Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chaula Rininta Anindya
"Skripsi ini bertujuan menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kemenangan Jabhat Al-Nusra dalam Anfal Campaign di Kassab, Suriah, 21-23 Maret 2014. Pemahaman militer konvensional melihat bahwa aktor dengan power yang lebih unggul akan memenangkan perang. Namun, Jabhat Al-Nusra yang kapabilitas power nya relatif lebih lemah dibandingkan dengan pihak rezim Bashar Al-Assad dapat memenangkan pertempuran di Kassab. Penelitian ini menganalisis menggunakan teori asymmetric warfare oleh Patricia L. Sullivan dan merupakan penelitian kualitatif dengan metode process tracing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemenangan di Kassab diakibatkan oleh besarnya toleransi biaya dari JN karena bantuan dari Tier JN dan Turki.

This undergraduate thesis seeks to analyze the cause of Jabhat Al-Nusra`s winning on Anfal Campaign in Kassab, Syria, March 21st-23rd, 2014. According to the conventional military understanding, those who have military superiorities will inevitably win the war. However, Jabhat Al-Nusra as a military oppoisition as a weak actor against Bashar Al-Assad`s regime as a strong actor, could win the battle on Anfal Campaign in Kassab. On making the analysis, this research is using the asymmetric wafare theory by Patricia L. Sullivan and done in a process tracing method. This research shows that JN has a greater cost tolerance because there were several supports from JN`s Tier and Turkey which helped JN in winning the battle against regime.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alessia Anindiya Melinda
"[Tesis ini membahas tentang prioritas kebijakan luar negeri India terhadap Pakistan pada periode 2009-2014. Kebijakan Luar Negeri (KLN) India telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan kebijakan yang menggunakan pendekatan idealisme, KLN India dalam perkembangannya bergeser menjadi kebijakan yang pragmatis. Pragmatisme dalam KLN India terlihat dalam prioritas KLN negara tersebut terhadap Pakistan. Pada awal masa kemerdekaan kedua negara, hubungan India-Pakistan relatif berada dalam tensi tinggi. Setelah memasuki periode 2000an, India terlihat memilih strategi yang
lebih bersifat kooperatif terhadap Pakistan. India menilai cara ini lebih efektif dibandingkan pendekatan koersif yang selama ini dilakukan.
Melalui analisis menggunakan kerangka pemikiran dari Kaarbo, Lantis, Beasley, dan Kumar didapatkan kesimpulan bahwa dijadikannya bidang militer, terorisme, dan ekonomi sebagai prioritas dalam KLN India terhadap Pakistan pada periode 2009-2014 dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud ialah kepentingan nasional dan strategi pemerintah India dalam memperjuangkan kepentingan tersebut. Dan faktor eksternal adalah hubungan
India – AS, hubungan India - Rusia dan hubungan Pakistan – Tiongkok;This thesis discusses about India's foreign policy priority towards Pakistan in the period of 2009 - 2014. India's foreign policy has evolved from time to time. Since it changes its foreign policy to idealism approach, the policy becomes pragmatic nowadays. It can be seen from their priority towards Pakistan. In the beginning of their independence, the relation between India and Pakistan is in high tension. In the period of 2000's, India tends to choose cooperative strategy toward Pakistan. Through foreign policy theory by Kaarbo, Lantis, Beasley, and Kumar, this thesis finds that India's foreign policy priority toward Pakistan are divided into three subjects, which are military, terrorism, and economy. These priorities are caused by internal and external factors. The internal factors are India's national interests and the government's strategy. Meanwhile, the external factors are the relations of India - US, India - Russia, and Pakistan - China., This thesis discusses about India's foreign policy priority towards Pakistan in the
period of 2009 - 2014. India's foreign policy has evolved from time to time. Since
it changes its foreign policy to idealism approach, the policy becomes pragmatic
nowadays. It can be seen from their priority towards Pakistan. In the beginning of
their independence, the relation between India and Pakistan is in high tension. In
the period of 2000's, India tends to choose cooperative strategy toward Pakistan.
Through foreign policy theory by Kaarbo, Lantis, Beasley, and Kumar, this thesis
finds that India's foreign policy priority toward Pakistan are divided into three
subjects, which are military, terrorism, and economy. These priorities are caused
by internal and external factors. The internal factors are India's national interests
and the government's strategy. Meanwhile, the external factors are the relations of
India - US, India - Russia, and Pakistan - China]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdillah Bimo
"Di balik perannya dalam meningkatkan perekonomian dunia, perdagangan internasional dianggap berkontribusi pada kerusakan lingkungan, kelangkaan sumber daya, hingga ketimpangan sosial. Kritik-kritik ilmu lingkungan atas perdagangan internasional kemudian berevolusi menjadi konsep perdagangan berkelanjutan yang menggabungkan motif ekonomi manusia dengan batasan-batasan tertentu guna mengurangi risiko terhadap kehidupan manusia, kerusakan lingkungan, serta ketersediaan sumber daya di masa depan. Meskipun topik ini memiliki prospek yang sangat baik, topik ini masih belum banyak dibahas dan terdisintegrasi dalam berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Tinjauan literatur ini memetakan dan menggambarkan ragam pandangan dalam perdagangan berkelanjutan dari 26 literatur yang berbeda. Tinjauan literatur ini dibuat dengan metode taksonomi yang mengategorisasikan topik bahasan menjadi tiga tema besar, yakni konseptualisasi, norma dan tata kelola, serta pandangan dan kritik terhadap perdagangan berkelanjutan. Penulis memiliki temuan bahwa: (1) meskipun poin keberlanjutan berhasil disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), adopsi isu perdagangan di dalam World Trade Organization (WTO) masih terhambat. Alih-alih, aktor-aktor tertentu menggunakan kesepakatan dagang sebagai instrumen mendorong keberlanjutan; (2) terdapat pandangan yang berseberangan terkait peran, kontribusi, dan prospek adopsi konsep keberlanjutan dalam perdagangan internasional oleh WTO. Adapun, celah penelitian yang penulis identifikasi berkaitan dengan kajian perdagangan berkelanjutan yang masih harus lebih spesifik, terutama dalam menggambarkan interaksi antar aktor dalam sistem internasional. Penelitian selanjutnya harus ditujukan kepada isu yang spesifik, seperti difusi norma dan politik domestik.

Behind its role in improving the world economy, international trade is considered to have contributed to environmental damage, resource scarcity, and social inequality. Environmental critics of international trade then evolved into the concept of sustainable trade, which combines human economic motives with certain limitations to reduce risks to human life, environmental damage, and the availability of resources in the future. Scholars from various academic disciplines began to research the concept of sustainability to reduce the negative excesses of trade on the environment and human life. Even though this topic has very good prospects, it is still not widely discussed and has disintegrated in many different academic disciplines. This literature review maps and describes the various views on sustainable trade from 26 different works of literature. This literature review was made using a taxonomic method that categorizes the discussion topics into three major themes: conceptualization, norms and governance, and views and criticism of sustainable trade. The author argues that: (1) even though sustainability provisions have been agreed by the United Nations, the adoption of sustainability in trade- related issues is still hampered in the World Trade Organization (WTO). Instead, certain actors use preferential trade agreements as instruments to promote sustainability in the trade context; (2) there are opposing views regarding the role, contribution, and prospects for sustainable trade concept adoption by the WTO. Meanwhile, the author reflects that the study of sustainable trade in the context of international relations needs to be more specific, especially in describing interactions between actors in the international system. Further research must be directed to specific IR issues, such as norms diffusion and domestic politics."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edina Rafi Zamira
"Tulisan ini mengkaji pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan dalam perspektif HI melalui studi literatur. Melalui metode taksonomi, tulisan ini menganalisis 46 literatur dan memetakannya dalam tiga tema: (1) faktor pembentuk keterkaitan pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan; (2) kontribusi pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan; dan (3) kritik terhadap neoliberalisme terkait konsep dan praktik pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan. Hasil pemetaan literatur menunjukkan bahwa industri pariwisata memberikan dampak multidimensional yang sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. Selain itu,  terdapat struktur dan relasi kekuatan yang mendasari suatu aksi, norma, dan kebijakan mengenai pariwisata dalam agenda pembangunan berkelanjutan yang berjalan. Lebih jauh, tulisan ini  menemukan bahwa struktur dan relasi kekuatan saat ini didasari oleh pandangan neoliberal yang menempatkan aktor swasta sebagai pelaku pembangunan yang dominan bidang sosial, ekonomi, dan politik sehingga menjadi tantangan pembangunan berkelanjutan. Tulisan ini menyimpulkan bahwa industri pariwisata adalah arena politik yang terdiri dari kontestasi kuasa, kekuatan, dan kepentingan antar-aktor sehingga dibutuhkan partisipasi bottom-up dan diskusi inklusif agar kebijakan pariwisata dan agenda pembangunan berkelanjutan dapat berjalan optimal dan tepat sasaran. Tulisan ini juga mengidentifikasi dua ceruk penelitian. Pertama, minimnya pembahasan keterkaitan pariwisata dalam agenda pembangunan berlanjutan dari kajian keamanan internasional. Dalam hal ini, konteks keamanan  non tradisional, termasuk keamanan manusia (human security) dapat digunakan sebagai dasar analisis. Kedua, terbatasnya literatur yang menempatkan negara maju sebagai objek analisis, padahal pembahasan tersebut  dapat menambah pemahaman  dan pembelajaran bagi akademisi HI dan pengambil kebijakan. 

This paper examines tourism and the sustainable development agenda from an international relations perspective through a study of literature. The author uses the taxonomic method to analyze 46 peer-reviewed literature and map them into three themes: (1) constructing factors of tourism and the sustainable development agenda; (2) tourism's contribution to the sustainable development agenda; and (3) criticism of neoliberalism on tourism concept and practice in the sustainable development agenda. The mapping of the literature indicates that the tourism industry provides a multidimensional impact in line with the sustainable development agenda. Furthermore, this paper identifies structures and power relations that construct actions, norms, and policies regarding tourism in the ongoing sustainable development agenda. Moreover, this paper’s analysis shows that the structure and power relations in question are neoliberalism, which strengthens private actors in all sectors; hence becomes a development challenge in itself. This paper concludes that the tourism industry is a political arena consisting of the contestation of power, strength, and interests between actors. Thus, bottom-up participation and inclusive discussion are needed in order for tourism policies and the sustainable development agenda can run optimally. This paper also identifies two research gaps. First, the linkage of tourism and the sustainable development agenda with security issues should be explored, in this matter human security as a non-traditional security approach can be used as an analytic framework. Second, there is limited literature that frame developed countries as the object of analysis, even though this discussion may be a lesson learned for HI academics and policy makers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurdianty Rohim
"Tinjauan literatur ini membahas konsep dan praktik keuangan berkelanjutan dalam studi Hubungan Internasional. Keuangan berkelanjutan merupakan sebuah konsep untuk memahami aktivitas keuangan yang berinteraksi dengan dimensi sosial dan lingkungan. Tinjauan literatur ini disusun untuk memetakan dan menganalisis 33 literatur mengenai keuangan berkelanjutan dalam studi Hubungan Internasional. Penulis memetakan literatur tersebut dengan metode taksonomi dengan mengategorisasikan ke dalam tiga tema bahasan, yakni (1) konseptualisasi, (2) ragam keterlibatan aktor, (3) dan praktik keuangan berkelanjutan. Berdasarkan penelaahan literatur, penulis menemukan bahwa (1) gagasan mengenai keuangan berkelanjutan muncul karena luputnya nilai sosial dan lingkungan dalam aktivitas perekonomian neoklasik, (2) praktik keuangan berkelanjutan masih aktif hanya diselenggarakan oleh aktor negara dan institusi regional semata, (3) dan perbedaan penerapan praktik keuangan berkelanjutan di kawasan Asia dan Eropa disebabkan oleh kapabilitas masing-masing negara. Penulis menemukan celah penelitian yang masih secara intensif berfokus pada peran negara sebagai pihak penyedia dan pendukung dalam praktik keuangan berkelanjutan. Penelitian di masa datang dapat menelaah secara lebih khusus peran dan relasi di antara aktor-aktor dan implikasi nyata praktik keuangan berkelanjutan terhadap keberhasilan pemenuhan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030.

This literature review discusses the concepts and practices of sustainable finance in the study of International Relations. Sustainable finance is a financial activity that interacts with social and environmental dimensions. This literature review was organized to map and analyze 33 sustainable finance literatures in International Relations studies. The author maps the literature using the taxonomic method by categorizing it into three discussion themes, namely (1) conceptualization, (2) the variety of actor involvement, (3) and sustainable finance practices. Based on a review of the literature, the authors found that (1) the emergence of the idea of sustainable finance was due to the omission of social and environmental values in neoclassical economic activities, (2) sustainable financial practices were still active only organized by state and regional institutions alone, (3) and differences in the application of these practices Sustainable finance in Asia and Europe is caused by the capabilities of each country. The author found a research gap that is still intensively focused on the state as a provider and supporter of sustainable finance practices. Future research can examine more deeply the roles and relationships among actors and the real implications of sustainable finance practices for the successful fulfillment of the Sustainable Development Goals by 2030."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Priskila Shendy Hartanti
"Indonesia memiliki norma multikulturalisme yang khas yang dikenal dengan norma multikulturalisme Bhinneka Tunggal Ika. Beberapa hal yang membedakan norma multikulturalisme liberal dan Bhinneka Tunggal Ika adalah elemen pembentuknya, pemahaman tentang nilai demokrasi, relasi agama dan kehidupan individu, pendekatan dalam penyelesaian konflik, dan prinsip dalam penggunaan bahasa. Kurikulum International Baccalaureate (IB) memiliki kerangka kurikulum yang sejalan dengan nilai norma multikulturalisme liberal. Dengan konsep lokalisasi norma usulan Acharya (2004), tesis ini menganalisis tahapan-tahapan lokalisasi norma multikulturalisme liberal yang terjadi dalam proses pembelajaran dengan kurikulum IBPYP. Tesis ini juga mengadopsi model disposisi budaya berpikir usulan Casinader (2014) dan mengolahnya menjadi model disposisi norma multikulturalisme. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatifdeskriptif. Temuan penelitian ini menunjukkan tiga argumen utama. Pertama, lokalisasi norma multikulturalisme liberal terjadi dengan intervensi kurikulum IBPYP. Penulis menemukan adanya elemen penting dalam lokalisasi norma ini, yaitu inisiatif kelompok lokal, kemampuan adaptasi, dan idea of effects. Kedua, proses lokalisasi ini menyebabkan terjadinya pergerakan kedua norma multikulturalisme dan membentuk model baru yang penulis sebut sebagai norma multikulturalisme semi-liberal. Ketiga, proses lokalisasi yang terjadi tetap tidak mengubah karakter nilai dasar norma lokal Indonesia, namun, norma lokal secara tidak sengaja mengalami norm-broadening atau perluasan norma. Hal ini penulis simpulkan karena norma Bhinneka Tunggal Ika menjadi lebih terbuka dengan nilai-nilai norma multikulturalisme barat yang berseberangan dengan nilai lokal. Proses akulturasi kedua norma multikulturalisme terjadi karena adanya upaya lokalisasi norma dengan intervensi kurikulum IB dan perluasan norma multikulturalisme lokal. Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk negara dalam mengkaji implementasi norma multikulturalisme Bhinneka Tunggal Ika yang menjunjung hak asasi manusia.

Indonesia has a unique multiculturalism norm which is known as Bhinneka Tunggal Ika multiculturalism norm. Some key characteristics that differentiate liberal multiculturalism norm and Bhinneka Tunggal Ika multiculturalism norm are the component of the groups, the understanding of democracy value, relation between religion and individual’s life, problem solving approach, and principles in the language use. International Baccalaureate Curriculum has a curriculum framework which in line with liberal multiculturalism norm values. Acharya’s (2004) norm localization concept is used in this thesis to analyze the localization of liberal multiculturalism process, in the learning processes which use the IBPYP curriculum. This thesis also adopts cultural dispositions of thinking model proposed by Casinader (2014) and transfer it into multiculturalism norm disposition model. This research is qualitative-descriptive research. Findings of this thesis show three main arguments. First, liberal multiculturalism norm localization happened with the intervention of IBPYP curriculum. The writer found that there are three important elements in this norm localization, which are, local initiative, adaptation, and idea of effects. Second, localization process affects the moving of both multiculturalism norms and shapes a new model which the write calls as semi-liberal multiculturalism norm. Third, localization process did not change the basic characteristics of Indonesian local norms. However, local norm experienced normbroadening unintentionally. This became the writer’s conclusion since Bhinneka Tunggal Ika multiculturalism norm became more open with the western multiculturalism norm values which are in contrast with local values. The acculturation of both multiculturalism norms happened because of norm localization with the IB curriculum intervention dan the local multiculturalism norm-broadening. These findings are expected to be taken as the references for the country in examining the implementation of Bhinneka Tunggal Ika multiculturalism norm which supposes to value human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahira Shanin Nadifa
"Fenomena kabut asap lintas batas di Asia Tenggara telah menjadi isu lingkungan persisten dan kompleks. Tinjauan literatur ini mengkaji kompleksitas permasalahan tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara, dengan fokus pada peran dan kapasitas aktor negara maupun non-negara, kerangka kerja sama regional ASEAN serta strategi kebijakan nasional. Literatur saat ini masih belum memadai dalam membandingkan pendekatan dan respons terkait isu kabut asap lintas batas di Asia Tenggara di luar dari Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Fokus utama masih tertuju pada inisiatif regional ASEAN, dengan sedikit perhatian pada analisis yang mendalam terhadap upaya negara-negara lainnya serta diskusi publik dan wacana masyarakat sipil. Dengan meninjau 42 literatur yang bersumber pada Scopus dan non-Scopus, paparan ini mengelompokkan tiga tema inti yang ditemukan dalam perkembangan kajian Tata Kelola Kabut Asap Lintas Batas di Asia Tenggara menggunakan taksonomi. Tema-tema inti tersebut adalah (1) eksistensi rezim kabut asap lintas batas di Asia Tenggara; (2) implementasi mekanisme tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara; (3) evaluasi mekanisme tata kelola kabut asap lintas batas di Asia Tenggara. Sintesis dari literatur yang disajikan mengindikasikan bahwa meskipun ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) memiliki peran penting dalam pengelolaan kabut asap lintas batas, namun pelaksanaannya terkendala oleh norma non-intervensi ASEAN dan prinsip kedaulatan negara. Kendala lain meliputi mekanisme penegakan hukum yang lemah, kapasitas institusi yang terbatas, serta perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota ASEAN. Partisipasi publik dan peran media diidentifikasi sebagai kunci dalam memobilisasi dukungan untuk perlindungan lingkungan. Refleksi dalam tinjauan literatur ini dibuat berdasarkan pemetaan latar belakang ilmu, tren kutipan dari literatur akademis terpilih, sebaran tahun publikasi, dan kata kunci. Berdasarkan refleksi, hasil tinjauan menunjukkan bahwa terdapat beberapa poin penting. Pertama, pemetaan latar belakang ilmu dalam studi kabut asap lintas batas di Asia Tenggara didominasi oleh bidang hubungan internasional dan ilmu lingkungan. Kedua, tren kutipan dari literatur akademis terpilih menunjukkan peningkatan perhatian pada peran media dan kerjasama multilateral. Ketiga, sebaran tahun publikasi memperlihatkan lonjakan signifikan pada dekade terakhir, seiring dengan meningkatnya insiden kabut asap. Terakhir, kata kunci yang paling sering digunakan mencerminkan fokus pada tata kelola kabut asap, kerjasama ASEAN, dan kebijakan lingkungan.

The phenomenon of transboundary haze in Southeast Asia has become a persistent and complex environmental issue. This literature review examines the complexities of transboundary haze governance in Southeast Asia, focusing on the roles and capacities of state and non-state actors, the ASEAN regional cooperation framework, and national policy strategies. Current literature remains inadequate in comparing approaches and responses to transboundary haze issues in Southeast Asia beyond Indonesia, Singapore, and Malaysia. The primary focus remains on ASEAN regional initiatives, with limited attention to detailed analyses of other countries' efforts and public discourse and civil society engagement. By reviewing 42 sources from Scopus and non-Scopus databases, this review categorizes three core themes found in the development of Transboundary Haze Governance in Southeast Asia using taxonomy. These core themes are: (1) the existence of the transboundary haze regime in Southeast Asia; (2) the implementation of transboundary haze governance mechanisms in Southeast Asia; and (3) the evaluation of transboundary haze governance mechanisms in Southeast Asia. The synthesis of the literature presented indicates that, although the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) plays a significant role in managing transboundary haze, its implementation is hindered by ASEAN's non-intervention norms and national sovereignty principles. Other obstacles include weak enforcement mechanisms, limited institutional capacities, and differing interests among ASEAN member states. Public participation and the role of the media are identified as crucial in mobilizing support for environmental protection. Reflections in this literature review are based on mapping the background of the field, citation trends from selected academic literature, publication year distribution, and keywords. Based on these reflections, the review findings highlight several key points. First, the background mapping of studies on transboundary haze in Southeast Asia is dominated by international relations and environmental science fields. Second, citation trends from selected academic literature show increased attention to the role of the media and multilateral cooperation. Third, the publication year distribution shows a significant increase over the past decade, coinciding with the rise in haze incidents. Finally, the most frequently used keywords reflect a focus on haze governance, ASEAN cooperation, and environmental policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Ho Il
"Penjualan senjata melalui sistem offset merupakan salah satu mekanisme yang banyak digunakan oleh beberapa negara dalam era kontemporer. Bahkan Praktik offset dalam praktik perdagangan senjata internasional saat ini telah menjadi hal yang lumrah diantara negara untuk meningkatkan perekonomianya. Oleh karena itu nilai offset semakin berkembang dan menjadi persyaratan banyak negara dalam proses pengadaan senjata.Terlebih offset turut mempromosikan, transfer teknologi, infrastruktur pertahanan dam peluang komersial. Offset dapat menciptakan politik yang kuat dengan memberikan mengembalikan aliran transaksi ke luar negeri untuk kepentingan memajukan ekonomi domestik. Tetapi kurang transparanya offset menjadi tantangan bagi negara-negara demokratis, khususnya apabila media menyoroti masalah akuntabilitas penggunaan dana publik dalam pengadaan senjata. Dengan demikian, Perdagangan senjata dunia telah memasuki era interdependensi dimana sistem internasional mulai terdesentralisasi.

Arms Trade by offset system is one of a mechanism which intensively used by several countries in the contemporary era. This is became a common practice among more advanced economies. Therefore, the value of offset agreements as a percentage of the contract value has been increasing. Offsets can make good political sense by redirecting what would otherwise belarge international outflows back into the domestic economy. In so doing, they may also promote technology transfer, supplement defenceinfrastructure or provide commercial opportunity. But intransparacy beyond offsets would became a challenge for democratic countries, especially when media focus on public spending accountability in arms trade. Thus, the increase of offsets sysytem show that world entering the era of interdependence when international system has been desentralized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Santa Pandora
"ABSTRAK
Menutupi akhir tahun 2008, tepatnya tanggal 27 Desember 2008, militer Israel menyerang dan membombardir wilayah Jalur Gaza yang dipimpin oleh Hamas. Pada hari pertama saja, Israel mengerahkan 50 pesawat tempur F-16 dan helikopter Apache meluluhlantakan wilayah Gaza serta menjatuhkan lebih dari 100 bom pada 100 target.
Selama 22 hari, Israel tanpa henti menghujani ribuan bom ke wilayah Jalur Gaza yang masuk bagian dari Palestina. Lokasi yang menjadi sasaran bom militer Israel tak hanya basis militer Hamas. Tapi juga sekolah, rumah sakit, masjid, serta pemukiman penduduk juga menjadi sasaran dari serangan Zionis ini. Tidak tanggung-tanggung, hingga berakhirnya perang pada tanggal 18 Januari 2009, antara 1166 hingga 1417 warga tidak berdosa pun tewas akibat muntahan senjata dari pesawat-pesawat tempur, tank dan kapal militer Israel.
Israel berharap tindakan militer dapat meredam atau bahkan menghilangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh para pejuang perlawanan Palestina. Namun, tindakan militer Israel, tidak dapat menghancurkan Hamas, bahkan Israel tidak memenangkan Perang Gaza tahun 2008-2009 dan bulan November 2012.
Tesis ini berusaha menjawab permasalahan tersebut: mengapa Israel yang memiliki kekuatan militer yang besar tidak mengalahkan Hamas yang tidak memiliki militer yang sebanding? Lalu strategi apa yang dipakai oleh Hamas dalam memenangi perang Gaza?

ABSTRACT
Starting on December 27, 2008 or four days before passing of the year 2009, Israel military attacked and bombarded the Gaza‟s controlled by Hamas, which is one of the Palestine factions. On the first day, Israel deployed 50 F-16 and Apache helicopter to devastated Gaza‟s area and dropped more than 100 bombs on 100 targets.
In 22 days, Israel continued bombing more than a thousand bombs to Gaza‟s area in Palestine. Target of locations of Israel military not only Hamas military basis but also public schools, hospital, mosque, and civil resident was being attacking by this Zionist. Until the end of war on January 18, 2009, in between 1166 to 1417 innocent people were killed by war planes, tanks, and ships of Israel military. Palestine People‟s was suffered in Gaza, after Israel blocked all medical and humanitarian aid, including the power and water supply.
Israel wished military actions would be stopped the actions of Palestine warrior. However, the actions of Israel military cannot destroy Hamas, even though Israel not winning Gaza‟s war in 2008 – 2009 also in November 2012.
This thesis report endeavor to answer the case: Why Israel with a huge military support cannot defeat Hamas with less military? Then, what Hamas strategy winning the Gaza‟s war?"
2013
T33310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawan Effendi
"Tesis ini membahas tentang aliansi militer Amerika Serikat dan Korea Selatan dengan memberikan perhatian khusus pada kredibilitas kebijakan extended deterrence melalui penelitian kualitatif deskriptif sebagai desain penelitian. Penyerangan Korea Utara terhadap Kapal Cheonan milik Korea Selatan dan serangan artileri di Pulau Yeonpyeong pada tahun 2010 merupakan ancaman konvensional yang dilakukan Korea Utara. Sementara ujicoba nuklir dan rudal Korea Utara pada tahun 2006 dan 2009 membawa kekhawatiran lebih terhadap stabilitas keamanan Korea Selatan. Pada akhirnya memunculkan pertanyaan tentang efektivitas extended deterrence yang diberikan Amerika Serikat terhadap Korea Selatan. Hasil penelitian menyatakan bahwa level komitmen merupakan alasan gagalnya kebijakan extended deterrence yang diberikan Amerika Serikat dalam mencegah serangan Korea Utara pada kurun waktu 2005 hingga 2010. Komitmen kebijakan nuklir, relokasi dan pengurangan jumlah pasukan, serta kampanye war on terrorism Amerika Serikat merupakan alasan extended deterrence tidak mampu menahan serangan Korea Utara terhadap Korea Selatan.

The focus of this study is the United States and South Korea military alliance with special attention to the credibility of extended deterrence policy through qualitative descriptive research design. The sink of South Korea’s battleship, Cheonan and the attack on Yeonpyeong Island in 2010 were the conventional threats to South Korea. Meanwhile, North Korea nuclear ballistic missile tested in 2006 and 2009 stimulated anxiety in South Korea’s security stability side. Those conditions made a question about the effectiveness of United States extended deterrence policy toward South Korea. The commitment level is the reason why United States extended deterrence policy failure in preventing North Korea attack from 2005 to 2010. Nuclear commitment, relocation and size of military presence, and war on terrorism policy are the reason why the United States extended deterrence failed to prevent North Korea attack on South Korea. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T33008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>