Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Godjali
"Latar Belakang: Dalam identifikasi odontologi forensik, diperlukan penentuan jenis kelamin dan ras.
Tujuan: Menenentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi kaninus rahang bawah, beserta nilai referensinya.
Metode: Dilakukan pengukuran MD dan BL gigi C RB pada populasi suku Batak dan Tionghoa, selanjutnya ditetapkan nilai referensinya.
Hasil: Ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD dan BL pada pengujian antar jenis kelamin (p<0,05). Pada pengujian antar ras ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD, namun tidak pada ukuran BL. Pada penentuan jenis kelamin nilai referensi ukuran MD 6,942 mm dan BL 7,527 mm. Pada penentuan ras, nilai referensi pada laki-laki ukuran MD 7,529 mm dan BL 7,845 mm, sedangkan perempuan MD 6,643 mm dan BL 7,210 mm.
Kesimpulan: Ukuran MD dan BL gigi kaninus rahang bawah dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin dan ras.

Background: In odontologic forensic identification, determining sex and race are important.
Objectives: To determine race and sex by using mesiodistal (MD) and buccolingual (BL) measurements of mandibular canines and to obtain their reference points.
Methods: Measured MD and BL mandibular canines measurements of Batak and Chinese in Indonesia, then calculated the reference points.
Results: There is significant difference of MD and BL measurements between sex (p<0,05). There is significant difference of MD measurement between races but there isn’t on BL measurement. To determine sex, reference point for MD measurement is 6,942 mm and BL is 7,527 mm. To determine race, reference point for men is 7,529 mm for MD and 7,845 mm for BL, for women is 6,643 mm for MD and 7,210 mm for BL.
Conclusions: Mesiodistal and buccolingual measurements can be used to determine sex and race in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifolia Hidayati
"Latar Belakang: HPV high-risk, terutama HPV-18, diduga memiliki hubungan dengan karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) menurut beberapa penelitian. Namun, hubungan infeksi HPV-18 dengan KSSRM di Indonesia belum diketahui dengan baik.
Tujuan: Untuk mendeteksi infeksi HPV-18 pada pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Metode: PCR konvensional digunakan untuk mendeteksi DNA HPV-18 pada 59 spesimen formalin fixed paraffin-embedded (FFPE) dari jaringan kanker pasien KSSRM yang diekstraksi menggunakan TaKaRa DEXPAT TM Easy DNA Mini Kit. Amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik E7 HPV-18 dengan target 172 bp.
Hasil dan Kesimpulan: HPV-18 terdeteksi pada 2 dari 59 spesimen FFPE (3.39%).

Background: High-risk HPV, especially HPV-18, is thought to have a relationship with oral squamous cell carnicoma according to several studies. However, the relationship of HPV as a risk factor of OSCC in Indonesia is not well understood.
Objective: To detect HPV-18 infection in oral squamous cell carcinoma patients at Dharmais Cancer Hospital.
Method: Conventional PCR was used to detect the DNA of HPV-18 in 59 formalin fixed paraffin-embedded (FFPE) specimens from cancer tissues of OSCC patients extracted using TaKaRa DEXPAT TM Easy DNA Mini Kit. PCR amplification used HPV-18 E7 specific primers with target of 172 bp.
Result and Conclusion: HPV-18 was detected in 2 of 59 of FFPE sections (3.39%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delfi Mirsal
"Virus HPV-16 merupakan salah satu faktor etiologi dari karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM). Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi infeksi HPV-16 pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut pasien di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2003 - 2013. Sampel pada penelitian ini adalah 49 jaringan KSSRM dalam bentuk formalin fixed paraffin-embedded (FFPE). Untuk ekstraksi DNA digunakan mini kit DNA TaKaRa DEXPAT TM. Untuk mendeteksi HPV-16 digunakan metode PCR konvensional dengan primer spesifik HPV - 16 E7 region, dengan target amplifikasi pada 196 bp. Hasil menunjukkan enam (12,24%) dari 49 sampel KSSRM terdeteksi HPV-16.

HPV-16 has been known as one of the etiologies of oral squamous cell carcinoma (OSCC). The aim of this study was to detect the involvement of HPV-16 infection in oral squamous cell carcinoma patients of Jakarta Dharmais Cancer Hospital period 2003- 2013. Samples in this study were 49 formalin fixed paraffin-embedded (FFPE) spesimens of OSCC patients. DNA isolation was performed using TaKaRa DEXPAT TM DNA mini kit. HPV-16 was genotyped using conventional PCR method with specific primers of HPV-16 E7 region at 196 bp amplification target. Result showed six (12,24%) of 49 samples of OSCC were detected to be HPV-16 positive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Eka Asdiana Warti
"Latar Belakang : Indonesia merupakan negara yang sering dilanda bencana alam, kecelakaan dan kejahatan menyebabkan korban jiwa sehingga tidak jarang ditemukan jenazah yang hanya menyisakan tulang belulangnya. Observasi sifat anatomis dan morfologis adalah metode paling popular untuk menghubungkan ras terhadap tulang belulang. Tengkorak adalah bagian tubuh yang dipelajari secara luas dan bagian tengkorak hidung serta mulut adalah bagian terbaik untuk identifikasi ras. Tujuan: Mengetahui parameter morfologi dan morfometri pada orokraniofasial untuk menentukan ras. Metode: Sampel terdiri dari 20 tengkorak yang berasal dari pemakaman Sema Wayah di Desa Trunyan, Bali dan 7 tengkorak yang berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan pengukuran pada setiap tengkorak berdasarkan parameter morfologi dan morfometri. Analisis data untuk membandingkan antara kelompok Trunyan dan Bukan Trunyan menggunakan uji univariat, bivariat dan multivariat. Hasil: Kemampuan parameter morfologi yakni Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth dalam menjelaskan ras sebesar 56,8%. Nilai rata-rata morfometri untuk total probability sebesar 2,0778 dan pada kategori sebesar 8,6296 sebagai ambang batas penentuan identifikasi ras. Apabila hasil perhitungan tersebut bernilai <0,5 artinya Trunyan >0,5 artinya Bukan Trunyan. Secara keseluruhan, model ini mampu mengidentifikasi ras Trunyan dan Bukan Trunyan sebesar 81,48%.

Background: Indonesia is a country that is often hit by natural disasters, accidents and crimes that cause fatalities, so it is not uncommon to find bodies that only leave their bones. Observation of anatomical and morphological properties is the most popular method for relating race to bones. The skull is the most widely studied body part and the nose and mouth parts of the skull are the best parts for racial identification. Objective: To know the morphological and morphometric parameters on orocraniofacial to determine race. Methods: The sample consisted of 20 skulls from the Sema Wayah cemetery in Trunyan Village, Bali and 7 skulls from the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. In this study, measurements were made on each skull based on morphological and morphometric parameters. Data analysis to compare between the Trunyan and Non Trunyan groups used univariate, bivariate and multivariate tests. Results: The ability of morphological parameters namely Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth in explaining race is 56.8%. The morphometric average value for the total probability is 2.0778 and in the category is 8.6296 as the threshold for determining racial identification. If the result of the calculation is <0.5, it means Trunyan > 0.5, it means Not Trunyan. Overall, this model is able to identify the Trunyan and Non-Trunyan races by 81.48%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Nur Azizah
"Latar belakang: Ras merupakan salah satu parameter determinasi yang berperan dalam bidang odontologi forensik terutama pada kasus orang hilang, perdagangan manusia, fosil atau kranium yang tidak diketahui identitasnya serta bencana. Ras dapat diidentifikasi dengan metode analisis metrik dan analisis non-metrik melalui torus palatinus. Sedikit studi yang meneliti torus palatinus sebagai parameter dalam menentukan ras Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini akan menganalisis mengenai peran torus palatinus sebagai parameter determinasi ras pada populasi Indonesia.
Metode: Sampel terdiri dari kelompok ras Protomelayu, Deutromelayu, Dayakid dan Melanesoid yang masing-masing berjumlah 30 sampel berasal dari Laboratorium Odontologi Forensik dan Laboratorium Ortodonti FKG UI dengan data lengkap. Sampel dilakukan pengukuran untuk menentukan prominensi, bentuk, posisi, ukuran, jenis kelamin, usia dan ras yang sesuai. Hasil penelitian akan diuji secara univariat dan multivariat menggunakan SPSS 26.0.
Hasil: 63,3% sampel memiliki torus, 46,1% torus berbentuk flat, 60,5% torus berada di daerah molar, 78,9% torus berukuran kecil, 72,3% pemilik torus berusia dewasa muda dan ras Protomelayu serta Deutromelayu memiliki torus lebih banyak dibanding kelompok ras lain.
Kesimpulan: prominensi, bentuk, posisi dan jenis kelamin dapat menjadi parameter untuk menentukan ras pada kelompok ras Protomelayu, Deutromelayu, Dayakid dan Melanesoid dengan tingkat akurasi 61,8%

Background: Race is one of the determining parameters that contribute to the practice of forensic odontology, especially in cases of missing persons, human trafficking, unidentified fossils or craniums, and disasters. Race can be identified by metric analysis and non-metric analysis methods through the torus palatinus. Few studies have examined the torus palatinus as a parameter in determining Indonesian race.
Aims: This study will analyze the use of the torus palatinus as a parameter for determining race in the Indonesian population.
Methods: The samples consisted of Protomelayu, Deutromelayu, Dayakid and Melanesoid racial groups, totaling 30 samples each from FKG UI with complete data. Samples were measured to determine prominence, shape, position, size, gender, age and race. The results will be tested with univariat and multivariat analytic using SPSS 26.0.
Results: 63.3% of the group sample had torus, 46.1% torus was flat, 60.5% torus was located in the molar region, 78.9% torus was small in size, 72.3% torus owners were young adults and Protomelayu and Deutromelayu races had more torus than other racial groups.
Conclusion: prominence, shape, position and gender can be a parameter to determine race in the Protomelayu, Deutromelayu, Dayakid and Melanesoid racial groups with an accuracy rate of 61.8%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Rahmadhani
"Latar Belakang: Estimasi jenis kelamin merupakan prioritas penting dan langkah awal dalam proses identifikasi. Tulang orokraniofasial memiliki karakteristik dimorfik yang stabil dibandingkan tulang kerangka lainnya dan memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh lingkungan. Saat ini, telah banyak peneliti diberbagai belahan dunia yang melaporkan penelitian secara metrik menggunakan parameter tulang orokraniofasial untuk estimasi jenis kelamin dan menunjukkan hasil akurasi yang signifikan pada setiap populasi. Populasi Trunyan merupakan bagian dari penduduk asli (indigenous people) dari Provinsi Bali. Tujuan: Untuk mengetahui dari analisis metrik pada parameter tulang orokraniofasial, mana yang dapat menunjukkan dimorfisme seksual pada laki-laki dan perempuan Populasi Trunyan, Bali. Metode Penelitian: Sampel terdiri dari 20 kranium (9 laki-laki dan 11 perempuan). Pengukuran dilakukan pada 34 parameter kranial (gabungan parameter Populasi Thailand dan Populasi Brazil). Analisis dilakukan secara statistik menggunakan SPSS dan dilakukan uji regresi logistik. Hasil: Nilai rata-rata ukuran kranium laki-laki lebih besar daripada perempuan hampir pada beberapa parameter pengukuran, kecuali nasal breadth dan foramen magnum breadth. Hasil analisis didapatkan sepuluh parameter tulang orokraniofasial menunjukkan perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada populasi Trunyan (p<0,05) yaitu parameter maximum cranial length, bizygomatic breadth, lambda – rhinion (La-Rhi), lambda – nasospinale (La-Ns), lambda-right zygomaxillare (La-RZgm), lambda-left zygomaxillare (La-LZgm), biauricular breadth, frontal chord, mastoid length right dan mastoid length left. Hasil analisis regresi logistik didapatkan dua parameter memiliki hubungan yang kuat untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu bizygomatic breadth dan minimum frontal breadth (R2=0,477). Secara keseluruhan, persamaan regresi logistik menunjukkan akurasi sebesar 75% untuk estimasi jenis kelamin pada Trunyan. Kesimpulan: Analisis metrik pada parameter tulang orokraniofasial dapat menunjukkan dimorfisme seksual pada laki-laki dan perempuan Populasi Trunyan, Bali.

Background: Sex estimation is an important priority and the first step in the identification process. Orocraniofacial bone has stable dimorphic characteristics compared to other skeletal bones and has high resistance to environmental influences. Currently, many researchers in various parts of the world have reported research on metrics using orocraniofacial bone parameters to estimate gender and showed significant accuracy results in each population. The Trunyan population is part of the Indigenous population (customary community) of Bali province. Objective: To determine the metric analysis of orocraniofacial bone parameters, which can indicate sexual dimorphism in males and females of the Trunyan population, Bali. Methods: The sample consisted of 20 craniums (9 males and 11 females). Measurements were made on 34 cranial parameters (combined parameters of the Thai population and the Brazilian population). The analysis was carried out statistically using SPSS and a logistic regression test. Results: The average size of male craniums is generally larger than that of females in most measurement parameters, except nasal breadth and foramen magnum breadth. The results of the analysis obtained ten orocraniofacial bone parameters which showed significant differences between male and female sex in the Trunyan population (p<0.05), which is the maximum cranial length, bizygomatic breadth, lambda – rhinion (La-Rhi), lambda – nasospinale (La-Ns), lambda-right zygomaxillare (La-RZgm), lambda-left zygomaxillare (La-LZgm), biauricular breadth, frontal chord, mastoid length right and mastoid length left. The results of the logistic regression analysis showed that two parameters had a strong relationship between males and females, which are bizygomatic breadth and minimum frontal breadth (R2=0,477). Overall, the logistic regression equation showed an accuracy of 75% for sex estimation in Trunyan. Conclusion: Metric analysis of orocraniofacial bone parameters can show sexual dimorphism in males and females of the Trunyan population, Bali."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library