspek dasar terbentuknya keluarga.

Menjalani sebuah perkawinan bukan merupakan suatu hal yang mudah. Dibutuhkan penyesuaian pada suami-istri dalam sebuah perkawinan yang berlangsung secara terus menerus. Penyesuaian perkawinan berhasil apabila kriteria-kriterianya dapat terpenuhi. Adapun kriteria-kriteria penyesuaian perkawinan menurut Burgess&Locke (dalam Miller, 1985) adalah adanya kesesuaian pendapat antara suami dan istri, adanya minat dan kegiatan bersama, adanya ungkapan kasih sayang dan rasa saling percaya, memiliki sedikit keluhan dan tidak memiliki perasaan sepi, sedih, marah, dan semacamnya. Semakin banyak kriteria-kriteria yang terpenuhi semakin berhasil penyesuaian perkawinan itu. Situasi terburuk dalam sebuah perkawinan adalah gagalnya perkawinan. Hal ini ditandai dengan perceraian.

Munculnya perceraian biasanya diawali dengan tidak adanya kesesuaian antara suami dan istri dalam hal-hal yang bagi masing-masing sulit untuk dapat diterima. Perceraian merupakan puncak buruknya penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1980). Menurut Duvall& Miller (1985) perceraian seringkali didahului oleh pertengkaran-pertengkaran yang bersifat destruktif antara suami-istri. Hal ini oleh Goleman (1995) dihubungkan dengan kecettidsan emosi. Kecerdasan emosi dapat meningkatkan kemungkinan pada pasangan suami-istri untuk dapat

Rasa terima kasih yang begitu besar ingin penulis sampaikan kepada Dra. Adriana Soekandar dan Dra. Kristi Poerwandari atas saran dan kritik yang tak ternilai harganya sejak awal hingga akhir pembuatan skripsi.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada para responden yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Untuk Metty, Marcellajntan, dan Paula penulis secara khusus ingin menyampaikan rasa terima kasih atas saran-saran yang diberikan ketika penulis menghadapi kesulitan-kesulitan. Kepada Stefan, Tya, Lia, Susan dan Marcel, terima kasih atas dorongan semangat dan bantuan kalian.

Buat Anton dan Dandy, thank's for your help pall Untuk Bobby, John, dan Daniel, thank's atas dorongan semangatnya.

At this moment I would like to express my gratitude to Prof. Jack Mayer, Prof. Salovey, and Mr. Steve Hein. I just wanna tell you that I really appreciate your help and your time. Your advise and suggestion made me able to finish my thesis (skripsi), finally.

Tak lupa penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada para staf pengajar, karyawan Tata Usaha, dan karyawan perpustakaan, serta seluruh rekan-rekan di Fakultas Psikologi Ul yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
1992
S2124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkie Arthasari
Abstrak :
Adanya kenyataan orangtua menderita penyakit serius merupakan salah satu jenis krisis kehidupan yang dialami anak, terlebih bila penyakit tersebut beresiko terhadap kematian. Penyakit kanker payudara adalah salah satu penyakit kronis yang masih sulit disembuhkan, yang merupakan salah satu penyebab utama kematian pada wanita usia 35 sampai 54 tahun. Pandangan umum masih menganggap penyakit ini dapat mengancam kehidupan seseorang. Oleh karenanya disamping memiliki dampak psikologis bagi penderita kanker payudara juga berdampak pada keluarga.

Penyakit serius yang berakibat kematian membawa dampak emosional bagi keluarga, terutama pasangan dan anak. Sejumlah penelitian menemukan adanya dampak emosional dari penyakit kanker payudara terhadap anak. Reaksi emosi yang timbul pada anak disebabkan oleh adanya ketakutan mengenai kematian, adanya perubahan situasi dan gangguan peran serta rutinitas keluarga. Dampak ini tidak terlepas dari tahapan usia anak dan juga jenis kelamin anak. Pada keluarga dengan anak remaja yang masih tinggal di rumah, penyakit serius yang diderita orangtua dapat menyebabkan terhambatnya pencapaian tugas perkembangan dan kebutuhan anak karena anak menjadi terikat dengan keiuarga dan menjadi pengganti peran orangtua yang sakit. Hal ini disebabkan oleh adanya disfungsi peran dari ibu dalam keluarga akibat menderita penyakit serius. Pada keluarga yang memiliki anak perempuan, penyakit kanker payudara yang masih dipandang menurut secara genetik dapat mengakibatkan adanya kecemasan pada anak perempuan akan menderita penyakit yang sama. Disamping itu anak perempuan juga dapat terbebani oteh peran merawat orangtua dimana sampai saat ini dalam masyarakat masih memandang bahwa kewajiban menjadi pelaku rawat dari orangtua adalah kewajiban anak perempuan.

Dampak dari kondisi ibu yang menderita penyakit kanker payudara membawa perubahan pada situasi dan tuntutan kehidupan sehari-hari dari anak remaja perempuan. Perubahan situasi dan tuntutan dalam hidup menimbulkan reaksi emosi pada anak dan membutuhkan penyesuaian dari anak. Reaksi emosi dan penyesuaian anak remaja perempuan terhadap kondisi ibu yang menderita penyakit kanker payudara tidak terlepas dari faktor pribadi dan faktor lingkungan dari individu.

Secara psikologis penyakit kanker payudara bukan hanya berdampak pada penderita namun juga keluarga, khususnya anak remaja perempuan, oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai dampak dari penyakit kanker payudara terhadap keluarga khususnya anak remaja perempuan. Penelitian ini ingin menelaah mengenai reaksi emosi dan penyesuaian anak remaja perempuan terhadap kondisi ibu yang menderita penyakit kanker payudara melalui peninjauan teori Emosi dan Penyesuaian.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dimana pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam. Wawancara dilakukan pada responden yang berjumlah 5 orang dengan karakteristik anak perempuan dari penderita kanker payudara yang berada pada tahapan usia remaja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya anak menampilkan reaksi emosi negatif terhadap kondisi-kondisi yang ditemuinya pada situasi keluanga dengan ibu yang menderita kanker payudara. Terdapat beberapa faktor pribadi dan lingkungan yang berpengaruh pada timbulnya reaksi emosi tersebut. Disamping itu ditemukan adanya usaha penyesuaian responden terhadap perubahan situasi dan tuntutan dimana variasi usaha dan kemampuan responden dalam melakukan penyesuaian dipengaruhi oleh strategi coping yang khas dan masing-masing individu dan adanya faktor yang mendukung dan menghambat usaha penyesuaian pada individu. Mengingat penelitian ini masih merupakan penelitian awal dan bersifat sangat khusus bila ditinjau dari karakteristik responden, maka disarankan untuk melakukan penelitian Ianjutan dan penelitian sejenis dengan karakteristik subjek yang berbeda untuk memperkaya pembahasan mengenai dampak penyakit kanker payudara terhadap keluarga. Pendekatan psikologis dengan bantuan konselor disarankan untuk rnembantu anggota keiuarga dan penderita untuk melakukan proses penyesuaian diri, yaitu agar mampu menerima kenyataan hidup, memperbaiki komunikasi dan keterbukaan dalam keluarga, memperoleh dukungan sosial dari Iingkungan dan memperoleh informasi selengkap-Iengkapnya mengenai penyakit kanker payudara.
1998
S2041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esty Nimita Tejawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yayuk Handayani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sundari
Abstrak :
Kematian pasangan hidup menimbulkan krisis dalam kehidupan yang dapat menimbulkan stress. Janda yang ditinggalkan harus belajar untuk menyesuaikan seluruh aspek kehidupannya. Ia juga harus mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul setelah suaminya meninggal. Ia perlu melewati tahap-tahap berkabungnya agar dapat menemukan identitasnya yang baku sebagai janda dan memulai kehidupannya sesuai identitas barunya itu. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang janda untuk menyesuaikan diri dengan masa berkabungnya. Karena beratnya stress yang ditimbulkan oleh kematian pasangan ini dan penyesuaian diri yang perlu dilakukan, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri ini, agar pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu para janda untuk menyesuaikan diri. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri janda terhadap masa berkabungnya, oleh karena itu perumusan masalahnya adalah : Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penyesuaian diri janda terhadap masa berkabungnya ? Subyek dalam penelitian ini bsrjumlah delapan orang, semuanya adalah wanita berusia 40 sampai 65 tahun yang suaminya telah meninggal selama kurang dari enam tahun. Untuk pengambilan data digunakan in-depth interview agar dapat diperolah data yang kaya bagi tiap subyek. Sedangkan untuk analisanya digunakan teknik analisa yang diadaptasi dari teknik analisa life history. Analisa terhadap data yang diperoleh dari wawancara kedelapan subyek menunjukkan bahwa pada awal masa menjanda faktor yang memegang peran adalah penyebab kematian suami yang akan berdampak pada kesiapan janda menjalani kehidupan barunya. Setelah bebarapa lama ia manjanda, dukungan teman atau keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk membantunya menyesuaikan diri, disamping kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari. Untuk penelitian lanjutan dapat disarankan penelitian dengan subyek yang mempunyai karakteristik yang bervariasi dimana karakteristik tersebut berkaitan dangan faktor-faktor yang berpengaruh. Selain itu dapat pula dilakukan penelitian terhadap para duda agar dapat dilihat perbedaan dan persamannya dengan para janda.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S2448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilita Putrinda
Abstrak :
ABSTRAK
Pesatnya laju pembangunan menuntut sumber daya manusia yang berkualitas, sebagai pelaku pembangunan. Sumber daya yang berkualitas ini diperlukan untuk menjamin kelangsungan proses pembangunan menuju kemajuan demi mengantisipasi persaingan nasional dan internasional dalam era globalisasi. Bidang hubungan masyarakat telah berkembang sejalan dengan perkembangan dunia usaha itu sendiri. Bidang ini lahir dari kebutuhan dari perusahaan, untuk mengadakan hubungan yang baik dengan publiknya yang dipicu oleh adanya masalah-masalah yang dapat merugikan perusahaan. Sifat dan pekerjaan hubungan masyarakat yang senantiasa melibatkan penilaian publik, menimbulkan kondisi dimana para petugas yang menjabat sebagai petugas hubungan masyarakat memiliki peran sebagai wakil dan manifestasi dan perusahaan itu sendiri. Tingkah Iaku petugas humas menjadi cermin dari perusahaan itu sendiri. Mereka harus selalu memberikan kesan yang baik dan positif kepada publiknya, agar perusahaan mereka mendapat dukungan dari publik. Dukungan dan opini yang positif dari publik akan menjamin kelangsungan usaha. Oleh karena itu para petugas hubungan masyarakat dalam melakukan pekerjaannya terlibat dalam upaya presentasi diri untuk mendapatkan kesan positif.

Meski tujuan hubungan masyarakat dan fungsi petugasnya sudah cukup jelas, namun masih ditemukan masalah-masalah kehumasan yang diakibatkan oleh tindakan petugas hubungan masyarakat yang dapat merugikan perusahaan misalnya dengan mengabaikan masalah yang ada. Artinya mereka tidak berhasil melakukan presentasi diri yang baik, sehingga menimbulkan masalah. Masalah presentasi diri menjadi penting untuk dikaji demi untuk peningkatan kualitas petugas hubungan masyarakat itu sendiri.

Penelitian ini ingin menelaah lebih jauh presentasi diri para petugas hubungan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran diri publik yang mereka miliki. Kesadaran diri publik membuat individu memberikan perhatian terhadap aspek dirinya yang terlihat oleh orang lain. Individu dengan kesadaran diri publik tinggi peduli terhadap pendapat orang lain mengenai dirinya dan bagaimana dirinya terlihat oleh orang Iain. Kesadaran diri publik yang tinggi ini membuat individu senantiasa peka terhadap pandangan orang Iain mengenai dirinya sehingga mereka berusaha untuk tampil baik dan orang lain memperoleh kesan positif mengenai dirinya. Kesadaran diri publik membagi individu menjadi memiliki kesadaran diri publik tinggi dan rendah. Sedangkan presentasi diri membagi individu yang memiliki presentasi diri positif dan negatif. Pada penelitian ini ingin dilihat hubungan antara perbedaan individual dalam kesadaran diri publik para petugas hubungan masyarakat sektor komersial dengan presentasi dirinya. Apakah ada hubungan antara kesadaran diri publik dan presentasi diri para petugas hubungan masyarakat sektor komersial.

Subyek yang dipilih dalam penelitian ini adalah para petugas hubungan masyarakat yang masih menjabat, bekerja di sektor komersial (perusahaan), dan memiliki masa kerja diatas 6 bulan. Teknik pengambilan sampel adalah teknik aksidental sampling, dimana subyek diambil berdasarkan kemudahan pengambilannya dan kebutuhan penelitian saja. Alat yang digunakan berupa kuesioner yang berisikan skala kesadaran diri publik dan pertanyaan terbuka sekitar situasi kehumasan.

Hasil yang diperoleh adalah, para petugas hubungan masyarakat sektor komersial memiliki kesadaran diri publik yang tinggi. Sementara itu presentasi diri yang mereka tampilkan cenderung negatif. Tidak ada hubungan yang berarti antara kesadaran diri publik dan presentasi diri para petugas hubungan masyarakat sektor komersial.
1997
S2537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prajnya Ratnamaya Notodisuryo
Abstrak :
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) adalah konsep multi-dimensional mengenai sejauh apa seseorang menjalankan fungsi-fungsi psikologisnya secara positif. Berdasarkan teori kesehatan mental, teori psikologi perkembangan, dan unsur-unsur gerontologi, Ryff mengemukakan 6 dimensi yang tercakup daiam kesejahteraan psikologis, yaitu 1) Penerimaan Diri (Self- Acceptance), yang mengacu kepada bagaimana individu menerima diri dan pengalamannya, 2) Hubungan interpersonal (Positive Relation with Others), yang mengacu pada bagaimana individu membina hubungan dekat dan saling percaya dengan orang lain, 3) Otonomi (Autonomy), yang mengacu pada kemampuan individu untuk Iepas dari pengaruh orang Iain dalam menilai dan memutuskan segala sesuatu, 4) Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery). yang mengacu pada bagaimana kemampuan individu menghadapi hai-hai di lingkungannya, 5) Tujuan Hidup (Purpose in Life), yang mengacu pada hal-hal yang dianggap penting dan ingin dicapai individu dalam kehidupan, serta 6) Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth), yang mengacu pada bagaimana individu memandang dirinya berkaitan dengan harkat manusia untuk selalu tumbuh dan berkembang. Ada beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan dimensi-dimensi ini, yaitu: faktor demografis, daur hidup keluarga, dukungan sosial, serta evaluasi dan penghayatan terhadap pengalaman tertentu. Menurut Ryff (1995), evaluasi dan penghayatan terhadap pengalaman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis. Menurutnya, untuk dapat memahami kesejahteraan psikologis seseorang, perlu pemahaman terhadap pengalaman individu tersebut di masa lalu, dan memahami bagalmana individu tersebut mengevaluasi dan menghayati pengalamannya. Dengan adanya perbedaan dalam evaluasi dan penghayatan tersebut maka dapat saja terdapat perbedaan gambaran kesejahteraan psikologis pada individu-individu yang memiliki pengalaman sama. Menurut Ryff (1995), pengalaman yang berpotensi mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah pengalaman-pengalaman yang dipandang individu sangat mempengaruhi komponen-kemponen kehidupannya. Perceraian orang tua diasumsikan memilikl karakteristik seperti itu. Menurut Holmes & Rahe (dalam Carter & McGoldrick, 1989) perceraian menempati urutan kedua dalam skala pengalaman hidup yang paling menimbulkan stres. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa perceraian orang tua dapat membuat anak memburuk prestasi sekolahnya, memiliki self esteem yang rendah, maupun menunjukkan kenakalan remaja (Papalia & Old, 1993; Roe, 1994). Walaupun demikian, dewasa ini ditemukan pula bahwa perceraian orang tua dapat juga menimbulkan dampak positif, seperti melecut anak menjadi lebih mandiri atau mengembangkan hubungan interpersonal yang sehat dengan orang lain karena tidak ingin mengulangi pengalaman orang tuanya (Ellis dalam Roe, 1994). Hubungan interpersonal, prestasi sekolah, dan lain-lain hal yang disebutkan di atas merupakan bagian dari dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu penelitian ini diadakan untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai kesejahteraan psikologis pada anak-anak dari keluarga bercerai. Kesejahteraan psikologis baru dapat diamati pada tahap usia dewasa. karena dimensi-dimensinya mencakup tugas-tugas perkembangan orang dewasa. Perbedaan jenis kelamln juga menunjukkan adanya perbedaan gambaran kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri terhadap perceraian orang lua. Untuk membatasi masalah, dalam penelitian ini digunakan hanya sampel perempuan saja. Pengaruh perceraian orang tua dikatakan paling sulit diatasi bila perceraian terjadi saat anak berusia remaja atau pra-remaja. Dengan demikian, sampel yang digunakan berkarakteristik utama: perempuan dewasa muda (22-28 tahun), dan orang tuanya bercerai ketika usia pra-remaja atau remaja (9-18 tahun). Karena sampel yang digunakan adalah perempuan, maka dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis pun dikaitkan dengan karakteristik perempuan. Evaluasi dan penghayatan pengalaman mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis melalui 4 mekanisme: 1) Perbandingan Sosial (social comparison) dimana individu membandingkan diri dan pengalamannya dengan orang lain; 2) Perwujudan Penghargaan (Reflected Appraisal), yaitu bagaimana individu mempersepsikan sikap dan harapan orang di Iingkungan terhadap dirinya; 3) Persepsi Perilaku (Behavioural Perception), yaitu bagaimana individu memandang diri dan perilakunya dibandingkan sikap dan harapan umum; serta 4) Pemusatan Psikologis (Psychological Centrality) seperti yang telah dijabarkan di atas, yaitu sejauh apa suatu pengalaman dianggap individu mempengaruhi komponen kehidupannya. Selain itu disebutkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis, yaitu dukungan sosial dan daur hidup keluarga. Daur hidup keluarga adalah peran, sikap, harapan, dan tanggung jawab baru yang diterima anggota keluarga setelah adanya suatu pengalaman yang mengubah struktur keluarga tersebut. Dalam hal ini, daur hidup dikaitkan dengan tahap-tahap yang dilalui sebuah keluarga menjelang perceraian hingga mencapai struktur keluarga yang normal lagi. Di dalamnya tercakup konflik antar orang tua, bagaimana penyesuaian diri anak dan orang tua, dan sebagainya. Sedangkan dukungan sosial adalah persepsi individu mengenai dukungan lingkungan terhadap dirinya, yang ternyata dapat disalukan pengertiannya dengan mekanisme perwujudan penghargaan. Bagaimana pengaruh faktor-faktor ini terhadap kesejahteraan psikologis akan dilihat pula melalui penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan metode kualitalif, dengan wawancara sebagai pengumpul data. Keabsahan penelitian ini dijaga dengan menggunakan metode triangulasi, balk teori maupun pengamat. Sedangkan keajegannya dijaga dengan dibuatnya pedoman wawancara yang sesuai. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 5 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis perempuan dewasa muda yang mengalami perceraian orang tua adalah baik (penerimaan diri), cukup baik (hubungan interpersonal), cenderung baik (otonomi, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi), serta kurang (penguasaan lingkungan). Perceraian orang tua tampak terutama mempengaruhi dimensi hubungan interpersonal dan tujuan hidup. Seharusnya kedua dimensi ini berfungsi baik, namun ternyata perempuan dewasa muda yang mengalami perceraian orang tua cenderung takut membina hubungan dekat dengan lawan jenis, apalagi memikirkan pernikahan. Sedangkan kurangnya penguasaan lingkungan dapat dikatakan sebagai hal yang wajar, sesuai dengan hasil penelitian Ryff sebelumnya. Mekanisme perwujudan penghargaan (terutama yang positif/dukungan sosial) serta pemahaman atas konflik merupakan faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis. Sedangkan pemusatan psikologis secara mengejutkan ternyata dalam penelitian ini kurang mempengaruhi pembentukan kesejahteraan psikologis. Faktor demografis, yang dikatakan dapat diabaikan karena sumbangannya yang sangat kecil terhadap kesejahteraan psikologis, ternyata dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang cukup besar. Urutan kelahiran sebagai anak pertama pada 4 dari 5 subyek terlihat mempengaruhi pembentukan dimensi otonomi. Demikian pula dengan faktor lingkungan budaya. Sedangkan latar belakang pendidikan psikologi terlihat dapat mendukung dimensi penerimaan diri responden. Faktor kepribadian yang pada awalnya tidak disebutkan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh, juga menunjukkan pengaruh besar terhadap pembentukan kesejahteraan psikologis. Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang memiliki sedikit andil terhadap pembentukan dimensi-dimensi tertentu, seperti faktor stimulasi lingkungan yang turut mempengaruhi dimensi pertumbuhan pribadi dan faktor besar-kecilnya resiko kesempatan yang turut mempengaruhi dimensi penguasaan lingkungan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2671
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>