Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Talesu, Johan
"Tujuan : Untuk menilai efikasi latihan intensitas rendah Hairmyres terhadap kapasitas fungsional menggunakan Uji Jalan Enam Menit (UJ6M) dan kualitas hidup menurut St. George's Respiratory Questionnaire (SGRQ) pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Metode : Studi intervensi pre-eksperimental pra dan pasca perlakuan pada satu kelompok. Sampel dilatih senam Hairmyres selama delapan minggu, 5 kali per minggu, 2 kali dihadapan peneliti. Data UJ6M diambil sebelum, pada empat minggu dan akhir latihan, data SGRQ diambil sebelum dan sesudah latihan .
Tempat : RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSU Persababatan.
Subyek : Didapat 17 pasien PPOK sedang dan berat yang mengikuti latihan, tiga orang gugur sehingga sisa 14 orang dari minimum sampel delapan orang.
Hasil : Selisih rerata jarak UJ6M antara awal dan akhir perlakuan dan antara minggu keempat dan akhir perlakuan menunjukkan perbedaan sangat bermakna (p=0,000), selisih antara awal dan minggu keempat perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,016). Selisih rerata nilai SGRQ pada awal dan akhir perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna pada komponen Aktivitas, Dampak dan Total (p<0,05), sedangkan pada komponen Gejala tidak didapat perbedaan bermakna (p>O,05).
Kesimpulan : Kapasitas fungsional berdasarkan UJ6M dan kualitas hidup menurut SGRQ pada pasien PPOK meningkat secara sangat bermakna setelah melakukan senam Hairmyres.
Kata kunci : PPOK, Latihan intensitas rendah, UJ6M, SGRQ.

Objective : To evaluate the efficacy of low-intensity Hairmyres exercises on the functional capacity using Six Minutes Walking Test (6MWT) and quality of Life according to St. George's respiratory questionnaire (SGRQ) on Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) patients.
Method : Pre-experimental intervention, before and after on one subject group. Samples use Hairmyres exercise for eight weeks, 5 times a week, of which two are done in front of the researcher. 6MWT is taken pre, on week four, and post exercise periods. SGRQ is taken pre and post exercise periods.
Location : RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo and RSU Persahabatan.
Subject : 17 moderate to severe COPD patients participated in the study. Three dropped out leaving 14 patients out of eight minimum samples.
Result : Mean difference of 6MWT between pre and post intervention, and between fourth week and post intervention shows highly significant results (p=0.000). Mean difference between pre and fourth week intervention shows significant results (p=0.016). Mean difference of SGRQ between pre and post intervention shows significant results on Activity, Impact and Total components (p0.05)
Conclusion : The functional capacity based on 6MWT and quality of life according to SGRQ on COPD patients significantly increases after doing Hairmyres exercises.
Key words : COPD, low-intensity exercise, 6MWT, SGRQ
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Fathia Herianti Suhermanto
"ABSTRACT
Studies have shown that weight affects the pressure placed on the tendons and muscles of the foot and legs affecting the stride lengths stance and swing cycle. With the rising body weight gain and implied health complications, the author wants to know whether body mass index (BMI) affect human activity especially walking. Cross-sectional method using primary data collection is conducted. The source of data in this study measures healthy pre-clinical students in Faculty of Medicine, University Indonesia. Once informed consent is signed, subjects weight and height will be measured, calculating BMI. Data is analysed using SPSS version 23 to analyze the correlation between step length and BMI. From a total of 53 subjects (26 male, 27 female) age group 18-22, subjects with normal BMI accounts for the highest percentage of the group in this study (60.4%). Overweight and obese patients contribute 30.2% and 3.8% respectively, and underweight 5.7%. Using the pearson correlation formula, there was no significant correlation between BMI and step length of male (0.778; p>0.05) and female (0.098; p>0.05). Based on pearson correlation formula, male calculations resulted with 0.778; p>0.05, and female with 0.098; p>0.05; therefore, there is no significant difference between the two variables.

ABSTRACT
Penelitian telah menunjukkan bahwa berat badan mempengaruhi tekanan ditempatkan pada tendon dan otot-otot kaki dan kaki mempengaruhi siklus sikap dan ayunan panjang langkah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuhi apakah apakah indeks massa tubuh (IMT) mempengaruhi aktivitas manusia terutama berjalan. Metode potong-melintang menggunakan pengumpulan data primer dilakukan. Sumber data dalam penelitian ini mengukur siswa pre-klinik yang sehat di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Setelah informed consent ditandatangani, berat badan dan tinggi badan subyek akan diukur untuk menghitung IMT. Data di mengolah dengan menggunakan SPSS versi 23 untuk menganalisis hubungan antara panjang langkah dan BMI. Dari total 53 subyek (26 laki-laki , 27 perempuan) di kelompok usia 18-22, subyek dengan IMT yang normal berkontribusi presentase tertinggi dari kelompok dalam penelitian ini (60,4%). Pasien kelebihan berat badan dan obesitas berkontribusi 30,2% dan 3,8%, dan berat badan di bawal normal 5,7%. Dari hasil rumus korelasi pearson, tidak ada korelasi yang signifikan antara BMI dan panjang langkah dari laki-laki (0,778; p>0,05) dan perempuan (0.098;p > 0,05). Berdasarkan rumus korelasi pearson, perhitungan laki-laki menghasilkan dengan 0,778 ; p > 0,05 , dan perempuan dengan 0.098 ; p > 0,05; Oleh karena itu, tidak ada perbedaan signifikan antara kedua variabel."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Areska Ramadhan
"ABSTRAK
Studi literatur menemukan bahwa parameter gait telah stabil di umur 20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetauhi apakah ada hubungan antara panjang kaki dan panjang langkah pada orang dewasa muda. Desain potong-melintang digunakan untuk penelitian ini, dengan menggunakan data primer dari subyek di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia di usia 18-22. Subyek akan diminta untuk menandatangani informed consent, dan diukur berat badan, tinggi badan, panjang langkah, dan panjang tungkai. Semua data akan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil analisis menemukan laki-laki memiliki ukuran panjang tungkai lebih panjang dari perempuan 89.42 4.42 cm, 85.14 3.40 cm; p 0,05 . Peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara panjang langkah dan panjang kaki dalam kelompok laki-laki p 0,05, r = 0,142 . Peneliatan ini menemukan korelasi antara panjang langkah dan panjang tungkai pada laki-laki, namun tidak pada perempuan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil adalah kecepatan berjalan bebas di tanah dan obesitas.

ABSTRACT
Literature study found that the gait parameters are already stabilized in the age of 20. This study aims to see whether there is correlation between leg length and step length in young adult. Cross sectional study design is used in this study using primary data from subjects in Faculty of Medicine, Universitas Indonesia in the age of 18 22. Subjects will be asked to sign the informed consent, then researcher will measure the weight, height, step length, and leg length. Data will be analyzed using SPSS version 23. Data obtained shows male have a higher leg length measurement than female 89.42 4.42 cm, 85.14 3.40 cm p 0.05 and male step length is not differ than female 62.31 6.90 cm, 61.79 6.43 cm p 0.05 . Researcher found a significant relationship between step length and leg length in male p 0.05, r 0.414 . In contrary, female shows no correlation between the two variables p 0.05, r 0.142 . Correlation between step length and leg length was found in male, however not in female. Factors that may contributed to the results could be due to free walking speed ground and overweight. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alamsyah
"Tujuan : Mengetahui pengaruh latihan pernapasan diafragma diikuti atau tanpa latihan sepeda statik terhadap tingkat kebugaran pasien asma persisten sedang.
Disain : Uji klinis paralel membandingkan dua perlakuan kelompok kasus diberikan latihan pernapasan diafragma (LPD) diikuti latihan sepeda statik, sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan LPD saja.
Tempat : Departemen Rehabilitasi Medik FKUI Perjan RSCM Jakarta.
Subyek : 57 pasien asrija persisten sedang dari Poli AIergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI - Perjan RSCM
Intervensi : Antara bulan Januari 2005 sampai dengan Maret 2005. Empat puluh dua pasien asma persisten sedang yang masuk dalam !criteria inkiusi dibagi dalam dua kelompok (kasus dan kontrol). Melakukan LPD tiga kali seminggu dengan latihan atau tanpa latihan erobik disertai pengawasan selama enam minggu. Hasil peningkatan VO2maks antara kedua kelompok dibandingkan pada akhir penelitian.
Hasil : Hasil penelitian selama enam minggu menemukan adanya peningkatan VO2maks yang bermakna (p <0,01) baik pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Demikian juga dijumpai perbedaan yang bermakna (0,0218) pada selisih kenaikan VO2maks pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Latihan pernapasan diafragma diikuti latihan erobik meningkatkan kebugaran fisik pasien asma persisten sedang lebih baik dibandingkan hanya diberikan LPD saja.

Objective : To know the influence diaphragm breathing exercise with or without ergometer cycle exercise toward level of physical fitness of moderate asthma persistent patient.
Design : Paralel clinical test compare two interventions. Case group is given diaphragm breathing exercise with ergometer while control group is given diaphragm breathing exercise only.
Setting : Department of Medical Rehabilitation FMITI Jakarta.
Subject : 57 patient of moderate asthma persistent from Allergic-Immunologic Department of Internist FMUI - Cipto Mangunkusumo Hospital.
Intervention : Between January 2005 up to March 2005. 42 moderate asthma persistent patients which fulfill the condition are divided into two groups (case and control). Perform diaphragm breathing exercise with or without ergometer cycle exercise with supervision for six weeks. The result of V02max increment is compare at the end of the research.
Result : In the result of research for six weeks we find V02max significant increment (p <0.01) in two groups. We also find V02max significant (p <0.0218) increment in different increment in two groups.
Conclusion : Diaphragm breathing exercise with ergometer cycle exercise increase the level of physical of fitness moderate asthma persistent patient is better than diaphragm breathing exercise only.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Mubarak
"ABSTRAK
Latar Belakang. Ibadah haji merupakan ibadah fisik yang dilakukan oleh jemaah haji terdiri dari aktivitas berjalan minimal sejauh 12 kilometer untuk melakukan kegiatan rukun haji dan kegiatan diluar rukun haji. Ibadah haji memerlukan kapasitas fungsional dan keseimbangan yang baik sebagai syarat istitaah kesehatan untuk mencegah terjadinya kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai efek latihan berjalan terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.

Metode. Sebanyak 38 calon jemaah haji dewasa sehat dilakukan uji jalan 6 menit menggunakan rumus Nury prediksi VO2 maks dan uji timed up and go (TUG). Dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30 menit dengan intensitas sedang sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8 minggu. Kelompok kontrol hanya diminta mencatat jumlah langkah per hari tanpa peresepan latihan. Pada akhir penelitian dilakukan kembali uji jalan 6 menit rumus Nury dan uji TUG, serta dilakukan analisis data.

Hasil. Kedua kelompok mengalami peningkatan prediksi VO2 maks namun tidak mengalami peningkatan nilai TUG pada akhir penelitian. Peningkatan prediksi VO2 maks pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,007).

Kesimpulan. Latihan berjalan dapat meningkatkan kapasitas fungsional pada calon jemaah haji usia dewasa sehat, namun tidak memberikan efek peningkatan fungsi keseimbangan.

Kata kunci. Fungsi keseimbangan, jemaah haji, kapasitas fungsional.


ABSTRACT
Background. Hajj pilgrim is physical worship performed by pilgrims consist of walking at least 12 kilometer to complete the hajj principle and related activity. Hajj pilgrim needs good functional capacity and balance as a prerequisite of health to prevent fatigue. The aim of this study is to evaluate the effectivity of walking exercise on functional capacity and balance function for healthy adult pilgrim candidates.

Method. 6 minutes walk test (6MWT) and Timed Up and Go (TUG) test was done on 38 healthy adult hajj pilgrim candidate. VO2max was predicted using Nury Formula. The candidate was randomized into intervention and control group. Intervention group was given walking exercise, minimum of 6000 steps each day for 30 minutes, moderate intensity, 3-5 times a week for 8 weeks. The control group was not prescribed exercise, only asked to record the amount of steps taken each day. At the end of the study, 6MWT and TUG was reevaluated.  

Results. At the end of the study, both groups show improvement  on predicted VO2max but no improvement  on TUG time. Predicted VO2max improvement are higher on intervention group compared to control (p=0.007).

Conclusion. Walking exercise might increase functional capacity on healthy adult hajj pilgrim candidate, but has no effect on balance.

Keywords. Balance function, functional capacity, hajj pilgrim candidates.

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ruby Valentine
"Tujuan : Mengetahui rerata waktu tempuh uji jalan 400 meter pada usia lanjut, mengetahui tingkat kemandirian fungsional berdasarkan instrumen FIM (Functional Independence Measure) pada usia lanjut, dan mengetahui hubungan antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan tingkat kemandirian fungsional pada usia lanjut.
Metode: Disain penelitian ini adalah potong lintang. Populasi terjangkau adalah usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta yang memenuhi kriteria dan mau berpartisipasi dalam penelitian selama kurun waktu April s.d. Agustus 2012. Sampel didapatkan berdasarkan cluster random sampling dari 5 panti di DKI Jakarta, yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran. Utuk menilai kemampuan mobilitas digunakan waktu tempuh uji jalan 400 meter, sedangkan tingkat kemandirian dinilai menggunakan instrumen FIM.
Hasil : 58 subyek penelitian usia 60 tahun ke atas dianalisa pada penelitian ini. Nilai waktu tempuh uji jalan 400 meter pada usia lanjut di PSTW adalah median 413 detik (6:53 menit) dengan minimum 281 detik (4:41 menit) dan maksimum 901 detik (15:01 menit). Tingkat kemandirian fungsional berdasarkan instrumen FIM pada usia lanjut adalah sebesar rerata 120 ± 5, dengan 13,8% subyek mempunyai tingkat mandiri penuh. Terdapat hubungan kuat antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan tingkat kemandirian fungsional (r = - 0,941, Spearman p < 0,001), dengan nilai 7 menit sebagai batas waktu yang membedakan kemampuan kemandirian secara signifikan.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang kuat antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan kemandirian fungsional pada usia lanjut. Kemampuan kemandirian terendah yang harus diperhatikan pada usia lanjut adalah pada domain locomotion (stairs, walk), transfer (toilet dan shower), dan social cognition (problem solving dan social interaction). Waktu tempuh cukup baik untuk memprediksi kemampuan kemandirian usia lanjut di aspek locomotion, transfer dan selfcare (dressing lower body, bathing, dan toileting), tapi tidak akurat untuk memprediksi sphingter control dan kognitif. Batas waktu tempuh uji jalan 400 meter sebesar 7 menit, dapat menjadi cut-off point yang membedakan kemampuan kemandirian pada usia lanjut.

The aim: To know the avarage of timed to finish 400 meter walk test in elderly, to know the functional independency level in elderly, and to know the correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly.
Methods: The design of the study was cross sectional. The population was the elderly at Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) DKI Jakarta who fit the criteria and want to partcipate in April-August 2012. Sampling method was cluster random sampling from 5 PSTW in DKI Jakarta. The mobility capacity was assessed by measure the timed to finish 400 meter walk test, and to asses the functional independence was used the Functional Independence Measure (FIM) instrument.
Results: 58 subjects aged 60 years old and above were analyzed in this study. The median value of 400 meter walk test timed was 413 seconds (6:53 minutes) with minimum 281 seconds (4:41 minutes) and maximum 901 seconds (15:01minutes). The mean of functional independence level according to FIM tools was 120 ± 5, with 13,8% subjects were complete independence. There were strong correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly (r = - 0,941, Spearman p < 0,001), with the boundary seven minute as the cut-off point that differentiate independence level significantly.
Conclusions: There was strong correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly.The lowest functional independence level in elderly that must be concerned of were on locomotion (stairs, walk), transfer (toilet and shower), and social cognition (problem solvingand social interaction) domain. Timed to walk 400 meter was good enough to predict functional indenpendence in elderly, at locomotion, transfer, and selfcare (dressing lower body, bathing, and toileting) domain, but can’t predict sphincter control and cognitif level accurately. Seven minutes is a cut-off point time to differentiate independence level among elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Sudirman Parningotan
"Latar Belakang: Disfungsi skeletal yang terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK mengakibatkan menurunnya kemampuan fungsi tangan terutama dalam menggengam dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari AKS . Latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas telah terbukti dapat memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Metode latihan yang dapat diberikan yaitu dengan metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF dan metode abduksi. Sampai saat ini belum terdapat bukti dalam menentukan metode yang terbaik dalam memperbaiki disfungsi skeletal pada PPOK. Pada penelitian ini akan membandingkan 2 bentuk metode latihan tanpa tumpuan pada anggota gerak atas antara metode PNF dan metode abduksi terhadap fungsi tangan pada program rehabilitasi paru.
Metode: Penelitian dengan desain eksperimental dengan consecutive sampling. Terdapat 32 subyek dengan PPOK derajat B,C dan D stabil secara medis yang datang ke RSUP Persahabatan yang memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi. Penilaian kekuatan genggaman tangan dengan Jamar handgrip dynamometer dan kemampuan dalam melakukan AKS dinilai dengan Uji Glittre yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Subyek dibagi dalam kelompok metode PNF dan metode abduksi. Kedua kelompok mendapatkan program rehabilitasi paru. Intervensi diberikan sebanyak 20 sesi latihan selama 8 minggu.
Hasil : Terdapat 21 subyek yang menyelesaikan program latihan sebanyak 20 sesi. Pada analisis kedua kelompok terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik pada handgrip dynamometer, dan hanya pada kelompok metode PNF yang memberikan peningkatan bermakna secara statistik pada uji Glittre. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok metode PNF dan metode abduksi terhadap peningkatan handgrip dynamometer dan uji Glittre, namun didapatkan perbedaan peningkatan yang bermakna secara klinis antara metode PNF dan metode abduksi terhadap uji Glittre.
Simpulan : Latihan tanpa tumpuan pada angggota gerak atas dengan metode PNF dapat memberikan peningkatan yang lebih baik secara klinis dibandingkan dengan latihan dengan metode abduksi pada program rehabilitasi paru untuk meningkatkan fungsi tangan dalam melakukan AKS.

Background: Skeletal dysfunction that occurs in Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD resulted in diminishing ability in hand function especially in hand grasp and activities of daily living ADL performance. Unsupported upper extremity exercise had proven to be useful in treating skeletal dysfunctions on COPD. The recommended exercise that can be prescribed is the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF method and abduction method. Until the recent time, there has been no evidence in determining the best method to improve skeletal dysfunction in COPD. This study will attempt to compare the two methods Unsupported upper extremity exercise between PNF and abduction for the hand function in pulmonary rehabilitation program.
Methods: This is an experimental study with consecutive sampling. There were 32 subjects with COPD of grades B, C, and D all are medically stable who came to Persahabatan General Hospital, after fulfilling all inclusion and exclusion criteria. Hand grip strength was graded by using the Jamar handgrip dynamometer, while the grading of ADL performance were assessed with Glittre Test that was done before and after intervention. Subjects were divided to two groups, the PNF method and abduction method. Both groups were given pulmonary rehabilitation program. Interventions consist of 20 exercise sessions for 8 weeks.
Results: There were 21 subjects that successfully completed 20 exercise sessions. In the analysis of both groups, there were significant increase in handgrip dynamometer, and only PNF method significantly improved ADL performance in Glittre Test. There was no statistically significant difference in between both groups on the increase of handgrip dynamometer and Glittre test, however there was clinically significant increase PNF method and abduction method on the Glittre test.
Conclusions: Unsupported upper extremity exercise with PNF methods give better clinically significant improvement on hands function for ADL compare to abduction methods in pulmonary rehabilitation program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick William Gading
"ABSTRAK
Kesesuaian Jarak Tempuh Uji Jalan Enam Menit Lintasan dengan Uji Jalan Enam Menit Jentera pada Dewasa Sehat IndonesiaAbstrakLatar Belakang. Penilaian kapasitas fungsi seseorang sangatlah penting untuk keperluan penentuan program latihan, evaluasi program latihan dan prognosis seseorang. Sebuah uji yang mudah, cepat, dan tidak membutuhkan perlengkapan yang rumit untuk menentukan kapasitas fungsi kebugaran kardiorespirasi terus dikembangkan, tetapi uji jalan enam menit yang menjadi standar saat ini pun terkadang sulit dilakukan karena keterbatasan fasilitas lintasan. Sehingga dibutuhkan adanya uji alternatif lainnya yang menggunakan fasilitas ruang yang lebih memadai dan mampu laksana dalam kondisi apa pun. Tujuan penelitian ini untuk menilai kesesuaian jarak Uji jalan 6 menit dengan jentera dibandingkan dengan jarak Uji jalan enam menit lintasan sebagai uji penilaian kebugaran kardiorespirasi.Metode. Disain observasional potong lintang. Penelitian ini dilakukan terhadap 46 usia dewasa muda sehat yang didapat secara konsekutif. Jarak tempuh dalam studi ini dilihat tingkat kesesuaiannya dengan menggunakan uji spearman dan uji Bland altmand.Hasil. Jarak tempuh uji jalan enam menit pada jentera memiliki mean 508.8 61, sedangkan lintasan 514.4 47. Berdasarkan Uji t berpasangan didapatkan rerata selisih antara kedua pemeriksaan adalah -5,6 IK 95 -23,6-12,31 dengan hasil nilai p 0,533. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan signifikan antara pengukuran jarak tempuh menggunakan jentera dan lintasan. Hasil uji Spearman mendapatkan nilai p 0.002 dan kekuatan korelasi r=0,463.Simpulan. Didapatkan kesesuaian antara jarak tempuh Uji jalan enam menit jentera dengan Uji jalan enam menit lintasan dengan korelasi sedang.ABSTRACT Agreement between Hallway Six Minutes Walk Distance and Treadmill Six Minutes Walk Distance in Healthy Indonesian AdultsAbstractBackground. Assessment of the functional capacity is important to determine the exercise program, evaluation and prognosis of a person. A test that is easy, fast, and does not require complex equipment to determine the capacity of cardiorespiratory fitness function continues to be developed, but the standard six minute test is at times difficult to perform due to the limitation of space or track. So a need for an alternative test with less adequate space is required. The purpose of this study to assess the agreement of the treadmill six minute walk test compared to the hallway six minutes walk test as a cardiorespiratory fitness assessment test.Methods. A cross sectional observational design. This study was conducted on 46 healthy young adults. The agreement between the distances treadmill and hallway is measured using the Spearman and Bland Altmand test.Results. Treadmill six minutes walk distance has a mean of 508.8 61, while the hallway is 514.4 47. Paired t test found a mean difference between both tests 5.6 95 CI 23,6 12,31 with the result p value 0.533. Thus there is no significant difference between the measurement of the distance between treadmill and hallway. From the Spearman 39 s test we found p 0.002 with correlation strength r 0.463.Conclusions. There rsquo s agreement between treadmill six minute walk distance to hallway six minute walk distance with moderate correlation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Farhana
"Volume Ekspirasi Paksa detik pertama VEP1 merupakan salah satu uji diagnostik fungsi paru. Faktor yang mempengaruhi nilai VEP1 diantaranya, yaitu tinggi badan, usia, jenis kelamin, dan ras.
Tujuan: Penelitian ini menganalisis hubungan antara VEP1 dengan kadar lemak pada individu dewasa dengan Indeks Masssa Tubuh normal.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional pada 62 individu dewasa yang memenuhi kriteria penelitian. Kadar lemak diukur menggunakan timbangan seca, sedangkan VEP1 diukur dengan menggunakan spirometer. Data tersebut dianalisis menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Koefisien korelasi atau r terhadap kadar lemak dan VEP1 pada laki-laki didapatkan koefisien korelasi r sebesar -0,164 p>0,05. Koefisien korelasi terhadap kadar lemak dan VEP1 pada perempuan sebesar 0,10 p>0,05. Hasil pengolahan data menunjukkan tidak adanya korelasi bermakna antara kadar lemak dengan VEP1 pada individu dewasa dengan IMT normal baik pada laki-laki p=0,414 maupun pada perempuan p=0,566

Forced Expiratory Volume in the first second FEV1 is one of diagnostic test for Pulmonary Function Test. Several factors that affect FEV1 are body height, age, gender, and ethnic.
Objective: This research is aimed to find relation between body fat percentage and FEV1.
Method A cross sectional study in 62 adults included into the criteria was conducted in this research. Body fat percentage was measured using seca weighing scales, while FEV1 was measured using spirometer. The data was analyzed with Kolmogorov Smirnov normality test and Person Correlation test.
Result: R value towards body fat percentage and FEV1 in males is about 0,164 p 0,05. R value towards body fat percentage and FEV1 in females is about 0,10 p 0,05. The result shows that there is no significant correlation between body fat percentage and FEV1 in males normal BMI adults p 0,414 and in females normal BMI adults p 0,566.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranindita Amaida Safira
"Latar Belakang: Uji fungsi paru merupakan metode untuk mengukur ada tidaknya gangguan pada paru. Salah satu parameter fungsi paru adalah kapasitas vital paksa KVP . Pengaruh kadar lemak pada kapasitas vital paksa belum banyak diketahui.
Tujuan: Untuk melihat ada tidaknya korelasi antara kadar lemak dengan kapasitas vital paksa
Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang dengan 62 subjek penelitian yang didapatkan dari data sekunder dan dipilih dengan sistem random sampling. Data diolah menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnoff dan uji korelasi Pearson
Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan nilai korelasi kadar lemak dengan kapasitas vital paksa p >0.001 pada laki-laki dan nilai korelasi p>0.001 pada perempuan yang menunjukkan tidak ada korelasi signifikan di antara kadar lemak dan kapasitas vital paksa
Kesimpulan: Penelitian ini munjukkan bahwa kadar lemak tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap kapasitas vital paksa.

Background: Lung function tests are used to evaluate lung health conditions. Forced vital capacity is one of the parameter of lung function. Body fat percentage effect to lung function had not been discovered much.
Objective: This research purpose is to find the relation between body fat percentage and forced vital capacity
Methods: This study used cross sectional study with 62 subjects that were obtained from secondary data and picked by symple random sampling. The method used to analyze the data are Kolmogorov Smirnov normality test and Pearson Correlation test.
Results: Based on the study the correlation value between body fat percentage and forced vital capacity is p 0.001 on both male and females group.
Conclusion: The research shows that there is no correlation or significant effect between body percentage with forced vital capacity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>