Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumarwati Kramadibrata Poli
"Latar Belakang Masalah
Pembahasan atau kajian mengenai wanita pada masa kini makin banyak dilakukan dan diterbitkan hasilnya. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan yang dicapai oleh wanita itu sendiri, khususnya pengarang wanita yang berusaha untuk menyuarakan masalah yang selama ini dihadapi kaumnya dalam keberadaannya di dunia.
Pada waktu hak dan kesempatan bagi wanita dan pria mulai menjadi kenyataan, muncul masalah yang justru menghambat masing-masing dalam memanfaatkan kebebasan dan peluang yang ada, yaitu memilih peran yang ingin dijalaninya dan kedudukannya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Salah satu alasan yang cukup mendasar dari munculnya masalah ini mungkin merupakan akibat dari kesenjangan yang ada antara aspirasi baru dan gambaran tradisional, yang mau tak mau masih melekat pada diri kita sendiri, baik wanita maupun pria.
Penampilan wanita dalam masyarakat memainkan peranan penting dalam membentuk konsep keberadaan dan citra wanita. Penampilan ini ditentukan oleh gambaran yang dimiliki oleh para anggota masyarakat sendiri. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah bagaimanakah gambaran tentang wanita itu sendiri mengingat gambaran itu erat kaitannya dengan peran dan kedudukannya dalam lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat. Konsep citra sendiri mengacu pada beberapa pengertian. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:192) mengatakan:
"Citra adalah gambaran yang dimiliki oleh orang banyak mengenai pribadi, orang, atau produk".
Penjelasan Noerhadi mengenai citra dihubungkan pada self concept atau self image. Penanggapan pada diri sendiri (pribadi) bisa terjadi karena intuitif, bisa juga sebagai hasil refleksi. "Citra" adalah suatu abstraksi dari penggambaran yang diwarnai rasa dan penghayatan (Noerhadi, 1981:54-56).
Definisi yang diberikan Noerhadi tidak jauh berbeda dari apa yang diuraikan oleh Lauwe dalam La Femme dans la Societe. Lauwe berpendapat bahwa gambaran tentang wanita harus dikaitkan dengan perilaku, situasi dan status wanita dalam kehidupan sosial. Selain dari pada itu, gambaran tentang wanita erat kaitannya dengan persepsi, representasi diri dan kesadaran diri yang memungkinkan setiap individu menangkap ketiga unsur ini lalu bila diperlukan, mengubahnya. Jadi, gambaran tentang wanita diperoleh dari gabungan unsur-unsur yang berbeda itu (1967:20-40).
Dengan demikian pendapat Lauwe menyiratkan adanya hubungan ketergantungan antara gambaran atau citra wanita dan cara pandang serta cara menampilkan diri di dalam masyarakat, di samping dengan pengalaman dan imajinasi atau bayangan rekaan yang muncul dari pengalaman tersebut.
Selanjutnya Lauwe mengatakan bahwa representasi atau penampilan diri dikondisikan oleh aturan-aturan bersikap yang berlaku dalam lingkungannya, oleh kebutuhan moral dan aspirasi pribadi masing-masing (wanita) (1967:1oc.cit).
Bahwa ada perubahan atau tidak, gambaran mengenai wanita ini tampaknya harus dikaitkan dengan cara memandang masalah tersebut. Ini berarti menyangkut masalah nilai-nilai dan moralitas. Dalam hal ini pengertian nilai-nilai atau values mengacu pada definisi Clyde Kluckhohn yang dikutip N. Reascher dalam bukunya An Introduction to The Theory of Values:
"A value is a conception, explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of the desirable which influences the selection from available means and ends of actions"(1969: 2)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
D271
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrina
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan telaah terhadap konstruksi identitas berdasarkan subjektivitas dan agensi yang diberikan pada tokoh Lupus dalam empat buku serial Lupus yaitu 1) Interview with the Nyamuk, 2) Mission Muke Tebel, 3) Gone with the Gossip dan 4) The Lost Boy. Seral Lupus dipilih karena serial ini merupakan bacaan remaja yang digemari remaja dan mampu bertahan lama di pasaran. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan perihal bagaimana identitas Lupus dibentuk, dan apa dan bagaimana keterkaitannya dengan kondisi sosial-budaya saat karya tersebut diciptakan.
Pertanyaan tersebut dijawab melalui analisis teks dan kajian budaya. Analisis teks mengidentifikasi adanya posisi Lupus sebagai subjek dan agen pada tepian tiga konteks yaitu kelas sosial, etnisitas dan gender yang melahirkan posisi-antara bagi Lupus. Melalui posisi-posisi diantara kelas atas dan kelas bawah, tepian dunia global dan dunia lokal juga di tepian maskulinitas kelaki dewasa, Lupus dikembangnkan menjadi identitas yang mudah diterima oleh remaja kebanyakan dan disukai juga dikagumi karena keberhasilannya mendekati pusat-pusat konteks yang secara umum didambakan oleh para remaja. Keberhasilan Lupus bergerak sangat ditentukan oleh perilaku keberaksaraannya (kegemaran membaca dan menulis), kemampuan berbahasa Inggris dan perilaku cuek yang mengejawantah dalam sikap berani mencoba dan tak takut gagal.
Walaupun demikian, Lupus sebagai teks bukanlah teks yang kritis karena kecenderungannya untuk mengukuhkan budaya dominan. Keberhasilan Lupus pada posisi antara itu dikontraskan dengan ketersisihan kelas bawah, etnis lokal, dan perempuan sehingga identitas Lupus mencuat di antara para remaja ini. Ngocol sebagai identitas Lupus yang menonjol memperkuat identitas Lupus di posisi antara, da, pada saat yang sama, menjadi identitas teks Lupus karena kengocolan yang hadir terutama menunjukan peran pencerita yang ngocol secara signofikan daripada peran tokoh Lupus. Ngocol sebagai kekhasan dan kekuatan Lupus dapat dikatakan sebagai identitas Lupus yang menjadi ideologi teks karena kehadiran ngocol dalam setiap peristiwa dalam Lupus diterima sebagai kewajaran walaupun pembacaan kritis terhadap kengocolan tersebut menunjukkan adanya relasi kuasa yang menyingkirkan kelompok tertentu. Ketersingkiran kelas bawah, etnis lokal dan perempuan sebagai pilihan tekstual demi kengocolan merupakan juga cerminan kondisi sosial politik masa itu. Identitas Lupus, di satu sisi, menampakkan adanya resistensi terhadap budaya dominannya tetapi, di sisi lain, ia merupakan pengukuhan terhadap budaya tersebut ketika pilihannya mencerminkan perilaku seperti umum ditemui dalam lingkungan sosialnya.

ABSTRACT
This is a study of identity which analyzes and interprets the construction of Lupus, an adolescent fictional character of the popular Lupus series. In particular, the sudy looks into the characters subjectivity and agency which forms the basis for the analysis of identity construction. Lupus is chosen for this study for the fact that Lupus is virtually the only popular fictional character in Indonesian Young Adult Literature for a period of more than two decades. This is the anchor for choosing this character for a study of identity construction as it poses questions as to how subjectivity and agency contribute to the construction of such a long lasting identity and how socio-cultural factors might have underpinned the construction. In addition, Lupus specific ngocol trademark character poses a set of different but related questions with regard to the role ngocol plays in Lupus identity construction and what meanings can be attributed to the role.
The questions were addressed by employing a textual analysis within the framework of narrative theory and cultural studies. For this purpose, Lupus texts were selected. The selected texts under investigation were four of the Lupus series namely 1) Interview with the Nyamuk, 2) Mission Muke Tebel, 3) Gone with the Gossipl and 4) The Lost Boy. These texts were selected for its evident relation to the context of their production as depicted in the parody titles, abd for the availability of linked short stories which should provide more possibilities for character exploration compared to individual short stories. Subjectivity and agency were traced in the narative events which constituted the linked short stories. Out of twenty two linked short stories, one hundred sixty one narrative events were analyzed and showed that Lupus subjectivity and agency were exercised from in-between positions available for Lupus in three contexts most frequently encountered. They were the contexts of the social class, ethnicity and gender. These in-between positions has enable Lupus to move fluidly along center of adulthood and childhood, upper social class and lower social class, global and local, and masculinity and femininity. These in-between positions empowered by his literacy behavior and English proficiency has established an empowering subjectivity and agency for a distinctive Lupus identity as a modern Jakarta adolescent treading his way to maturity by playing his subjectivity and agency along his chosen positions.
Ngocol as one of his more outstanding quality was disclosed as the identity of the text rather than the characters. This is evident from the narrative events which revealed ngocol framing the overall structure of the story and was enable by the capacity and agility of the narrator. However, ngocol also served as the means with which the adolescents appropriated their readings of the real world and challenged the authority of adults in the real world by ridiculing the world they lived in by way of ngocol behaviors. Ngocol is a way of laughing at the world but it is also a way of strengthening dominant positions. As in Lupus, ngocol is often a discriminate act which excludes specific groups as objects of ridicule. These exlusions indicate inner workings of the texts which reflects the living ideology of the society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D602
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jum`a Khatib Nur Ali
"[ABSTRAK
Disertasi ini membahas representasi imigran oleh Uni Eropa di booklet Festival Film Europe on Screen Indonesia. Data diambil dari lima booklet festival dari tahun 2008 hingga 2011. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana imigran dalam masyarakat multikultur UE direpresentasikan kepada Indonesia dan apakah latar belakang ideologinya. Penelitian kualitatif ini menggunakan teori sirkuit budaya sebagai kerangka teori dan representasi konstruksionis dengan semiotik. Hasil penelitian menunjukkan adanya pola dan ideologi orientalis kepada Indonesia pada data penelitian.;

ABSTRACT
This dissertation discusses immigrant representation by the European Union in Indonesian Europe on screen Film Festival booklets. Data are obtained from five booklets from 2008 until 2011. The goal is to see how immigrants in European Union multicultural society are represented to Indonesia and to discover the ideological background of the representation. This research adopts circuit of culture the grand theory, with constructive representation approach, using semiotic method. Research results arising from data analysis suggest a pattern of orientalist ideology towards Indonesia found on the research data verified.;This dissertation discusses immigrant representation by the European Union in Indonesian Europe on screen Film Festival booklets. Data are obtained from five booklets from 2008 until 2011. The goal is to see how immigrants in European Union multicultural society are represented to Indonesia and to discover the ideological background of the representation. This research adopts circuit of culture the grand theory, with constructive representation approach, using semiotic method. Research results arising from data analysis suggest a pattern of orientalist ideology towards Indonesia found on the research data verified., This dissertation discusses immigrant representation by the European Union in Indonesian Europe on screen Film Festival booklets. Data are obtained from five booklets from 2008 until 2011. The goal is to see how immigrants in European Union multicultural society are represented to Indonesia and to discover the ideological background of the representation. This research adopts circuit of culture the grand theory, with constructive representation approach, using semiotic method. Research results arising from data analysis suggest a pattern of orientalist ideology towards Indonesia found on the research data verified.]"
2015
D1969
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Purbani
"Disertasi ini ditulis berdasarkan hasil penalitian terhadap lima fiksi anak unggulan Indonesia yang lahir pada masa akhir Orde Baru berjudul Pulau Sangta Penuh Misteri, Kabul Murungkayu, Si Perung, Tiga Sekawan di Rimba Belantara dan Raja Kate Dikepung Asap. Kelima fiksi tersebut merupakan pemenang sayembara penulisan naskah fiksi anak Depdiknas sekaligus penerima penghargaan buku bacaan anak nasional tahun 1996-2001. Penelitian tekstual dan kontekstual ini bertujuan mengungkap ideologi anak ideal yang mengada dalam kelima fiksi yang diperiksa, termasuk bagaimana level dan cara ideologi-ideologi tersebut beroperasi, serta relasi kekuasaan yang terbangun. Penelitian ini juga memeriksa wacana tentang pendidikan, tentang anak dan sastra anak yang berkembang pada masa Orde Baru.
Penelitian kajian budaya yang dilakukan menggunakan teknik kajian ideologi/relasi kekuasaan Hollindale, John Thompson dan Nodelman ini menemukan bahwa lima teks yang diperiksa mengandung ideologi perfeksionisme, yakni ideologi yang menempatkan anak-anak sebagai the perfect hero yang ditunjukkan dengan penggambaran anak-anak yang memiliki watak- watak bertakwa, pandai, berbudi pekerti, berjiwa kebangsaan, pemberani, cinta alam dan Iingkungan, berjiwa kepemimpinan, dan pada akhirnya dinobatkan menjadi pahlawan. Anak-anak yang diidealkan dalam teks ini juga hidup dalarn ideologi-ideologi paternalisme, patriarki dan instanisme yang menempatkan anak-anak dalam perlindungan kaum dewasa, merayakan kebebasan anak laki-laki, meminggirkan anak perempuan dan membiarkan anak-anak tanpa proses menjadi.
Ideologi-ideologi tersebut pada umumnya beroperasi secara eksplisit melalui narator dan fokalisator dewasa yang otoritatif dengan menggunakan strategi-strategi legitimasi, fragmentasi dan disimulasi yang semakin menampakkan pesan serta memperkuat didaktisisme teks. Teks-teks ini membangun relasi kekuasaan yang timpang yang mengerdilkan anak-anak, memahami mereka secara kelim dan menempatkan mereka sebagai objek. Ideologi-ideologi tersebut mengada melalui cara sedemikian karena teks-teks tersebut lahir pada masa Orba yang sangat menekankan pembangunan manusia seutuhnya. Kecuali itu, sayembara penulisan tiksi yang diselenggarakan dengan tatanan yang ketat mempakan kepanjangan tangan dari insititusi ideologis Orba untuk mencetak anak didik sebagai manusia yang utuh sesuai cita-cita pemerintah. Teks-teks itu lahir dalam masa yang mempercayai bahwa anak merupakan tabula rasa yang wajib dibina dan ditumbuhkembangkan secara baik oleh orang tua. Teks-teks tersebut Iahir pada konteks yang percaya bahwa astra anak merupakan wadah serta sarana pembelajaran tentang nilai-nilai luhur serta suri teladan bagi anak didik sehingga didaktisisme dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.

This dissertation is based on a study on tive best Indonesian children's fictions written in the late New Order era. The five iictions entitled Puiau Sangia Penuh Misreri, Kabir! Munmgkayu, Si Perung; Tiga Selrawan di Rimba Belantara and Riga Kate Dikepung Asap are winners of Children's Fiction Writing Competition and Award Winners of National Children's Books in the year of 1996-2001. This textual and contextual study aims at revealing the idealized child ideology existing in the texts, including the kinds of ideology, the level, the mode of operation and the power relation established. This study also examined the discourses of education, children and children's literature that operate inthe time the texts were written.
This cultural study employing Hollindale's, John Thompson's and Perry NodeIman's theories of ideology finds out that the five texts under study embody perfectionism, paternalism, patriarchy and instant ideologies. The texts worship perfect heroes with the following traits: religious, intelligent, well-mannered, nationalist, brave, environmentalist, and leading. The texts place children under the control and protection of adults; celebrate freedom for boys, marginalize girls, and hinder children Hom the process of becoming. The dominant ideologies operate explicitly employing adult narrator and focalizer authoritatively.
The ideologies operate using legitimation, fragmentation, dissimulation strategies making the ideologies more explicit and strengthening the didacticism. The texts establish in-equal power relation which see children as inferior beings, and treat them more as objects rather than subjects. The texts were written when manusia seutuhnya or perfect individual ideology was entitled as an important agenda by the New Order govemment. In this era children were seen as rabula rasa or blank sheet, therefore always in need of parental guidance. Children's literature was considered to be the source of wisdom in which didacticism was viewed as a common sense.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
D966
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kazuko Budiman
"Penelitian novel Chimmoku, yang dianggap novel agama pada disertasi ini, bermula dari beberapa pikiran kritis tentang hubungan sastra dan agama, khususnya agama Kristen. Yamagata Kazumi berpendapat bahwa istilah kirisutokyo bungaku (sastra agama Kristen) berarti sastra yang ditulis oleh pengarang yang beragama Kristen dan koeksistensi unsur tokoh dalam karya sastra dengan unsur kekuatan seperti Tuhan atau setan merupakan pola asli yang umum bagi sebagian besar tema karya mereka. Garis horizontal, yaitu perbuatan manusia bertemu dengan garis vertikal, yaitu Tuhan (atau setan). Hal itu merupakan unsur dinamik dalam tema sastra yang banyak dikembangkan.
Sementara itu, kritikus sastra Jepang, Takeda Tomoju (1931-1991) menyatakan bahwa tidak ada arti kalau kita memikirkan putusnya hubungan agama dan sastra atau menyambungnya secara ideologis. Akan tetapi, hal yang diperlukan oleh pengarang ialah jejak agama Kristen yang terdapat dalam sastra modern, termasuk sastra kontemporer, atau bagaimana sastrawan Jepang memperlihatkan ketertarikannya pada agama Kristen atau unsur agama dalam sastra. Kemudian, pembaca juga akan memperhatikan maksud pengarang dalam berbagai karya sastra dengan praktis. Takeda juga menyatakan bahwa unsur agama dan sastra bertemu dalam pemikiran pengarang ketika mereka memperhatikan eksistensinya. Eksistensi itu bergerak menuju upaya menyucikan diri dengan sendirinya. Dengan begitu, agama dan sastra bergabung dalam sikap pengarang ketika ia berusaha menyaksikan hal-hal duniawi sambil berorientasi ke unsur yang kekal.
Setelah pascaperang dunia kedua, muncul beberapa perubahan dalam sikap budayawan terhadap agama Kristen. Mereka bersikap tidak membenci maupun memprotes agama asing seperti yang ditunjukkannya sebelum perang dunia kedua. Sikap mereka terhadap agama Kristen menjadi lebih netral; sikap seperti ingin tahu atau rindu pada unsur eksotisme dalam agama Kristen yang diidamkan oleh cendekiawan sebelumnya, tidak kelihatan lagi. Sebagai salah satu contoh, menurut Fukuda Tsuneari (1912-1994), pandangan dunia maupun budaya, pandangan tentang manusia, dan pandangan tentang mati dan hidup, diciptakan berdasarkan pemikiran Katolikisme walaupun ia tidak dibaptis dan juga tidak menganut agama Katolik. Akan tetapi, ia mengaku dirinya seperti pengemudi mobil yang bernama agama Katolik tanpa SIM. Dengan kata lain, ia dilatarbelakangi pandangan agama Katolik, tetapi tidak mengabaikan kebudayaan depang. Perhatian yang paling besar adalah keterlibatan agama Katolik dalam kebudayaan Jepang.
Pengarang pascaperang dunia kedua yang termasuk kelompok agama Protestan adalah Shiina Rinzo, Sako Junichiro, Sato Yasumasa, Miura Ayako, Abe Mitsuko, dan sebagainya. Sementara itu, pengarang yang termasuk kelompok agama Katolik adalah Shimao Toshio, Endo Shusaku, Miura Shuman, Sono Ayako, Ariyoshi Sawako, Ogawa Kunio dan sebagainya. Dilihat dari nama-nama tersebut, pengarang kelompok Katolik lebih menonjol dalam penulisan karya sastra. Menurut Takeda, sastra Jepang modern tidak bisa lepas dari unsur "pengakuan" ala agama Kristen seperti Kitamura Tokoku (1868-1894), yang menganjurkan tema pengakuan yang serius. Pengarang sastra modern merasa perlu untuk mengakui kebenaran kepada pembaca. Gaya seperti itu dikenal genre Shishosetsu atau novel Aku yang khas dalam sastra Jepang. Genre ini dipengaruhi oleh dorongan "pengakuan dosa" agama Protestan. Mereka memakai cara pengakuan dari kehidupan pribadi sebagai bahan yang diperoleh dengan cara paling mudah.
Namun, perkembangan sastra agama Kristen pascaperang dunia kedua yang dipelopori oleh Shiina Rinzo (1911-1973) merupakan tantangan terhadap ketergantungan pada gaya Shishosetsu sebelumnya. Mereka mulai mencari kebenaran eksistensi Tuhan atau keberadaan manusia. Gagasan mereka tidak ditunjang oleh formalitas pengakuan fakta yang disebut 'zange' (pengakuan/pertobatan), tetapi didorong oleh unsur konflik batin atau drama kejiwaan manusia yang terjadi sebelum tercapai zange itu. Karena itu, untuk menulis drama tersebut, bagaimanapun juga akhirnya mereka harus mempunyai kesadaran tentang manusia. Mereka berusaha menulis tentang pandangan manusia yang diperoleh dari pengalaman melalui agama Kristen Katolik seperti dosa manusia dan konflik, nasib manusia yang menyangkal Tuhan walaupun di sisi lain ia mencari Tuhan, konflik kebaikan dan kejahatan, dan sebagainya. Agama Katolik banyak berkontribusi kepada sastra Jepang. Sastra pascaperang menyangkal sastra pengakuan sehingga agama Katolik mengambil alih dari agama Protestan, yang menganggap pengakuan sebagai tema yang paling tinggi di antara tema-tema yang lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D545
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Widjayajaati Seodjono Azwar
"ABSTRAK
Dalam disertasi ini dilaporkan hasil penelitian mengenai parodi mitos tradisional dalam drama modern Indonesia Kanglomerat Burisrawa, karya N. Riantiamo yang bersumberkan pada cerita wayang, Sumbadra Larung. Berdasarkan teori semiotik, penelitian ini menjawab bahwa drama modern tersebut bersifat parodial yang merupakan satire atas jaman.
Hasil analisis sintaksis, semantik dan pragmatik memperlihatkan bahwa terdapat penyimpangan konvensi wayang dalam drama ini. Dari analis sintaksis dijumpai penyimpangan alur dan pengaluran. Sementara itu analisis semantik dan pragmatik memperlihatkan adanya penyimpangan tokoh, termasuk nilai-nilai wayang, dan latar (latar ruang dan latar tempat). Sedangkan dari hasil analisis pertunjukan dijumpai penyimpangan kostum, dekor, tata rias (baik tata rias rambut mau pun tata rias wajah) dan tata suara 1 ilustrasi musik.
Penyimpangan-penyimpangan yang terdapat pada hampir seluruh unsur dalam drama ini merupakan parodi terhadap kemapanan wayang. Dalam hal ini terjadi desakralisasi wayang. Unsur-unsur parodi ini digunakan pula sebagai satire masyarakat jamannya. Di balik kemapanan wayang terdapat kemapanan Orde Baru yang menjadi obyek satire. Satire atas jaman dalam drama ini ditujukan untuk menyampaikan kritik sosial atas maraknya konglomerasi yang semakin menunjukkan kesenjangan sosial dalam masayrakat.
"
2002
D46
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Widjayajaati Seodjono Azwar
"Dalam disertasi ini dilaporkan hasil penelitian mengenai parodi mitos tradisional dalam drama modem Indonesia Konglomerat Burisrawa, karva N.Riantiarno yang bersumberkan pada cerita wayang, Sunibadra Laming. Berdasarkan teori semiotik, penelitian ini menjaw ab bahwa drama modern tersebut bersifat parodial yang merupakan satire atas jaman. Hasil analisis sintaksis, semantik dan pragmatik memperlihatkan bahwa terdapat penyimpangan konvensi wayang dalam drama ini. Dari analis sintaksis duumpai penyimpangan alur dan pengaluran. Sementara itu analisis semantik dan pragmatik memperlihatkan adanya penyimpangan tokoh, termasuk nilai-nilai wayang, dan latar (latar ruang dan latar tempat). Sedangkan dari hasil analisis pertunjukan dijumpai penyimpangan kostum, dekor, tata rias (balk tata rias rambut mau pun tata rias wajah) dan tata suara / ilustrasi musik. Penyimpangan-penyimpangan yang terdapat pada hampir seluruh unsur dalam drama ini merupakan parodi.terhadap kemapanan wayang. Dalam hal ini terjadi desakralisasi wayang. Unsur-unsur parodi ini digunakan pula sebagai satire masyarakat jamannya. Di balik kemapanan wayang terdapat kemapanan Orde Baru yang menjadi obyek satire. Satrie alas jaman dalam drama ini ditujukan untuk menyampaikan kritik sosial atas maraknya konglomerasi yang semakin menunjukkan kesenjangan sosial dalam masayrakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
D1642
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover